REFERAT Struma Nodusa Nontoksik
REFERAT Struma Nodusa Nontoksik
Pada keadaan normal kelenjar tiroid demikian kecil, hingga tidak mempengaruhi
bentuk leher. Adakalanya terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid yang disebut dengan struma.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodosa. Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh
penambahan jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang
menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya,
klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi Struma Toksik
(Diffusa, Nodosa), Struma Non Toksik (Diffusa, Nodosa).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan
adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,maka
pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan.
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma,
sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik.
Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung didapatkan dari 325 kasus struma
nodosa perbandingan pria dan wanita adalah 1:4,2 sedangkan penelitian di Jakarta oleh
Hamzah dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita struma nodosa antara pria dan wanita
adalah 1:5,6. Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium.
Struma mudah ditemukan, karena segera terlihat dan dapat diraba (68% oleh penderita
dan 90% oleh pemeriksa), tetapi justru sulit ditetapkan penyebabnya dan tidak bermaknanya
kelainan anatomi (struma) dengan perubahan fungsi yang terjadi. Diagnosis Struma dapat
ditegakkan dengan cara melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta dilakukan
pemeriksaan tambahan berupa tes laboratorik, pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG,
Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi dan petanda tumor. Tindakan operatif atau
bedah berupa reseksi subtotal atau lubektomi total masih merupakan pilihan untuk
penatalaksanaan Struma Nodosa Non Toksik.
1.1.
Kelenjar Tiroid
1.1.1. Embriologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan.
Kelenjar tiroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm,
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari
lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian
tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah
bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari
foramen sekum di basis lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu
masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tiroid yang
letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tiroid servikal,
tiroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tiroid
substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tiroid,
merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi
kalsitonin. Kelenjar tiroid janin secara fungsional mulai mandiri pada
minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis
terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara
50-500 m. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan
puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke
arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah
untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry.
Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein,
khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000).
1.2.
Struma Nodosa Non Toksik
1.2.1. Definisi
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan
efek fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat
dibagi menjadi :
Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi :
Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti
yang ditemukan pada Graves disease, Nodosa, yaitu jika pembesaran
kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu lobus, seperti yang ditemukan
pada Plummers disease.
Struma Non Toksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis
pada tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi :
Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter, Nodosa, seperti yang
ditemukan pada keganasan tiroid.
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hipertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses,
baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran asimetris
dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh,
maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai Struma Nodosa Non Toksik.
Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari dan harus diwaspadai tandatanda keganasan yang mungkin ada.
1.2.2. Epidemiologi
Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung menemukan diantara 696 pasien
struma, sebanyak 415 (60%) menderita struma nodosa dan hanya 31
diantaranya yang bersifat toksik. Penelitian Lukitho di Rumah Sakit Hasan
Sadikin Bandung didapatkan dari 325 kasus struma nodosa perbandingan
pria dan wanita adalah 1:4,2 sedangkan penelitian di Jakarta oleh Hamzah
dari tahun 1986-1995 perbandingan penderita struma nodosa antara pria dan
wanita adalah 1:5,6. Etiologi umumnya multifaktorial, terutama ditemukan
di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.
1.2.3. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan
faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah
yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium,
misalnya daerah pegunungan. Pembentukan struma terjadi pada
defisiensi sedang iodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan
defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan
dengan hypothyroidisme dan cretinisme (kerdil).
Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon
tiroid.
Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia Phenolic dan phthalate
ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batu bara.
Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica (misalnya, kubis, lobak cina,
brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam
rumput liar.
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya:
thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).
Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanakkanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.
1.2.4. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap
usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh
kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif
yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan
menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan
molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan
balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon
metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi
sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis
tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan
pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan
pembesaran kelenjar tyroid.
1.2.5. Klasifikasi
Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, yaitu :
Pembengkakan :
bentuk : diffus atau lokal
ukuran : besar dan kecil
permukaan : halus atau modular
keadaan : kulit dan tepi
gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah
dimana kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea
untuk menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum
cartilago dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan
tepinya.
- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri,
kanan atau keduanya).
10
12
Tiroiditis subakut
Tiroiditis kronis, limpositik (hashimoto), fibrous-invasif (riedel)
Struma endemik
1.2.9. Penatalaksanaan
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macammacam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakan seberat 3 gram.
b. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid.
c. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan
dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah
kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.
I.
II.
Prinsip reseksi untuk mengeksisi sebagian besar tiap lobus, yang memotong
pembuluh darah tiroidea superior, vena + tyroidea media dan vena tiroidea
inferior utuh. Bagian kelenjar yang dieksisi merupakan sisi anterolateral
tiap lobus, isthmus dan lobus piramidalis. Ligasi pembuluh darah tiroidea
superior harus hati-hati untuk tidak mencederai ramus externus nervus
laryngeus superior dapat menimbulkan perubahan suara yang bermakna.
Sisa thyroidea dari lobus kiri harus sekitar 3 sampai 4 gram. Ini dapat
dinilai dengan menilai berbagai ukuran thyroidea pada timbangan. Lobus
dapat dieksisi lengkap dengan memotong isthmus atau ia dapat dijaga
kontinyu dengan isthmus yang dikupas bebas dari tracea di bawahnya.
Lobektomi Total
Dilakukan untuk tumor ganas glandula tiroidea dan bila penyakit unilobaris
yang mendasari tidak pasti. Bila dilakukan pengupasan suatu lobus, untuk
tumor ganas maka pembuluh darah tiroidea superior, vena tiroidea media
dan vena tiroidea inferior perlu dipotong. Glandula paratiroidea dan nervus
laryngeus diidentifikasi dan dilindungi. Lobus tiroidea diretraksi ke medial
dengan dua glandula paratiroidea terlihat dekat cabang terminal fasia
(ligamentum Berry). Nervus ini diidentifikasi sebagai struktur putih tipis
yang berjalan di bawah ligamentum dan biasanya di bawah cabang terminal
arteria tiroidea inferior. Pada sejumlah tumor ganas seperti varian
folikularis dan meduler direkomendasikan lobektomi total bilateral dengan
pengupasan kelenjar limfe sentral.
Pengobatan untuk nodul tiroid yang bukan tiroiditis atau keganasan :
- Apabila didapatkan nodul hangat, dapat diberikan preparat l-thyroxin
selama 4-5 bulan dan kemudian sidik tiroid dapat diulang. Apabila nodul
mengecil maka terapi dapat diteruskan namun apabila tidak mengecil
dilakukan
biopsi
aspirasi
atau
operasi.
- Nodul panas dengan diameter < 2,5 cm observasi saja, tetapi kalau > 2,5
mm terapinya ialah operatif karena dikhawatirkan mudah timbul
hipertiroidisme.
1.2.10. Komplikasi
Komplikasi tiroidektomi :
1. Perdarahan.
2. Masalah terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi
dengan tekanan.
14
3.1. Kesimpulan
Struma Nodosa Non Toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas dan tanpa gejala-gejala hipertiroid. Klasifikasi dari Struma
Nodosa Non Toksik didasarkan atas beberapa hal yaitu berdasarkan jumlah
nodul, berdasarkan kemampuan menangkap iodium aktif dan berdasarkan
konsistensinya. Etiologi dari Struma Nodosa Non Toksik adalah multifaktorial
namun kebanyakan struma diseluruh dunia diakibatkan oleh defisiensi iodium
langsung atau akibat makan goitrogen dalam dietnya. Gejala klinis tidak khas
biasanya penderita datang dengan keluhan kosmetik atau ketakutan akan
keganasan tanpa keluhan hipotiroid atau hipertiroidisme. Diagnosis ditegakkan
dari hasil anamnesa. Pemeriksaan sidik tiroid, pemeriksaan USG, Biopsi
Aspirasi Jarum Halus (BAJAH), termografi, dan petanda tumor (tumor marker).
Penatalaksanaan meliputi terapi dengan l-thyroksin atau terapi pembedahan
yaitu tiroidektomi berupa reseksi subtotal atau lobektomi total. Komplikasi dari
tindakan pembedahan (tiroidektomi) meliputi perdarahan, terbukanya vena
besar dan menyebabkan embolisme udara, trauma pada nervus laryngeus
recurrens, sepsis, hipotiroidisme dan traceomalasia.
DAFTAR PUSTAKA
15
16