Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL THESIS

SEKMENTASI CITRA UNTUK MENENTUKAN


TINGKAT KERUSAKAN HATI SECARA
HISTOLOGIS

DISUSUN OLEH :
ZOHAN NAZARUDIN
12917211

M A G I S T E R T E K N I K I N F O R M A T I K A
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit hati menduduki urutan kedelapan penyebab kematian di
Indonesia (Depkes RI dalam Tuminah, 2009). Berbagai upaya pengobatan
gangguan fungsi hati secara klinis telah dilakukan, namun cara ini
memerlukan biaya yang mahal dan menyebabkan adanya efek samping yang
merugikan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan obat
baru yang dapat melindungi sel hati dari serangan hepatotoksin yaitu dengan
mendapatkan senyawa yang bersifat hepatoprotektor.
Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu hist os yang berarti
jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang
menguraikan struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara
struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka
lakukan.Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu
kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi
yang

mampumempertahankan

keutuhan

dan

penyesuaian

terhadap

lingkungan diluar batasdirinya.


Menurut Wikipedia, histologi adalah bidang biologi yang mempelajari
tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan
jaringan yang dipotong tipis.

Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis.


Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi
jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting
dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan
dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap
jaringan yang diduga terganggu.
Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir
seluruh organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang sangat strategis
dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya
berbagai penyakit. Hati akan merespon berbagai penyakit tersebut dengan
meradang, yang disebut hepatitis.
Di dalam sel hati sendiri terdapat beberapa istilah kelainan diantaranya
adalah degenerasi, nekrosis, kongesti, fibrosis dan sirosis.
Sebelum pengamatan jaringan harus di buat dulu sediaan histologisnya.
Teknik pembuatan sediaan histologid disebut mikroteknik, dimulai dengan
pengambilan jaringan yang dimaksud sampai menjadi potongan tipis yang
akan diwarnai di atas kaca objek. Pewarnaan perlu dilakukan dengan tujuan
agar berbagai unsur jaringannya terlihat jelas, dapat dibedakan dan diamati
menggunakan mikroskop cahaya.
Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk
memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Pengolahan
citra digital dapat dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan yaitu
memperbaiki kualitas suatu gambar sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi

oleh mata manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar
untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. Bidang aplikasi kedua
yang sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan pole (pattern
recognition) yang umumnya bertujuan mengenali suatu objek dengan cara
mengekstrak informasi penting yang terdapat pada suatu citra. Bila
pengenalan pola dihubungkan dengan pengolahan citra, diharapkan akan
terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra masukan sehingga citra
tersebut dapat dikenali polanya. Proses ini disebut pengenalan citra atau
image recognition. Proses pengenalan citra ini sering diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Pengolahan citra dan pengenalan pola menjadi bagian dari proses
pengenalan citra. Kedua aplikasi ini akan saling melengkapi untuk
mendapatkan ciri khas dari suatu citra yang hendak dikenali. Secara umum
tahapan pengolahan citra digital meliputi akusisi citra, peningkatan kualitas
citra, segmentasi citra, representasi dan uraian, pengenalan dan interpretasi.
Dengan menggabungkan antara citra (gambar) dari histologi hati
dengan teknik pengolahan citra digital diharapkan akan mempermudah
menentukan seberapa besar tingkat kerusakan pada hati. Bukan diagnosis
kerusakan tertentu akan tetapi kerusakan hati secara total yang meliputi
kongesti, peradangan, degenerasi dan nekrosis.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana menentukan
total kerusakan pada hati secara umum meliputi kongesti, peradangan,
degenarasi dan nekrosis menggunakan teknik pengolahan citra digital?.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Menentukan total kerusakan pada hati secara umum meliputi kongesti,
peradangan, degenarasi dan nekrosis .
2. Software yang di gunakan dalam pengolahan citra adalah MATLAB
R2010a.
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan batasan masalah di atas , maka tujuan dari penelitian ini
adalah menghasilkan sebuah aplikasi untuk menentukan total kerusakan pada
hati secara umum meliputi kongesti, peradangan, degenarasi dan nekrosis
dengan menggunakan teknik pengolahan citra digital.
1.5. Manfaat Penelitian
Bedasarkan tujuan penelitian di atas, penelitian ini mempunyai manfaat
untuk membantu dokter spesialis histologi dalam menentukan total kerusakan
pada hati secara umum meliputi kongesti, peradangan, degenarasi dan
nekrosis melalui pengolahan citra. Disamping itu penelitian ini juga bisa
digunakan sebagai rujukan penelitian-penelitian selanjutnya terutama
penelitian di bidang klinis yang berbasis pengolahan citra.

1.6. Metodologi Penelitian


Untuk mendapatkan data sumber dalam penelitian ini, metode yang
dilakukan meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
1. Studi leteratur mengenai hati dan jaringan hati dengan melakukan
pengumpulan data, pencarian informasi, diskusi dengan berbagai
narasumber seperti praktisi kedokteran dan juga buku-buku.
2. Studi literatur mengenai pemrosesan citra digital, terutama yang
berhubungan dengan pemrosesan citra jaringan dan sel yang dibutuhkan
dalam merancang algoritma.
3. Merancang sistem pengolahan citra yang meliputi:
a. Filtering
Image filtering sering juga dinamakan proses penghalusan gambar,
yang berfungsi untuk mengurangi efek-efek yang tidak diinginkan.
b. Edge detection
Melakukan pendeteksian tepian objek yang berada di dalam citra.
c. Identifikasi
Merupakan tahap paling akhir dalam pendeteksian jaringan hati yang
sehat dan tidak sehat.
4. Membuat sistem simulasi dan pengujian dengan menggunakan software
MATLAB.
5. Menganalisis dan menyimpulkan hasil pengujian.
6. Dokumentasi dan laporan.

1.7. Sistematika Penulisan


BAB 1 PENDAHULUAN
Dalam bab ini di uraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
metode pengumpulan data dan sistematika penulisan dari penelitian.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Dalam bab ini di uraikan tentang tinjauan pustaka dan teori dasar yang
berhubungan dengan penelitian.
BAB 3 METODOLOGI
Dalam bab ini di uraikan bagaimana langkah-langkah menyelesaikan
masalah dalam penelitian.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini di uraikan tentang hasil dan pembahasan hasil yang
diperoleh dalam menyelesaikan masalah.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini di uraikan tentang simpulan-simpulan yang merupakan
rangkuman dari hasil analisis kinerja pada bagian sebelumnya.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka


2.1.1. Histologi
Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu hist os yang berarti
jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang
menguraikan struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara
struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka
lakukan.Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu
kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi
yang

mampumempertahankan

keutuhan

dan

penyesuaian

terhadap

lingkungan diluar batasdirinya.


Menurut Wikipedia, histologi adalah bidang biologi yang mempelajari
tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan
jaringan yang dipotong tipis.
Histologi amat berguna dalam mempelajari fungsi fisiologi sel-sel
dalam tubuh, baik manusia, hewan, serta tumbuhan, dan dalam bentuk
histopatologi ia berguna dalam penegakan diagnosis penyakit yang
melibatkan perubahan fungsi fisiologi dan deformasi organ. Sebagai contoh,
di bidang kedokteran, kehadiran tumor memerlukan hasil pemeriksaan contoh
(sampel) jaringan.

2.1.2. Hati (Hepar)


Hepar merupakan kelenjar eksokrim terbesar yang memiliki fungsi
untuk menghasilkan empedu, serta juga memiliki fungsi endokrin. Secara
garis besar, hepar dibagi menjadi 2 lobus, dextra (kanan-besar) dan sinistra
(kiri-kecil), hepar dilapisi oleh kapsula fibrosa yang disebut Capsula Glisson.
Secara holotopi, hepar terletak di regio hypochondrium dextra, regio
epigastrium, dan regio hypochondrium sinistra.

Gambar 2.1. Hati (Hepar)


Hati terletak lokasi yang sangat strategis. Semua nutrisi dan cairan
yang diserap di usus masuk ke hati melalui vena porta hepatis, kecuali produk
lemak komplek, yang diangkut oleh pembuluh limfe. Produk yang diabsorpsi
mula-mula mengalir melalui kapiler-kapiler hati yaitu sinusoid (vas
sinusoideum ). Darah vena porta yang kaya-nutrisi mula-mula dibawa ke hati
sesebelum masuk kesirkulasi umum. Karena darah vena dari organ
pencernaan di vena porta hepatis miskin oksigen, arteri hepatika dari aorta

mendarahi sel-sel hati dengan darah yang mengandung oksigen, sehingga hati
mendapat darah dari dua sumber.
Hati terdiri atas unit-unit heksagonal yaitu lobulus hepaticus (hati).
Bagian tengah setiap lobulus tedapat sebuah vena sentralis, yang dikelilingi
secara radial oleh lempeng sel hati (lamina hepatocytica), yaotu hepatosit, dan
sinusoid kearah perifer. Di sini, di jaringan ikat membentuk kanalis porta atau
derah porta (spatium portale), tempat terdapatnya cabang-cabang arteri
hepatika, vena porta hepatis, dukdus biliaris, dan pembuluh limfe. Pada
manusia, dapat ditemukan tiga samapai enam daerah porta setiap lobulus.
Daerah arteri dan darah vena dari derah porta perifer mula-mula bercampur di
sinusoid hati saat mengalir ke vena sentralis. Dari sini, darah masuk ke
sirkulasi umum melalui vena hepatika yang keluar dari hati dan masuk ke
vena kava inferior.
Sinusoid hati adalah saluran darah yang melebar dan berliku-liku,
dilapisi oleh lapisan tidak utuh sel endotel berfenestra (endotheliocytus
fenestratusm) yang juga menunjukkan lamina basalis yang berpori dan tidak
utuh. Sinusoid hati dipisahkan dari hepatosit dibawahnya oleh spatium
perisinusoideum (disse) subendotelial. Akibatnya, zat makanan yang
mengalir di dalam sinusoid memiliki akses langsung melalui dinding endotel
yang tidak utuh dengan hepatosit. Struktur vdan jalur sinusoid yang berliku di
hati memungkinkan pertukaran zat yang efisien antara hepatosit dan darah.
Selain sel endotel, sinusoid hati juga mengandung makrofag, yang disebut sel
Kupffel (macrophagocytus stellatus), terletak di sisi luminal sel endotel.

Hepatosit mengeluarkan empedu ke dalam saluran yang halus disebut


kanalikulus biliaris (canalikulus bilifer) yang terletak di antara hepatosit.
Kanalikulus menyatu di tepi lobulus hati di daerah porta sebagai duktus
biliaris. Duktus biliaris kemudian mengalir ke dalam duktus hepatikus yang
lebih besar yang membawa empedu keluar dari hati. Di dalam lobulus hati,
empedu mengalir di dalam kanalikulus biliaris ke duktus biliaris di daerah
porta, sementara darah dalam sinusoid mengalir ke vena sentralis. Akibatnya,
empedu dan darah tidak bercampur.
Pada hati primata atau manusia, septum jaringan ikat di antara lobulus
hati tidak sejelas di hati babi, dan sinusoid hati bersambungan di antara
lobulus. Meskipun terdapat perbedaan, daerah porta tetap memperlihatkan
cabang interlobularis vena porta, arteri hepatika dan duktus biliaris disekitar
tepi lobulus dalam septum interlobularis.
Gambar ini memperlihatkan banyak lobulus hati. Di bagian tengah
setiap lobulus hati yaitu vena sentralis. Sinusoid hati terlihat di antara
lempeng sel hati yang memancar dari vena sentralis ke arah tepi lobulus hati.
Seperti diperlihatkan di gambar, cabang pembuluh darah interlobularis dan
duktus biliaris terlihat di daerah porta lobulus hati.

Gambar 2.2. Lobulus hati primata (pandangan menyeluruh, potongan transversal).


Pulasan Mallorary-azan. Perbesaran lemah.
Sumber : Mescher, 2013.

Pembungkus hepar atau yang disebut stroma terdiri atas simpai yg


tebal, berasal dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul
Glisson. Kapsul glisson ini menebal di hilus, tempat vena porta dan arteri
hepatika memasuki hati dan keluarnya duktus hepatika kiri dan kanan serta
pembuluh limfe dari hati. (Mescher, 2013).
Komponen utama struktural hati adalah selsel hati, atau hepatosit.
Sel-sel epitelnya berkelompok membentuk lempenglempeng yang saling
berhubungan, dan tampak struktur lobulus hati dengan menggunakan
mikroskop cahaya.
Lobulus hati dibentuk oleh masa poligonal jaringan, dan pada daerah
perifer masingmasing lobulus dipisahkan oleh jaringan ikat yang
mengandung duktus biliaris, pembuluh limfe, saraf, dan pembuluh darah.

Daerah ini disebut celah portal yang dijumpai pada sudutsudut lobulus hati.
Hepar manusia memiliki 36 celah portal per lobulus, dengan masingmasing
terdiri dari venula, arteriol, sebuah duktus (bagian dari sistem duktus biliaris),
dan pembuluh limfe. (Mescher, 2013).
Dibagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat
yang disebut traktus portalis/triad yaitu traktus portalis yang mengandung
cabang-cabang vena porta, arteri hepatika, duktus biliaris. Cabang dari vena
porta dan arteri hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam
sinusoid setelah banyak percabangan. Sistem bilier dimulai dari kanalikuli
biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut
membentuk dinding sel. Kanalikuli akan mengeluarkan isinya ke dalam
intralobularis, dibawa ke dalam empedu yang lebih besar , air keluar dari
saluran empedu menuju kandung empedu.

Gambar 2.3. lobulus hati


Sumber : Eroschenko, 2008.

Hepatosit tersusun secara radier, seperti susunan batu bata pada


dinding yang tersusun dari perifer lobulus ke pusatnya, dan beranastomosis
secara bebas dengan membentuk struktur yang menyerupai labirin dan busa.
Setiap hepatosit dipisahkan oleh celah sinusoid yang tersusun melingkar.
Kapiler sinusoid adalah pembuluh darah yang lebar yang tidak teratur, dan
hanya terdiri atas lapisan tidak utuh dari endotel berfenestra. Terdapat celah
Disse sebagai celah tempat berkontaknya masingmasing permukaan
hepatosit dan kapiler sinusoid. Pada saat berkontak dengan sesama hepatosit,
akan terbentuk suatu celah tubular di antara kedua sel yang disebut
kanalikulus biliaris.(Mescher,2013).
Hepatosit memiliki satu atau dua inti bulat dengan suatu atau dua anak
inti. Sebagian intinya polipoid, yaitu mengandung perkalian genap dari
jumlah kromosom haploid. Hepatosit memiliki banyak retikulum endoplasma
baik yang halus maupun kasar. Retikulum endoplasma yang kasar
membentuk agregrat yang tersebar dalam sitoplasma, dan agregrat ini disebut
badan basofilik. Retikulum endoplasma halus merupakan sistem labil yang
segera bereaksi terhadap molekul yang diterima hepatosit. (Mescher,2013).
Selain selsel endotel, sinusoid juga mengandung sel kupffer. Sel
sel ini ditemukan pada permukaan laminal selsel endotel. Fungsi utamanya
adalah memetabolisme eritrosit tua, mencerna hemoglobin, mensekresi
protein yang berhubungan dengan proses imunologis, dan menghancurkan
bakteri yang berhasil masuk ke darah portal melalui usus besar. Sel sel
kupffer mencakup 15% dari populasi sel hati, dan banyak terdapat di daerah

periportal di lobulus hati, tempat berlangsungnya fagositosis yang sangat


aktif. (Mescher,2013).
Sebagian besar sel yang melapisi sinusoid hati adalah sel endotel. Sel
kecil ini memiliki sitoplasma yang tipis dan inti yang kecil. Untuk
menunjukkan sel fagositik di dalam sinusoid hati, hewan percobaan disuntik
secara intravena dengan tinta India. Sel Kupffer fagositik menelan partikelpartikel karbon dari tinta, yang mengisi sitoplasmanya dengan endapan hitam.
Akibatnya, sel kupffer tampak jelas di dalam sinusoid di antara lempeng
hepatosit. Sel kupffer adalah sel besar dengan beberapa prosesus dan bentuk
tidak teratur atau stelata yang menonjol ke dalam sinusoid. Inti sel kupffer
tertutup oleh partikel karbon yang ditelan. Ditepi lobulus terlihat jaringan ikat
septum interlobularis dan bagian duktus biliaris yang dilapisi oleh sel
kuboid.(Eroschenko, 2008).

Gambar 2.4. sel Kupffer di lobulus hati (sediaan tinta India).


Pulasan hematoxylin dan iosin. Perbesaran kuat.
Sumber : Eroschenko, 2008.
Sitoplasma sel hati bervariasi bentuknya bergantung pada status
nutrisi. Setelah makan, hepatosit menyimpan banyak glikogen di dalam

sitoplasmanya. Dengan pulasan periodic-acid Schiff, granula glikogen di


sitoplasma hepatosit berwarna merah terang dan memperlihatkan distribusi
acak di dalam sitoplasma. Di dalam gambar ini juga terlihat sinusoid hati dan
sel endotel gepeng yang melapisi lumennya. (Eroschenko, 2008).

Gambar 2.5 Glanula glikogen di sel hati. Pulasan: periodic acid-Schiff dengan
pewarna tandingan biru untuk nukleus. Imersi minyak
Sumber : Eroschenko, 2008.

Serat retikular halus membentuk sebagian besar jaringan ikat


penunjang hati. Dalam gambar ini serat retikular berwarna hitam dan sel hati
berwarna merah muda atau ungu pucat. Serat retikular melapisi sinusoid,
menyokong sel endotel, dan membentuk anyaman padat serat retikular di
dinding vena sentralis. Serat retikular juga menyatu dengan serat kolagen di
septum interlobularis, tempat serat kolagen mengelilingi vena porta dan
duktus biliaris (3). Di anyaman retikular juga terlihat inti hepatosit yang
berwarna merah muda dan lempeng hepatosit yang memancar dari vena
sentralis ke arah septum interlobularis.(Eroschenko, 2008).

Gambar 2.6 Serat retikular di sinusoid lobulus hati. Pulasan: metode retikulin.
Perbesaran Sedang.
Sumber : Eroschenko, 2008.

Di dalam sel hati sendiri terdapat beberapa istilah kelainan


diantaranya adalah degenerasi, nekrosis, kongesti, fibrosis dan sirosis.
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi
akibat cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel.
Kerusakan ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya
segera dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka
kerusakan menjadi ireversibel, dan sel akan mati. Kelainan sel pada cedera
ringan yang bersifat reversibel inilah yang dinamakan kelainan degenerasi.
Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di
dalam maupun di luar sel.

Gambar 2.7. Degenerasi sel hati


Sumber : Thoolen, 2010.
Nekrosis hati adalah interaksi antara radikal bebas hasil metabolisme
obat dan metabolisme tubuh dengan biomolekul penyusun membaran sel hati.
Interaksi radikal bebas ini menyebabkan perubahan dan merusak membran sel
hati.

Gambar 2.8. Beberapa macam gambar nekrosis hati


Sumber : Thoolen, 2010.
Kongesti (pembendungan darah) adalah berlimpahnya darah di dalam
pembuluh darah di regio tertentu. Kongesti disebut juga hiperemi, jika dilihat
secara mikroskopik kapiler-kepiler dalam jaringan yang hiperemi terlihat
melebar dan penuh berisi darah.

Gambar 2.9. Kongesti sel hati

Sumber : Erangga, 2013.


Fibrosis hati adalah salah satu jenis hepatitis atau radang yang terjadi
pada hati sebagai upaya untuk menyembuhkan luka yang terjadi pada hati,
dan melibatkan sederet jenis sel dan mediator.

Gambar 2.10. Fibrosis hati


Sumber : Thoolen, 2010.
Sirosis hati adalah jenjang akhir dari proses fibrosis hati, yang
merupakan konsekuensi dari penyakit kronis hati yang ditandai dengan
adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel
hati akan kehilangan fungsinya.

Gambar 2.11. Sirosis sel


Sumber : wikimedia.org.

2.1.3. Pewarnaan
Sebelum

pengamatan

jaringan

harus

di

buat

dulu

sediaan

histologisnya. Teknik pembuatan sediaan histologid disebut mikroteknik,


dimulai dengan pengambilan jaringan yang dimaksud kemudian agar sediaan
jaringan tidak rusak diproses dengan fiksatif ( fiksatif yang paling umum
digunakan adalah formalin). Sampel jaringan yang telah terfiksasi kemudian
direndam dalam cairan etanol untuk menghilangkan kadar airnya. Kemudian
alkohol dihilangkan dengan memindahkan sampel jaringan ke dalam toluena,
dan langkah terakhir yang dilakukan adalah memasukkan sampel jaringan ke
dalam parafin panas yang menginfiltrasi jaringan. Dengan proses-proses di
atas maka akan dihasilkan jaringan yang awalnya lembek akan menjadi keras
dan mudah di potong dengan mikrotom. Pemotongan dengan mikrotom akan
menghasilkan potongan dengan ketebalan 5 mikrometer, potongan inilah
yang akan diwarnai di atas kaca objek.

Pewarnaan perlu dilakukan dengan tujuan agar berbagai unsur


jaringannya terlihat jelas, dapat dibedakan dan diamati menggunakan
mikroskop cahaya. Metode HE (Hematoxylin Eosin) sering digunakan dalam
pewarnaan jaringan histologi. Hematoxylin bekerja sebagai pewarna basa dan
Eosin sebagai pewarna asam. Pada metode ini nucleus (inti) akan tercat biru
sedangkan sitoplasma dan sabut-sabut lainnya tercat merah/merah muda.
2.1.4. Pengolahan Citra Digital
Ada dua prinsip daerah aplikasi pengolahan citra digital: peningkatan
informasi piktorial untuk interpretasi manusia; dan pengolahan data citra
untuk

penyimpanan,

transmisi,

dan

representasi

bagi

peralatan

persepsi.(Prasetyo, 2011).
Sebuah citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y),
dimana x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo dari f pada
sembarang koordinat (x,y) disebut intensity (intensitas) atau gray level (level
keabuan) dari citra pada titik tersebut. Ketika x, y dan nilai intensitas dari f
adalah semua terbatas, kita sebut citra tersebut citra digital (digital image).
Citra digital terdiri atas sejumlah elemen tertentu, setiap elemen memeliki
lokasi dan nilai tertentu. Elemen-elemen ini disebit picture elements, image
element, pels, dan pixels. Piksel adalah istilah yang sudah digunakan secara
luas untuk menyatakan elemen citra digital.(Prasetyo, 2011).
Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk
memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer. Pengolahan
citra digital dapat dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan yaitu
memperbaiki kualitas suatu gambar sehingga dapat lebih mudah diinterpretasi

oleh mata manusia dan mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar
untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. Bidang aplikasi kedua
yang sangat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan pole (pattern
recognition) yang umumnya bertujuan mengenali suatu objek dengan cara
mengekstrak informasi penting yang terdapat pada suatu citra. Bila
pengenalan pola dihubungkan dengan pengolahan citra, diharapkan akan
terbentuk suatu sistem yang dapat memproses citra masukan sehingga citra
tersebut dapat dikenali polanya. Proses ini disebut pengenalan citra atau
image recognition. Proses pengenalan citra ini sering diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Penentuan tepian suatu objek dalam citra bertujuan untuk mengenali
objek-objek dalam citra maupun koteks citra secara keseluruhan. Deteksi tepi
berfungsi untuk mengidentifikasi garis batas (boundary) dari suatu objek
dalam citra. Di dalam tepianlah terdapat nilai perbedaah intensitas citra secara
ekstrem.
Pada operator gradien konvensional, diferensiasi intensitas piksel
sesuai arah baris dan kolom mengikuti persamaan:

yang kemudian menurunkan beberapa operator gradien sebagai berikut:


Operator selisih terpusat, Operator Roberts, Operator Prewitt, Operator Sobel,
Operator Isotropic, Operator Compass, Operator Kirsch, Operator Laplacian,
dan Operator Canny.

Deteksi tepi bertujuan untuk memperoleh tepi objek, yaitu pertemuan


bagian objek dengan latar belakang dari objek tersebut. Dengan salah satu
operator diatas maka deteksi tepi dapat dilakukan.
Salah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan
menggunakan metoda Canny. Berikut adalah diagram blok algoritma Canny :

Selain deteksi tepi, bagian lain yang penting dalam pengolahan citra
adalah pemrosesan morfologi citra. Pemrosesan morfologi citra dilandasi oleh
dua operasi dasar, yaitu operasi dilasi dan operasi erosi, kemudian
dikembangkan menjadi operasi opening dan operasi closing yang dibentuk
dari operasi dasar tersebut.(Yulianti, 2014).
Operasi dilasi dipakai untuk mendapatkan efek pelebaran terhadap
piksel yang bernilai 1 dan biasanya dinotasikan sebagai
definisikan sebagai berikut:

Atau secara matematis di tulis sebagai :

Gambar 2.12. Original image

yang di

Gambar 2.13. Operasi dilasi pada image

di mana hasil dari operasi dilasi adalah penjumlahan seluruh pasangan


koordinat dari himpunan A dan himpunan B.
Operasi erosi mempunyai efek memperkecil struktur image,
dinotasikan

yang didefinisikan sebagai berikut:

Dengan kata lain, erosi A oleh B terdiri atas semua titik w=(x,y) dimana BW
ada di dalam himpunan A. Untuk melakukan erosi, B di geser-geser dalam A
dan dicari dimana saja B benar-benar ada di dalam A. Untuk kondisi yang
memenuhi syarat tersebut maka tandailah titik (0,0) yang bersesuaian dengan
B. Titik inilah yang merupakan hasil erosi. (Susilowati, 2009).

Gambar 2.14. Operasi erosi pada image

Operasi opening dan operasi closing bisa dikatakan sebagai operasi


morfologi level kedua, dikarenakan operasi opening dan operasi closing
dibangun berdasarkan operasi dilasi dan opeasi erosi yang telah di lakukan
sebelumnya. Operasi opening pada citra mempunyai efek memperhalus batasbatas objek, memisahkan objek-objek yang sebelumnya bergandengan, dan
menghilangkan objek-objek yang lebih kecil daripada ukuran sebenarnya.

Gambar 2.15. Operasi opening pada citra


sedangkan operasi closing cenderung akan memperhalus objek pada citra,
namun dengan cara menyambung pecahan-pecahan (fuses narrow breaks and
thin gulf) dan menghilangkan lubang-lubang kecil pada objek.

Gambar 2.16. Operasi closing pada image


Setelah pemrosesan morfologi citra hal yang tidak kalah penting
dalam citra digital adalah Watershed. Watershed adalah salah satu metode
yang digunakan untuk segmentasi sebuah citra (image). Konsep dari
watershed adalah memvisualisasikan sebuah gambar dalam tiga dimensi, dua

koordinat ruang versus tingkat keabuan (gray level). Koordinat ruang


merupakan posisi x dan y pada bidang datar dan tingakat keabuan merupakan
ketinggiannya, semakin ke arah warna putih maka ketinggiannya semakin
besar.(Wijayanti, 2010).
Inti dari metode watershed adalah bagaimana menentukan garis,
dimana garis tersebut merupakan garis pembatas antara objek dengan latar
belakang dari objek tersebut.
2.2. Penelitian Sebelumnya
No
1

Peneliti

Judul Penelitian

Keterangan

Bob Thoolen,

Proliferative and

Merupakan kajian ilmiah

Robert R.

Nonproliferative

gambaran hati secara komplit,

Maronpot,

Lesions of the Rat

baik gambaran hati secara

Takanori

and Mouse

umum, anatomi hati,

Harada,

Hepatobiliary

histomorphology, physiology

Abraham

System

sampai dengan gambaran

Nyska, Colin

histologi hati baik yang normal

Rousseaux,

maupun tidak normal.

Thomas
Nolte, David
E. Malarkey,
Wolfgang
Kaufmann,
Karin Ku
Ttler, Ulrich
Deschl, Dai
Nakae,
Richard
Gregson,

Michael P.
Vinlove, Amy
E. Brix,
Bhanu Singh,
Fiorella
Belpoggi,
And Jerrold
M. Ward
(2010)
2

Aquaisua N.

Effect of crude

Tidak ada perubahan pada

Aquaisua,

extracts of blighia

histopatologi hati dan ginjal tikus

Rosemary B.

unijugata on

wistar setelah pemberian ektrak

Bassey,

histology of the

Blighia Unijugata, ini juga

Bassey M.

liver and kidney

menunjukkan bahwa Blighia

Ikpeme,

of adult wistar rats Unijugata tidak beracun.

Enobong I.
Bassey (2011)
3

Gambaran

Tidak terdapat perbedaan yang

Histopatologi

bermakna antara gambaran

Hepatosit Tikus

histopatologi

Putih Setelah

hepar tikus putih kelompok

Fatiha Sri

Pemberian Jintan

kontrol dan kelompok perlakuan

Utami Tamad,

Hitam Dosis

yang diberi jintan hitam dosis

Zaenuri

500mg/kgBB,

500 mg/kgBB, 1000 mg/kgBB

Syamsu

1000mg/kgBB,

dan

Hidayat,

dan

1500 mg/kgBB selama 21 hari

Hidayat

1500mg/kgBB

(subkronik).

Sulistyo

Selama 21 Hari

(2011)

(Subkronik)

Yanti Rosita

Dampak Plumbum Dampak plumbum terhadap

(2011)

Dosis Tunggal

nekrosis sel hati menunjukkan

Terhadap

bahwa pemberian Pb(NO3)2 dosis

Gambaran Sel

tunggal 60 mg/kgBB

Hati

menyebabkan peningkatan

pada Mencit (Mus

nekrosis sel hati mulai hari

musculus L.)

pertama setelah pemberian dan


semakin lama kerusakan sel hati
semakin bertambah sampai hari
ke-10 dan masih tetap tinggi
pada hari ke-15 setelah
pemberian Pb(NO3)2.

Eva Rianah

Vitamin C

Pemberian vitamin C dapat

(2014)

Mencegah

mencegah peningkatan kadar

Nekrosis Dan

Alanine Aminotransferase/ALT,

Gangguan Fungsi

AspartateAminotransferase/AST,

Hati Yang

nekrosis sel hati pada mencit

Disebabkan Oleh

yang dipapar parasetamol dosis

Parasetamol Dosis

toksik.

Toksik Pada
Mencit (Mus
Musculus)
6

I Wayan Andi

Histologi Hati

Pemberian ekstrak daun lamtoro

Yoga

Mencit (Mus

dengan dosis 0,5 g/kg bb, 1g/kg

Kurniawan,

Musculus L.)

bb, dan 1,5 g/kg bb selama 30

Ngurah Intan

Yang Diberi

hari tidak menyebabkan

Wiratmini, Ni

Ekstrak Daun

perubahan histopatologi hati

Wayan

Lamtoro

mencit (Mus musculus L.)

Sudatri (2014) (Leucaena


Leucocephala)
7

Rusmiati, Asri Struktur

berupa degenerasi hidropis dan


degenerasi lemak.
Terhadap hepar mencit jantan,

Lestari (2014)

Histologis Organ

ekstrak kayu secang

Hepar Dan Ren

mengakibatkan megalositosis

Mencit (Mus

pada inti sel dan degenerasi sel

Musculus L)

(ekstrak etanol), degenerasi sel

Jantan Setelah

(fraksi kloroform), infiltrasi sel

Perlakuan Dengan

radang limfosit pada vena

Ekstrak Kayu

sentralis dan focal degenerasi sel

Secang

hepas (fraksi air).

(Caesalpinia
Sappan L)

2.3. Penentuan Persentase Kerusakan


Untuk memperoleh persentase area kerusakan dilakukan dengan cara
membagi jumlah area kerusakan dengan jumlah area hati berdasarkan
persamaan sebagai berikut:

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Data Citra Hati


Data citra hati diperoleh dari koleksi pribadi dr. Ika Fidianingsih,
M.Sc., dosen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.
3.2. Skema Penelitian
3.2.1. Arsitektur penelitian
Peneliti mengusulkan arsitektur penelitian sebagai berikut:

Gambar 3.1. Arsitektur penelitian


3.2.2. Preprosesing
Diagram alir preprosesing citra dalam penelitian ini ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3.2. Diagram alir preprosesing


3.2.3. Eliminasi sel rusak
Setelah proses preprosesing maka dilanjutkan dengan proses eliminasi
sel yang rusak dengan menggunakan operasi dilasi, berikut gambaran
alirnya :

Gambar 3.3. Diagram alir eliminasi sel

3.3. Pembanding (kontrol)


Dalam penelitian ini terdapat variabel yang berfungsi sebagai
pembanding dan kontrol dari tingkat kerusakan hati, yaitu citra hati yang
normal (sehat) yang juga merupakan koleksi pribadi dr. Ika Fidianingsih,
M.Sc., dosen Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia.

Belum adanya standar yang pasti dalam menilai kerusakan hati secara
histologi merupakan faktor yang menyulitkan penelitian ini, namun demikian
penelitian ini tetap bisa dilakukan dengan merujuk pada penelitian-penelitian
tentang histologi hati sebelumnya, sehingga hasil segmentasi dinyatakan tepat jika
objek yang di hitung merupakan objek dengan bahan-bahan tambahan baik diluar
maupun di dalam sel, adanya kerusakan membran sel dan adanya pembendungan
darah di regio tertentu.
Tahap pengujian dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kinerja
sistem yang buat. Metode pengujian kredibilitas sistem menggunakan metode one
feature: single decision threshold. Metode ini membandingkan model sistem yang
dibuat dengan citra normal hasil analisa dokter spesialis histologi untuk
memperoleh empat nilai True Positive (TP), True Negatif (TN), False Positive
(FP), dan False Negative (FN), sehingga diperoleh persentase nilai sensitivity dan
specivicity. True Positive menunjukkan jumlah sel yang teridentifikasi sebagai sel
normal baik berdasarkan pembanding citra hati normal maupun sistem.True
Negative menunjukkan jumlah sel yang teridentifikasi sebagai sel yang tidak
normal baik berdasarkan pembanding citra hati normal maupun sistem. False

Positive menunjukkan jumlah sel yang tidak normal berdasarkan pembanding


citra normal, tetapi diidentifikasi sebagai sel normal oleh sistem. False Negative
menunjukkan jumlah sel yang teridentifikasi sebagai sel normal berdasarkan
pembanding citra hati normal, tetapi tidak diidentifikasi sebagai sel normal oleh
sistem. Persentase nilai sensitivity diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Persentase nilai specivicity diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai


berikut:

Pada penelitian ini citra hati yangtelah di nyatakan normal oleh dokter spesialis
histologi akan digunakan sebagai gold standar.

DAFTAR PUSTAKA
Eroschenko Victor P (2008). diFiores Atlas of Histology with Functional
Correlations. Idaho: University of Idaho.
Thoolen Bob dkk (2010). Proliferative and Nonproliferative Lesions of the Rat
and Mouse Hepatobiliary System. Society of Toxicologic Pathology.
Eko Prasetyo (2011). Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya Menggunakan
Matlab. Yogyakarta. Penerbit Andy.
Mescher Anthony L (2013). Junqueiras Basic Histology Text and Atlas 13th.
Indiana: Indiana University School of Medicine.
Rocky YD, Martini GB, Agus Harjoko (2013). Retinopati Diabetes (Sistem
Deteksi Penyakit Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan). Yogyakarta.
Graha Ilmu.
Sianipar, Heri S. Mangiri, Wiryajati (2013). Matlab Untuk Pemrosesan Citra
Digital. Bandung. Penerbit Informatika.
Anonim (2014). Prosiding Seminar Informatika Medis 2014. Yogyakarta.
Magister Informatika Universitas Islam Indonesia.
Anonim (2014). Hati. From http://id.wikipedia.org/wiki/Hati, 29 November 2014
Anonim (2014). Sirosis Hati. From http://id.wikipedia.org/wiki/Sirosis_hati, 29
November 2014
Anonim (2013). Fibrosis. From

http://id.wikipedia.org/wiki/Fibrosis, 29

November 2014
Anonim (2014). Cirrhosis. From http://en.wikipedia.org/wiki/Cirrhosis, 29
November 2014
Anonim

(2014).

November 2014

Fibrosis.

From

http://en.wikipedia.org/wiki/Fibrosis,

29

Anda mungkin juga menyukai