Anda di halaman 1dari 7

Jumat, 29 Mei 2015

LAPORAN KASUS
Meningoecephalocele Interparietal
Pembimbing : dr.Mirna Sobana.SpBS., MKes
Penyaji : dr.Andry P. Sinurat

Abstrak
Cranial bifida merupaka defek fusi yang terjadi pada tulang cranium, terjadi
seringnya pada garis tengah tubuh dan paling sering terjadi pada daerah oksipital
(Amerika dan Eropa - 2012) serta daerah frontal (Asia 2012). Jika terjadi herniasi
ekstrakranial berupa meningen dan LCS dari defek tulang maka disebut Meningokel.
Jika yang herniasi meningen dan jaringan otak disebut ensefalokel.
A. Pendahuluan
Ensefalokel terjadi karena ekstensi struktur intrakranial keluar dari tengkorak.
Satu dari 5 kasus pada myelomeningokel pada spinal. Klasifikasi yang digunakan
menurut Suwanwela dan Suwanwela (1972) yaitu :
1. Oksipital : Sering melibatkan struktur vaskular
2. Cranial Vault : kejadian 80% dari dari total kejadian ensefalokel (di dunia
barat)
a. Interfrontal
b. Anterior Fontanella
c. Interparietal : sering melibatkan struktur vaskular
d. Temporal
e. Fontanella Posterior
3. Fronto-Ethmoidal (Syncipital) : 15% dari total kejadian ensefalokel, terbuka
kearah wajah dengan pembagian ke-3 region :
a. Nasofrontal : defek eksterna berada di nasion
b. Naso-Ethmoidal : defek diantara tulang nasal dan kartilago nasal
c. Naso-Orbital : defek di bagian anterior-inferior dari dinding orbital
medial
4. Basal : 1,5% dari total kejadian ensefalokel
a. Transethmoidal : Protrusi kedalam rongga nasal melewati defek di
fossa cribiform
b. Sphenoethmoidal : Protrusi kedalam rongga nasal posterior
c. Transsphenoidal : Protrusi
kedalam rongga sinus sphenoid atau
nasofaring melewati kanal kraniofaringeal (foramen cecum)
1

d. Fronto-Sphenoidal atau Spheno-orbital : Protrusi kedalam orbita


melewati fissure orbital superior.
5. Fossa Posterior : biasanya mengandung jaringan serebellum dan komponen
ventrikular.
B. Epidemiologi
Kejadian ensefalokel atau meningosensefalokel di seluruh dunia sangat
bervariatif yang banyak dipengaruhi oleh lokasi geografis dan ras. Pada daerah
parietal atau interparietal termasuk jarang terjadi. Akan tetapi bila ditemukan,
sering melibatkan struktur vaskular yang sifatnya fatal Dapat berupa sistem
drainase sinus dan dapat pula kompleks vaskular arteri.
Angka kejadian diperkirakan 1 tiap 5000 bayi lahir hidup, sedangkan
diseluruh dunia frekuensinya bervariasi sebesar 1/2500 sampai 1/10.000 bayi lahir
hidup. Di Indonesia yang terbanyak adalah jenis sinsipital (Frontoethmoidal) dan
didapatkan belih sering pada anak laki-laki. Kelainan ini jarang ditemukan pada
daerah interparietal dan basal. Di negara barat, jenis sinsipital lebih jarang
ditemukan dan yang terbanyak adalah jenis lumbosakral (Athgong dan Wiwanitkit
2002, Syamsuhidajat dan Jong 2004).

C. Embriologi
Pada stadium dini pembentukan susunan saraf di bagian tengah lempeng
neural terbentuk celah neural yang kemudian membentuk pipa neural (neural tube).
Neural tube inilah yang dikemudian hari berkembang menjadi jaringan otak dan
medula spinalis. Proses penutupan Neural tube berlangsung selama minggu ke-4
perkembangan embrio (24 hari untuk neuroporus anterior dan 25 hari untuk
neuroporus posterior). Gangguan pada proses ini menyebabkan defek neural tube
yang digolongkan sebagai disrafism cranial dan spinal.

D. Etiologi
Hingga saat ini penyebab pasti meningoensefalokel tidak diketahui secara
pasti. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa faktor lingkingan ikut berperan
2

dalam menyebabkan kondisi ini. Pajanan aflatoksin (toksin hasil dari jenis jamur
pada kacang-kacangan dan biji-bijian) selama kehamilan diduga merupakan salah
satu penyebab pada beberapa kasus, namun mekanismenya tidak diketahui
secara jelas. Beberapa penelitian lain mengatakan bahwa keadaan defisiensi
asam folat selama masa kehamilan sebagai salah satu faktor penyebab karena
terjadinya

meningoensefalokel

berkaitan

erat

dengan

spina

bifida

yang

disebabkan karena defisiensi asam folat.


E. Gambaran Klinis
Meningoensefalokel merupakan benjolan yang terlihat sejak lahir dan
semakin lama semakin membesar dan pada umumnya terletak di garis tengah
tubuh. Besarnya bervariasi mulain dari 1 cm hingga 10 cm. Kulit penutup
biasanya terlihat tipis, licin dan tegang. Akan tetapi dapat juga terlihat normal
atau tebal dan tidak rata.
Konsistensi biasanya tergantung dari isinya, bila lebih banyak mengandung
cairan akan teraba padat dan kembung serta pada pemeriksaan transiluminasi
akan memberikan hasil positif (berpendar). Bila ditekan, akan memberikan
gambaran benjolan yg mudah kempis tetapi dapat dengan mudah membesar bila
pasien menangis atau mengejan akan teraba tegang.
Bila terdapat jaringan otak yang keluar, biasanya sudah mengalami gliosis
sehingga tidak berfungsi lagi. Pada kasus dengan defek besar, sebagian jaringan
yang herniasi tersebut mungkin masih berfungsi, akan tetapi hal tersebut sangat
jarang terjadi (Sjamsuhidayat dan Jong 2004).
F. Penatalaksanaan
Pada umumnya dilakukan pembedahan dengan alasan kosmetik dan untuk
mencegah infeksi karena risiko terjadi ruptur (pecah) atau yang sudah ruptur.
Pembedahan dapat dilakukan dengan cara ekstrakranial atau transkranial.
Pembedahan ekstrakranial lebih mudah dilakukan pada usia 5-6 bulan akan
tetapi dapat dikerjakan lebih dini pada kasus meningoencephalocele yang pecah
(< 24 jam) atau yang terancam pecah (rule of 10) atau yang cepat membesar.
G. Prognosis
Ada beberapa

faktor

yang

menentukan

prognosis

pasien

dengan

meningoensefalokel yaitu lokasi defek, ukuran kantong, isi jaringan yang keluar,
adanya hydrosefalus, adanya infeksi seperti meningitis dan adanya kelainan
kongenital lain yang menyertai.
3

H. Kasus
Kasus I
Anak laki-laki usia 4 bulan datang ke RSHS dengan keluhan benjolan di
puncak kepala yang dikatakan oleh orangtua sudah ada sejak pasien lahir.
Awalnya sebesar bola tenis yang kemudian semakin lama semakin membesar
hingga sekarang sebesar buah melon. Benjolan juga terlihat lebih tegang dan
mengkilat ketika anak menangis. Bayi lahir dari ibu P3A0, cukup bulan, lahir
dirumah ditolong dukun beranak, spontan pervaginam, langsung menangis dan
berat badan saat lahir 2.800 gram.

Gambar 1. Klinis Pasien


Saat datang ke RSHS ditemukan benjolan sebesar buah melon dengan ukuran
20 cm x 18 cm x 8 cm dengan test transiluminasi (+). Seluruh fontanelle sudah
menutup. Lingkar kepala 31 cm (N.40 cm 45 cm). Dengan CCS 11 dan tidak
ditemukan kelainan neurologis lain. Kemudian dilakukan pemeriksaan CT Scan
kepala tanpa kontras ditemukan gambaran defek tulang di midparietal dan
massa isohyperdense di midparietal dengan curiga
keterlibatan
keluarnya

sistem
sistem

vaskular
ventrikel

serta
ke

kemungkinan

kantong

massa

ekstrakranial.

Gambar 2. CT Scan Kepala tanpa kontras di RSHS (5 Desember 2014)

Gambar 3. CT Scan kepala dengan kontras di RSHS (13 Mei 2015)

Gambar 3. CT Scan kepala dengan kontras di RSHS (13 Mei 2015)


Kasus II
Seorang anak laki-laki usia 4 bulan yang datang ke RSHS dengan keluhan
benjolan dipuncak kepalanya yang sudah ada dari pasien lahir. Awalnya benjolan
sebesar kepalan tangan orang dewasa yang kemudian semakin lama semakin
membesar hingga sekarang sebesar bola kaki. Benjolan terlihat membesar dan
teraba tegang ketika pasien menangis. Pasien lahir dari ibu P1A1, cukup bulan,
5

ditolong bidan, lahir spontan pervaginam, langsung menangis dan berat badan
lahir 3.200 gram.

Gambar 1. Klinis Pasien


Saat datang ke RSHS ditemukan benjolan sebesar bola kaki dengan ukuran
30 cm x 25 cm x 15 cm dengan test Transiluminasi (+). Fontanella antererior
masih membuka dengan ukuran 3 cm x 4 cm. Lingkar kepala 36 cm (N. 41 cm
45 cm). Dengan CCS 11 dan tidak ditemukan kelainan neurologis lain. Kemudian
dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dengan kontras ditemukan gambaran
defek tulang di midparietal dan massa isohypodense di midparietal.

Gambar 2. CT Scan kepala dengan kontras (18 Januari 2013)


I. Pembahasan

Meningoencephalocel
sedangkan

pada

sering

interparietal

terjadi
termasuk

di

lokasi

jarang.

anterior

dan

oksipital

Meningoensefalokel

di

Interparietal yang besar sangat terbatas sekali referensi literaturnya.


Manajemen meningoensefalokel interparietal tergantung dari tipe, ukuran
dan adanya hydrocephalus yang dapat timbul.

Terapi pembedahan dengan

melakukan eksisi dari kantong meningokel dan modifikasi defek duramater


setelah mengembalikan bagian dari jaringan otak yang masih diangap viabel
kembali ke rongga intrakranial.
Hasil akhir pembedahan meningoensefalokel interparietal tidak tergantung
dari prosedur bedahnya tetapi lebih ke jaringan otak yang terlibat dan ada atau
tidaknya defek kongenital yang menyertai.
Komplikasi pasca operasi yang pernah dilaporkan adalah hydrocephalus yang
tidak tampak ketika pre operasi dan muncul ketika pasca operasi modifikasi
meningoencephalocele interparietal. Meningoencephalocele interparietal yang
besar sering melibatkan gangguan malformasi dan mempunyai prognosis yang
lebih buruk.

J. Kesimpulan
Meningoencephalocele Interparietal merupakan kasus jarang. Pemeriksaan
CT Scan merupakan standar yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dan
mendeteksi kelainan kongenital lainnya.
Dalam menentukan rencana strategi menangani meningoencephalocele
interparietal, yang menjadi dasar pemikiran untuk mengambil keputusan adalah
ukuran, isi dari kantung meningen, patensi dari aliran LCS dan status neurologis
serta kelainan kongenital lainnya. Follow up pasca operasi secara reguler untuk
menilai terjadinya hydrocephalus atau defisit neurologis.

Anda mungkin juga menyukai