Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infertilitas
1. Defenisi Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu
tahun berhubungan seksual sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi ( Strigh B,
2005 : 5 ).
Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur
2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan
selama satu tahun (Mansjoer, 2004 : 389).
2.

Jenis infertilitas
Jenis infertilitas ada dua yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas primer adalah kalau istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa
usaha kontrasepsi dan dihadapkan pada kepada kemungkinan kehamilan selama dua
belas bulan.
Infertilitas sekunder adalah kalau isrti pernah hamil, namun kemudian tidak
terjadi kehamilan lagi walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama dua belas bulan.

B. Penyebab Infertilitas
Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok : satu pertiga masalah
terkait pada wanita, satu pertiga pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor
kombinasi.
1.Infertilitas pada wanita
a. Masalah vagina
Infeksi vagina seperti vaginitis, trikomonas vaginalis yang hebat akan
menyebabkan infeksi lanjut pada portio, serviks, endometrium bahkan sampai ke tuba
yang dapat menyebabkan gangguan pergerakan dan penyumbatan pada tuba sebagai
organ reproduksi vital untuk terjadinya konsepsi. Disfungsi seksual yang mencegah
penetrasi penis, atau lingkungan vagina yang sangat asam, yang secara nyata dapat
mengurangi daya hidup sperma ( Stright B, 2005 : 60 ).
b. Masalah serviks
Gangguan pada setiap perubahan fisiologis yang secara normal terjadi selama
periode praovulatori dan ovulatori yang membuat lingkungan serviks kondusif bagi daya
hidup sperma misalnya peningkatan alkalinitas dan peningkatan sekresi ( Stright B,
2005, hal. 60 ).
c. Masalah uterus
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak dapat
berlangsung apabila ada patologi di uterus. Patologi tersebut antara lain polip
endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma,bekas kuretase dan abortus
septik. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi, pertumbuhan,nutrisi
serta oksigenisasi janin ( Wiknjosastro, 2002 : 509 ).

d. Masalah tuba
Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses kehamilan.
Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat
menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat
implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi merupakan salah satu dari
banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi,
pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi (Hall
et all. 1974 ). Infertilitas yang berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling
menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul ( pelvic
inflammatory disease PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok kedua
tuba fallopi.
e. Masalah ovarium
Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya
harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi
ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi
infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis,
atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis,
terdapat juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress
diantara pasangan yang mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones K, 2006
: 86 ).
2. Infertilitas pada pria
a. Faktor koitus pria
Faktor-faktor ini meliputi spermatogenesis abnormal, motilitas abnormal,
kelainan anatomi, gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelaianan anatomi yang

mungkin menyebabkan infertilitas adalah tidak adanya vasdeferens kongenital, obstruksi


vasdeferens dan kelainan kongenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat
terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi
atau varikokel ( Benson R & Pernoll M, 2009 : 680 ).
b. Masalah ejakulasi
Ejakulasian

retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf,

obat-obatan atau trauma bedah.


c. Faktor lain
Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen adalah infeksi
yang ditularkan melalui hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat, asupan
alkohol berlebihan dan nikotin.
d. Faktor pekerjaan
Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah temperature tubuh,
Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu,
yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh ( Henderson C &
Jones K, 2006 : 89).
3. Masalah interaktif
Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik untuk setiap pasangan
meliputi : frekuensi sanggama yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk,
perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk
melakukan penetrasi ke sel telur ( Stritgh B, 2005 : 61 ).

C. Penyebab Infertilitas Sekunder


Masalah pada infertilitas sekunder sangat berhubungan dengan masalah pada
pasangan

dengan infertilitas

primer. Sebagian besar pasangan dengan infertilitas

sekunder menemukan penyebab masalah kemandulan sekunder tersebut, dari kombinasi


berbagai faktor meliputi :
1.

Usia
Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita

tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur,
kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka
kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan.
Penelitian menunjukkan bahwa potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia
25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur
berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25
34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 44 tahun.
Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan.
Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang hidupnya, akan tetapi
morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga
pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan
dibanding pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga
mempengaruhi kualitas sperma ( Kasdu, 2001:63 ).
2. Masalah reproduksi
Masalah pada system reproduksi dapat berkembang setelah kehamilan awal
bahkan, kehamilan sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah reproduksi yang

benar-benar mengarah pada infertilitas sekunder, misalnya perempuan yang melahirkan


dengan operasi caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada
penyumbatan tuba. Masalah lain yang juga berperan dalam reproduksi yaitu ovulasi
tidak teratur, gangguan pada kelenjar pituitary dan penyumbatan saluran sperma.
3.Faktor gaya hidup
Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat berdampak pada kemampuan setiap
pasangan untuk dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang
berlebihan sering mengalami gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat
mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria
yang berolah raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang
mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam yang ketat juga
mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).

D. Faktor Penyebab Infertilitas dari Segi Psikologis


Kesuburan wanita secara mutlak dipengaruhi oleh proses-proses fisiologis dan
anatomis, di mana proses fisiologis tersebut berasal dari sekresi internal yang
mempengaruhi kesuburan. Dalam hal ini kesuburan wanita itu merupakan satu unit
psikosomatis yang selalu dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor psikis dan factor
organis atau fisis. Kesulitan- kesulitan psikologis ini berkaitan dengan koitus dan
kehamilan, yang biasanya mengakibatkan ketidakmampuan wanita menjadi hamil.
Pengalaman-pengalaman membuktikan, bahwa unsur ketakutan serta kecemasan
berkaitan dengan fungsi reproduksi yang menimbulkan dampak yang merintangi
tercapainya orgasme pada koitus. Pada umumnya dinyatakan bahwa sebab yang paling

banyak dari kemandulan adalah ketakutan-ketakutan yang tidak disadari atau yang ada
dibawah sadar, yang infantile atau kekanak-kanakan sifatnya. (Kartono, 2007:74 ).
Penelitian kedokteran juga menemukan bahwa peningkatan kadar prolaktin dan
kadar Lutheinizing Hormon (LH) berhubungan erat dengan masalah psikis. Kecemasan
dan ketegangan cenderung mengacaukan kadar LH, serta kesedihan dan murung
cenderung meningkatkan prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi dapat mengganggu
pengeluaran LH dan menekan hormon gonadotropin yang mempengaruhi terjadinya
ovulasi ( Kasdu, 2001 : 70 ).
Pasangan suami istri yang mengalami infertilitas sering kali mengalami perasaan
tertekan terutama pihak wanita yang pada akhirnya dapat jatuh pada keadaan depresi,
cemas dan lelah yang berkepanjangan. Perasaan yang dialami para wanita tersebut
timbul sebagai akibat dari hasil pemeriksaan, pengobatan dan penanganan yang terus
menerus tidak membuahkan hasil. Hal inilah yang mengakibatkan wanita merasa
kehilangan kepercayaan diri serta perasaan tidak enak terhadap diri sendiri, suami dan
keluarga ataupun lingkungan dimana wanita itu berada.
Keadaan wanita yang lebih rileks ternyata lebih mudah hamil dibandingkan
dengan wanita yang selalu dalam keadaan stres. Adapun perasaan tertekan atau tegang
yang dialami wanita tersebut berpengaruh terhadap fungsi hipotalamus yang merupakan
kelenjar otak yang mengirimkan sejumlah sinyal untuk mengeluarkan hormon stres
keseluruh tubuh. Hormon stress yang terlalu banyak keluar dan lama akan
mengakibatkan rangsangan yang berlebihan pada jantung dan melemahkan sistem
kekebalan tubuh. Kelebihan hormon stres juga dapat mengganggu keseimbangan
hormon, sistem reproduksi ataupun kesuburan. Pernyataan ini seperti dikemukakan oleh
Mark Saver pada penelitiannya tahun 1995, mengenai Psychomatic Medicine yang

menjelaskan bahwa wanita dengan riwayat tekanan jiwa kecil kemungkinan untuk hamil
dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalaminya. Hal ini terjadi karena wanita
tersebut mengalami ketidakseimbangan hormon (hormon estrogen). Kelebihan hormon
estrogen akan memberikan sinyal kepada hormon progesteron untuk tidak berproduksi
lagi karena kebutuhannya sudah mencukupi. Akibatnya akan terjadi kekurangan hormon
progesteron yang berpengaruh terhadap proses terjadinya ovulasi (Kasdu, 2001 : 72).

E. Pengaruh Kebudayaan terhadap Infertilitas


Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan upacara adat
untuk merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam memperoleh keturunan.
Salah satu upacara yang masih bertahan sampai saat ini ialah adat istiadat melempar
beras ke arah pengantin pria dan wanita. Ada juga yang memberikan rokok, permen
ataupun pensil sebagai ucapan selamat kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai
antisipasi kelahiran anak.
Banyak budaya yang masih menjamur terutama ditengah-tengah masyarakat kita
yang menyatakan bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab wanita.
Ketidakmampuan wanita untuk mengandung dihubungkan dengan dosa-dosanya, roh
setan atau fakta yang menyatakan bahwa wanita itu tidak adekuat ataupun sempurna
( Bobak dkk, 2005 : 997 ).

F. Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus
ansietas (Comer, 1992 dalam Videbeck 2008).

Menurut Daradjat Z (2006), kecemasan adalah suatu manifestasi dari berbagai


proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami
tekanan perasaan dan pertentangan bathin atau konflik.
Kecemasan memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek
membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami dan
seberapa baik seseorang itu menghadapi ansietas tersebut. Setiap tingkat ansietas
menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada setiap individu yang
mengalaminya.
Gangguan kecemasan pada pasangan infertilitas sekunder dapat berupa rasa takut
dan khawatir yang tidak menyenangkan yang sering disertai dengan rasa tidak percaya
bahwa mereka sulit untuk hamil lagi setelah sukses untuk hamil pertama kali. Hal ini
umum untuk mengalami perasaan sedih, melihat orang yang dengan begitu mudah
mengembangkan keluargan mereka. Pasangan yang mengalami infertilitas sekunder
sering juga merasa sendirian, tidak hanya keluarga, teman-teman juga sepertinya tidak
mampu memahami dan kurang mendukung mereka.

G. Tingkat kecemasan
Menurut Peplau (1952 ), ada empat tingkatan kecemasan yaitu :
a.

Kecemasan ringan berhubungan dengan perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda
dan membutuhkan perhatian khusus. Dalam hal ini individu dapat memproses
informasi, belajar dan menyelesaikan masalah. Pada dasarnya kecemasan ini dapat
memotivasi belajar, berpikir, bertindak, merasakan dan melindungi diri sendiri.

b.

Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda, yang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang

penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini dapat mempersempit
lapang persepsi individu. Dengan demikian individu mengalami tindak perhatian
yang selektif, namun dapat berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk
melakukannya.
c.

Kecemasan berat dialami ketika individu yakin bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
ada ancaman serta memperlihatkan respon takut dan distress. Pada tahap ini
individu mengalami kesulitan untuk berpikir dan melakukan pertimbangan, otot-otot
menjadi tegang, tanda vital meningkat, mondar mandir, gelisah, iritabilitas dan
kemarahan.

Semua prilaku yang ditunjukkan menggunakan cara psikomotor

emosional yang sama untuk melepas ketegangan dan individu memerlukan banyak
arahan untuk berfokus pada hal lain.
d.

Tahap panik memperlihatkan bahwa semua pemikiran rasional berhenti dan


individu tersebut mengalami respon fight, flight atau freeze, yakni kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap di tempat dan berjuang atau menjadi beku dan tidak dapat
melakukan sesuatu. Panik mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan
peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain dan persepsi yang menyimpang. Gangguan kecemasan

pada setiap

individu dapat bersifat ekstrem dan melemahkan, yang mengganggu kehidupan


sehari-hari.

Tabel 2.1 Tingkat-Tingkat kecemasan


Tingkat
Respon fisik
Kecemasan
Ringan (1 + ) Ketegangan otot ringan,
sadar akan lingkungan,
rileks atau sedikit
gelisah, penuh
perhatian dan rajin.

Sedang ( 2 + )

Berat ( 3 + )

Respon kognitif
Lapang persepsi luas,
terlihat tenang,
percaya diri, perasaan
gagal sedikit, waspada
dan memperhatikan
banyak hal,
mempertimbangkan
informasi dan tingkat
pembelajaran optimal.

Respon
emosional
Perilaku otomatis,
sedikit tidak
sabar, aktivitas
menyendiri,
terstimulasi dan
tenang.

Ketegangan otot
sedang, tanda-tanda
vital meningkat, pupil
dilatasi, mulai
berkeringat, sering
mondar mandir,
memukulkan tangan
suara berubah,
bergetar,nada suara
tinggi, kewaspadaan
dan ketegangan
meningkat, sering
berkemih, sakit kepala,
pola tidur berubah,
nyeri punggung.

Lapang persepsi
menurun, tidak
perhatian secara
selektif, focus
terhadap stimulus
meningkat, rentang
perhatian menurun,
penyelesaian masalah
menurun,
pembelajaran terjadi
dengan memfokuskan.

Tidak nyaman,
mudah
tersinggung,
kepercayaan diri
goyah, tidak sabar
dan gembira.

Ketegangan otot berat,


hiperventilasi, kontak
mata buruk,
pengeluaran keringat
meningkat, bicara
cepat, nada suara tinggi,
tindakan tanpa tujuan
dan serampangan,
rahang menegang,
menggertakan gigi,
kebutuhan ruang gerak
meningkat,mondar
mandir,
berteriak,meramas
tangan dan gemetar.

Lapang persepsi
terbatas, proses
berpikir terpecahpecah, sulit berpikir,
penyelesaian masalah
buruk, tidak mampu
mempertimbangkan
informasi, hanya
memperhatikan
ancaman,preokupasi
dengan pikiran
sendiri, egosentris.

Sangat cemas,
agitasi, takut,
bingung, merasa
tidak adekuat,
menarik diri,
penyangkalan,
ingin bebas.

Panik ( 4 + )

Flight, fight atau freeze,


ketegangan otot sangat
berat, agitasi motorik
kasar, pupil dilatasi,
tanda-tanda vital
meningkat kemudian
turun, tidak dapat tidur,
wajah menyeringai dan
mulut ternganga.

Persepsi sangat
sempit, pikiran tidak
logis, terganggu
kepribadian kacau,
tidak dapat
menyelesaikan
masalah, focus pada
pikiran diri sendiri,
tidak rasional,
halusinasi, waham.

Merasa terbebani,
merasa tidak
mampu, tidak
berdaya, lepas
kendali,

H. Gejala kecemasan
Menurut Hamilton gejala kecemasan sesuai dengan karakteristik dari respon
kecemasan tersebut, yakni :
Perasaan cemas meliputi : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung. Ketegangan meliputi :merasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat dengan
tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah. Ketakutan meliputi :
takut pada gelap, takut pada orang asing, takut ditinggal sendiri, takut pada binatang
besar, takut pada keramaian lalu lintas dan takut pada kerumunan orang banyak.
Gangguan tidur meliputi : sukar tertidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi dan mimpi buruk.

Gangguan

kecerdasan meliputi : sukar konsentrasi, daya ingat menurun, daya ingat buruk. Perasaan
depresi meliputi ; hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobbi, sedih bangun
dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
Gejala somatik atau fisik ( otot ), meliputi : sakit dan nyeri otot-otot, kaku,
kedutan otot, gigi gemeretuk, suara tidak stabil. Gejala somatik sensorik meliputi :
tinnitus atau telinga berdenging, penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa
lemas, perasaan ditusuk-tusuk. Gejala kardiovaskuler atau jantung dan pembuluh darah

meliputi : takikardia atau denyut jantung yang cepat, berdebar-debar, nyeri dada, rasa
lesu dan lemas seperti mau pingsan. Gejala pada pernafasan meliputi : sulit menelan,
perut melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, perasaan
terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual, muntah, sukar buang air besar dan
kehilangan berat badan. Gejala urogenital meliputi : sering buang air kecil, tidak datang
haid, masa haid sangat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin atau
frigid, ejakulasi dini. ( Hawari, 2006:80 ).

I. Kecemasan infertilitas sekunder


Masalah infertilitas sekunder bisa mengakibatkan stress psikologis bagi suami
ataupun isteri. Walaupun tidak sampai mengganggu kehidupan sehari-hari tetapi rasa
sedih dan cemas akan selalu ada. Hal ini disebabkan kegagalan untuk hamil lagi setelah
sukses hamil anak pertama. Disamping kurangnya dukungan dari keluarga dan temanteman yang semakin memperburuk keadaan pasangan ini. Selain adanya tuntutan anak
untuk meminta adik lagi, membuat rasa sedih dan kadang-kadang menimbulkan emosi
yang amat dalam.
Dalam hal ini sebagai pelayan kesehatan, harus mampu membangun hubungan
terapeutis, agar suami dan istri dapat mengungkapkan perasaan terhadap masalah dan
ketidakberdayaan yang mereka alami. Pasangan pada tahap awal evaluasi sering merasa
enggan dan malu, karena untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi, harus
membicarakan mengenai hubungan intim mereka, riwayat kehamilan sebelumnya,
kondisi kesehatan, serta gaya hidup mereka selama ini. ( Siswadi, 2007:59 ).

J. Metode Penelitian Kualitatif


Penelitian kualitatif merupakan sejenis penelitian yang secara khusus
memberikan teknik untuk memperoleh jawaban atau informasi mendalam tentang
pendapat dan perasaan seseorang, sehingga ditemukan hal-hal yang tersirat mengenai
sikap, kepercayaan, motivasi dan perilaku target populasi. Selain untuk memperoleh
jawaban dan informasi yang lebih dalam, penelitian kualitatif juga dapat digunakan
sebagai alat untuk menciptakan suatu gagasan. Dalam hal ini gagasan tersebut kemudian
distimulasikan dengan cara mengamati dan mendengarkan berbagai issue serta perilaku
yang sedang berkembang dimasyarakat atau target populasi yang penggunaannya
dilakukan dengan bahasa mereka sendiri.( Hadi E, 1998:2 ).
Penelitian kualitatif juga merupakan suatu penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan
dari suatu pengaruh yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif. Pada penelitian kualitatif, metode penyelidikan yang digunakan
yaitu untuk mencari jawaban atas suatu pertanyaan, menghasilkan suatu temuan yang
tidak bisa ditetapkan sebelumnya. Metode penelitian kualitatif juga sangat cocok
digunakan untuk meneliti suatu masalah yang belum jelas, pada situasi sosial yang tidak
begitu luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. ( Saryono,
Anggraeni M, 2010).
Denzim dan Lincoln (1987) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan melibatkan metode yang ada. Dalam penelitian
kualitatif metode yang dimanfaatkan dapat berupa wawancara dan pengamatan, yang
berguna untuk menelaah dan memahami sikap, pandangan, perasaan dan perilaku

individu atau sekelompok orang yang diteliti secara rinci dan dibentuk dengan kata-kata
juga gambaran secara holistik.
Dengan adanya beberapa kajian defenisi tentang penelitian kualitatif, maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan yang dibentuk secara holistik dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah,dengan
memanfaatkan metode alamiah juga. ( Moleong L, 2005:6 ).

K. Etika Penelitian
Ciri utama penelitian kualitatif yaitu peneliti sendiri sebagai alat atau instrument
yang mengumpulkan data, dengan cara pengamatan dan wawancara mendalam. Dalam
hal ini peneliti akan berhubungan langsung dengan orang-orang, baik secara
perseorangan, kelompok atau masyarakat dan akan bergaul, hidup, merasakan serta
menghayati tata cara atau hidup dalam suatu latar penelitian. Bagi setiap orang dalam
kehidupan bermasyarakat, ada sejumlah peraturan, norma agama, nilai social, hak dan
nilai pribadi, adat, kebiasaan, tabu juga semacamnya yang hidup dan berada diantara
mereka. Persoalan etika akan timbul apabila peneliti tidak menghormati, mematuhi atau
mengindahkan nilai-nilai yang terkandung dalam pribadi dan masyarakat tersebut. Oleh
karena itu peneliti hendaknya dapat menyesuaikan diri dan dapat membaca situasi, adat,
kebiasaan dan kebudayaan yang ada dalam latar penelitian.
Menghadapi persoalan etika dalam penelitian dimasyarakat dapat menjadi suatu
hal yang sulit apabila peneliti tidak mempersiapkan diri baik secara fisik, psikologis dan
mental. Upaya yang dilakukan supaya hal tersebut tidak terjadi, hendaknya peneliti

terlebih dahulu mempersiapkan diri dan tetap berusaha untuk menahan diri, emosi juga
perasaan terhadap hal-hal yang pertama kali dilihat sebagai sesuatu yang aneh,
menggelikan serta tidak masuk akal.
Ada beberapa segi praktis yang perlu dilakukan peneliti dalam menghadapi etika
penelitian yaitu :
1

Pada waktu tiba dan berhadapan dengan orang-orang pada latar penelitian,
beritahukan secara jujur dan terbuka maksud dan tujuan kedatangan peneliti. Hal ini
diajukan kepada orang yang memberikan izin atau pejabat setempat dan subjek yang
akan diamati atau diwawancarai.

Memandang dan menghargai orang-orang yang diteliti bukan sebagai objek,


melainkan orang yang sama derajatnya dengan peneliti. Bila suasana ini terbina
dengan baik, maka akan terbukalah kesempatan bagi peneliti untuk berkomunikasi
dengan lancar dan menjadi akrab dengan objek yang diteliti.

Menghargai, menghormati dan mematuhi semua peraturan dan norma, nilai, adat
istiadat, kebiasaan dan kebudayaan dimasyarakat ditempat penelitian dilakukan. Jika
hal ini terjalin dengan baik, maka peneliti akan mudah bekerja sama dalam
pengumpulan informasi yang diperlukan.

Memegang teguh kerahasiaan dari segala sesuatu yang berkenaan dengan informasi
yang diberikan oleh subjek penelitian dan jika informasi yang diberikan tidak
dikehendaki untuk dipublikasikan, maka peneliti harus menghormatinya.

Menulis semua kejadian, peristiwa, cerita secara jujur dan benar, jangan ditambah
atau diberi bumbu tetapi nyatakanlah sesuai dengan aslinya. Memoles, membedaki
atau memproses dan mengubah data merupakan kesalahan besar bagi seorang ilmuan
( Bogdan, Biklen, 1882 dalam Moleong, 2005:136 ).

L. Instrumen penelitian
Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan satu hal yang cukup
rumit, karena peneliti mencakup sebagai perencana, pelaksana pengumpul data, analisis,
penafsir data dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrument
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, hal ini sangat tepat karena penelitilah yang
menjadi segalanya dari seluruh proses penelitian.
Lincoln dan Guba (1981), mengemukakan ciri-ciri umum manusia sebagai
instrumen mencakup segi responsif yaitu manusia sebagai instrument yang responsif
terhadap lingkungan dan pribadi-pribadi yang menciptakan lingkungan. Selain sebagai
responsif, manusia juga harus dapat menyesuaikan diri pada keadaan dan situasi
pengumpulan data. Sambil mewawancarai peneliti membuat catatan sekaligus
mengamati keadaan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini peneliti harus mampu
menekankan keutuhan dengan memanfaatkan imajinasi dan kreativitasnya dengan
memandang dunia sebagai suatu keutuhan atau sebagai konteks yang berkesinambungan
dalam memandang diri sendiri juga kehidupan sebagai sesuatu yang riel, benar serta
mempunyai arti.
Didalam melakukan fungsi sebagai pengumpul data, peneliti juga harus
mendasari diri atas perluasan pengetahuan dengan menggunakan berbagai metode yang
dibekali dengan pengetahuan dan latihan. Kemampuan lain yang ada pada manusia
sebagai instrumen ialah memproses data secepatnya setelah diperolehnya kemudian
menyusunnya kembali atas dasar penemuannya dan merumuskan hipotesis kerja
sewaktu berada dilapangan, serta melakukan tes hipotesis kerja tersebut pada
respondennya. Selanjutnya peneliti memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasikan

penelitiannya dengan cara menjelaskan sesuatu yang kurang dipahami oleh subjek atau
responden, terutama jika terjadi perubahan informasi yang diberikan oleh subjek.
Kemampuan untuk mencari informasi yang lain dari pada yang lain dapat
dilakukan juga dengan cara memanfaatkan kesempatan mencari respons yang tidak
lazim, yang tidak direncanakan dari semula atau tidak diduga terlebih dahulu dengan
kata lain yang tidak lazim terjadi. Kemampuan peneliti yang seperti ini dalam suatu
penelitian manapun sangat bermanfaat bagi penemuan ilmu pengetahuan baru
( Moleong, 2005:172 ).

M. Tingkat Keabsahan Data


Untuk menentukan keabsahan data pada penelitian kualitatif, dibutuhkan
beberapa cara yaitu :
1. Kredibilitas
Kredibilitas merupakan kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan
informasi yang dikumpulkan. Dalam hal ini hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh
semua orang atau pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan.
Adapun cara untuk memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian yaitu :
a. Prolonged engagement atau memperpanjang masa penelitian, disini peneliti
mengadakan pendekatan kepada responden sehingga saling mengenal dan
mempercayai.
b. Persisten observation atau pengamatan yang terus menerus. Hal ini dilakukan untuk
menemukan ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau
isu yang sedang diteliti.

c.

Triangulation atau triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data dengan


memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau
pembanding dari data tersebut.

d. Peer debriefing atau diskusi dengan teman sejawat yaitu mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan- rekan
sejawat.
e. Member checking atau mengadakan pengecekan anggota yaitu menguji kemungkinan dugaan yang berbeda dan mengembangkan pengujian tersebut dengan
mengaplikasikannya pada data serta mengajukan pertanyaan tentang data.
2. Transferabilitas
Transferabilitas merupakan hasil penelitian dapat diterapkan pada situasi yang
lain. Kriteria ini digunakan untuk memenuhi suatu hasil penelitian yang dilakukan dalam
konteks tertentu dan dapat ditransfer ke subjek lain.
3. Dependabilitas
Dependabilitas merupakan hasil penelitian yang mengacu pada kekonsistenan
peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep
dalam membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan. Kriteria ini digunakan untuk
menilai proses penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengaudit
keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Reabilitas penelitian
dipengaruhi oleh suatu konsep yang berbeda-beda

menurut pengetahuan peneliti,

metode pengumpulan data, analisa data, situasi dan kondisi sosial serta status dan
kedudukan peneliti dihadapan responden.

4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas merupakan hasil penelitian dapat dibuktikan kebenarannya bila
hasilnya telah sesuai dengan data yang dikumpulkan dan dicantumkan dalam laporan
lapangan. Penelitian dikatakan objektif bila bila hasil penelitian telah disepakati. Dalam
penelitian kualitatif, uji konfirmabilitas, mirip dengan uji dependabilitas sehingga dapat
dilakukan secara bersamaan. Menguji konfirmabilitas berarti menguji hasil penelitian
sesuai dengan proses yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan suatu proses
penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut sudah memenuhi standar

konfirmabilitas ( Sugiono, 2008 : 277 ).

Anda mungkin juga menyukai