Anda di halaman 1dari 5

JANUARI 2015

Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is not to stop questioning.
- Albert Einstein

LINTANG ALIHAN 2014


Bicara kilas balik, tahun 2014 mungkin boleh dikata
sebagai tahun lintang alihan, tahun bintang beralih,
di mana peran lokomotif perekonomian global
beralih dari Cina -- yang mengambil peran tersebut
selama satu dekade terakhir terutama sewaktu
Krisis Ekonomi Global memuncak di tahun 2008 dan
Cina berhasil menyeret dunia keluar dari Krisis
tersebut di tahun 2009-2010 -- kembali ke Amerika
Serikat, satu-satunya negara adidaya modern saat
ini yang memiliki potensi untuk menarik dunia dari
perlambatan ekonomi yang tengah melanda negara
maju lainnya seperti Jepang dan zona Eropa.
Grafik 1. Perekonomian Cina melaju kencang, menarik dunia dari
Krisis Ekonomi Global 2008

Grafik 2. Amerika Serikat mengambil alih dengan laju


perekonomian di atas negara maju lainnya, sementara Cina
terus melambat

Sumber: Bloomberg

Tapering off ini adalah kebijakan The Fed untuk


mengurangi stimulus moneter secara perlahan
yaitu dengan mengurangi jumlah pembelian
obligasi Treasury sebesar USD 10 milyar setiap
bulan, yang keseluruhannya berakhir di bulan
Oktober 2014 di mana The Fed sudah tidak lagi
memberikan stimulus ke dalam sistem keuangan
Amerika Serikat.
Grafik 3. Stimulus moneter The Fed berakhir di bulan Oktober
2014
Sumber: Bloomberg

Sepanjang tahun 2014, pertumbuhan PDB Cina


adalah sebesar 7,4%, yang paling rendah sepanjang
6 tahun terakhir. Sementara perekonomian
Amerika Serikat bertumbuh 2,4% pada periode
yang sama, dan sempat menyentuh 3,1%, level
tertinggi sejak September 2010. Laju inflasi di
Amerika Serikat adalah sebesar 0,8% di tahun 2014.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik (salah
satunya ditandai dengan menurunnya angka
pengangguran) dan inflasi yang sempat melaju
sedikit kencang (2,1% yoy di bulan Mei 2014)
semakin memantapkan keputusan Federal Reserve
untuk menyelesaikan kebijakan stimulus, melalui
suatu langkah yang lebih dikenal dengan tapering
off.

Sumber: Bloomberg

Langkah selanjutnya bagi The Fed adalah mulai


menaikkan Fed Fund Rate, yang saat ini berada di
level 0,25%, di mana The Fed terakhir kali
menurunkan FFR adalah di bulan Desember 2008.
Serangkaian kebijakan yang dilakukan The Fed ini
adalah dalam rangka Normalisasi Moneter yang
juga menunjukkan keyakinan bank sentral AS

Halaman 1 dari 5
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Seluruh informasi dan keterangan yang disampaikan melalui artikel ini hanya merupakan informasi dan/atau keterangan yang tidak dapat
diartikan sebagai suatu saran/advis investasi tertentu, karenanya tidak bersifat mengikat. Segala hal yang berkaitan dengan diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel tersebut
sebagai pengambilan keputusan investasi adalah merupakan tanggung jawab pribadi atas segala risiko yang mungkin timbul. Sehubungan dengan risiko dan tanggung jawab pribadi
atas artikel ini, pembaca dengan ini menyetujui untuk melepaskan segala tanggung jawab dan risiko hukum PT BNI Asset Management dan/atau perusahaan terafiliasi serta
karyawannya atas diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel ini.

JANUARI 2015
tersebut akan pertumbuhan ekonomi dalam
negerinya.

Grafik 6. Produksi minyak melejitkan AS sebagai salah satu


produsen minyak terbesar dunia

10.0
8.0
6.0
4.0
2.0
2014

2013

2012

2011

2010

2009

2008

2007

2006

8.0
6.0
4.0
2.0
(2.0)
(4.0)

US Inflation YoY (%)

12.0

2005

US Unemployment Rate (%)

Grafik 4. Memulihnya perekonomian AS ditandai dengan


menurunnya angka pengangguran dan inflasi yang mulai melaju

Sumber: Bloomberg

Pemulihan ekonomi AS salah satunya tidak lepas


dari peningkatan produksi minyak (shale oil) dalam
negerinya. Amerika Serikat sejak tahun 2009
menjadi salah satu produsen minyak terbesar di
dunia. Di tengah penurunan permintaan akibat
perlambatan ekonomi Cina dan Eropa serta
persediaan minyak yang melimpah di AS, harga
minyak melaju turun dari harga tertingginya USD
107,26 per barrel (WTI) di bulan Juni 2014. Pada
akhir Desember 2014, harga minyak WTI sudah
mencapai USD 53,27 per barrel.
Grafik 5. Ketidakseimbangan permintaan dan persediaan minyak
berdampak pada penurunan harga

Sumber: OECD/IEA

Penurunan harga sebesar 50,3% selama semester II


2014 tersebut tidak lepas dari keputusan
Organization of Petroleum Exporting Countries
(OPEC) yang dalam pertemuannya di bulan
November 2014 memutuskan untuk tidak
menghentikan produksi minyak mereka.

Sumber: Bloomberg

Alasan politis yang banyak dikemukakan analis


adalah keputusan Saudi Arabia sebagai anggota
dominan OPEC untuk tidak mengurangi, bahkan
beberapa sumber mengatakan menambah
produksi, minyak mereka dengan tujuan
membanjiri pasar dan menekan harga turun sampai
di bawah level biaya produksi shale oil sehingga
produsen shale oil mengalami kebangkrutan dan
keluar dari pasar. Versi lain menceritakan mengenai
langkah AS dan Saudi Arabia untuk memojokkan
Rusia setelah melakukan invasi ke Ukraina. Benar
tidaknya alasan-alasan politis ini masih menjadi
polemik sampai pergantian tahun.
Dari dalam negeri, terjadi pula lintang alihan, yaitu
peralihan kepemimpinan di pemerintahan. Rakyat
Indonesia merayakan pesta demokrasi besarbesaran di tahun 2014, dengan diadakannya
pemilihan umum legislatif pada tanggal 9 April 2014
dan pemilihan umum presiden pada tanggal 9 Juli
2014. Joko Widodo (Jokowi) menjadi kandidat
terpilih Presiden RI dengan perolehan suara 53,2%
namun
dengan
koalisi
legislatif
partai
pendukungnya yang hanya sebesar 40,9%
perolehan kursi di DPR. Perbedaan kubu antara
legislatif dan eksekutif memang berpotensi
menimbulkan permasalahan dalam pengambilan
kebijakan ke depannya, namun secara umum
pemilu yang berlangsung tertib dan damai semakin
mematangkan
Indonesia
sebagai
negara
demokrasi, dengan populasi terbesar ke-4 di dunia,
yang sangat berpotensi secara ekonomis. Presiden
Joko Widodo dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014

Halaman 2 dari 5
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Seluruh informasi dan keterangan yang disampaikan melalui artikel ini hanya merupakan informasi dan/atau keterangan yang tidak dapat
diartikan sebagai suatu saran/advis investasi tertentu, karenanya tidak bersifat mengikat. Segala hal yang berkaitan dengan diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel tersebut
sebagai pengambilan keputusan investasi adalah merupakan tanggung jawab pribadi atas segala risiko yang mungkin timbul. Sehubungan dengan risiko dan tanggung jawab pribadi
atas artikel ini, pembaca dengan ini menyetujui untuk melepaskan segala tanggung jawab dan risiko hukum PT BNI Asset Management dan/atau perusahaan terafiliasi serta
karyawannya atas diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel ini.

JANUARI 2015
dan langsung dihadapkan pada permasalahan
anggaran negara.
Pemerintahan administrasi Jokowi-JK (Jusuf Kalla)
dihadapkan pada defisit necara transaksi berjalan
(current account deficit CAD) yang diperkirakan
dapat mencapai 3,15% dari PDB di akhir tahun
2014, di mana hal tersebut melampaui target
APBN-Perubahan 2014 yaitu 2,4%. Langkah
penyehatan yang perlu ditempuh Jokowi-JK adalah
dengan memangkas subsidi melalui kenaikan harga
BBM bersubsidi. Hal ini menjadi krusial karena
anggaran subsidi BBM pada APBN 2014 ditargetkan
Rp 210,7 trilyun, yang kemudian dinaikkan menjadi
Rp 246,5 trilyun pada APBN-Perubahan 2014 yang
disahkan DPR pada Juni 2014, berpotensi untuk
terlampaui.
Grafik 7. Porsi subsidi energi yang cukup besar, seperlima
belanja negara, pada APBN-P 2014

Sumber: Kementerian Keuangan

Anggaran subsidi BBM yang cukup besar


merupakan salah satu alasan S&P belum
memberikan peringkat layak investasi (investment
grade) atas utang negara, di mana S&P merupakan
satu-satunya lembaga pemeringkat internasional
yang belum menyematkan peringkat tersebut.
Dengan dipangkasnya subsidi BBM, diharapkan S&P
dapat memberikan peringkat tersebut di tahun
2015, yang nantinya dapat meningkatkan aliran
investasi masuk ke Indonesia.

Grafik 8. S&P menjadi satu-satunya tiga besar lembaga


pemeringkat internasional yang belum memberikan peringkat
layak investasi bagi Indonesia

Sumber: Bloomberg

Pemerintahan administrasi Jokowi-JK akhirnya


memutuskan untuk menaikkan harga BBM
bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter untuk bensin
dan diesel efektif tanggal 18 November 2014.
Kenaikan tersebut merepresentasikan 30,8%
peningkatan harga bensin bersubsidi dan 36,4%
peningkatan harga diesel bersubsidi. Departemen
Keuangan mengestimasi dampak inflasi akan
mencapai 2% atau sekitar 7,3% di akhir 2014 dari
target APBN 5,3%. Dari upaya tersebut diharapkan
dapat terjadi penghematan anggaran negara di atas
Rp 100 triliun ke depannya, dan penghematan
tersebut direncanakan untuk pembiayaan produktif
di sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Selain akibat penggunaan BBM bersubsidi yang
melampaui anggaran (PT Pertamina mencatat
komsumsi di 2014 sebesar 46,1 juta kiloliter, 68 ribu
kiloliter di atas APBN-Perubahan 2014) dan asumsi
harga minyak yang di bawah harga pasar pada
semester I 2014 (rata-rata harga ICP di semester I
2014 tercatat sebesar 107 USD per barrel vs 105
USD per barrel di APBN 2014), asumsi nilai tukar
USD-IDR pun berada di bawah nilai pasar (rata-rata
nilai tukar USD-IDR selama semester I 2014 adalah
Rp 11.734 per USD vs Rp 10.500 per USD pada APBN
2014, dan rata-rata nilai tukar USD-IDR selama
semester II 2014 adalah Rp 12.018 per USD vs Rp
11.600 per USD pada APBN-Perubahan 2014). Nilai
tukar Rupiah masih mengalami pelemahan
terhadap USD selama tahun 2014, yaitu sebesar
1,88%, setelah mengalami pelemahan sebesar
24,26% terhadap USD di tahun 2013. Pelemahan
Rupiah ini menjadi alasan tetap tingginya realisasi
subsidi BBM meskipun harga minyak dunia

Halaman 3 dari 5
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Seluruh informasi dan keterangan yang disampaikan melalui artikel ini hanya merupakan informasi dan/atau keterangan yang tidak dapat
diartikan sebagai suatu saran/advis investasi tertentu, karenanya tidak bersifat mengikat. Segala hal yang berkaitan dengan diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel tersebut
sebagai pengambilan keputusan investasi adalah merupakan tanggung jawab pribadi atas segala risiko yang mungkin timbul. Sehubungan dengan risiko dan tanggung jawab pribadi
atas artikel ini, pembaca dengan ini menyetujui untuk melepaskan segala tanggung jawab dan risiko hukum PT BNI Asset Management dan/atau perusahaan terafiliasi serta
karyawannya atas diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel ini.

JANUARI 2015
mengalami penurunan yang cukup tajam di
semester II 2013.
Pelemahan Rupiah terhadap USD disebabkan oleh
beberapa hal, antara lain peningkatan beban utang
luar negeri, peningkatan defisit neraca transaksi
berjalan (current account deficit CAD), dan
ekspektasi
aksi
investor
global
untuk
merealisasikan keuntungan atas investasi mereka
di negera berkembang (emerging market),
termasuk Indonesia, seiring dengan rencana
Federal Reserve untuk menaikkan Fed Fund Rate.
Beban utang luar negeri baik dari sektor publik
maupun swasta mengalami peningkatan 11,8% dari
263,3 milyar USD di November 2013 menjadi 294,4
milyar USD di November 2014. Utang jangka
pendek yang akan jatuh tempo di tahun 2015
tercatat 61,4 milyar USD atau sekitar 20,8% dari
total utang luar negeri.

300

ULN

250

Debt/GDP

40%
35%
30%

200

25%

150

20%

15%

100

Debt/GDP

Utang Luar Negeri (Bio USD)

Grafik 9. Posisi utang luar negeri Indonesia yang semakin


meningkat, lebih cepat daripada pertumbuhan PDB

10%
50

5%

0%
2009

2010

2011

2012

2013

9M14

Sumber: Bank Indonesia

Peningkatan kebutuhan likuiditas USD tersebut


mendorong Bank Indonesia untuk memberlakukan
persyaratan tambahan bagi utang luar negeri
swasta, di mana BI menerbitkan Peraturan Bank
Indonesia No. 16/20/PBI/2014 pada tanggal 28
Oktober 2014. PBI tersebut memberlakukan
pembatasan aliran dana pinjaman asing bagi
kreditur korporasi non-bank antara lain
memberlakukan kewajiban peringkat BB bagi
korporasi kreditur pinjaman luar negeri dan
kewajiban lindung nilai (hedge) atas pinjaman
tersebut. BI berharap kebijakan tersebut dapat
menjaga CAD sebagai bagian dari kebijakan
moneter BI dan mengurangi tekanan terhadap
Rupiah ke depannya.

CAD semula telah dianggarkan pemerintah dalam


APBN 2014 sebesar 1,7% dari PDB atau sebesar Rp
175,4 trilyun, yang kemudian direvisi menjadi 2,4%
dari PDB atau sebesar Rp 241,5 trilyun dalam APBNPerubahan 2014.
Grafik . CAD mengalami peningkatan sejak 2012 dan berdampak
kepada nilai tukar

Sumber: Bloomberg

CAD secara umum diakibatkan oleh tingginya impor


dibandingkan ekspor. Peningkatan CAD dalam 3
tahun belakangan ini disebabkan salah satunya dari
impor minyak (Indonesia telah menjadi net oil
importer sejak tahun 2004) yang disubsidi.
Peningkatan CAD memberikan sinyalemen
peningkatan kebutuhan USD yang akhirnya memicu
tekanan terhadap Rupiah. Realisasi CAD sampai
dengan kuartal III 2014 adalah sebesar Rp 83,2
trilyun atau setara dengan 3,07% dari PDB, setelah
sempat menyentuh Rp 103,0 trilyun di kuartal II
2014 atau setara dengan 4,06% dari PDB.
Grafik 10. BI mengantisipasi kenaikan tingkat inflasi pasca
pemangkasan subsidi BBM dengan menaikkan BI Rate

Sumber: Bloomberg, BNI-AM

Dalam menanggulangi pelemahan Rupiah, BI juga


memberlakukan kebijakan suku bunga tinggi. BI
Rate dipatok di level 7,50% sejak awal tahun hingga
18 November 2014, di mana BI menaikkan BI Rate

Halaman 4 dari 5
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Seluruh informasi dan keterangan yang disampaikan melalui artikel ini hanya merupakan informasi dan/atau keterangan yang tidak dapat
diartikan sebagai suatu saran/advis investasi tertentu, karenanya tidak bersifat mengikat. Segala hal yang berkaitan dengan diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel tersebut
sebagai pengambilan keputusan investasi adalah merupakan tanggung jawab pribadi atas segala risiko yang mungkin timbul. Sehubungan dengan risiko dan tanggung jawab pribadi
atas artikel ini, pembaca dengan ini menyetujui untuk melepaskan segala tanggung jawab dan risiko hukum PT BNI Asset Management dan/atau perusahaan terafiliasi serta
karyawannya atas diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel ini.

JANUARI 2015
sebesar 25 bps menjadi 7,75% untuk mengimbangi
langkah fiskal pemerintah memangkas subsidi BBM
serta sebagai langkah antisipatif menghadapi inflasi
yang umumnya menyertai kenaikan harga BBM.
Inflasi tahunan bulan Desember 2014 mencapai
8,36%, di mana inflasi tahunan bulan Oktober 2014
masih mencatat 4,83%. Lonjakan inflasi disebabkan
peningkatan harga BBM bersubsidi pada tanggal 18
November 2014 di mana berimbas ke kenaikan
harga barang dan makanan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014
sedikit terhambat. Pertumbuhan PDB dari awal
tahun sampai dengan akhir kuartal III tercatat
5,01% yoy, sedangkan sampai akhir tahun 2014
diperkirakan akan mencapai 4,96% yoy (survey
Bloomberg).

terdiri dari 25% consumer staples, 22% financials,


21% consumer discretionary, 18% industrials dan
14% sisanya tersebar.
Menilik ke depan, tahun 2014 bisa dianggap
sebagai lintang alihan, memberi harapan untuk
pertumbuhan yang jauh lebih tinggi di tahun-tahun
berikutnya.

Yoga Prakasa, CFP


Head of Investment Analysis
Ika Pratiwi Rahayu
Investment Analyst

Ekspor sempat mengalami pelemahan di kuartal I


2014 dikarenakan pemberlakuan larangan ekspor
bahan tambang mentah. Larangan ini kemudian
direlaksasi oleh pemerintah di Mei 2014 namun
rendahnya harga komoditas dunia serta
pengetatan likuiditas global kembali memperburuk
kinerja ekspor di kuartal III 2014. Bunga
pembiayaan yang cukup tinggi di 2014 juga
membatasi pertumbuhan PDB. Kredit perbankan
tumbuh 13,2% yoy di kuartal III 2014. Realisasi
investasi hanya tumbuh 16,8% dari Rp 293,3 trilyun
(Jan-Sep 2013) ke Rp 342,7 trilyun (Jan-Sep 2014).
Pertumbuhan PDB Indonesia boleh dikata sedikit
tertahan di tahun 2014, namun demikian
pertumbuhan pasar modal Indonesia lebih
bergelora. IHSG bertumbuh 22,29% di tahun
2014, tertinggi ke-9 di dunia. Kinerja Reksa Dana
Saham BNI-AM Dana Berkembang mencatat
pertumbuhan 27,79% yoy, lebih tinggi 5,5%
dibandingkan dengan IHSG.
Hal ini tidak terlepas dari alokasi sektor yang baik
sepanjang tahun 2014 yang dilakukan oleh tim
pengelola investasi BNI-AM. Sektor-sektor
unggulan yang menjadi pilihan tim pengelola
investasi adalah sektor consumer (staples,
discretionary, dan health care), financial (termasuk
property), dan industrial (konstruksi). Di akhir
tahun 2014, komposisi portofolio secara sektor

Halaman 5 dari 5
Catatan penting yang perlu diperhatikan: Seluruh informasi dan keterangan yang disampaikan melalui artikel ini hanya merupakan informasi dan/atau keterangan yang tidak dapat
diartikan sebagai suatu saran/advis investasi tertentu, karenanya tidak bersifat mengikat. Segala hal yang berkaitan dengan diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel tersebut
sebagai pengambilan keputusan investasi adalah merupakan tanggung jawab pribadi atas segala risiko yang mungkin timbul. Sehubungan dengan risiko dan tanggung jawab pribadi
atas artikel ini, pembaca dengan ini menyetujui untuk melepaskan segala tanggung jawab dan risiko hukum PT BNI Asset Management dan/atau perusahaan terafiliasi serta
karyawannya atas diterimanya dan/atau dipergunakannya artikel ini.

Anda mungkin juga menyukai