pengawas internal.
12. Bagaimana jika terjadi kelebihan atau kekurangan iuran?
- BPJS Kesehatan menghitung kelebihan atau kekurangan iuran
jaminan kesehatan sesuai dengan gaji atau upah peserta.
- Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran
sebagaimana dimaksud, BPJS Kesehatan memberitahukan secara
tertulis kepada pemberi kerja dan atau peserta selambat-lambatnya
14 (empat belas) hari sejak diterimanya iuran.
- Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran diperhitungkan
dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.
13. Bila peserta tidak puas dengan pelayanan yang
diberikan, kemana harus mengadu?
Bila peserta tidak puas terhadap pelayanan jaminan kesehatan yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan, maka peserta dapat menyampaikan pengaduan kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau
dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Ada juga
hotline servis BPJS di nomor kontak 500-400.
(KF-Vey)
http://health.liputan6.com/read/788613/pertanyaan-pertanyaandasar-seputar-jkn-dan-bpjs
untuk membiayai orang yang sakit. Jadi, ketika ada yang sakit dan
harus berobat, itu bukanlah gratis. Masyarakat bergotong-royong
membayari orang sakit. Yang sehat tetap membayar iuran setiap
bulan, dan uang tersebut hangus. Tetapi kita terjamin, bila suatu
saat sakit.
***
Saya baru mengurus pembuatan kartu BPJS Kesehatan pada awal
Juli 2014 ini. Ternyata masih tetap mengantri. Loket dibuka jam
07.00. orang sudah mengantri sejak subuh. Ya, ampun.
Saya pun menitipkan antrian dan pengurusan formulir kepada
seorang ibu dengan bayaran Rp 100 ribu. Jam 10.00 saya sudah
bisa datang untuk mengambil kartu BPJS.
Saya menyapa seorang ibu muda yang sedang mengurus kartu
bersama suami dan kedua anaknya yang masih kecil. Ternyata
mereka hanya membuat dua kartu untuk suami dan anak sulung
saja. Sedang ibu dan anak yang terkecil tidak. Kenapa tidak empatempatnya? Tanya saya. Waduh, terlalu berat bayarnya, Kata si
ibu. Biar saja yang penting si Bapak aja
Ada tiga kelas. Kelas pertama membayar Rp 59.500 per bulan per
orang. Kelas kedua Rp 49.500. Sedangkan kelas ketiga Rp 25.000. Si
ibu itu membuat kartu BPJS kelas ketiga untuk suami dan anak
sulungnya itu.
Saya juga mendengar ibu-ibu yang berkata dengan suara keras
Ohhh, BPJS itu ternyata bayar. Bukan gratis. Ibu itu kemudian
pergi, batal membuat kartu BPJS.
Jadi, banyak yang mengira BPJS Kesehatan itu hanya untuk warga
miskin. Gratis itu kan biasanya untuk orang miskin atau tak mampu.
Padahal BPJS Kesehatan itu untuk seluruh warga negara Indonesia.
Warga yang sudah memiliki asuransi swasta pun wajib menjadi
peserta BPJS Kesehatan. Bahkan orang asing yang menetap di
Indonesia lebih dari 6 bulan wajib memiliki kartu BPJS.
Pemilik kartu Askes dari kalangan PNS dan Jamsostek dari kalangan
swasta, otomatis menjadi anggota BPJS Kesehatan. Begitu juga
pemilik kartu Jamkesmas/da yang merupakan program kesehatan
gratis untuk orang miskin otomatis menjadi anggota BPJS
Kesehatan.
***
Sesudah kartu BPJS itu ada di kantong, paling tidak saya tidak
terlalu merasa terancam lagi soal pembiayaan yang mencekik leher
apabila harus masuk rumah sakit. Tentunya kita tidak ingin sakit.
Tapi yang namanya sakit kan bukan kita yang sepenuhnya memilih.
Buktinya demam berdarah memilih anak-anak saya untuk terkena
meski saya merasa sebagai orang yang pembersih baik urusan
bayar ya? Ya, memang itu pertanyaan yang lumrah dari mereka
ketika saya sedang berobat. Saya percaya ini bukan pertanyaan
diskriminatif, hanya sekedar mengecek sesuai jalurnya. Semoga
tidak ada perbedaan dalam pilihan dan kualitas pelayanan bila
bayar dengan gratis.
Namanya sakit, yang diperlukan bukan pelayanan kelas VIP, I, II,
atau III, melainkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan agar
kita kembali sehat. Di buku Panduan BPJS Kesehatan saya membaca
bahwa perbedaan kelas itu hanya untuk akomodasi (kamar dan
fasilitasnya) sedangkan dokter, obat dan alat kesehatan (alkes)
tidak berbeda. Semoga saja di lapangan sesuai dengan itu.
BPJS Kesehatan ini bagaikan malaikat penolong dalam menghadapi
monster sakit yang mengancam kehidupan kita, fisik dan mental,
moril maupun materiil. Tapi lain yang saya baca dengan praktek
yang saya lihat di lapangan. Nampaknya harus ada Komite
Pemantauan BPJS Kesehatan dari kalangan masyarakat. Bukan cuma
Dewan Pengawas yang merupakan bagian dari pengurus BPJS saja.
Pengawasan dari masyarakat pun perlu.
Pengawasan ini ditujukan juga untuk membela pihak BPJS dan
penyedia layanan kesehatan juga bila ada masyarakat pasien yang
terlalu banyak menuntut seperti yang dikeluhkan seorang dokter
tentang penerapan dokter. Nadanya seperti sudah gratis, banyak
maunya lagi. Ini karena masyarakat/pasien juga tidak tahu
ketentuan praktis layanan apa saja yang berhak diterimanya bila
menghadapi suatu kasus berobat. Saya kira ini perlu juga jadi
pengetahuan masyarakat agar bisa memahami rambu-rambunya.
Tapi, saya yakin bukanlah seperti yang dipraktekkan di Rumah Sakit
di atas bahwa Ini resep obat dan alkes yang harus Anda bayar
sendiri karena tidak ada di daftar BPJS. Saya baca berulang-ulang
Panduan BPJS Kesehatan, dinyatakan di situ bahwa pasien
mendapatkan semua pelayanan yang dibutuhkan tanpa harus
membayar.
Sekali lagi, itu bukan gratis, dokter. Kami membayar pelayanan
itu melalui BPJS Kesehatan secara bergotong royong setiap bulan,
setiap orang, dalam keluarga.
http://birokrasi.kompasiana.com/2014/07/18/bpjs-kesehatan-itubukan-gratis-dok-664889.html
1
2
3
4
5
6
8
9
10
7
8
9
10
Ini kasus nyata. Ibu dari suami keponakan saya dirawat karena
stroke selama sebulan di sebuah rumah sakit pemerintah di
bilangan Jakarta Selatan. Tagihan rumah sakit adalah Rp 30 juta,
tapi karena menggunakan BPJS, beliau cukup membayar Rp 5 juta
dan itu pun karena kenaikkan kelas kamar (jika kamar tidak
berubah, Gratis!).
- See more at: http://www.duwitmu.com/bpjs-dan-asuransikesehatan-swasta-siapa-yangterbaik/#sthash.YhCYnp3c.IqRbhz4U.dpuf
- Tantangan BPJS Kesehatan
- Tidak fair kalau tidak membahas tantangan dan kesulitan
menggunakan BPJS.
- #1 Prosesnya Lebih Panjang
- Dalam BPJS berlaku sistem rujukan berjenjang. Anda tidak bisa
serta merta langsung datang ke rumah sakit. Ujug ujug
langsung ke dokter spesialis. Its big NO NO di BPJS.
- Peserta harus datang dulu ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama (faskes I), yaitu puskesmas, klinik atau dokter
keluarga, yang sudah ditunjuk oleh BPJS. Fasilitas kesehatan
tingkat pertama mendiagnosa dan memberikan rujukan
kepada peserta untuk ke rumah sakit yang kerjasama dengan
BPJS.
- Keputusan rujukan sepenuhnya ditangan faskes tingkat I.
Bukan di tangan peserta. Walaupun peserta ingin dirujuk ke
rumah sakit tertentu, mungkin karena sudah langganan
dengan dokternya, selama fasilitas kesehatan tingkat pertama
tidak memberikan, maka tidak bisa.
- Begitu pula dengan tindakan perawatan. Misalnya, meskipun
menanggung persalinan dengan operasi caesar, BPJS akan
mengganti jika memang itu rujukan dari dokter yang
menangani bahwa peserta harus melahirkan dengan operasi.
Tapi, kalau peserta yang meminta operasi, BPJS tidak akan
mengganti, hanya mengganti senilai persalinan normal.
- Apakah peserta bisa minta rujukan ke sembarang puskesmas
atau klinik asalkan sudah kerjasama dengan BPJS ? Tidak bisa.
Fasilitas kesehatan pertama yang bisa digunakan hanya yang
sudah ditunjuk BPJS untuk peserta tersebut.
- Kalau merasa tidak cocok, dengan faskes I yang sudah
ditunjuk, setelah tiga bulan baru bisa minta dirubah ke BPJS.
- Bagaimana jika sedang diluar kota? Harus tetap ke faskes I,
yang sudah ditunjuk. Agak aneh, tapi itulah persyaratannya
sekarang.
- Bagaimana jika kondisi gawat darurat, yang butuh
pertolongan segera? Ada exceptions. Pengecualian.
- Untuk gawat darurat, aturan ini tidak berlaku dan peserta bisa
11
12
Begitu pula dengan obat. Ada yang diresepkan obat untuk 1 bulan
tapi karena biayanya melebihi ketentuan BPJS jika diberikan
sekaligus, pemberian obat diberikan secara bertahap. Masalahnya,
setiap minta obat, proses rujukan harus kembali dilakukan. Proses
yang seharusnya cukup satu kali menjadi harus dilakukan beberapa
kali.
BPJS atau Asuransi Kesehatan
Pilih yang mana?
Kita rekap dulu bagaimana masing masing pilihan ini.
BPJS: Jaminan kesehatan ini punya keunggulan iuran murah
dengan manfaat lengkap yang tanpa pre-exisiting condition,
tanpa medical check-up dan tidak ada batasan plafond.
Tanpa plafond, essentially, semua tagihan rumah sakit akan dicover
oleh BPJS selama mengikuti prosedur dan kelas kamar. Sejumlah
keunggulan ini yang sulit didapatkan di asuransi kesehatan swasta,
yang preminya lebih mahal, manfaat terbatas hanya rawat inap dan
ada batasan plafond. Namun, tantangannya di BPJS adalah proses
berbelit, antrian panjang dan terbatasnya pilihan rumah sakit.
Proses di BPJS masih jauh dari convenience buat peserta.
Asuransi Kesehatan: Asuransi unggul dalam hal kecepatan,
kemudahan dan fleksibilitas memilih rumah sakit. Pengobatan
di semua rumah sakit pada dasarnya diterima oleh asuransi, baik itu
yang kerjasama (cashless) dan tidak kerjasama (reimbursement).
Kekurangannya, manfaat lebih terbatas (tidak ada rawat jalan,
kehamilan, gigi dan optik), larangan pre-exisiting condition jika
punya penyakit bawaan (terutama usia usia tua), premi mahal dan
ada plafond yang bisa membuat tagihan tidak semua dibayar (jika
melebihi plafond), terutama pengobatan yang biayanya mahal
(yang justru jadi alasan kenapa kita membeli asuransi in the 1st
place). Anda bisa cek lebih lanjut di situs Manulife dan Allianz, jika
ingin tahu lebih lanjut.
Ringkasan secara umum bisa dilihat dalam tabel dibawah ini:
kita apresiasi.
Apakah asuransi kesehatan swasta akan ditinggalkan? Ternyata
tidak. Masing masing punya kelebihannya sendiri. Saya yakin
keduanya, BPJS dan asuransi kesehatan, akan berjalan beriringan
dan tidak saling mematikan. Justru ini bagus buat kita masyarakat
karena punya lebih banyak pilihan. Demikan semoga bermanfaat.
See
more
at:
http://www.duwitmu.com/bpjs-dan-asuransikesehatan-swasta-siapa-yangterbaik/#sthash.YhCYnp3c.IqRbhz4U.dpuf