KECACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG TAHUN
2014
Intestinal worm infection is a health problem in Indonesia. Intestinal worm infection occur the most in
primary school students age with a prevalence of 60-80%. Parents knowledge is factor that influence in students
behaviour. House sanitation is factor that ease the intestinal worm infection. The purpose of this study is to
identify the relation between parents knowledge level and house sanitation level with the prevalence of intestinal
worm infection of primary school students. Subject were 3th to 5th grade students of 12 schools in
Kedungkandang Subdistrict are requested to collect their faeces. Of the 1552 students 757 faecal samples was
collected and after examined using Kato Thick smear method, 35 samples are positive (4,6%). The result of the
questionnaire reveals that the parents knowledge level are 82,5% and house sanitation level are 80,9%. ChiSquare analysis results showed that there is not significant correlation between parents knowledge and intestinal
worm infection (p=0,543), and there is not significant correlation between house sanitation and intestinal worm
infection (p=0,077).
Keywords:
intestinal worm infection, parents
knowledge, house sanitation
PENDAHULUAN
Infeksi cacing (kecacingan) merupakan
salah satu diantara penyakit yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Infeksi cacing dapat
mengakibatkan menurunnya kesehatan, gizi,
kecerdasan, kehilangan darah, karbohidrat dan
protein, sehingga menurunkan kualitas sumber
daya manusia. Infeksi cacing menjadi penyakit
yang sering terjadi di negara-negara miskin dan
berkembang, karena masih terdapat masalah
kemiskinan, kekurangan nutrisi, sanitasi serta
penjagaan kesehatan.1
Prevalensi infeksi cacing di Indonesia
masih sangat tinggi pada semua golongan umur.
Golongan penduduk yang kurang mampu,
mempunyai risiko tinggi terjangkit penyakit ini.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di 10
provinsi di Indonesia ditemukan prevalensi Ascaris
lumbricoides 30,4%, Trichuris trichiura 21,2% serta
Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
6,5%.2
Anak usia Sekolah Dasar merupakan yang
paling sering menderita kecacingan.3 Infeksi cacing
pada anak akan mengganggu pertumbuhan,
menurunkan kemampuan fisik, produktifitas belajar
dan intelektualitas.4 Berdasarkan survei yang
dilakukan Departemen Kesehatan ditemukan
bahwa prevalensi kecacingan pada anak usia
Sekolah Dasar cukup tinggi, yakni berkisar 60-80.5
Pada tahun 2006 di Kota Malang telah
dilakukan
penelitian
terhadap
prevalensi
kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar yang
terletak di kawasan yang dekat dengan Instalasi
Pembuangan Air Limbah. Kawasan-kawasan
tersebut antara lain adalah Tlogomas, Bareng,
Mulyorejo, dan Mergosono. Prevalensi telur cacing
parasit terbesar yang ditemukan pada siswa SD
yang terletak di sekitar Instalasi Pembuangan Air
Limbah Kota Malang adalah Ascaris lumbricoides
yaitu sebesar 65,22%, diikuti dengan telur
Enterobius vermicularis sebesar 21,47%, kemudian
Trichuris trichiura sebesar 11,59%, dan prevalensi
terkecil pada telur cacing Ancylostoma duodenale
sebesar 1,45%.6
Pengetahuan orang tua memiliki peran
pada kecacingan anak usia sekolah dasar.
Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi
hilir sungai.
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
Sekolah
Hn
Sawojajar 1
119
65
54,62%
0,00%
Sawojajar 6
178
75
42,13%
0,00%
Madyopuro 2
116
36
31,03%
5,56%
Cemorokandang
113
37
32,74%
0,00%
Mergosono 4
92
50
54,35%
6,00%
Buring
165
77
46,67%
5,19%
Kotalama 6
105
69
65,71%
7,25%
Lesanpuro 4
96
33
34,38%
3,03%
Bumiayu 4
105
52
49,52%
7,69%
Arjowinangun 2
219
144
65,75%
11
11
7,64%
Tlogowaru 1
84
63
75,00%
4,76%
Kotalama 5
160
56
35,00%
3,57%
Total
1552
757
48,78%
2
28
35
4,62%
80%
14,3%
2,85%
0%
0%
2,85%
Variabel
Pengetahuan
orang tua
Sanitasi Rumah
n
12
20
32
Baik
buruk
22
Baik
sedang
buruk
7
3
32
Kecacingan
Positif
negatif
%
n
%
30,00
25
70,00
29,79
53
70,21
29,82
78
70,18
24,72
67
75,28
38,89
100,00
29,09
11
0
78
61,11
0,00
70,91
37
73
110
89
Total
%
100
100
100
100
18
3
110
100
100
100
Sig
Keterangan
0.537
tidak signifikan
0.077
tidak signifikan
Tabel 2 Uji Chi Square antara kecacingan, pengetahuan orang tua dan sanitasi rumah
Kejadian Kecacingan
Positif
Negatif
Total
12
32,4%
25
67,5%
37
Orang Tua
20
27,4%
53
72,6%
73
Buruk
Total
32
29,0%
78
70,9%
110
Tabel 4
Sanitasi
Rumah
Sanitasi baik
Sanitasi
sedang
Sanitasi buruk
Total
Kejadian Kecacingan
Positif
Negatif
%
22
24,7%
67
75,3%
Total
89
38,89%
11
61,11%
18
3
78
100%
71%
0
32
0%
29%
3
110
PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada tabel 1 tingkat coverage
yang paling besar terdapat pada SD Tlogowaru 1
dengan coverage 75%. Tingginya coverage pada
SD Tlogowaru 1 ini disebabkan karena adanya
bantuan dari pihak sekolah untuk menghimbau
siswa membawa feses. Selain itu, juga disebabkan
karena dilakukan 2 kali pengambilan feses pada
hari yang berbeda oleh peneliti. Sehingga siswa
yang tidak membawa feses pada hari pertama bisa
membawa pada hari kedua pengumpulan.
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
dengan
menggunakan metode Kato Thick Smear
didapatkan prevalensi kecacingan adalah sebesar
4,6%. Pemeriksaan serupa yang dilakukan di Jawa
Timur pada tahun 2008 2010 menghasilkan
angka prevalensi sebesar 7,95%.9 Penelitian
mengenai kecacingan di kota Palu pada tahun 2014
didapatkan prevalensi kecacingan sebesar
31,6%.10 Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
angka prevalensi kecacingan di Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang tergolong rendah.
Didapatkan perbedaan yang cukup signifikan
antara prevalensi kecacingan di daerah perkotaan
dan pedesaan berdasarkan penelitian yang
dilakukan di Kalimantan Selatan yaitu sebesar 6,4%
dan 11,5%.11 Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa angka prevalensi kecacingan yang rendah di
Kecamatan Kedungakandang karena merupakan
wilayah perkotaan.
Dari data penelitian bahwa Ascaris lumbricoides
memiliki prevalensi paling tinggi yaitu 28 kasus
(80%), Hookworm ditemukan 5 kasus (14,3%), dan
Trichuris trichiura 1 kasus (2,85%). Selain Soil
Transmitted Helminth ternyata juga ditemukan
Hymenolepsis nana 1 kasus (2,85%) di Kecamatan
Kedungkandang. Data dari WHO dilaporkan
sebanyak 800 juta orang terinfeksi Ascaris
lumbricoides, 600 juta orang terinfeksi Trichuris
trichiura, dan 600 juta orang terinfeksi
Hookworm.12
Prevalensi cacing Ascaris
KESIMPULAN
Berdasarkan dari penelitian yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
1. Angka kejadian kecacingan pada siswa
sekolah
dasar
di
Kecamatan
Kedungkandang Kota Malang tergolong
rendah (4,6%) jika dibandingkan dengan
angka kejadian kecacingan di Indonesia
(37,5%).
2. Jumlah cacing terbanyak masih didominasi
oleh jenis Ascaris lumbricoides yaitu 28
kasus
(80%)
di
Kecamatan
Kedungkandang. Hal ini sesuai dengan
daerah lain di Indonesia. Prevalensi
3.
4.
5.
6.
SARAN
Saran-saran yang dapat diberikan untuk
penelitian selanjutnya adalah:
1. Perlu ada penelitian seperti ini lagi
kedepan yang menggunakan pemeriksaan
tinja kuantitatif.
2. Pemberian waktu yang lebih panjang,
kurang lebih 3 hari, sehingga responden
punya waktu yang cukup untuk
mengumpulkan sampel tinja sehingga
kemungkinan tinja terkumpul bisa lebih
banyak.
3. Perlu dilakukan penjadwalan yang lebih
teratur dalam pembuatan preparat, karena
preparat hanya bisa bertahan 2 hari sejak
dibuat. Hal ini menyebabkan beberapa
preparat rusak karena melebihi 2 hari.
4. Perlu diadakan suatu kegiatan penyuluhan
untuk mengedukasi siswa maupun orang
tua tentang pentingnya perilaku hidup sehat
dan menjaga lingkungan bersih demi
mengurangi infeksi cacing.
5. Perlu diadakan penelitian lanjutan untuk
mengetahui infestasi kecacingan dilihat dari
faktor-faktor yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO; 2004. pp. 243300. (Global Burden
of
Disease
Volume
IV).
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
http://whqlibdoc.who.int/publications/2004/
9241592303.pdf.
Luthfianti. 2008. Faktor factor yang
mempengaruhi kecacingan [Skripsi].
Depok: Fakultas Kesehatan Mayarakat
Universitas Indonesia
Nadesul H. 2000. Jaringan Informasi
Kesehatan.
(on
line).
http://www.infokes.net.html. Diakses 12
Januari 2015.
Ginting. 2009. Faktor-faktor yang
Berhubungan
dengan
Kejadian
Kecacingan pada Anak Sekolah Dasar di
Desa Tertinggal Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir Tahun 2008. Skripsi.
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Depkes RI. 2006. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tentang
Pedoman
Pengendalian
Cacingan.
Jakarta.
Indonesia.
Available
at
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_ke
pmenkes/KMK%20No.%20424%20ttg
%20Pedoman%20Pengendalian
%20Cacingan.pdf.Diaksespada 10 Januari
2015.
Rahayu.2006. Keberadaan Telur Cacing
Parasit Pada Siswa Sd Di Sekitar Instalasi
Pengolahan Air Limbah (Ipal) Terpadu
Kota Malang Dan Hubungannya Dengan
Kepadatan Telur Cacing Pada Air Limbah
Perumahan Di Ipal Terpadu. Berk. Penel.
Hayati: 11 (105112)
Anwar.2000.Sikap Manusia, Teori, dan
Pengukuran Edisi Kedua. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mardiana dan Djarismawati. 2008.
Prevalensi Cacing Usus pada Murid
Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan
Gerakan Terpadu Pengetasan Kemiskinan
Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta.
Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 7, No. 2
Agustus 2008. (Online). http://www.
ekologi.litbang.Depkes.go.id/data/vol
%207/5-Mardiana.pdf.
Kemenkes. 2012. Pedoman Pengendalian
Kecacingan. Jakarta : Kementrian
Kesehatan RI Direktorat Jendral PP dan
PL
10. Chadijah,
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.