Anda di halaman 1dari 8

Antibiotika profilaktik pada Seksio Sesarea

Referat Stase Obstetri 3


Oleh: dr. Sulistiari Retnowati

Pembimbing dan Moderator


dr. H. Risanto Siswosudarmo, SpOG
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UGM/RSU dr. Sardjito Yogyakarta
Abstract
Background: Women undergoing cesarean section have a 5 to 20 fold greater risk for infection
compared with vaginal delivery. Infectious complication that occur after cesarean delivery are an
important and substantial caused of maternal morbidity.
Objective: The objective was to assess the efects of prophylactic antibiotic treatment on
infectious complications in women undergoing cesarean delivery.
Methods: Literature review
Results: Use of prophylactic antibiotics in women undergoing cesarean section reduced the
incidence of episodes of fever, endometritis, wound infection, urinary tract infection, and serious
infection after cesarean section. Both ampicillin and first generation of cephalosporin have
similar efficacy.A multiple dose regimen for prophylaxis appears to offer no added benefit over a
single dose regimen.
Summary:Use of prophylactic antibiotics in women undergoing Cesarean section reduced the
incidence of post cesarean infection. Ampicillin and first generation cephalosporin have similar
efficacy in reducing post cesarean infection.
Keywords: antibiotic prophylaxis, cesarean section

Latar belakang
Persalinan secara seksio sesarea mempunyai risiko infeksi 5-20 kali lebih tinggi
dibandingkan persalinan vaginal. Pada dekade terakhir terdapat peningkatan insidensi
seksio sesarea, berhubungan dengan peningkatan infeksi pasca operasi pada ibu.
Dilaporkan terjadi 18-83% komplikasi infeksi pasca operasi ketika antibiotika profilaktik
belum digunakan.1 Demam yang disebabkan infeksi pasca operasi atau faktor lain muncul
pada 1 diantara 5 seksio sesarea.2 Komplikasi infeksi pasca operasi seksio sesarea
memberikan kontribusi penting dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal.
Komplikasi tersebut juga berhubungan dengan peningkatan biaya dan lama perawatan di
rumah sakit. Antibiotika profilaktik pada seksio sesarea diharapkan dapat menurunkan
morbiditas maternal sehubungan dengan infeksi pasca operasi. 1

Antibiotika profilaktik
Penggunaan antibiotika pada masa prabedah ditujukan untuk menanggulangi
infeksi agar risiko pembedahan dapat ditekan serendah mungkin. Karena bertujuan untuk
mencegah infeksi pasca bedah maka antibiotika profilaktik hanya diberikan dalam jangka
waktu pendek, yaitu untuk melindungi penderita selama dilakukan tindakan bedah dan
pada masa segera setelah pembedahan yaitu pada masa daya pertahanan penderita masih
tertekan.3
Pemberian antibiotika profilaktik yang tepat menurunkan insidensi infeksi pada
luka operasi. Antibiotika profilaktik diberikan sebelum tindakan, idealnya 30 menit atau
dalam dua jam sebelum dilakukan dilakukan irisan luka operasi . Pemilihan antibiotika
dipengaruhi oleh jenis organisme yang paling sering menyebabkan infeksi dan harga dari
sediaan antibiotika yang ada.4
Pada tahun 1960 Burke et al mengadakan penelitian dengan memberikan penisilin
injeksi dosis tunggal dengan variasi waktu pemberian, sebelum dan sesudah penanaman
bakteri yang sensitif terhadap penisilin, yaitu Staphylococcus aureus pada kulit babi.
Pemberian antibiotika sesaat sebelum dan setelah penanaman organisme memberikan
hasil munculnya lesi yang secara histologis sama dengan lesi penanaman intra dermal
dari organisme yang mati. Penundaan saat pemberian antibiotika sedikitnya tiga jam
memberikan hasil munculnya lesi yang sama dengan lesi yang muncul pada binatang,
yang tidak menerima pemberian antibiotika.4
Luka operasi diklasifikasikan menjadi operasi yang bersih, dengan kriteria
merupakan operasi yang elektif, tidak ada tanda radang akut, dan tidak memasuki traktus
respiratorius, gastrointestinal, bilier dan traktus genitourinarius. Luka operasi dikatakan
bersih terkontaminasi, apabila merupakan luka operasi yang bersih tetapi dilakukan
segera, sehingga merupakan operasi emergency, atau luka dengan membuka traktus
respiratorius, gastrointestinal, bilier, dan genitourinarius, yang dilakukan secara elektif
dengan tumpahan minimal. Luka operasi dikatakan terkontaminasi apabila terdapat reaksi
radang, non purulen, tumpahan yang banyak, dari traktus gastrointestinal, membuka
bilier, traktus genitourinarius dengan disertai adanya infeksi empedu atau urine, luka
tembus kurang dari 4 jam, luka terbuka lama untuk dilakukan penutupan. Sedangkan

operasi dikatakan kotor apabila terdapat radang bernanah, terdapat perforasi traktus
respiratorius, gastrointestinal, bilier, atau luka penetrasi lebih dari 4 jam. Risiko infeksi
pada operasi bersih sebesar <2%, operasi bersih terkontaminasi <10%, operasi
terkontaminasi 20%, dan operasi kotor sebesar 40%. 4
Beberapa faktor risiko tidak berhubungan dengan penggolongan diatas, namun
berhubungan secara nyata, meningkatkan risiko infeksi pada semua prosedur adalah
adanya faktor sistemik yang meliputi diabetes, pemakaian kortikosteroid, obesitas, usia
yang ekstrim, malnutrisi, riwayat operasi belum lama, transfusi darah masif, diagnosis
sebelum operasi yang lain. Faktor lokal yang berhubungan dengan meningkatnya infeksi
adalah benda asing, elektrocautery, injeksi dengan epinefrin, drain luka, pencukuran
rambut, dan riwayat iradiasi daerah operasi.4

Antibiotika profilaktik pada seksio sesarea

Sumber utama mikoorganisme yang menyebabkan infeksi pasca operasi seksio


sesarea adalah traktus genitalia, terutama jika selaput ketuban sudah pecah. Invasi
mikroba juga bisa terjadi pada kondisi selaput ketuban yang utuh, terutama pada
persalinan preterm. Infeksi biasanya disebabkan oleh beberapa jenis mikroba. Patogen
yang ditemukan dalam isolasi dari luka operasi dan endometrium adalah Escherichia coli
dan bakteri aerob gram negatif, Enterococcus fecalis, Staphylococcus aureus,
Stapphylococcus

koagulasi

negatif,

anaerob

(peptostreptococcus,

Bacteroides,

Gardnerella vaginalis, dan mikoplasma genital). Meskipun Ureaplasma urealyticum


sering ditemukan pada traktus genitalis atas, dan luka yang terinfeksi, masih belum jelas
apakah jenis ini termasuk patogen. Infeksi luka yang disebabkan Staphylococcus aureus
dan Staphylococcus koagulase negatif muncul dari kontaminasi luka operasi oleh flora
endogen pada kulit, saat operasi.5
Komplikasi infeksi yang terjadi pasca operasi seksio sesarea meliputi demam,
infeksi luka operasi, endometritis, bakterimia, infeksi serius lain (abses pelvis, syok
sepsis, necrotizing fasciitis, septic pelvic vein thrombophlebitis) dan infeksi saluran
kemih. Demam dapat terjadi sesudah prosedur operasi dan demam pada derajat yang
ringan sesudah seksio sesarea bukan merupakan tanda adanya infeksi. Tanpa antibiotika

profilaktik insidensi endometritis sebesar 20-85%, infeksi luka operasi dan komplikasi
infeksi berat sebesar 25%.5
Faktor-faktor

yang dapat meningkatkan risiko infeksi pada wanita yang

dilakukan seksio sesarea adalah, jenis seksio sesarea emergency, lama persalinan,
pecahnya ketuban dan lamanya terjadi pecah ketuban, status sosial ekonomi,
pemeriksaan vaginal dan monitoring janin internal selama persalinan, infeksi saluran
kemih, anemia, jumlah perdarahan, obesitas, diabetes, anestesi umum, kemampuan
operator dan tehnik operasi. Persalinan dan pecahnya ketuban merupakan faktor utama,
dan obesitas merupakan faktor risiko penting untuk infeksi luka operasi. Dilaporkan juga
adanya hubungan antara vaginosis bakterial

dan peningkatan insidensi endometritis

pasca operasi seksio sesarea. 2,5


Langkah pertama dalam menurunkan morbiditas infeksi pada seksio sesarea
adalah dengan memininalkan angka operasi yang tidak perlu, dan langkah kedua adalah
dengan memberikan perhatian terhadap beberapa faktor yang dapat menurunkan risiko
operasi saat dilaksanakannya operasi, seperti meminimalkan lama perawatan di rumah
sakit sebelum dilakukan seksio sesarea, menunda dilakukan pencukuran area operasi
sampai menjelang operasi dilakukan, instrumen, sarung tangan yang steril, membersihkan
kulit pasien, pertukaran udara didalam ruang operasi, dan memperhatikan teknik operasi
yang baik.2
Antibiotika profilaktik dapat menurunkan risiko demam, endometritis, infeksi
luka operasi, dan komplikasi pasca operasi lain (termasuk syok septic, abses pelvis, dan
tromboflebitis vena).1 Terdapat 66 penelitian yang membandingkan pemberian
antibiotika dibandingkan dengan tanpa antibiotika atau pemberian plasebo, dengan
subyek penelitian pada seksio sesarea elektif, seksio sesarea emergency, seksio sesarea
elektif dan emergency (tidak disebutkan secara spesifik), dan pada semua seksio sesarea.
Untuk luaran endometritis, angka kejadian infeksi pada kelompok kontrol pada wanita
dengan seksio sesarea elektif sebesar 9,2%. Pada seksio sesarea emergency insidensi
endometritis pada kelompok kontrol sebesar 28,6%, dan pada penelitian yang tidak
menyebutkan indikasi dilakukan seksio sesarea insidensi endometritis pada kelompok
seksio sesarea elektif dan emergency sebesar 23,6%. Untuk luaran endometritis risiko
relatif dengan pemberian antibiotika pada kelompok seksio sesarea elektif sebesar 0,25

(95%, CI 0,11-0,55), pada kelompok seksio sesarea emergency 0,39 (CI 0,33-0,45), pada
seksio sesarea yang tidak dikelompokan elektif atau emergency sebesar 0,37 (CI 0,330,42). Terdapat hasil yang hampir sama untuk luaran demam pada ketiga kelompok
tersebut. Dengan menggunakan episode bakteremia sebagai luaran infeksi yang berat,
antibiotika profilaktik

berhubungan dengan risiko relatif 0,28 (CI 0,13-0,61) untuk

seksio sesarea emergency, 0,54 (0,32-0,92) untuk kelompok yang tidak didefinisikan
elektif atau emergency, dan secara keseluruhan pada semua wanita yang dilakukan seksio
sesarea sebesar 0,44 (0,29-0,68). Tidak ditemukan kematian pada masing-masing
kelompok. 5
Munculnya efek samping maternal dilaporkan 3 episode (0,4%) pada kelompok
plasebo, dan 16 (1,5%) pada kelompok dengan pemberian antibiotika profilaktik . Efek
samping yang muncul umumnya berupa kemerahan, diikuti phlebitis pada tempat
dilakukan injeksi intravena.5
Pada 13 penelitian terdapat data tentang lama perawatan di rumah sakit. Terdapat
penurunan lama perawatan di rumah sakit pada kelompok yang diberiakan antibiotika
profilaktik sebesar 0,34 hari (95%, CI 0,51-0,10). Lama perawatan di rumah sakit pada
kelompok yang terapi sebesar 4,4 sampai 11,2 hari, sedangkan pada kelompok tanpa
terapi sebesar 5,2-12,1 hari. Tidak terdapat data yang menuliskan tentang perbandingan
biaya pada kedua kelompok tersebut.5 Efek pemberian antibiotika yang mengubah flora
normal pada ibu, efek pada saat munculnya infeksi pada bayi, dan timbulnya resistensi
tidak dapat diketahui dan dihitung.
Antibiotika profilaktik yang ideal haruslah memenuhi syarat sebagai berikut:
terbukti efektif pada penelitian RCT dengan design yang baik, aktif terhadap mayoritas
agen patogen yang terlibat, mencapai kadar yang diperlukan dalam serum dan jaringan,
tidak berhubungan dengan munculnya resistensi obat, tidak mahal, dan ditoleransi dengan
baik oleh pasien. Dalam beberapa hal penisilin dan sefalosporin memenuhi kriteriakriteria ini.1
Terdapat perbedaan dalam jalur pemberian dan waktu pemberiaan antibiotika
profilaktik . Selain penggunaan antibiotika secara sistemik, dilaporkan juga penggunaan
dalam operasi sebagai cairan pencuci uterus dan ruang peritoneal. Selain terdapat

beberapa pedoman yang merekomendasikan pemberian dosis multiple, pemberian dalam


dosis tunggal pada waktu operasi dilakukan kemungkinan sudah cukup.1
Terdapat 51 penelitian yang ditampilkan dalam Cochrane review, dua penelitian
dipublikasikan tahun 1970, 37 penelitian dilakukan tahun 1980-an, dan 12 penelitian
pada tahun 1990-an. Hasil dari penelitian metaanalisis mengindikasikan bahwa ampisilin
dan generasi pertama sefalosporin, mempunyai keefektifan yang sama (OR 1,27, CI 0,541,26) dalam menurunkan morbiditas maternal sehubungan dengan infeksi pasca operasi.
Tidak ada bukti pemberian antibiotika dengan spektrum yang lebih luas menghasilkan
keefektifan yang lebih tinggi dalam menurunkan risiko infeksi. Ampicilin mempunyai
keefektifan yang sama diabandingkan sefalosporin generasi kedua dan ketiga (OR 0,83,
CI 0,54-1,26). Sefalosporin generasi pertama mempunyai keefektifan yang sama
dibandingkan sefalosporin generasi kedua dan generasi ketiga (OR 1,19, CI 0,81-1,73)
Tidak ada bukti pada penelitian metaanalisis untuk rekomendasi pemberian dosis
multiple. Tidak terdapat perbedaan keefektifan berdasarkan jalur pemberian secara
sistemik atau secara pencucian. Tidak terdapat cukup bukti untuk rekomendasi saat
paling opimal pemberian antibiotika profilaktik . Tidak terdapat penelitian yang dapat
membuktikan apakah pemberian antibiotika sesaat sesudah dilakukan klem tali pusat,
atau sebelum dilakukan operasi, lebih efektif.1 Banyak peneliti memberikan antibiotika
profilaktik sesudah dilakukan klem tali pusat untuk menghindari paparan antibiotika
pada bayi.2
Penelitian Faro pada tahun 1990 yang disebutkan dalam cochrane review
membandingkan pemberian antibiotika profilaktik pada 1580 subyek, dengan kelompok
kontrol diberikan cefazolin 1g intravena 3 dosis, dengan dosis pertama diberikan setelah
dilakukan klem tali pusat. Kontrol tersebut dibandingkan dengan sembilan kelompok,
yaitu kelompok satu (cefazolin 1g, n=217), kelompok dua (cefazolin 2g, n=161),
kelompok ketiga (ceftizokime 1g, n=145), kelompok keempat (Cefonisid 1 g, n=147),
kelompok kelima (cefotefan 1g, n=148), kelompok keenam (cefoxitin 1g, n=155),
kelompok ketujuh (cefoxitin 2g, n= 162), kelompok ke delapan (ampicillin 2 gr, n=148)
dan kelompok kesembilan (piperacillin 4g, n=155). Kejadian endometritis pada
kelompok kontrol sebesar 32/142, kelompok satu 44/127, kelompok dua 17/161,
kelompok ketiga 24/155, kelompok keempat 27/162, kelompok kelima 9/148, kelompok

keenam 26/145, kelompok ketujuh 22/146, kelompok delapan 19/148, dan kelompok
sembilan 13/155. 2
Penelitian Louise pada tahun 1982 membandingkan pemberian tiga macam
antibiotik pada pasien seksio sesarae emergency, kelompok satu ampicillin inj 1 g iv
diikuti dosis berikutnya 6 dan 12 jam postpartum (n=60), kelompok kedua cefazolin 1g,
diikuti dosis berikutnya 6 dan 12 jam post partum (n=70), dan kelompok ketiga
cefotaxime 1 g diikuti dosis berikutnya 6 dan 12 jam postpartum (n=58). Endometritis
terjadi berturut-turut dari kelompok satu sampai dengan tiga sebesar 2/60, 3/70 dan 4/58.
ISK pada kelompok 1 sebesar 2/60, kelompok kedua 3/70 dan kelompok ketiga 2/60.
Reaksi Demam muncul sebesar 6/60 pada kelompok satu, 5/70 pada kelompok kedua,
dan 5/58 pada kelompok ketiga. 2
Terdapat penelitian yang dilakukan di delapan universitas afiliasi dari the Global
Network for Perinatal and Reproductive Healh, dimana pada masing-masing tempat
belum mempunyai protokol antibiotika profilaktik yang tertulis. Survey ini mendapatkan
terdapat variasi penggunaan antibiotika profilakis pada seksio sesarea pada delapan
universitas. Dibandingkan regimen yang direkomendasikan dari Cochrane collaboration,
antibiotika profilaktik yang diberikan tergolong dibawah standar yang ditentukan (misal
profilaksi tidak diberikan kepada semua wanita), diatas standar (misal pemakaian
antibiotika spektrum luas yang tidak perlu, lebih dari satu dosis antibiotika diberikan),
dan pemakaian yang salah (misal pemberian jauh sebelum atau sesudah periode yang
bermanfaat). Meskipun biaya rumah sakit tidak dihitung, pemakaian antibiotika
sefalosporin generasi kedua, pemakaian antibiotika dosis multipel, atau pemakaian
antibiotika lebih dari satu macam, berhubungan dengan peningkatan biaya profilaksi
yang tidak perlu.6

Ringkasan
1. Antibiotika profilaktik pada seksio sesarea menurunkan risiko terjadinya infeksi
pasca operasi
2. Ampicillin dan sefalosporin generasi pertama merupakan pilihan antibiotika yang
dapat dipakai untuk profilaksi pada seksio sesarea

Daftar Pustaka
1. Hopkins L, Smail F. Antibiotic prophylaxis regimen and drugs for cesarean
section (Cochrane Review). In: Cochrane Library, Issue 1, 2002. Oxford: Update
Software
2. Murray Enkin, Marc J.N.C. Keirse, James Neilson, Caroline Crowther, Leila
Duley, Ellen Hodnett, and Justus Hofmeyer A Guide to effective Care in
Pregnancy and Childbirth, 3 rd ed. Oxford,UK: Oxford University Press, 2000.
3.

Sjamsuhidajat. Buku ajar ilmu bedah. EGC. 1997

4. Woods RK, Dellinger P. Current guidelines for antibiotic prophylaxis of surgical


wounds. American Academy of Family Ph. 1998. june
5. Smaill F, Hofmeyer GJ. Antibiotic Prophylaxis for cesarean section (Cohcrane
Review). In: The Cochrane library, Issue 1, 2002. Oxford: Update Software.
6. Huskins WC, Thike BK, Festin MR, Limpongsanaruk S, Lumbiganon P,
Peedicayil A. An international survey of practise variation in the use of antibiotic
prophylaxis in cesarean section. International Federation of Obstetrics and
Gynecology. 2001

Anda mungkin juga menyukai