Anda di halaman 1dari 6

1.

MDGs point 4 dan 5


a. MDG poin 4 bertujuan MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN ANAK
Target 4A: Menurunkan Angka Kematian Balita (AKBA) hingga dua per ti
ga dalam kurun waktu 1990-2015
Kesehatan anak Indonesia terus membaik yang ditunjukkan dengan menurunnya
angka kematian balita, bayi maupun neonatal. Angka kematian balita menurun
dari 97 pada tahun 1991 menjadi 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007
(SDKI). Begitu pula dengan angka kematian bayi menurun dari 68 menjadi 34 per
1.000 kelahiran hidup pada periode yang sama. Angka kematian neonatal juga
menurun walaupun relatif lebih lambat, yaitu dari 32 menjadi 19 kematian per
1.000 kelahiran hidup
b. MDG Poin 5 bertujuan MENINGKATKAN KESEHATAN IBU
Target 5A: Menurunkan Angka Kematian Ibu hingga tiga per empat
dalam kurun waktu 1990-2015
Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada
tahun 2015
Angka Kematian Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI) (Gambar 5.1). WHO
memperkirakan bahwa 15-20 persen ibu hamil baik di negara maju maupun
berkembang akan mengalami risiko tinggi (risti) dan/atau komplikasi. Salah satu
cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan
meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih. Persentase
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7
persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009 (Susenas).
Angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010
2. Program kesehatan reproduksi esensial
Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir,
Peristiwa kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan kurun kehidupan
wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, dan
makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi
hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga
sulit digantikan. Untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena kehamilan dan
persalinan, harus dilakukaun pemantauan sejak dini agar dapat mengambil tindakan
yangcepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan kebidanan darurat. Upaya
intervensi dapat berupa pelayanan ante natal, pelayanan persalinan/partus dan
pelayanan postnatal atau masa nifas Informasi yang akurat perlu diberikan atas
ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan,
dan bahwa tanpa menggunakan kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa
terjadi. Dengan demikian tidak perlu dilakukan pengguguran yang dapat mengancam
jiwa.
Keluarga Berencana,
Promosi KB dapat ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu
sekaligus kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup
berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa
depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka serta
masyarakat. Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi
kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya
dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi bidang kesehatan dalam
upaya peningkatan kesehatan ibu melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran.
Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan
pandangan klien atau pengguna pelayanan.
Pencegahan dan Penaggulangan Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk
HIV/AIDS
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan
yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit infeksi
yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, dsb; maupun penyakit
infeksi yang tergolong PMS (penyalit menular seksual), seperti gonorrhoea, sifilis,

herpes genital, chlamydia, dsb; ataupun kondisi infeksi yang berakibat infeksi
rongga panggul (pelvic inflammatory diseases/ PID) seperti alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR), yang dapat berakibat seumur hidup pada wanita maupun
pria, misalnya kemandulan, hal mana akan menurunkan kualitas hidupnya. Salah
satu yang juga sangat mendesak saat ini adalah upaya pencegahan PMS yang
fatal yaitu infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Kesehatan Reproduksi Remaja,
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi
dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder
dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik
mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat
mempertanggungjawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut. Informasi dan
penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja ini.
3. Tujuan dan Kegunaan program PONED
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar.
Puskesmas dengan Pelayanan Obstetric Neonatal Essensial Dasar (PONED) yaitu adalah
Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan serta fasilitas PONED siap 24 jam
untuk memberikan pelayanan kesehatan dan kasus-kasus kegawatdaruratan obstretrik
dan neonatal tingkat dasar. Pelayanan ini diberikan terhadap ibu hamil, ibu bersalin,
ibu nifas dan bayi baru lahir dengan komplikasi, baik yang datang sendiri atau atas
rujukan kader, masyarakat atau bidan di desa - desa dari satu wilayah maupun desa
yang merupakan bagian dari jaringan rujukan. Apabila kasus tidak mampu ditangani di
Puskesmas PONED maka selanjutnya akan segera diberikan rujukan ke RS PONEK.
PONED diadakan bertujuan untuk menghindari rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk
memutuskan mata rantai rujukan itu sendiri, sehingga pada tingkatan pelayanan
primer mampu memberikan pertolongan kegawatdaruratan. Pertolongan pada kasus
kegawatdaruratan obstetric neonatal secara tepat akan mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan angka kematian bayi. Seperti telah diketahui bahwa penyebab
terbanyak kematian ibu (90%) disebabkan oleh komplikasi obstetric, seperti preeklampsia / eklampsia, perdarahan, infeksi, dan partus macet. Untuk itulah PONED
dilaksanakan sebagai program untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan bayi
serta mengupayakan pelayanan tersebut sedekat mungkin pada ibu, termasuk ibu
hamil.
4. Penanganan kasus prematuritas
Persalinan preterm
Menghambat persalinan preterm dengan pemberian tokolisis (Isoksuprin), membatasi
aktivitas dan tirah baring
Pematangan surfaktan paru janin dengan kortikosteroid (deksametason)
Bila perlu, pencegahan terhadap infeksi dengan antibiotik
MANAJEMEN UMUM Bayi Prematur
Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat
Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernapasan, denyut jantung, warna kulit
dan aktifitas
Bila bayi mengalami gangguan napas , dikelola gangguan napas
Bila bayi kejang, potong kejang dengan anti konvulsan
Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV.
Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
Pemberian minum
Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara
apapun:
o Periksa apakah bayi puas setelah menyusu;

o Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk menilai kecukupan minum (paling
kurang 6 kali sehari);
Timbang bayi setiap hari, hitung penambahan/pengurangan berat, sesuaikan
pemberian cairan dan susu, serta catat hasilnya:
Bayi dengan berat 1500 - 2500 g tidak boleh kehilangan berat lebih 10% dari berat
lahirnya pada 4-5 hari pertama;
Apabila kenaikan berat badan bayi tidak adekuat, tangani sebagai Masalah kenaikan
berat badan tidak adekuat.
Apabila bayi telah menyusu ibu, perhatikan cara pemberian ASI dan kemampuan bayi
mengisap paling kurang sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama
3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
5. Langkah-langkah persalinan letak sungsang dan komplikasi letak sungsang
Komplikasi letak Sungsang
1.Anoksia intra dan ekstra uterin
2.Perdarahan intrakranial
3.Fraktur dan dislokasi
4.Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus brachialis
5.Ruptur organ abdomen
6.Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation
6. Komplikasi persalinan pervaginam riwayat SC dan kapan kontra indikasi
Kompliksasi ruptur uteri
Kontraindikasi
Luka parut uterus jenis vertikal (klasik)
Luka parut uterus T terbalik
Luka parut uterus yang jenisnya tidak diketahui
Luka parut uterus pada otot rahim diluar SBR
Bekas ruptur uteri
Dua atau lebih luka parut tranversal di SBR
Gemelli
7. Making Pregnancy Safer
Suatu strategi dalam sektor kesehatan dalam penurunan angka kematian/kesakitan ibu
dan perinatal.
Berdasarkan lesson learned dari upaya Safe Motherhood, maka pesan-pesan kunci MPS
adalah:
a. Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
b. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat.
c. Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.
Empat strategi utama dalam MPS adalah:
a. Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti.
b. Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor
dan mitra lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumber daya yang
tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
c. Mendorong pemberdayaan perempuan dan keluarga melalui peningkatan
pengetahuan untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
ibu dan bayi baru lahir.
d. Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
8. AKI di Indonesia

Angka Kematian Ibu menurun dari 390 pada tahun 1991 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI). meskipun demikian angka tersebut masih
tertinggi di Asia. Target MDGs pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran
hidup. Penyebab langsung kematian Ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%)
dan infeksi (11%).
Salah satu faktor tingginya AKI di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih
rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan
menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.
Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga
medis profesional meningkat dari 66 persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen
dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%.
9. Pemeriksaan Antenatal Ibu Hamil Pilar Safe Motherhood
Antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan
persalinan yang aman dan memuaskan. Tujuan Antenatal Care (ANC) adalah untuk
menjaga agar ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, persalinan dan nifas
dengan baik dan selamat, serta menghasilkan bayi yang sehat.
Jadwal pemeriksaan kehamilan (antenatal care) adalah sebagai berikut:
Sampai minggu ke 28 dilakukan 4 minggu sekali
Dari minggu ke 28 sampai minggu ke 36 dilakukan 2 minggu sekali
Diatas 36 minggu dilakukan setiap minggu
Jadwal ANC minimal adalah
1. Trismester I : 1 kali
2. Trismester II : 1 kali
3. Trismester III : 2 kali
14 T ANC , meliputi :
1) Timbang berat badan (T1)
Ukur berat badan dalam kilo gram tiap kali kunjungan. Kenaikan berat badan normal
pada waktu hamil 0,5 kg per minggu mulai trimester kedua.
2) Ukur tekanan darah (T2)
Tekanan darah yang normal 110/80 140/90 mmHg, bila melebihi dari 140/90 mmHg
perlu diwaspadai adanya preeklamsi.
3) Ukur tinggi fundus uteri, presentasi janin dan denyut jantung janin (T3)
4) Pemberian tablet Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan (T4)
5) Pemberian imunisasi TT (T5)
6) Pemeriksaan Hb (T6)
7) Pemeriksaan VDRL (T7)
8) Perawatan payudara, senam payudara dan pijat tekan payudara (T8)
9) Pemeliharaan tingkat kebugaran / senam ibu hamil (T9)
10) Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (T10)
11) Pemeriksaan protein urine atas indikasi (T11)
12) Pemeriksaan reduksi urine atas indikasi (T12)
13) Pemberian terapi kapsul yodium untuk daerah endemis gondok (T13)
14) Pemberian terapi anti malaria untuk daerah endemis malaria (T14)
10.Persalinan Sungsang
Tahapan Persalinan Spontan
1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat (skapula
depan ). disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk melahirkan bokong, yaitu
bagian yang tidak begitu berbahaya.
2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai lahirnya mulut.
Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin mulai masuk pintu atas panggul,
sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera

diselesaikan dan tali pusat segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat
bernafas lewat mulut.
3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala lahir.
Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi
(uterus), ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah, sehingga kepala harus
dilahirkan secara perlahan-lahan untuk menghindari terjadinya perdarahan intra
kranial (adanya ruptur tentorium serebelli).
Teknik
1. Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali lagi
persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan kelahiran janin
harus selalu disediakan cunam Piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva. Ketika
timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua pangkal paha. Pada
waktu bokong mulai membuka vulva (crowning) disuntikkan 2-5 unit oksitosin
intra muskulus. Pemberian oksitosin ini adalah untuk merangsang kontraksi rahim
sehingga fase cepat dapat diselesaikan dalam 2 his berikutnya.
3. Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera setelah bokong
lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar
sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak
sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
5. Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna mengikuti
gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu. Penolong
hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan tarikan sehingga gerakan tersebut
hanya disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan
dimulainya gerakan hiperlordosis ini, seorang asisten melakukan ekspresi
Kristeller pada fundus uterus, sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi
Kristeller ini adalah: a.Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat
dapat segera diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi
fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus dengan
kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
6. Dengan melakukan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir tali pusat, perut,
bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten segera menghisap
lendir dan bersamaan dengan itu penolong memotong tali pusat.
Hal yg perlu diperhatikan

Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4
dilakukan evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap
dapat dilahirkan pervaginam, dan jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam.
11.Perdarahan Uterus disfungsional
a. Perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan uterus abnormal (jumlah,
frekuensi, dan lamanya) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid, yang

semata-mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamushipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik alat reproduksi.
b. Diagnosis
i. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik singkirkan penyebab organik
ii. Penunjang : Pemeriksaan Suhu basal badan, Progesteron serum, hormon
FSH dan LH, dilatasi dan kuretase PA, USG, Histeroskopi
c. Tatalaksana
Perdarahan akut - Hb< 8 gr%. Perbaiki keadaan umum (transfusi darah).
Terapi hormonal Berikan sediaan estrogen-progesteron kombinasi. 17 beta
estradiol 2 x2 mg, atau estrogen equin konyugasi 2 x 1,25 mg , atau estropipate
1x1,25 mg , dengan noretisteron 2x 5 mg, didrogesteron 2x 10mg atau MPA 2x
10 mg. Pemberian cukup 3 hari saja.
Setelah perdarahan akut dapat di atasi, maka tindakan selanjutnya adalah
pengaturan siklus - cukup pemberian progesteron, 1 x 10 mg (MPA,
didrogesteron), atau 1 x 5 mg (noretisteron) dari hari ke 16 sampai hari ke 25,
selama 3 bulan. Dapat juga di berikan pil kontrasepsi kombinasi.
Gagal pengobatan dengan hormon histerektomi
12.Prolaps uteri
a. Turunnya uterus dari tempatnya, ke dalam rongga vagina atau keluar dari
introitus vagina akibat kelemahan atau cedera otot dasar panggul sehingga tidak
mampu lagi menyangga organ panggul.
b. Diagnosis dengan
Anamnesis : perasaan ada benda yang mengganjal atau menonjol pada genitalia
eksterna
Pemeriksaan Fisik : inspeksi tampak penonjolan serviks uteri keluar, vaginal
touche : posisi portio normal/tidak, penurunan portio, atau portio sudah keluar
dari vagina
c. Derajat I uterus sedikit turun kedalam vagina dan biasanya keadaan ini tidak
disadari oleh penderita
Derajat II uterus turun lebih jauh kedalam vagina sehingga ujung uterus
berada di orifisium vaginae
Derajat III Sebagian besar uterus sudah keluar dari vagina (keadaan ini
disebut sebagai prosidensia uteri.
d. Non operatif
latihan otot dasar panggul
pemasangan pessarium
e. Operatif
Histerektomi vaginal
Le fort operation menjahitkan dinding vagina depan dan belakang sehingga
lumen vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina
Manchaster operation amputasi serviks uteri

Anda mungkin juga menyukai