Anda di halaman 1dari 23

Filsafat Penelitian

A.
1.

Filsafat Penelitian
Pengertian filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab,
yang juga diambil dari bahasa Yunani; philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan
kata

majemuk

dan

berasal

dari

kata-kata philia(=persahabatan,

cinta

dsb.)

dan sophia (=kebijaksanaan). Sehingga arti lughowinya (semantic) adalah seorang pencinta
kebijaksanaan atau ilmu. Sejajar dengan kata filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam
maknanya yang cukup luas dan sering digunakan oleh semua kalangan.
Ada juga yang mengurainya dengan kata philare atau philo yang berarti cinta dalam arti yang
luas yaitu ingin dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Kemudian
dirangkai dengan kata Sophia artinya kebijakan, pandai dan pengertian yang mendalam. Dengan
mengacu pada konsepsi ini maka dipahami bahwa filsafat dapat diartikan sebagai sebuah
perwujudan dari keinginan untuk mencapai pandai dan cinta pada kabijakan.
Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut filsuf. Definisi kata filsafat bisa dikatakan
merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa filsafat adalah
studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis ,
mendeteksi problem secara radikal, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan
yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah
proses kerja ilmiah.
Berkaitan dengan konsep filsafat Harun Nasution tanpa keraguan memberikan satu penegasan
bahwa filsafat dalam khazanah Islam menggunakan rujukan kata yaknifalsafah . Istilah filsafat
berasal dari bahasa arab oleh karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi
bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa-bahasa lain ke tanah air Indonesia. Oleh karenanya
konsistensi yang patut dibangun adalah penyebutan filsafat dengan kata falsafat.
Pada sisi yang lain kajian filsafat dalam wacana muslim juga sering menggunakan kalimat
padanan Hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan dengan ilmu hikmah. Hikmah digunakan sebagai
bentuk ungkapan untuk menyebut makna kearifan, kebijaksanaan. sehingga dalam berbagai
literature kitab-kitab klasik dikatakan bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama.
Dalam terjemahan Depag ditafsiri bahwa Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang
dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Sementara Al Jurjani sebagaimana
dikutip oleh Amsal Bakhtiar memberikan penjelasan tentang hikmah, yaitu ilmu yang mempelajari
segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.

Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy yang juga berarti filsafat
yang

lazim

diterjemahkan

sebagai

cinta

kearifan.

Unsur

pembentuk

kata

ini

adalah

kata philos dan sophos. Philos maknanya gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif
(wise). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti
kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual,
pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan
soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada konsep-konsep aktivitas aktivitas awal yang disebut
pseudoilmiah dalam kajian ilmu.
Menurut sejarah kelahirannya istilah filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh
Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk
terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang
ada, sebab, asal, dan hukumnya; teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; ilmu yang
berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi; falsafah (KBBI Daring). Tejoyuwono dalam
makalah Metodologi Peneltian dan Beberapa Implikasinya dalam Penelitian Geografi mengutif
definisi filsafat dari beberapa ahli. Filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari
pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan (eksistensi) (Hornby, dkk., 1974).
Filsafat juga dapat diartikan sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan
tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan, dan menjelaskan tentang fakta dan kejadian
(Anon, 1956).
2.

Pengertian penelitian
Penelitan berasal dari kata teliti yang artinya mempelajari sesuatu secara teliti dan mendalam.
Kegiatan meneliti dan mencoba dengan kemungkinan gagal (trial and error). Dalam bahasa Inggris
penelitian dikenal dengan istilah research. Definisi Researchadalah : systematic investigation to
establish facts atau a search for knowledge. Jadi titik tekan suatu penelitian adalah menemukan
secara sistematis fakta-fakta untuk menyusun pengetahuan. Fakta artinya a concept whose truth
can be proved, suatu konsep yang membuktikan suatu kebenaran. Sedangkan pengetahuan
artinya the psychological result of perception and learning and reasoning, buah dari persepsi,
belajar dan pertimbangan yang sehat secara akal budi. Kesimpulannya penelitian adalah proses
mencari bukti-bukti kebenaran lewat persepsi, belajar dan berfikir sehingga tertanamlah dalam jiwa
kita suatu keyakinan yang kuat.

Penelitian Ilmiah adalah suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur
yang sistematis, logis, dan empiris sehingga akan ditemukan suatu kebenaran. Hasil penelitian
ilmiah adalah kebenaran atau pengetahuan ilmiah, Penelitian ilmiah yang selanjutnya disebut
penelitian atau riset (research) memiliki ciri sistematis, logis, dan empiris. Sistematis artinya memiliki
metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas
dan runtut. Logis artinya menggunakan perinsip yang dapat diterima akal. Empiris artinya
berdasarkan realitas atau kenyataan. Jadi penelitian adalah proses yang sistematis, logis, dan
empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, filsafat penelitian merupakan cara kerja pikiran
untuk mengkaji, mencari, menyelidiki, menemukan dan menghasilkan sesuatu dari hal yang bersifat
abstrak menjadi pengetahuan dan ilmu berupa konsep atau teori.
Filsafat penelitian merupakan cara kerja pikiran karena dalam menganalisis masalah yang ingin
dicarikan solusi, bermula dari kegelisahan manusia untuk mengenali masalah yang dialaminya.
Secara sadar atau tidak, setiap manusia yang mengalami masalah akan bereaksi terhadap masalah
tersebut untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang dihadapinya. Pencarian itu akan berakhir,
jika manusia telah mendapatkan jawaban. Jawaban inilah yang akan membuat pikiran mereka dan
hati mereka merasakan kedamaian dan kepuasan.
Filsafat penelitian merupakan upaya mengkaji, mencari, dan menyelidiki masalah yang
dihadapi. Proses ini berupaya memaknai masalah secara empiris dan melakukan berbagai
eksperimen untuk menghasilkan jawaban yang paling tepat untuk memahami permasalahan yang
dihadapi.
Filsafat penelitian merupakan upaya menghasilkan konsep atau teori yang merupakan
perwujudan dari penyelesaian masalah. Konsep yang dihasilkan tentunya berakar dari masalah
yang dihadapi. Konsep inilah tujuan akhir dari proses berpikir manusia. Konsep ini juga yang dapat
diterapkan dalam penelitian berikutnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Filsafat penelitian bersifat universal. Konsep penelitian tidak hanya digunakan oleh disiplin ilmu
tertentu, namun digunakan untuk semua disiplin ilmu. Penelitian yang digunakan untuk meneliti
suatu objek tertentu, tentunya berbeda jika diterapkan pada objek yang lain. Penjabaran tujuan
penelitian inilah yang membuat cara kerja dan hasil dari penelitian berbeda.

B.

Berpikir, Nalar, dan Kecerdasan

Penelitian menuntut penelitinya untuk berpikir dan memahami persoalan yang ditelitinya.
Proses ini mengarahkan peneliti untuk berfikir, menalar, memberikan definisi, dan asumsi. Proses ini
juga mengarahkan peneliti untuk tidak mudah percaya begitu saja terhadap apa yang dilihat
sebelum dilakukan berbagai uji dan analisis untuk menganalisis masalah tersebut.
1.

Berpikir
Pemikiran atau berpikir adalah mental proses yang memungkinkan manusia untuk model dunia,
dan sehingga untuk menghadapinya secara efektif sesuai dengan tujuan-tujuan mereka, rencana,
tujuan dan keinginan. Kata-kata yang mengacu pada konsep dan proses yang serupa dalam bahasa
Inggris termasuk kognisi, kesanggupan merasa, kesadaran, ide dan imajinasi. Berpikir melibatkan
manipulasi otak informasi, Seperti ketika kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan
masalah, alasan dan membuat keputusan. Berpikir adalah lebih tinggi kognitif fungsi dan analisis
proses berpikir merupakan bagian dari psikologi kognitif.
Berpikir adalah kegiatan penalaran untuk mengeskplorasi pengalaman dengan suatu maksud
tertentu. Makin luas pengalaman (pengetahuan) yang dieksplorasi, makin jauh dan mendalam juga
proses berpikir yang harus dijalani. Proses berpikir ini dimaksudkan untuk mengabstraksi objek
penelitian menjadi sebuah hipotesis atau infomasi. Berpikir adalah sumber segala pengetahuan,
pengetahuan yang dihasilkan memberikan umpan balik pada proses berpikir, sehingga ada interaksi
antara proses berpikir dan pengetahuan. Makin tinggi taraf berpikir, makin tinggi taraf berpikir yang
dikerjakan. Makin tinggi taraf berpikir yang dikerjakan, makin tinggi tingkat pengetahuan yang dapat
dicapainya. Taraf berpikir menentukan tingkat pengetahuan, sebaliknya tingkat pengetahuan
menentukan taraf berpikir.
Proses berfikir yang ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin
dengan manifestasinya adalah mempertimbangkan merenungkan, menganalisis, menunjukan
alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik
kesimpulan, meneliti sesuatu jalan fikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan
sebagainya.
Dengan berpikir, merupakan suatu bentuk kegiatan akal atau rasio manusia dengan mana
pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujuaan untuk mencapai suatu
kebenaran.
Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manifestasinya yaitu
mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, manunjukkan alasan-alasan, membuktikan
sesuatu, menggolang-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu
jalam pikiran, mecari kausalitasnya, mebahas secara realitas dan lain-lain.

Di dalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau
ketepatan pemikrian/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika yang disebut
berpikir logis.
2.

Nalar
Nalar (reason) ialah daya atau bakat memahami dan menarik kesimpulan. Dengan nalar, orang
dapat menyajikan gagasan atau pendapat secara tertib, teratur, berurut, dan mengikuti struktur yang
mantik (logical). Mantik (logic) ialah kajian tentang metode dan asas yang digunakan membedakan
penalaran baik atau benar dengan yang buruk atau tidak benar. Dengan nalar, ilmu dapat berfungsi
menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan atau kejadian.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik)
yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga
akan terbentuk proposisi proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui
atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi
(consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri
tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan
berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah
sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola
berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkahlangkah tertentu.
Ada dua bentuk dasar penalaran, yaitu deduksi dan induksi. Deduksi berpangkal pada suatu
pendapat umum berupa teori, hukum, atau kaidah dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu
kejadian khusus atau dalam menarik suatu kesimpulan. Dedukti bertujuan untuk kesahihan (validity)
pendapat atau kesimpullan, dan bukan kebenarannya. Akan tetapi penelitian yang semata-mata
didasarkan atas penalaran deduktif kurang subur, karena tidak dapat membawa kita ke
pembentukan pendapat atau teori baru. Induksi berpangkal pada sejumlah data empiris untuk
menyusun suatu penjelasan umum, teori, atau kaidah yang berlaku umum. Kesahihan pendapat
induktif ditentukan secara mutlak oleh kebenaran fakta yang dijadikan pangkal penalaran. Induksi
dapat membuka peluang menciptakan teori baru dan karena itu produktif penelitian. Dengan

menggabungkan deduksi dan induksi menjadi satu kesatuan struktur penalaran akan diperoleh hasil
yang lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau
fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham
rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman
manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat berdaya guna dengan membuahkan
kesimpulan-kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi : 1)
pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan-alasan yang
dikemukakan haruslah tepat dan kuat, 3) jalan pikiran haruslah logis.
3.

Kecerdasan
Bagian terpenting berpikir adalah kecerdasan mengupas (critical intelegence). Kecerdasan ini
membentuk gagasan dasar atau konsep yang dterapkan pada data untuk memberikan arti kepada
data yang diteliti. Data yang telah diberi arti diolah menjadi gagasan dasar. Proses umpan balik ini
berlangsung terus sampai terbentuk pola berpikir yang mantap didalam otak. Pola berpikir membuat
putusan yang diwujudkan menjadi tindakan. Pola ini memiliki mekanisme umpan balik dari keluaran
menjadi masukan kembali yang mengatur keluaran berikutnya disebut proses sibernetik.
Lingkungan sebagai sumber data merupakan kenyataan yang bulat. Lingkungan menjadi
sekumpulan konsep dengan pemeriannya.
Pola berfikir mengupas terbentuknya berdasarkan: ontology ilmu, epistemology, dan aksiologi
ilmu. Ontologi ilmu adalah suatu analisis filsafat tentang kenyataan atau kemaujudan yang berkaitan
dengan hakekat ada. Epistemologi adalah suatu teori tentang pengetahuan yang berkaitan dengan
cara memperoleh pengetahuan dan metode keilmuan. Aksiologi ilmu adalah suatu teori tentang nilai
dan makna. Dalam penelitian ontologi ilmu membahas hal apa yang ingin diketahui, epistemologi
ilmu membahas hal bagaimana memperoleh pengetahuan yang diinginkan, dan aksiologi ilmu
membahas hal apa mengenai nilai dan makna (manfaat) pengetahuan tersebut.

C.

Corak Pemikiran
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat
gemilang, yaitu mnelahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan
bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan
sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban
Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan

kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga
ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesussastraan
Latin, kesenian dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam
pertumbuhannya, karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan
agama Kristen sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang
sesungguhnya merupakan penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad)
belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para
ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran
filsafat Barat Abad Pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang.
Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula
baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaanya, tetapi pada saat itu muncul
anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa
Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut
berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati.
Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat
Yunani yang dianganggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh berkembang dalam
suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon
filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen)
memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang terus pesat.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai abad gelap,
karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu, tindakan gereja
sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga kebebasan untuk mengembangkan potensi
yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak lagi memiliki kebebasan untuk
berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja orang yang
mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak Gereja melarang diadakannya
penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap
agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan
penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juda yang melanggar
larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran

(inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknyta pada saat Paus
Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di
Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran filsafat Barat Abad Pertengahan adalah;
1.

Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.

2.

Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.

3.

Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.


Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai sutu masa yang penuh dengan
upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik,
dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan
terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke
arah hidup yang shaleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan
kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan
masa depannya sendiri.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu:
periode Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama
mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orangorang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu AlKindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat
besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran
adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir
Islam yang mengantarkan kemoderenan bangsa barat. Kemudian yang kedua periode Scholastic
Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Masa Scholastik Awal,
Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
Corak Pemikiran Abad Kontemporer

No
1

Aliran
Filsafat analitik

Tahun

Tokoh Dan Pokok Pikiran

1889 1951 Tokoh : Ludwig Josef Johan W


Pemikirannya tentang pentingnya
bahasa. Ia mencita citakan suatu
bahasa yang ideal, lengkap, formal dan
dapat memberikan kemungkinan bagi
penyelesaian masalah masalah
kefilsafatan. Filsafat ini membahas
analitis bahasa dan analitis konsep
konsep.

Filsafat
struktualisme

1901

Postmodernisme

1917
a.
b.

Neo
Thomisme

c.
Pertengahan
abad ke 19
a.

b.

c.
5

Neo Marxisme

1918 1990
a.

b.

Fenomenologi

1859 1938

Eksistensialisme

1905 1980

Tokoh : J.Lacan
Pemikirannya tentang filsafat bahasa.
Bahasa menurutnya terdiri dari
sejumlah termin yang ditentukan oleh
posisi posisinya satu terhadap yang
lain. Termin tersebut digabungkan
dengan aturan gramatika dan sintaksis
Tokoh : Rudoplh panwitz
Menurutnya terdapat tiga jalur wacana :
Wacana kritis terhadap estetika modern
Wacana kritis terhadap arsiktektur
modern
Wacana kritis terhadap filsafat modern
Tokoh : Thomas Aquinas
Paham yang menganggap bahwa :
ajaran yang sudah thomas sudah
sempurna. Tugas kita adalah
memberikan tafsir esuai dengan
keadaan zaman
ajaran thomas telah sempurna. Tetapi
masih terdapat hal hal yang harus
dibahas. Oleh karena itu, sekarang kita
perlu mengadakan penyesuaian denagn
ilmu pengetahuan
ajaran Thomas harus diikuti. Akan
tetapi, tidak boleh beranggapan bahwa
ajarannya betul betul sempurna
Tokoh : Louis Aithuser
Paham yang menganggap bahwa :
ideologi sebagai sesuatu yang relatif
otonom dari basis ekonomi yang
bekerja dengan caranya sendiri,
semamtera dilain pihak masih memberi
tempat bagi determinisme ekonomi
supraksturtur ideologi bukan hanya
sekedar representasi dari esensi
ekonomi tapi, dapat dilhat sebagai
otonomi terhadap basis ekonomi dan
memiliki kapasitas untu
mempengaruhinya
Tokoh : Edmund Husserl
Realitas sendiri yang nampak, tidak ada
selubung atau tirai yang memisahkan
sebyek dengan realitas, realtas itu
sendiri yang tampak bagi subyek
Tokoh : Jean paul Sarte

D.

Stuktualisme

1926
1984

Ia membedakan rasio dialektis dengan


rasio analitis. Rasio analitis dijalankan
dalam ilmu pengetahuan. Rasio
dialektis harus digunakan jika kita
berfikir tentang manusia, sejarah dan
kehidupan sosial
Tokoh : Michael Foucalt
Pemikiran :
a. manusia tidak lagi merupakan titik
pusat yang otonom, manusia tidak lagi
menciptakan sisitem melaikan takluk
pada sistem
b. manusia akan kehilangan tempatnya
dalam bidang pengetahuan dan dalam
struktur seluruhnya.

Hubungan antara Filsafat dan Berpikir


Pada dasarnya berfikir merupakan tumpuan dari filsafat, yang memberikan sinar dan air
bagi filsafat. Kemampuan manusia dalam berfikir memang luar biasa, tetapi harus tetap kepada
batasan normal dimana yang memang seharusnya. Rule memang penting bagi orang yang ingin
mencoba menghirup harumnya filsafat.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut,
karena persoalan manusia makin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat
selalu bersifat filsafat tentang sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang tuhan (akhirat),
tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dan sebagainya. Semua selalu
dikembalikan ke empat bidang induk: Pertama, filsafat tentang pengetahuan; obyek materialnya,:
pengetahuan (episteme) dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; Kedua, filsafat
tentang seluruh keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan esensi
(hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang manusia); kosmologi
(tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan); Ketiga filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat
dalam sebuah tindakan: obyek material : kebaikan dan keindahan,etika; dan estetika; Keempat
sejarah filsafat; menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada
banyak aliran filsafat. Ciri pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan
filsafat bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah-

masalah asasi. Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai
berikut.
1.

Filsafat adalah berpikir secara kritis.

2.

Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.

3.

Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.

4.

Filsafat adalah berpikir secara rasional.

5.

Filsafat bersifat komprehensif.


Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara
kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensip.

DAFTAR PUSTAKA
Bahasa, Pondok, 2011. http://rsbikaltim.blogspot.com/2011/12/filsafat-penelitian.html. Diakses pada 25
November 2012.
Gangster, 2010. http://gangster-matematika.blogspot.com/2012/01/corak-pemikiran-filsafat-abad.html.
Diakses pada 25 NOvember 2012.
Praptinfilsafat. 2009. Hubungan antara Definisi Filsafat Dasar dan Pemikiran
Dasar.http://filsafatsederhana.wordpress.com. Diakses pada 24 November 2012.
Zuhri, Syifaul Umami, 2010. http://syifafanila.blogspot.com/2010/12/bab-i-pendahuluan.html. Diakses pada 25
November 2012.
----------. Tanpa tahun. http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/tag/filsafat/. Diakses pada 24 November
2012.
----------. 2009. http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/08/04/filsafat-penelitian/. Diakses pada 24
November 2012.
----------. 2011. http://swarajalanan.blogspot.com/2011/10/hubungan-filsafat-ilmu-dengan-logika.html. Diakses
pada 24 November 2012.
---------. 2011. http://goresaneighteen.blogspot.com/2011/09/filsafat-corak-pemikiran-abad.html. Diakses pada
25 November 2012.

Landasan Filosofis Penelitian Sosial

Cogito Ergo Sum, - Rene Descartes (1596-1650)

Penelitian sosial menggunakan metode ilmiah sesuai dengan minat dan


bidang sosial yang diteliti. Oleh karena itu, diperlukan penguasaan metodologi
penelitian sosial yang baik. Ilmu adalah produk dari proses berfikir secara
logis yang kemudian didukung oleh fakta empiris. Penguasaan metode ilmu
sosial menjadi modal penting dalam memberi pengetahuan dan penemuan
baru dalam ilmu-ilmu sosial.

Methods of Social Investigation (1985) karangan Peter H. Mann memberi


pengantar bahwa sejak berkembanganya, ilmu sosial telah mengalami
diferensiasi dalam penerapan, paling tidak ada wilayah-wilayah kajian
tersendiri. Ilmu sosial lain juga demikian namun antara satu dengan yang
lainnya memiliki hubungan yang terkait satu dengan lainnya. Ilmu sosial
lainnya humanioara, ekonomi, ilmu politik, antropologi sosial, geografi
penduduk, psikologi sosial saling terkait antar satu dengan lainnya. Menurut
ahli Sosiologi awal Inggris bahwa dalam pengertian yang luas...studi tentang

hubungan sosial dan interaksi, akibat dan konsekuesi dari hubungan antar
relasi itu. (Mann, 1985 : 1).

Menurut Mann, banyak yang telah mendefenisikan Sosiologi, namun satu


dianaranya yaitu Morris Gisberg, cukup bisa mewakili dalam meneliti tindakan
sosial. Didalam buku Mann ini dijelaskan latar belakang penelitian sosial,
melihat keutamaan Sosiologi, dan sejak itu banyak pendekatan yang umum
dari ilmu sosial dan menjadi pertimbangan bagaimana meneliti tindakan sosial
dengan sudut pandang keilmuan.

Sosiologi tidak lepas dari struktur dan tindakan-tindakan sosial dalam


kelompok primer maupun kelompok sekunder. karena luasnya cakupan
Sosiologi maka sangat penting pemahaman peneliti Sosiologi dalam
memahami realitas sosial. Pentingnya pemahaman ini karena peneliti sosial
kadang merasa kurang memahami realitas sosial. Buku Methods of Social
Investigation karangan Peter H. Mann memberi penjelasan lugas kepada
peneliti sosial bahwa :
...Interaksi sosial bisa dilakukan dengan berbagai cara sebagai bagian dari
investigasi yang kompleks. Pengklaiman subjek sosiologi sebagai ilmu itu
sangat luas. Tanpa sentisifitas dari sosiolog dalam memahami sifat keilmuan
maka yang terjadi adalah penolakan dalam memahami masyarakat...(Mann,
1985 : 2)
Pendekatan yang dilakukan Mann dalam memberi pemahaman bahwa
realitas sosial itu sangat kompleks dan Sosiologi adalah ilmu pengetahuan
yang sangat luas. Tanpa sense of risearch penelitian tidak akan memberika
makna yang dalam selain dari penolakan dan ketidak mampuan dalam
melihat realitas sosial.

Landasan filosofis penelitian adalah logis dan lebih membumi. Dalam artian
bahwa sumber informasi diperoleh dengan melakukan penelitian yang
dilakukan dengan kaidah ilmiah karena sifat keilmuan bersifat kumulatif. Artian
terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu (dinamis).
Landasan peneltian paling tidak memiliki beberapa aspek penting. Burrel dan
Morgam (1979 : 1) dikutip (http://eprints.undip.ac.id) menjelaskan bahwa
aspek itu antara lain yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat
manusia (human nature), dan metodologi.

Ontologi. Ontologi adalah asumsi yang penting tentang inti dari fenomena
dalam penelitian. Pertanyaan dasar tentang ontologi menekankan pada
apakah realita yang diteliti objektif ataukah realita adalah produk kognitif
individu. Debat tentang ontologi oleh karena itu dibedakan antara realisme
(yang menganggap bahwa dunia sosial ada secara independen dari apresiasi
individu) dan nominalisme (yang menganggap bahwa dunia sosial yang
berada di luar kognitif individu berasal dari sekedar nama, konsep dan label
yang digunakan untuk menyusun realita).

Epistemologi. Epistemologi

adalah

asumsi

tentang

landasan

ilmu

pengetahuan(grounds of knowledge) tentang bagaimana seseorang


memulai memahami dunia dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan
kepada orang lain. Bentuk pengetahuan apa yang bisa diperoleh? Bagaimana
seseorang dapat membedakan apa yang disebut benar dan apa yang
disebut salah? Apakah sifat ilmu pengetahuan? Pertanyaan dasar tentang
epistemologi menekankan pada apakah mungkin untuk mengidentifikasikan
dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai sesuatu yang keras, nyata
dan berwujud (sehingga pengetahuan dapat dicapai) atau apakah
pengetahuan itu lebih lunak, lebih subjektif, berdasarkan pengalaman dan
wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting (sehingga pengetahuan
adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi).

Sifat manusia (human nature), adalah asumsiasumsi tentang hubungan antar


manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang sifat manusia
menekankan kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk
dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsif terhadap situasi
yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat
dipandang sebagai pencipta dari lingkungan mereka. Perdebatan tentang sifat
manusia oleh karena itu dibedakan antara determinisme (yang menganggap
bahwa manusia dan aktivitas mereka ditentukan oleh situasi atau lingkungan
dimana mereka menetap) dan voluntarisme (yang menganggap bahwa
manusia autonomous danfreewilled).

Metodologi, adalah asumsiasumsi tentang bagaimana seseorang berusaha


untuk menyelidiki dan mendapat pengetahuan tentang dunia sosial.
Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan kepada apakah dunia
sosial itu keras, nyata, kenyataan objektifberada di luar individu ataukah
lebih lunak, kenyataan personalberada di dalam individu. Selanjutnya
ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian penjelasan dan
pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang dibandingkan
dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan,
memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka
temukan sendiri.

Konsep filosofis menjadi penting dalam peneltian sosial selain paradigma


tentunya. Namun ada masalah besar yang dihadapi terkadang yang menurut
Mann hal itu bisa terjadi misalnya bagaimana dan kapan memulai pendekatan
keilmuan untuk penelitian tindakan sosial. Sayangnya, beberapa orang segera
berbalik arah dalam menghadapi obmjektifitas dan nampak berfikir dalam
memulai dengan berkata bisa saja bias dalam menentukan titik pandang

kemudian ketidaksiapan menerima kritik. Jadi menjadi peneliti harus ekstra


mengatasinya tanpa berusaha menilai itu baik.

Selanjutnya menurut Mann, seorang peneliti tidak hanya peka sebagai


seorang peneliti namun juga kemampuan untuk memperdiksi. Seringkali
peneliti tidak menghiraukan common sense padalah ini penting, bahasa lain
dari Mann bahwa sosiolog yang selalu memulai dengan perenungan,
menyusuri fenomena dan memberi penjelasan ilmiah dari hasil penuluran
fakta tersebut. Ungkapan Mann :
Social research, is then, a proses of asking quetion, often about lingkages
between concepts, and then, having estabilished a lingkage (or, of cource,
perhaps having discovered there is no lingkage)....
Bisa dikatakan bahwa Mann memberi pemahaman bahwa penelitian sosial
adalah sebuah proses mencari sebuah jawaban, mengenai hubungan antara
konsep, dan telah membuat suatu hubungan (atau mungkin telah diketahui
bahwa tidak ada hubungan). Masalah-masalah penelitian dapat dipusatkan
pada aspek-aspek tingkah laku sosial yang mungkin menjadi hakikat praktis,
atau mereka (masalah penelitian) mungkin menjadi bermacam-macam jenis
menunjuk pada akademis atau bahkan murni.

Pada dasarnya penelitian baik positivistik maupun fenomenologi berangkat


pada sebuah proses pada pengungkapan secara logis, sistematis dan
metodis yang berguna untuk bangunan pengetahuan yang bisa bermanfaat
bagi kehidupan (terapan). Agaknya dalam hal ini pengertian seperti ungkapan
Mann penelitian sosial oleh karena itu, merupakan bidang yang sulit bagi
praktisi yang berjuang untuk penilaian yang jujur dan tidak bias tentang
masalah yang dipilihnya. Ini juga berlaku bagi kita semua bahkan seorang
sosiologpun. Masalah bagi sosiolog adalah bahwa mereka harus bekerja
dengan data yang berhubungan dengan hati nurani mereka secara langsung.

FILSAFAT ILMU dan METODOLOGI PENELITIAN (20)


Filsafat
Sejarah kefilsafatan di kalangan filsuf menjelaskan tentang tiga hal yang yang mendorong
manusia untuk berfilsafat, yaitu kekaguman atau keheranan, keraguan atau kegengsian dan
kesadaran akan keterbatasan. Plato mengatakan : Mata kita memberi pengamatan bintangbintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki.
Dan dari penyelidikan ini berawal filsasfat.
Augustinus dan Descartes mulai berfilsafat dari keraguan atau kesangsian. Manusia heran, tetapi
kemudian ragu-ragu, apakah ia tidak ditipu oleh panca indranya yang sedang heran? Rasa heran
dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh, dan kritis
untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam,
menyeluruh, dan kritis inilah yang kemudian disebut berfilsafat.
Berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada diri manusia.
Berfilsafat kadang-kadang dimulai apabila manusia menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan
lemah, terutama dalam menghadapi kejadian-kejadian alam. Apabila seseorang merasa bahwa ia
sangat terbatas dan terikat terutama pada waktu mengalami penderitaan atau kegagalan, maka
dengan adanya kesadaran akan keterbatasan dirinya tadi manusia mulai berfilsafat. Ia akan
memikirkan bahwa di luar manusia yang terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas yang
dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran hakiki.
Berdasarkan pengetahuannya, terdapat beberapa jenis manusia dalam kehidupan ini,
sebagaimana dipantunkan seorang filsuf:

Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, maka ketahuilah apa yang kau tahu dan ketahuilah
pula apa yang kau tidak tahu, lanjut filsuf tersebut.

Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu. Kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu. Filsafat dimulai
dari rasa ingin tahu dan keragu-raguan. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah
diketahui dan apa yang belum diketahui. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya
akan pernah diketahui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini. Berfilsafat berarti
mengoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh sebenarnya kebenaran
yang dicari telah dijangkau.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita geluti sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan
lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti keterus-terangan pada diri sendiri,
apakah sebenarnya yang kita ketahui tentang ilmu itu? Apakah ciri-ciri yang hakiki yang
membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lain yang bukan ilmu? Bagaimana mengetahui
bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang dipakai dalam menentukan
kebenaran secara ilmiah? Mengapa ilmu mesti dipelajari? Apa kegunaan ilmu yang sebenarnya?
Berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah diketahui.
Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya diketahui dalam hidup ini?
Di batas manakah ilmu mulai dan di batas manakah dia berhenti? Ke manakah kita harus
berpaling di batas ketidaktahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?
Pengertian Filsafat. Menurut arti kata, filsafat terdiri atas kata philein yang berarti cinta
dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat
yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sunguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya
kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan
yang sungguh akan kebenaran sejati.
Menurut pengetian umum, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala
susuatu untuk memperoleh kebenaran. Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat. Ilmu
pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa hakikat atau sari atau inti atau esensi segala
sesuatu. Dengan cara ini maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki. Ini
sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya.
Dengan pengertian khusus, karena telah mengalami perkembangan yang cukup lama dan
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang kompleks maka timbul berbagai pendapat tentang arti
filsafat dengan kekhususan masing-masing. Berbagai pendapat khusus tentang filsafat:

Aliran-alliran tersebut mempunyai kekhususan masing-masing, menekankan kepada sesuatu


yang dianggap merupakan inti dan harus diberi tempat yang tinggi, misalnya ketenangan,
kesolehan , kebendaan, akal, idea.
Dari beberapa pendapat diatas, pengertian filsafat dapat dirangkum sebagai berikut:

Filsafat adalah hasil pikiran manusia yang kritis dan dinyatakan dalam bentuk yang
sistematis.
Filsafat adalah hasil pikiran manusia yang paling dalam.
Filsafat adalah refleksi lebih lanjut daripada ilmu pengetahuan atau pendalaman lebih lanjut
ilmu pengetahuan.
Filsafat adalah hasil analisis abstraksi.
Filsafat adalah pandangan hidup.
Filsafat adalah hasil perenungan jiwa manusia yang mendalam, mendasar, dan menyeluruh.
Dari rangkuman tersebut dapatlah dikemukakan bahwa ciri-ciri berfilsafat adalah sebagai
berikut:

Karakteristik Berfikir Filsafati: Sifat Menyeluruh, Sifat Menyeluruh, Sifat Mendasar, Sifat
Spekulatif.
Sifat menyeluruhberpikir filsafati. Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan sebagai
seseorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Atau seseorang yang
berdiri di puncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Masing-masing ingin
mengetahui hakikat dirinya atau menyimak kehadirannya dalam kesemestaan alam yang
ditatapnya.
Seorang ilmuan tidak akan pernah puas mengenai ilmu hanya dari sisi pandang ilmu itu sendiri.
Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan lainnya. Apa kaitan ilmu dengan
moral, dengan agama, dan apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.
Sifat mendasar berfikir filsafati. Selain tengadah ke bintang-bintang, orang yang berfikir
filsafati juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Dia tidak lagi percaya begitu saja
bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar? Bagaimana proses penilaian
berdasarkan kriteria tersebut dilakukan? Lalu benar itu apa? Pertanyaan itu melingkar sebagai

sebuah lingkaran, yang untuk menyusunnya, harus dimulai dari sebuah titik, sebagai awal
sekaligus sebagai akhir. Lalu bagaimana menentukan titik awal yang benar?
Sifat spekulatif berfikir filsafati. Tidaklah mungkin manusia menangguk pengetahuan secara
keseluruhan, bahkan manusia tidak yakin pada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang
mendasar. Ini hanya sebuah spekulasi. Menyusun sebuah lingkaran memang harus dimulai dari
sebuah titik, bagaimanapun spekulatifnya. Yang penting, dalam prosesnya nanti, dalam analisis
maupun pembuktiannya, manusia harus dapat memisahkan spekulasi mana yang paling dapat
diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Apakah
yang disebut logis? Apakah yang disebut benar? Apakah yang disebut sahih? Apakah alam ini
teratur atau kacau? Apakah hidup ini ada tujuannya?
Semua pengetahuan yang ada, dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi dapat dipilih
buah pikiran yang paling dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjajahan
pengetahuan. Tanpa menerapkan kriteria tentang apa yang disebut benar maka tidak mungkin
pengetahuan lain berkembang atas dasar kebenaran. Tanpa menetapkan apa yang disebut baik
dan buruk, tidak mungkin bicaara tentang moral. Tanpa wawasan apa yang disebut indah dan
jelek, tidak mungkin berbicara tentang kesenian.
Hubungan Antara Filsafat Dengan Kebudayaan dan Lingkungan
Hubungan filsafati dengan kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata ke-budayaan.Budaya berarti budi dan daya. Unsur budi adalah cipta (akal), rasa, dan karsa (kehendak).
Kebudayaan adalah hasil budaya atau kebulatan cipta (akal), rasa dan karsa (kehendak) manusia
yang hidup bermasyarakat. Antara manusia dan masyarakat serta kebudayaan ada hubungan yang
erat. Tanpa masyarakat, manusia dan kebudayaan tidak mungkin berkembang layak. Tanpa
manusia tidak mungkin ada kebudayaan. Tanpa manusia tidak mungkin ada masyarakat. Ujud
kebudayaan ada yang rohani, misalnya adat istiadat dan ilmu pengetahuan ada yang jasmani,
misalnya rumah dan pakaian. Buku adalah kebudayaan jasmani, akan tetapi isi buku merupakan
kebudayaan rohani. Ilmu pengetahuan merupakan unsur kebudayaan universal yang rohanni.
Demikian juga filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang terdalam. Oleh karena itu filsafat
termasuk kebudayaan.
Hubungan filsafat dengan lingkungan. Manusia, masyarakat dan kebudayaan mempunyai
hubungan yang erat, juga dengan alam sekitar atau lingkungan. Filsafat sebagai hasil budaya
manusia juga tidak lepas dari pengaruh alam sekitarnya. Itulah sebabnya terdapat berbagai jenis
kefilsafatan tertentu yang mempunyai ciri-ciri tersendiri.
Hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan. Yang dicari oleh filsafat adalah kebenaran.
Demikian juga ilmu pengetahuan dan agama. Kebenaran dalam filsafat dan ilmu pengetahuan
adalah kebenaran akal, sedang kebenaran dalam agama adalah kebenaran wahyu. Meskipun
filsafat dan ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan akal, hasil yang diperoleh juga
bermacam-macam. Terdapat bermacam-macam agama, yang masing-masing mengajarkan
kebenaran. Yang penting adalah bagaimana agar aliran yang bermacam-macam dalam filsafat
dan ilmu pengetahuan itu tidak saling bertabrakan satu sama lain, tetapi dapat saling membantu
dan bekerja sama.

Hubungan filsafat dengan agama. Jika seseorang melihat sesuatu kemudian mengatakan
tentang sesuatu tersebut maka dikatakan bahwa ia telah mempunyai pengetahuan tentang
sesuatu. Pengetahuan adalah sesuatu yang tergambar dalam pikiran manusia. Misal, ia melihat
manusia dan mengatakan bahwa itu manusia. Dikatakan ia telah mempunyai pengetahuan
tentang manusia. Jika ia bertanya lebih lanjut mengenai manusia itu, darimana asalnya,
bagaimana susunannya, ke mana tujuannya, dan sebagainya, maka akan diperoleh jawaban yang
lebih rinci mengenai manusia tersebut. Jika titik berat pertanyaan ditekankan pada susunan tubuh
manusia maka jawabannya akan berupa ilmu pengetahuan tentang manusia dilihat dari susunan
tubuhnya atau physical anthropology. Jika ditekankan pada hasil karya manusia dilihat dari
kebudayaannya maka disebut cultural anthropology. Jika ditekankan pada hubungan antara
manusia yang satu dengan yang lainya, maka jawabannya akan berupa ilmu pengetahuan
manusia dilihat dari hubungan sosialnya atau social anthropology. Dari contoh tersebut
disimpulkan bahwa pengetahuan yang telah disusun atau disistematisasi lebih lanjut dan telah
dibuktikan serta diakui kebenarannya disebut ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tentang
manusia.
Ilmu pengetahuan dan filsafat dapa membantu menyampaikan lebih lanjut ajaran agama kepada
manusia. Sebaliknya, agama dapat membantu memberi jawaban terhadap problem yang tidak
dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan dan filsafat. Meskipun demikian tidak berarti bahwa agama
itu di luar rasio, bahwa agama tidak rasional. Tidak berarti bahwa agama hanya berhubungan
dengan hal-hal yang irrasional sedangkan ilmu pengetahuan serta filsafat berhubungan dengan
hal-hal yang rasional. Agama mengatur seluruh kehidupan manusia untuk berbakti kepada
Tuhan. Fakta atau realita atau hal yang dihadapi adalah sama. Oleh karena itu menjadi tugas
agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan untuk menjelaskan. Tugas agama dapat dibantu oleh ilmu
pengetahuan dan filsafat. Apabila masing-masing tahu tempat, ruang lingkup, dan tugasnya
sendiri-sendiri, maka tak akan ada masalah apapun dan tidak akan terjadi pertentangan di
antaranya.
Guna Filsafat. Filsafat mempunyai kegunaan baik teoritis maupun praktis. Dengan mempelajari
filsafat, orang akan bertambah pengetahuannya. Ia dapat menyelidiki segal sesuatu lebih
mendalam dan lebih luas sehingga akan sanggup menjawab semua pertanyaan secara lebih
mendalam dan luas pula.
Filsafat mengajarkan hal-hal yang praktis, yang oleh karena itu mempunyai kegunaan praktis
juga. Banyak ajaran filsafat yang dapat dipraktikkan, misal etika, logika, estetika, dan lain-lain.
Etika mempelajari tingkah laku dan perbuatan manusia yang dilakukan secara sadar, ucapan serta
hati nurani manusia dilihat dari kacamata baik buruk. Etika mengajarkan bagaimana norma yang
baik dan bagaimana manusia hidup menurut norma tersebut. Apa tantangan yang dihadapi oleh
manusia dan bagaimana menjawabnya. Selama ada manusia yang berbuat, selama itu pula nilai
etika berlaku. Dengan mempelajari etika sebagai cabang filsafat maka orang dapat memetik buah
yang berharga bagi diri dan kehidupannya.
Logika mengajarkan agar kita berpikir secara teratur dan runtut serta sistematis agar dapat
mengamil kesimpulan yang benar. Logika adalah cabang filsafat tentang berpikir. Dalam
kehidupan sehari-hari orang selallu mengambil kesimpulan. Agar dapat mengambil kesimpulan
yang benar maka alat yang digunakan harus tepat. Alat tersebut diperoleh dalam logika, karena ia
berisi tuntunan agar mengambil kesimpulan dengan mendasarkan diri pada peraturan-peraturan
tertentu.
Dalam filsafat juga dikenal adanya cabang yang membicarakan tentang keindahan, dengan kata
lain filsafat keindahan atau filsafat seni. Dalam rangka membentuk manusia idaman, seorang

filsuf terkenal , Plato, mengemukakan agar musik menjadi salah satu mata pelajaran. Sementara
salah satu mata kuliah yang dianggap penting oleh Cassiodorus adalah rethorica,yaitu seni
berpidato.
Berdasarkan uraian tersebut maka filsafat mempunyai kegunaan sebagai berikut:
Melatih diri untuk berpikir kritis dan runtut serta menyusun hasil pikiran tersebut secara
sistematis
Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan bersikap sempit
dan tertutup.
Melatih diri melakukan penelitian, pengkajian, dan memutuskan atau mengambil kesimpulan
mengenai sesuatu hal secara mendalam dan komprehensif.
Menjadikan diri bersifat dinamis dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem.
Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa.
Menjadi alat yang berguna bagi manusia baik untuk kepentingan pribadi maupun dalam
hubungannya dengan orang lain, alam sekitar, dan Tuhan Yang Maha Esa.
Fungsi Filsafat. Berdasarkan sejarah kelahirannya, filsafat mula-mula berfungsi sebagai induk
atau ibu ilmu pengetahuan. Sebelum ilmu pengetahuan lain ada, filsafat harus menjawab segala
macam persoalan tentang manusia, masyarakat, sosial ekonomi, negara, kesehatan, dan lain
sebagainya. Karena perkembangan keadaan dan masyarakat, banyak problem yang kemudian
tidak dapat dijawab oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi jawabab
terhadap problem-problem tersebut, misalnya ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan
kedokteran, ilmu pengetahuan kemasyarakatan, dan lain-lain. Ilmu pengetahuan tersebut lalu
terpecah-pecah lagi menjadi yang lebih khusus. Demikianlah kemudian lahir berbagai disiplin
ilmu yang sangat banyak dengan kekhususan masing-masing.
Spesialisasi terjadi sedemikian rupa sehingga hubungan antara cabang dan ranting ilmu
pengetahuan sangat kompleks. Hubungan-hubungan tersebut ada yang masih dekat tetapi ada
pula yang yang menjadi jauh, bahkan ada yang seolah-olah tidak lagi mempunyai hubungan. Jika
ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berusaha memperdalam dirinya maka akhirnya akan sampai juga
pada filsafat. Sehubungan dengan keadaan tersebut maka filsafat dapat berfungsi sebagai
interdisipliner sistem. Filsafat dapat berfungsi menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang
kompleks tersebut. Filsafat dapat berfungsi sebagai tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.
Persoalan Filsafat. Ada enam persoalan yang selalu menjadi perhatian para filsuf, yaitu ada,
pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan. Keenam persoalan tersebut
memerlukan jawaban secara radikal dan tiap-tiap persoalan menjadi salah satu cabang filsafat.
Persoalan tentang Ada. Persoalan tentang ada (being) menghasilkan cabang filsafat
metafisika. Meta berarti di balik dan physika berarti benda-benda fisik. Pengertian sederhana dari
metafisika yaitu kajian tentang sifat paling dalam dan radikal dari kenyataan. Dalam kajian ini
para filsuf tidak mengacu kepada ciri-ciri khusus dari benda-benda tertentu, akan tetapi mengacu
kepada ciri-ciri universal dari semua benda. Metafisika sebagai salah satu cabang fisafat
mencakup persoalan ontologis, kosmologis, dan antropologis. Ketiga hal tersebut memiliki titik
sentral kajian tersendiri. Ontologis merupakan teori tentang sifat dasar dari kenyataan yang

radikal dan sedalam-dalamnya. Kosmologi merupakan teori tentang perkembangan kosmos


(alam semesta) sebagai suatu sistem yang teratur.
Persoalan tentang pengetahuan (Knowledge). persoalan tentang pengetahuan (knowledge)
menghasilkan cabang filsafat epistemologi, yaitu filsafat pengetahuan. Istilah epistemologi
berasal dari akar kata episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti teori. Dalam
rumusan yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat
yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahhuan, struktur, metode,
dan validitas pengetahuan.
Persoalan tentang metode (methode). Persoalan tentang metode menghasilkan cabang filsafat
metodologi. Istilah ini berasal dari metos dengan unsur meta yang berarti cara, perjalan, sesudah,
dan hodos yang berarti cara perjalan, arah. Pengertian metodologi secara umum ialah kajjian atau
telaah dan penyusunan secara sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah, atau
sebagai penyusun struktur ilmu-ilmu fak.
Persoalan tentang penyimpulan. Persoalan tentang penyimpulan menghasilkan cabang filsafat
logika (logis). Logika berasal dari kata logos yang berarti uraian, nalar. Secara umum pengertian
logika adalah telah mengenai aturan-aturan penalaran yang benar. Berpikir adalah kegiatan
pikiran atau akal budi manusia. Dengan berpikir manusia telah mengerjakan pengolahan
pengetahuan yang telah didapat. Dengan mengerjakan, mengolah pengetahuan yang telah didapat
maka ia dapat memperoleh kebenaran. Apabila seseorang mengolah, mengerjakan, berarti ia
telah mempertimbangkan, membandingkan, menguraikan, serta menghubungkan, pengertian
yang satu dengan lainnya. Logika merupakan suatu upaya untuk menjawab pertanyaan, yaitu
pertanyaan: adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat, apakah
yang dimaksud dengan pendapat yang benar, apa yang membedakan antara alasan yang benar
dan alasan yang salah?
Persoalan tentang moralitas (morality). Persoalan tentang moralitas menghasilkan cabang
filsafat etika (ethics). Istilah etika berasal dari kata ethos yang berarti adat kebiasaan. Etika
sebagai salah datu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal. Dalam
hal ini berarti berlaku untuk semua orang dan setiap saat. Jadi tidak dibatasi ruang dan waktu.
Persoalan tentang keindahan. Persoalan tentang keindahan menghasilkan cabang filsafat
estetika (aesthetics). Estetika berasal dari kata aesthetics yang maknanya berhubungan dengan
penerapan indra. Estetika merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan
ketidakindahan. Faham pengertian yang lebih luas, estetika merupakan cabang filsafat yang
menyangkut bidang keindahan atau sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa,
norma-norma nilai dalam seni.
.......
Pustaka:
Soetriono dan Hanafie (2007), Filsafat Ilmu dan Metode Penelitian, Andi Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai