PEMILU legislatif telah usai. Masing-masing caleg sudah mengetahui gambaran tentang jumlah suara yang diperolehnya. Mereka yang mendapat suara banyak tertawa kegirangan, walaupun itu belum merupakan jaminan bisa dapat kursi di dewan. Sebaliknya, yang suaranya sedikt menjadi kecewa. Dari rasa kecewa berkembang menjadi stres, kemudian berkembang lagi menjadi frustrasi dan akibatn berikutnya mengalami depresi ringan yang kemungkinan disusul depresi akut. Caleg yang sakit jantung, ada yang langsung meninggal dunia. Kekecewaan bisa dimaklumi sebab mereka mengeluarkan biaya terlalu banyak, mulai dari puluhan juta hingga miliaran rupiah. Ternyata gagal. Padahal uang itu ada yang merupakan hasil menjual harta benda atau bahkan utang ke sana ke mari. Lantas terjadilah rasa kecewa yang sangat besar. Seharusnya, para caleg tidak hanya membayangkan kesuksesan, tetapi juga harus membayangkan kegagalan. Mereka harus siap apabila kalah. Lantas harus dipikirkan, apa yang harus dilakukan jika kalah? Seharusnya sejak awal para caleg harus iklas dengan kerugian material maupun finansial yang dialami. Anggap saja itu sudah merupakan kehendak Tuhan. Apakah kehendak Tuhan harus disesali dan digugat. Pelajaran yang harus dipetik adalah, promosi melalui media ruang (baliho, spanduk, pamflet, brosur dan semacam-nya) tidak efektif menjaring suara. Para pakar ilmu komunikasi dan para pakar pemasaran tahu itu. Artinya, iklan politik dan iklan produk itu berbeda. Seharusnya, lebih efektif jika para caleg melakukan kampanye secara personal atau door to door. Di samping biayanya murah juga lebih efektif. Asal, mampu berkomunikasi dan berbicara efektif. Sebuah kekalahan tak perlu disesali. Walaupun berteriak-teriak histeris, uang yang hilang tak akan kembali. Walaupun mengamuk, harta benda yang dijual tak akan kembali. Walaupun marah-marah, batangan-batangan emas yang dijual tak akan menjadi miliknya lagi. Walaupun menangis tujuh hari tujuh malam, sawah dan sapi yang dijualnya tak akan kembali. Para caleg yang gagal harus belajar hidup dalam kenyataan. Hidup dalam realita. Realita bahwa dia kalah. Kalah ya kalah. Tidak mungkin menang. Karena kalah itu merupakan realita, maka itu harus diterima. Memikirkan hidupnya di masa depan jauh lebih bermanfaat daripada termenung, stres, frustrasi atau depresi. Walaupun sampai gilapun uang dan harta bendanya tak akan kembali. Jalan terbaik yaitu kembali ke agama. Percayalah bahwa rezeki dan musibah akan datang silih berganti. Semua orang akan mengalami ini. Oleh karena itu, hilangkan rasa stres, frustrasi dan depresi dengan cara mendekatkan diri ke Tuhan, tetap
berkomunikasi dengan sahabat-sahabat dan bahkan tetap bercanda. Lupakan saja yang telah lewat. Siapa tahu masa depan lebih bagus dan lebih indah daripada hidup Anda yang sekarang ini. HARIYANTO IMADHA http://www.geocities.com/indodata/Hyt.html.