Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN NYERI


by : Mas Irul

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan
proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena
nyeri bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda
dalam menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di
berbagai situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan. Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan
dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan
tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu
keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1.

DEFINISI

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan
Teori Specificity suggest menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer
dan sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan
tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu
mengatakannya.
Nyeri Perasaan atau keadaan emosi yang tidak menyenangkan karena potensial
kerusakan jaringan atau jaringan rusak.
Mc Coffery (1979) : suatu keadaan yg mempengaruhi seseorang, yg keberadaanya
diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya

Wolf W. Feurst (1974) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau
perasaan yg menimbulkan ketegangan
Arthur C. Curton (1983) : suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi utk
menghilangkan nyeri

2.

ETIOLOGI

1. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini
terbagi menjadi :

Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini
adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang
bersifat asam atau pun basa kuat.
Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat
mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :
Neoplasma Jinak.
Neoplasma Ganas.
3. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat
dicontohkan pada pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris yang
dirasakan adalah adanya nyeri dada yang khas.
4. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf
reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya
adalah nyeri karena abses.
5. Trauma psikologis.
Tanda dan gejala

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:


Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari
kontak sosial,
Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi
kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih
untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat.
Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam
mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI
A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Peningkatan heart rate
Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
Peningkatan nilai gula darah
Diaphoresis
Peningkatan kekuatan otot
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan HR dan BP

Nafas cepat dan irreguler


Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri
yang nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien
akan menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif,
maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap
nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda
tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu
dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi
wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang
digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri.
Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit
mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan
nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan
bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.

Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti


Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah

kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :


1. Menurut Tempat Nyeri.
Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri permukaan (superfisial
pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain). Nyeri alihan ini
maksudnya adalah nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber
nyerinya.
Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal
cord, batang otak.
Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik, tetapi akibat
dari trauma psikologis.
Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian tubuh yang
sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari
stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan
sekitar.
2. Menurut Sifat Nyeri.
Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang.
Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang
lama.
Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan
biasanya menetap selama 10 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul
kembali.
Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.
Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi
akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

3. Menurut Berat Ringannya Nyeri.


Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.
Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan juga reaksi
psikologis.
Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.
4. Menurut Waktu Serangan.
Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur.
Klien yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan menunjukkan gejala-gejala
antara lain : respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat,
dan pallor.
Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih
lama dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai
dirasakan

4. PATOFISIOLOGI NYERI

Patofisiologi nyeri ini dapat digambarkan sebagai berikut :


Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung-ujung saraf bebas
yang berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis,
deformasi, suhu yang ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang
intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim
informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia yang memperparah
nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa prostaglandin, ion
kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di tempat cedera,
hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda spinalis oleh
serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C
lambat.
Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P sewaktu
bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat nyeri
bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat
berjalan ke atas atau ke bawah beberapa segmen di korda spinalis sebelum
bersinaps. Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai
rangsangan nyeri diikirim oleh satu dari dua jaras ke otak- traktus
neospinotalamikus atau traktus paleospinotalamikus (Corwin, 2000 : 225).

Informasi yang di bawa ke korda spinalis dalam serat-serat A delta di salurkan ke


otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat tersebut
berakhir di reticular activating system dan menyiagakan individu terhadap adanya
nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus, sinyal-sinyal
dikirim ke korteks sensorik somatic tempat lokasi nyeri ditentukan dengan pasti
(Corwin, 2000 : 225).
Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh serat
A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus. Seratserat ini berjalan ke daerah reticular dibatang otak, dan ke daerah di mesensefalon
yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat paleospinotalamikus yang
berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk mengaktifkan hipotalamus dan
system limbik. Nyeri yang di bawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki
lokalisasi yang difus dan berperan menyebabkan distress emosi yang berkaitan
dengan nyeri (Corwin, 2000 : 225).

FISIOLOGIS NYERI

Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri, meskipun
tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka
perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
Resepsi : proses perjalanan nyeri
Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri

1. RESEPSI
Stimulus (mekanik, termal, kimia) Pengeluaran histamin bradikinin, kalium
Nosiseptor Impuls syaraf Serabut syaraf perifer Kornu dorsalis medula spinalis
Neurotransmiter (substansi P) Pusat syaraf di otak Respon reflek protektif
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan menyebabkan
pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium. Substansi tersebut
menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai ambang nyeri,
maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf perifer.
Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu
serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf

sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan


menyebabkan kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P
ini menyebabkan transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus.
Hal ini memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system
saraf pusat. Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf
kemudian akan timbul respon reflek protektif.

Contoh:
Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar, tangan
juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika.
Proses ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau
berfungsi normal. Ada beberapa factor yang menggangu proses resepsi nyeri,
diantaranya sebagai berikut:
Trauma
Obat-obatan
Pertumbuhan tumor
Gangguan metabolic (penyakit diabetes mellitus)
Tipe serabut saraf perifer :
a. Serabut saraf A-delta :
Merupakan serabut bermyelin
Mengirimkan pesan secara cepat
Menghantarkan sensasi yang tajam, jelas sumber dan lokasi nyerinya
Reseptor berupa ujung-ujung saraf bebas di kulit dan struktur dalam seperti , otot
tendon dll
Biasanya sering ada pada injury akut
Diameternya besar
b. Serabut saraf C
Tidak bermyelin
Diameternya sangat kecil

Lambat dalam menghantarkan impuls


Lokasinya jarang, biasanya dipermukaan dan impulsnya bersifat persisten
Menghantarkan sensasi berupa sentuhan, getaran, suhu hangat, dan tekanan halus
Reseptor terletak distruktur permukaan.
NEUROREGULATOR Substansi yang memberikan efek pada transmisi stimulus saraf,
berperan penting pada pengalaman nyeri

Substansi ini titemukan pada nociceptor yaitu pada akhir saraf dalam kornu
dorsalis medula spinalis dan pada tempat reseptor dalam saluran
spinotalamik. Neuroregulator ada dua macam yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator
Neurotransmitter mengirimkan impuls elektrik melewati celah synaptik antara dua
serabut saraf.contoh: substansi P, serotonin, prostaglandin
Neuromodulator memodifikasi aktivitas saraf dan mengatur transmisi stimulus saraf
tanpa mentrasfer secara langsung sinyal saraf yang melalui synaps.
Contoh: endorphin, bradikinin
Neuromodulator diyakini aktifitasnya secara tidak langsung bisa meningkatkan
atau menurunkan efek sebagian neurotransmitter
Teori gate control
Dikemukanan oleh Melzack dan wall pada tahun 1965

Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Dalam teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian
ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang
(gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah
sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan
menimbulkan nyeri.
Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika
pintu gerbang tertutup
Menutupnya pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
Berdasarkan teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien

Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat


pembentukan substansi P.
Menurut teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri.
2. PERSEPSI
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu
dapat bereaksi. Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:
Stimulus nyeri Medula spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak
Persepsi
Stimulus nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya
serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area
limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
REAKSI
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi setelah
mempersepsikan nyeri.
Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi flight atau fight, yang merupakan sindrom adaptasi umum
Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,
apabila nyeri berlangsung terus menerus, maka sistem parasimpatis akan
bereaksi
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut:

Impuls nyeri medula spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon
fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan
talamus. Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis
bereaksi, maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RASA NYERI

Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi
nyeri terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anakanak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukan
perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata
yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang
mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai
perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih
diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam
ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis
dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang
dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari
kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan
pria.
Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh
kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo &
Flaskerud, 1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan
memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya
membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan
mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih
akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif
dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap
nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam
keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau
melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat
nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting
untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
Ansietas ( Cemas ). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset

tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri
juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan
secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif
untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri
ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah
sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien
kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri.
Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun
psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumbersumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi
dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri
klien.

6. PENATALAKSANAAN NYERI
PENANGANAN NYERI
1.
FARMAKOLOGIS
SAID (Steroid Anti-Inflamasion Drugs)
Dua jenis utama SAID murni:
Agonis murni
Kombinasi agonis-integonis
NSAID (Non Steroid Anti-Iflamasion Drugs)
NON FARMAKOLOGIS
Penanganan fisik meliputi:
Message kulit
Stimulasi Kontralateral
Tens
Pijat refleksi
Plasebo

Stimulisasi elektrik
Akupuntur
Distraksi
Relaksasi
Komunikasi terapeutik
Hipnosis
Biofeedback
Penanganan KOGNITIF
REGIONAL ANALGESIA
Perjalanan nyeri impuls melalui saraf dengan cara memberikan obat pada batang
saraf.Obat ini dilakukan dengan cara disuntikkan pada situs dimana saraf
terlindungi tulang
Terdiri atas 2 analgesia yaitu:
Analgesia Lokal
Analgesia Infiltrasi
MACAM SKALA NYERI
SKALA NUMERIS
SKALA DESKRIPTIF
SKALA ANALOG VISUAL
SKALA OUCHER
SKALA WAJAH

SKALA NUMERIS

SKALA DESKRIPTIF

SKALA ANALOG VISUAL

SKALA WAJAH

SKALA OUCHER

ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri yang
efektif.
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan secara berbeda pada
masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji semua factor yang
mempengaruhi nyeri, seperti factor psikologis, fisiologis, perilaku, emosional, dan
sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni:
Asuhan keperawatan klien yang mengalami nyeri :
PENGKAJIAN
Riwayat nyeri untuk mendapatkan data dari klien
Observasi langsung pada respons perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjektif.
HAL-HAL YANG PERLU DIKAJI
Karakteristik Nyeri (PQRST)
P (Provokative) : faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality):seperti apa-> tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) : daerah perjalanan nyeri
S (severity/SKALA NYERI) : keparahan / intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
Hal-hal yang perlu dikaji :
Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik minta klien untuk menunjukkan area
nyerinya, bisa dengan bantuan gambar. Klien bisa menandai bagian tubuh yang
mengalami nyeri.

Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya
untuk menetukan intensitas nyeri pasien.
Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu
mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab
informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
Faktor presipitasi
Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri sebagai contoh,
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, factor
lingkungan ( lingkungan yang sangat dingin atau sangat panas), stressor fisik dan
emosionaljuga dapat memicu munculnya nyeri.
Kualitas nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu
mencatat kata-kata yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya. Sebab
informasi berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri.
Pola
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
Karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir muncul.
Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut dapat
disebabkan awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas harian klien akan
membantu perawat memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji terkait nyeri adalah tidur, napsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah,
aktivitas diwaktu senggang serta status emosional.
Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam menghadapi nyeri.
Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya atau

pengaruh agama atau budaya.


Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada situasi, derajat, dan
durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak factor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan gagal pada
klien.
OBSERVASI RESPON PERILAKU DAN FISIOLOGIS
Respon non verbal yang bisa dijadikan indicator nyeri. Salah satu yang paling utama
adalah ekspresi wajah.
Perilaku seperti menutup mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar,
menggigiti bibir bagian bawah, dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri.
Selain ekspresi wajah, respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah
vokalisasi (misalnya erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang
mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya menendang-nendang,
membolak-balikan tubuh diatas kasur), dll.
Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada sumber dan
durasi nyeri.
Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi peningkatan tekanan
darah, nadi, dan pernafasan, diaphoresis, srta dilatasi pupil akibat terstimulasinya
system saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama, dan saraf simpatis telah beradaptasi,
respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada.
Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiolodis
sebab bisa jadi respon tersebut merupakan indicator yang buruk untuk nyeri.
PENETAPAN DIAGNOSIS
Menurut NANDA ( 2009-2011 ), diagnosis keperawatan untuk klien yang mengalami
nyeri:
Nyeri akut
Nyeri kronis

Diagnosa
Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan

Nyeri kronik b.d proses keganasan


Cemas b.d nyeri yang dirasakan
Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik
Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal
Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri
Perubahan pola tidur b.d low back pain
o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah
dibuat. Perawat dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang
realistis dari tindakan mengatasi nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan,
dan efek-efek yang harus diantisipasi pada gaya hidup dan fungsi klien. Hasil akhir
yang diharapkan dan tujuan keperawatan diseleksi berdasarkan diagnosa
keperawatan dan kondisi klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan klien
dengan nyeri adalah sebagai berikut:
Klien merasakan sehat dan nyaman
Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah
Contoh rencana perawatan (Renpra):
Diagnosa
1.Nyeri akut b.d injuri fisik (pembedahan)
Kriteria hasil
Pain level, pain control dan comfort level dengan kriteria hasil:
Menggunakan skala nyeri untuk mengidentifikasi nyeri yang dirasakan
Mendiskripsikan cara memanajemen nyeri
Mengungkapkan kemampuan tidur dan istirahat
Mendiskripsikan terapi nonfarmakologi untuk mengontrol nyeri
TTV dalam batas normal
Rencana tindakan
Manajemen nyeri:
Kaji nyeri yang dialami klien (meliputi PQRST)
Observasi ketidaknyamanan nonverbal terhadap nyeri
Kaji pengalaman masa lalu klien terhadap nyeri
Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk klien
Kolaborasi pemberian analgetik
Ajarkan tehnik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri
Dst (lihat lebih lengkap di NIC)
o Intervensi
Manajemen nyeri terdiri dari:
a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik

Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan fungsi


talamus & kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan energi
antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada ketidakseimbangan
energi, dengan memberikan sentuhan pada klien, diharapkan ada transfer energi
dari perawat ke klien.
Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan, tindakan
ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien.
Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini
dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang.
Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar
musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur)
Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri. Contoh
tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat memberikan
penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan begitu klien sudah
punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang
respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan
cara memasang elektroda pada pelipis.
Stimulasi kutaneus Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu
pemikiran adalah cara ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok
stimulasi nyeri. Bisa dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical
nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan
arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

Peran perawat dalam mengatasi nyeri:


Mengidentifikasi penyebab nyeri

Kolaborasi dengan tim kes lain untuk pengobatan nyeri


Memberikan intervensi pereda nyeri
Mengevaluasi efektivitas pereda nyeri
Bertindak sebagai advokat jika pereda nyeri tidak efektif
Sebagai pendidik keluarga & pasien tentang manajemen nyeri

Anda mungkin juga menyukai