Anda di halaman 1dari 6

Bab 1 PCR

1.1 Latar Belakang


Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari
istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan
teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga
memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary
Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya
tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena
relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil.
Polymerase chain reaction ("reaksi [be]rantai polimerase", PCR) merupakan teknik
yang sangat berguna dalam membuat salinan DNA. PCR memungkinkan sejumlah kecil
sekuens DNA tertentu disalin (jutaan kali) untuk diperbanyak (sehingga dapat dianalisis),
atau dimodifikasi secara tertentu. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk menambahkan
situs enzim restriksi, atau untuk memutasikan (mengubah) basa tertentu pada DNA. PCR
juga dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan sekuens DNA tertentu dalam sampel.
PCR memanfaatkan enzim DNA polimerase yang secara alami memang berperan
dalam perbanyakan DNA pada proses replikasi. Namun demikian, tidak seperti pada
organisme hidup, proses PCR hanya dapat menyalin fragmen pendek DNA, biasanya sampai
dengan 10 kb (kb=kilo base pairs=1.000 pasang basa). Fragmen tersebut dapat berupa suatu
gen tunggal, atau hanya bagian dari suatu gen.
Proses PCR untuk memperbanyak DNA melibatkan serangkaian siklus temperatur
yang berulang dan masing-masing siklus terdiri atas tiga tahapan. Tahapan yang pertama
adalah denaturasi cetakan DNA (DNA template) pada temperatur 94-96 C, yaitu pemisahan
utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal. Sesudah itu, dilakukan penurunan temperatur
pada tahap kedua sampai 45-60 C yang memungkinkan terjadinya penempelan (annealing)
atau hibridisasi antara oligonukleotida primer dengan utas tunggal cetakan DNA. Primer
merupakan oligonukelotida utas tunggal yang sekuens-nya dirancang komplementer dengan
ujung fragmen DNA yang ingin disalin; primer menentukan awal dan akhir daerah yang
hendak disalin. Tahap yang terakhir adalah tahap ekstensi atau elongasi (elongation), yaitu
pemanjangan primer menjadi suatu utas DNA baru oleh enzim DNA polimerase. Temperatur
pada tahap ini bergantung pada jenis DNA polimerase yang digunakan. Pada akhirnya, satu

siklus PCR akan menggandakan jumlah molekul cetakan DNA atau DNA target, sebab setiap
utas baru yang disintesis akan berperan sebagai cetakan pada siklus selanjutnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pratikum ini adalah untuk memahami prinsip-prinsip amplifikasi
DNA secara In_vitro dan dapat melakukan secara mandiri kegiatan amplifikasi DNA secara
In-Vitro dengan menggunakan mesin PCR
Bab II PCR
PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu
DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang
berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan
amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya.
Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu
dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah
terminal 5 ke 3. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer
RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA
dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq
DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan
suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA
yang diinginkan (Brown, 2002).
PCR adalah proses enzimatik dimana suatu area spesifik dari DNA direplikasikan
berulang-ulang untuk menghasilkan banyak kopi dari sekuen tertentu. Pengkopian molekuler
ini meliputi proses pemanasan dan pendinginan sampel dalam suatu siklus panas tertentu
yang melebihi dari 30 siklus
Komponen dan Tahapan PCR
Penggandaan urutan basa nukleotida berlangsung melalui reaksi polimerisasi yang
dilakukan berulang-ulang secara berantai selama beberapa putaran (siklus). Tiap reaksi

polimerisasi membutuhkan komponen-komponen sintesis DNA seperti untai DNA yang akan
digunakan sebagai cetakan (templat), molekul oligonukleotida untai tunggal dengan ujung 3OH bebas yang berfungsi sebagai prekursor (primer), sumber basa nukleotida berupa empat
macam dNTP (dATP, dGTP, dCTP, dTTP), dan enzim DNA polimerase.
DNA templat adalah DNA untai ganda yang membawa urutan basa fragmen atau gen
yang akan digandakan. Urutan basa ini disebut juga urutan target (target sequence).
Penggandaan urutan target pada dasarnya merupakan akumulasi hasil polimerisasi molekul
primer.
Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal yang terdiri atas sekitar 30 basa.
Polimerisasi primer dapat berlangsung karena adanya penambahan basa demi basa dari dNTP
yang dikatalisasi oleh enzim DNA polimerase. Namun, pada PCR enzim DNA polimerase
yang digunakan harus termostabil karena salah satu tahap reaksinya adalah denaturasi untai
ganda DNA yang membutuhkan suhu sangat tinggi (sekitar 95C). Salah satu enzim DNA
polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase, yang berasal dari bakteri
termofilik Thermus aquaticus.
Tiap putaran reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi templat, penempelan
primer, dan polimerisasi primer, yang masing-masing berlangsung pada suhu lebih kurang
95C, 50C, dan 70C. Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu
sama lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai
tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing
menempel pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan
primer maju (forward primer) dan primer mundur(reverse primer). Setelah menempel pada
untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga
ujung 5 DNA templat (ingat polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5 ke 3 atau
berarti dari ujung 3 ke 5 untai templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi
pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang
untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan
menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang
ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2 n 2n. Fragmen DNA

pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua
tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan urutan target yang
memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada
akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 2 20 2.20 = 1.048576 40 =
1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya hanya satu untai
ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA templat awal hanya berupa satu
untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal
dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan
sebagai fragmen pelacak.
Perancangan Primer
Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang primer
oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi masing-masing
harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen yang akan
diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidak-tidaknya memiliki
homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan
diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target.
Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang
akan digunakan.
Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan dengan
urutan basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah spesies/strain
organisme lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan. Sebagai contoh, untuk merancang
sepasang primer yang diharapkan dapat mengamplifikasi sebagian gen lipase pada
isolat Bacillus termofilik tertentu dapat digunakan informasi urutan basa gen lipase dari
strain-strain Pseudomonas fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang sebelumnya
telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut kemudian
dijajarkan dan dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan homologi tinggi antara satu

strain dan lainnya. Daerah ini dinamakan daerah lestari (conserved area). Sebagian/seluruh
urutan basa pada daerah lestari inilah yang akan menjadi urutan basa primer.
Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam
amino pada tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa
DNA. Dari satu urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan
basa DNA karena setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Dengan
demikian, urutan basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa
kemungkinan. Primer dengan urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain
itu, primer yang disusun melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan
primer degenerate karena urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak
selamanya memperlihatkan homologi sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis menggunakan
program komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primer-dimer akibat homologi
sendiri (self-homology) atau homologi silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat
kemungkinan terjadinya salah tempel (mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (Tm) masing-masing primer dan
kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus mempunyai Tm yang relatif sama
dengan kandungan GC yang cukup tinggi

PROSEDUR KERJA
Keluarkan primer RAPD OPA11 dari dalam frezer, lalu cairkan dengan
membiarkannya beberapa saat pada suhu ruang. Atau kalau ingin cepat bisa
dipanaskan dengan menggiling-gilingnya menggunakan kedua telapak tangan.
Siapkan larutan DNA sampel dengan konsentrasi masing-masing 5 mg/l. siapkan 3
buah RTG-PCR bead dan beri label pada masing-masing tabungnya dengan kode A
(untuk andalas), C (untuk cabai) dan G (untuk gambir). Tambahkan kedalam masingmasing tube 21l ddH2O. lalu tambahkan pada masing-masing tube 2l primer
RAPD OPA1, selanjutnya tambahkan 2 l larutan sampel DNA masing-masing
sampel pada tube. Pastikan ketiga komponen tercampur dengan rata dengan

melakukan tipping, lalu hentakkan dengan tangan, agar seluruh komponen larutan
bercampur (turun) kebawah tube. Bawa sampel keruang mesin PCR. Hidupkan mesin
PCR (Biometra-T Premium, tunggu sampai proses self testing selesai dilakukan.
Buka direktori LAB BIOTEK. Cari program RTG-PCR dan program RTG-PCR
yang akan digunakan memiliki kondisi sebagai mana tertera pada table.

Daftar Pustaka
Artama, W.T. 1991. Rekayasa Genetika. Pusat Antar Universitas-Bioteknologi. UGM.
Yogyakarta

Lehninger, A.L. 1982. Dasar dasar Biokimia. jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta

Michel Peyrard, Nonlinear Dynamics and Statistical Physics of DNA, 2004


f
Mubarika, Sofia. 1990. Rekayasa Genetika. Pusat Antar Universitas-Bioteknologi UGM.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai