Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak,tetapi meskipun
memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak.
berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan
terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala
membentur objek yang tidak bergerak. Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan
dan
pada
sisi
yang
berlawanan.
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan
pada jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama
yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak
tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak atau
menghancurkan
jaringan
otak.
Meninges
Meninges adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan
medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock
absorber. Meninges terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater,
arachnoidea dan piamater.
a. Duramater
Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla
spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar
yaitu lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan
membahayakan.
C. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika cedera kepala merupakan penyebab kematian terbanyak usia 15 44 tahun
dan merupakan penyebab kematian ketiga untuk keseluruhan. Di negara berkembang
seperti Indonesia, seiring dengan kemajuan teknologi dan pembangunan frekuensinya
cenderung makin meningkat. Cedera kepala berperan pada hampir separuh dari seluruh
kematian akibat trauma, mengingat bahwa kepala merupakan bagian yang tersering dan
rentan terlibat dalam suatu kecelakaan.
"Gegar otak tampaknya meningkatkan penyakit Alzheimer atau demensia di kemudian
hari,"cetus Dr Kristine Yaffe,pimpinan penelitian yang berasal dari University of
California, profesor dan direktur Klinik Gangguan Memori di San Francisco VA
Medical Center, seperti dikutip Straits Times, Senin (18/7/2011).
Penelitian yang dilaporkan di Konfrensi Asosiasi Alzheimer Internasional di Perancis,
tantangan tampilan saat ini yang hanya cedera otak sedang atau berat mempengaruhi
orang untuk menderita demensia.
Di Surabaya, kasus cedera otak akibat kecelakaan masih terbilang tinggi. Data RSUD
Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan sepanjang tahun 2010 tercatat kasus cedera otak
mencapai 1503 kasus. Ini baru satu rumah sakit, belum lagi ditambah dengan data dari
wilayah lain di Surabaya dan rumah sakit luar kota.
Ahli bedah syaraf RSUD dr. Soetomo ini mengatakan, tingginya angka kecelakaan
saat ini dipengaruhi banyak hal, selain kurangnya kedisiplinan pengendara dalam
berlalu lintas, kemacetan dan situasi angkutan umum yang kurang menjamin keamanan
juga menjadi alasan banyak orang
kendaraan alternatif irit BBM. Menjamurnya kemudahan layanan kredit sepeda motor,
juga turut memicu bertambahnya jumlah pengendara sepeda motor.
D. ETIOLOGI
1. Trauma oleh benda tajam
Menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan cedera lokal
2. Trauma oleh benda tumpul menyebabkan kerusakan substansi otak
3. Kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan ke substansi otak energi
diserap lapisan pelindung yaitu rambut kulit kepala dan tengkorak
4. Kecelakaan lalu lintas
5. Kecelakaan kerja
6. Trauma pada olah raga
7. Kejatuhan benda keras
8. Luka tembak
E. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul
setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis
dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobilmotor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh
peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan
neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera
kepala
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30
menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusio cerebral maupun hematoma
b. Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit
tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
RESPON
Membuka Mata :
NILAI
-Spontan
-Terhadap nyeri
-Tidak ada
Verbal :
-Orientasi baik
-Orientasi terganggu
- Mampu bergerak
-Melokalisasi nyeri
-Fleksi menarik
-Fleksi abnormal
-Ekstensi
1
3-15
Total
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat
terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis
frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam,
lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
b. Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis
lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi
pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri
meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan
kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam.
Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif
berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi
transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus
lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri
kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri
perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
2) Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan
epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering
terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek
cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi
juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk
daripada perdarahan epidural.
3) Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau
terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum.
Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam
mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi
4)
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke
otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20
mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob.
Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan normal cerebral blood
flow (CBF) adalah 50 60 ml / menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 %
dari cardiac output. Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup
aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar.
G. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
1. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
2. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti :
Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang
disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali
proyektil
Penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal,
irreguler,
Penurunan nadi, peningkatan suhu.
Kebingungan
Pucat
Mual dan muntah
Pusing kepala
Terdapat hematoma
Kecemasan
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
bergerak
mengenai
kepala
yang
diam.
Deselerasi adalah kepala membentur benda yang diam. Keduanya mungkin terjadi
secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba tiba tanpa kontak langsung.
Kekuatan ini menyebabkan isi dalam tengkorak yang keras bergerak dan otak akan
membentur permukaan dalam tengkorak pada otak yang berlawanan.
3. Kup dan kontra kup
Cedera cup mengakibatkan kebanyakan kerusakan yang relatif dekat daerah yang
terbentur, sedangkan kerusakan cedera kontra cup berlawanan pada sisi desakan
benturan.
4. Lokasi benturan
Bagian otak yang paling besar kemungkinannya menderita cedera kepala terbesar
adalah bagian anterior dari lobus frantalis dan temporalis, bagian posterior lobus
aksipitalis dan bagian atas mesensefalon.
5. Rotasi
Pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.
6. Fractur impresi
Fractur impresi sebabkan oleh suatu keluaran yang mendorong fragmen tentang
turun menekan otak yang lebih dalam ketebalan tulang otak itu sendiri, akibat
fraktur ini dapat menimbulkan kontak cairan serebraspimal (CSS) dalam ruang
sobarachnoid dalam sinus kemungkinan cairan serebraspinoa (CSS) akan mengalir
ke hidung, telinga, menyebabkan masuknya bakteri yang mengkontaminasi cairan
spinal
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Indikasi CT Scan adalah :
a. Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat obatan analgesia/anti muntah.
b. Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
I. KOMPLIKASI
1. Patah tulang tengkorak
Patah tulang tengkorak merupakan suatu retakan pada tulang tengkorak.
Patah tulang tengkorak bisa melukai arteri dan vena, yang kemudian mengalirkan
darahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di dasar
tengkorak bisa merobek meningens (selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan
yang beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.
Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah tulang tersebut, dan
menyebabkan
infeksi
serta
kerusakan
hebat
pada
otak.
Sebagian besar patah tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika
pecahan tulang menekan otak atau posisinya bergeser.
2. Konkusio
Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah
terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata.
Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan
struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan,
tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak.
Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa
jam
atau
hari.
Beberapa
penderita
merasakan
pusing,
kesulitan
dalam
otak
lebih
serius
daripada
konkusio.
MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa
menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan
atau
bahkan
koma.
Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;
pembengkakan
yang
sangat
hebat
bisa
menyebabkan
herniasi
otak.
4. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial (hematoma intrakranial) adalah penimbunan darah di dalam
otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi
karena cedera atau stroke.
Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada
akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan
menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada
bahkan
kematian.
Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara
meningens dan tulang tengkorak. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih
cepat memancar.
Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul
beberapa jam kemudian. sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam
kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya. Selanjutnya bisa terjadi
peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma.
berlawanan.
Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran
dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai
satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan perilaku yang nyata,
meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang
mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian
penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar
dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.
7. Kerusakan lobus parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan
berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan
bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi
pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.
Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi
tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini disebut apraksia)
dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
jalur
emosional.
J. PENATALAKSANAAN
Secara umum :
1. Tindakan terhadap peningkatan TIK
a. Pemantauan TIK dengan ketat.
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung lain
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
d. Terapi antikonvulsan
e. CPZ untuk menenangkan pasien
f. NGT
a. Penanganan pertama kasus cidera kepala di UGD
Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang
telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi,
anamnesa sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan
fisik meliputi Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997).
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring,
buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang
leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi.
Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit
tidak ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan
rumah sakit oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat
penderita di pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat
gejala seperti ini harus segera ke rumah sakit misalnya : mual muntah, sakit
kepala yang menetap, terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang
kejang, Gelisah. Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama
kerang lebih 2 x 24 jam dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,
1999).
b. Perawatan dirumah sakit
Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 15 meliputi :
Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose
cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan
edema serebri) Di RS Dr Soetomo surabaya digunakan D5% salin kira
dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS 15).
Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti : Citicholine,
turun.
Beri masker oksigen 6 8 liter/menit.
Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada
dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk kedalam system portal.
Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya
statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri dan
diberikan
obat
penenang
seperti
diazepam
karena
dapat
hipoksemik (PO2 <65 mmHg), 13% dengan hipotensif (TD sistolik <
95mmHg,dan 12% dengan anemik (hematokrit < 30%).
Diperlihatkan bahwa hipotensi saat masuk (TD sistolik <90 mmHg) adalah
satu dari tiga faktor pada pasien dengan cedera kepala berat dengan CT scan
normal (dua lainnya adalah usia > 40 tahun dan posturing motor) yang, bila
ditemukan saat masuk, berhubungan dengan akan terjadinya peningkatan
TIK. TIK tinggi berhubungan dengan outcome yang lebih buruk. Karenanya
wajib untuk menstabilkan kardiopulmoner segera.
a. Jalan Nafas
Yang sering bersamaan dengan konkusi adalah terhentinya nafas untuk
sementara. Apnea yang lama sering menjadi penyebab kematian yang
segera pada suatu kecelakaan. Bila pernafasan buatan segera dilakukan,
dapat dicapai outcome yang baik. Apnea, atelektasis, aspirasi dan
sindroma distres respirasi akuta (ARDS) sering bersamaan dengan cedera
kepala berat, dan karenanya satu-satunya aspek yang paling penting dalam
pengelolaan segera pasien tersebut adalah mempertahankan jalan nafas
yang baik. Setiap pasien dengan cedera kepala berat harus diintubasi
segera. Kecermatan harus diperhatikan dalam menjamin letak yang benar
dari tube endotrakhea, bukan esofageal. Jarang, bila perlu dilakukan
trakheostomi emergensi, terutama pada pasien dengan cedera maksilofasial
berat dimana intubasi dihindari karena pembengkakan berat jaringan lunak
serta
adanya
distorsi
anatomi.
Dalam usaha mempertahankan jalan nafas, saluran mulut dan nasal harus
bersih dari semua benda asing, sekresi, darah dan muntah. Sekali tube
endotrakheal pada tempatnya, balon harus digembungkan untuk
mencegah atau mengurangi aspirasi, dan pengisapan seksama saluran
trakheal harus dilakukan.
b. Tekanan Darah
Pada pasien cedera kepala sering di temukan Hipotensi dan hipoksia.Bila
jalan nafas sudah diperbaiki, nadi dan tekanan darah pasien diperiksa dan
siapkan jalur vena. Minimum dua jalur vena (gunakan Jelcos 14 atau
16) harus terpasang baik. Umumnya digunakan kateter vena
infraklavikular perkutaneus subklavian atau jugular, walau kadang-kadang
pembukaan vena safena atau brakhial diperlukan untuk mendapat jalur
vena yang memadai. Pada titik ini, darah bisa diambil untuk pemeriksaan
rutin, skrining koagulasi, kadar alkohol serum, contoh untuk bank darah
serta
gas
darah
arterial.
Bila pasien hipotensif, sangat penting untuk memperbaikinya sesegera
mungkin. Hipotensi biasanya tidak karena cedera kepala semata, kecuali
pada fase terminal dimana sudah terjadi kegagalan medullari. Jauh lebih
umum, hipotensi adalah pertanda kehilangan darah banyak,yang mana bisa
tampak atau tersembunyi, atau keduanya.
Pada pasien cedera dengan hipotensif, pertama harus dipikirkan cedera
cord spinal yang terjadi (dengan kuadriplegia atau paraplegia) serta
vegetatif (17 persen) dibandingkan mereka yang diberi obat dummy sebanyak 32
persen. Amantadine mulai banyak digunakan untuk mengobati cedera otak
beberapa tahun belakangan. Namun belum pernah ada penelitian yang
menunjukkan khasiat obat ini secara spesifik.
II.
hiperventilasi, ataksik)
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
Sistem saraf :
Kesadaran GCS.
Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
riwayat kejang.
c. Sistem pencernaan
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika
pasien sadar tanyakan pola makan?
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
d. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
e. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
f. Psikososial data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
3. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan berhubungan dengan gagal
nafas, adanya sekresi, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan
pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat
gizi karena faktor biologis.
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan:
Intervensi :
(dapat
Intervensi:
Intervensi:
d. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan
meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan:
Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan
tidak ada sesak atau kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan
pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
Intervensi:
dan
ubun-ubun atau mata cekung dan out put urine.
Berikan cairan intra vena sesuai program.
Intervensi:
memudahkan BAB.
Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
dan
demonstrasikan,
seperti
bagaimana
cara
memandikan anak.
i. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma
kepala.
Tujuan:
Intervensi:
tujuannya.
Anjurkan orang tua untuk selalu berada di samping anak.
Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan perasaan.
Gunakan komunikasi terapeutik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.
2. Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan ed-3. Jakarta : EGC
3. Muttaqin, Arif.2008. Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
sistem persarafan. Jakarta : Salemba Medika
4. Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta : EGC
5. Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto
6. Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3.
Jakarta: EGC.
7. Syafudin,AMK. 2003. Anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawtan, Edisi
3.Jakarta: EGC.
8. http://dentingberdetak.blogspot.com/2011/07/askep-klien-dengan-traumakepala.html
9. http://ppni-klaten.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=68:cedera-kepala&catid=38:ppni-akcategory&Itemid=66
10. http://kosmo.vivanews.com/news/read/293055-riset-obat-flu-percepat-pemulihancedera-otak
11. http://ainicahayamata.wordpress.com/nursing-only/keperawatan-medikal-bedahkmb/askep-cedera-kepala/
12. http://www.scribd.com/doc/20357839/Cedera-Kepala
13. http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-cederakepala.html
B
e
n
t
u
r
a
n
K
e
p
a
l
a
Trauma
Cedera jaringan otak
sekitar tertekan
H
e
m
a
t
o
m
a
O
Va
si T
Perfusi jaringan
cerebral tidak
Efektif
me
A
lir
a
n
d
ar
a
h
k
e
ot
a
k
m
e
Robekan
jaringan
NYERI AKUT
nurun
Perubahan
Metabolisme Anaerob
ATP menurun
Resiko
Infeksi
Energi <
Hipoksia
Fatigue
Defisit
Perawatan Diri
TIK meningkat :
- Mual
baik
- Muntah
Nutrisi
Kurang
Gangguan
Persepsi
Sensori
Gangguan
Kominikasi Verbal