Full PAPER (1. Pendahuluan - 5. Kesimpulan Dan Saran)
Full PAPER (1. Pendahuluan - 5. Kesimpulan Dan Saran)
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata
pencaharian bertani dan berkebun, Sektor pertanian menjadi sektor yang penting
dalam mendukung kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sehingga, sektor pertanian
menjadi kegiatan ekonomi yang paling dominan dalam meningkatkan
perekonomian masyarakat. Sektor pertanian juga memegang peran penting dalam
peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Terbukti pada tahun 2014, sektor
pertanian memberikan kontribusi sebesar 11,76% berdasarkan harga berlaku.
Angka tersebut menduduki peringkat kedua setelah sektor industri sebesar 21,28%
(Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jendral, 2015).
Permasalahan yang sering muncul di Indonesia dalam lingkup pertanian
adalah tingginya harga komoditas hasil tani di pasaran. Sebagai contoh, fenomena
meroketnya harga cabai dan bawang merah di setiap awal Ramadhan dan hari raya
Idul Fitri. Hal tersebut tidak hanya disebabkan oleh kelangkaan ataupun tingginya
tingkat permintaan konsumen. Namun, hal tersebut juga dapat disebabkan oleh jalur
distribusi dan strategi distribusi yang belum optimal.
Perlu kita tinjau, jika suatu daerah yang merupakan sentra produksi
pertanian, namun tidak memiliki infrastruktur distribusi yang memadai, maka hasil
taninya tidak akan terdistribusi dengan optimal dan tepat sasaran. Hal tersebut akan
mengakibatkan penumpukan hasil tani di suatu daerah. Sehingga harga akan murah
dikarenakan jumlah persediaan yang berlimpah. Apabila didistribusikan ke luar
daerah tentu akan memerlukan biaya lebih sehingga harga jual tentu akan lebih
tinggi.
Sebaliknya, jika suatu daerah yang bukan merupakan sentra produksi
pertanian tidak memiliki infrastruktur distribusi yang memadai, tentu akan lebih
sulit untuk mendistribusikan hasil tani ke daerah tersebut. Hal tersebut juga akan
mengakibatkan tingginya harga ke konsumen karena memerlukan biaya lebih untuk
pengangkutan hasil tani ke daerah tersebut. Oleh sebab itu, perlu ketersediaan
infrastruktur untuk mendukung pendistribusian hasil tani agar tidak mengalami
kesenjangan.
Pembangunan infrastruktur pertanian selalu menjadi salah satu agenda
penting dalam rencana pembangunan Indonesia. Salah satu fokus dari
pembangunan infrastruktur pertanian Indonesia adalah pembangunan infrastruktur
distribusi hasil tani salah satunya jalan usaha tani. Jalan usaha tani merupakan
infrastruktur jalan yang dilalui oleh petani dari ladang pertanian menuju daerah
pemasaran.
TUJUAN PENELITIAN
MANFAAT PENELITIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketahanan Hasil Tani Nasional
Isu ketahanan pangan adalah topik penting yang selalu diperhatikan oleh
pemerintah. Pangan adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh manusia dan
menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat. Sudah seharusnya pangan harus tersedia
dan memadai sehingga semua manusia dapat memenuhi kebutuhan primernya.
Minimnya ketersediaan pangan adalah indikator rendahnya kesejahteraan manusia
yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian.
Menurut UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, pengertian ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhnya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Melalui definisi di atas, ketahanan pangan berarti suatu keadaan dimana
semua elemen di suatu negara bisa mendapatkan pangan yang bermutu baik.
Dengan terpenuhi kebutuhan pangan, maka masyarakat akan sejahtera dan stabilitas
ekonomi juga ikut tercapai. Untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
masyarakat, Indonesia membutuhkan ketahanan pangan dengan jumlah yang cukup
dan dapat tersebar menyeluruh secara nasional. Jika ketahanan pangan tidak
tercapai dan terganggu, berbagai permasalahan ekonomi, sosial, dan politik akan
terjadi.
Ada tiga kegiatan dan sistem pokok pada ketahanan pangan; ketersediaan,
distribusi, dan konsumsi. Pemerintah harus bisa menjamin kepada masyarakat
bahwa pasokan pangan dapat cukup memenuhi kebutuhan dengan kualitas yang
tinggi. Pemerintah juga mewujudkan sarana distribusi yang optimal agar semua
pangan dapat sampai ke setiap daerah baik melalui jalur darat, udara, maupun laut,
sehingga nantinya masyarakat dapat menikmati pangan secara merata. Ketersediaan
pangan juga hendaknya tidak mengalami pergantian atau fluktuasi dari tahun ke
tahun.
Menurut Dewan Ketahanan Pangan pada tahun 2015, ketahanan pangan
secara nasional telah meningkat. Hal ini merupakan dampak dari pada beberapa
indikator ketahanan pangan dan gizi. Namun peningkatan ini dapat mengalami
hambatan jika tantangan-tantangan utama tidak ditangani dengan baik, seperti
akselerasi dan intervensi gizi buruk dan mengatasi kerentanan terhadap resiko
perubahan iklim yang semakin meningkat. Meskipun telah terjadi perbaikan pada
kondisi ketahanan pangan dan gizi, ketahanan gizi masih jauh tertinggal. Persentase
balita kurang gizi mengalami peningkatan pada tahun 2010-2013 dan angka
kematian bayi juga relatif tinggi
Kondisi ketahanan pangan saat ini semakin memburuk dikarenakan beralih
fungsinya lahan pertanian di Indonesia. Indonesia berada dalam level serius pada
indeks kelaparan global. Di masa depan diprediksi akan terjadi kelangkaan pangan
yang merupakan akibat dari kerusakan lingkungan dan konversi lahan
(kompasiana.com).
Pemberdayaan petani juga krusial untuk diperhatikan dalam rangka
meningkatkan ketahanan pangan. Pemerintah memiliki peranan untuk
mensejahterakan para petani hasil pangan agar mereka selain memproduksi pangan
yang berkualitas tinggi juga memperoleh pendapatan yang memadai. Kesejahteraan
petani dinilai masih rendah dan akan berdampak pada ketahanan pangan. Hambatan
para petani seperti lahan yang sempit, modal yang minim, infrastruktur kurang, dan
kondisi pasar yang cenderung berubah. Disinilah tugas besar pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan para petani, karena demi terwujudnya ketahanan
pangan harus dimulai dari petani tersebut.
Ketahanan pangan bukan hanya seputar pangan yang tersedia cukup dan
distribusi yang lancar, namun juga terkait dengan harga dari pangan tersebut. Harga
pangan harus sesuai dengan kemampuan masyarakat untuk membelinya.
Mengingat tahun 1998 ketika terjadi krisis ekonomi, harga pangan melambung dan
menandai adanya gangguan ketahanan pangan. Akibatnya terjadi kerusuhan besarbesaran di sejumlah daerah di Indonesia. Ketahanan pangan di Sumatera Barat
menurut Bahan Ketahanan Pangan juga cenderung lemah karena adanya hambatan
dalam distribusi hasil pangan dan tani ke daerah lain. Petani di Sumatera Barat juga
hanya mendistribusikannya kebanyakan di dalam Sumatera Barat saja, padahal jika
bisa sampai distribusi ke daerah selain Sumatera Barat, pendapatan daerah akan
meningkat. Kurangnya inovasi teknologi juga menjadi faktor lainnya. Sehingga
pemerintah selalu berupaya agar hal yang melemahkan ketahanan pangan tidak lagi
terjadi dengan berusaha agar ketahanan pangan tetap stabil di Indonesia dan tetap
terpenuhi di wilayah Indonesia yang luas.
2.1.1 Regulasi Terkait dengan Ketahanan Pangan
Indonesia dikenal dengan sebutan negara agraris. Indonesia mampu
menghasilkan banyak hasil tani karena didukung oleh topografi daerah dan cuaca.
Hasil tani tersebut meliputi beras, sayur mayur seperti kol, wortel, tomat dan hasil
perkebunan lainnya. Hasil tani biasanya dihasilkan di daerah dataran tinggi serta
temperatur yang rendah. Hasil tani tersebut kemudian didistribusikan ke berbagai
daerah dan juga tentunya perkotaan. Namun terkadang hasil tani tersebut belum
optimal karena adanya kondisi musiman dan faktor cuaca. Jika hal ini terjadi, harga
dari hasil tani akan naik. Tidak hanya itu saja, ada banyak permasalahan hasil tani
yang lain seperti peralatan yang belum memadai dan lemahnya penanganan hasil
tani. Belum maksimalnya pengelolaan hasil komoditas pangan juga menyebabkan
ketahanan pangan jauh dari tujuan yang diharapkan (Oktavio Nugrayasa, 2015).
Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, pemerintah pun membuat regulasi dan
kebijakan terkait dengan ketahanan pangan.
Regulasi mengenai pangan nasional dimuat pada UU nomor 18 tahun 2012.
Tujuan dari regulasi ini agar dapat terwujudnya pangan masyarakat berdasarkan
kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. Penyelenggaraan
pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan dan mampu menyediakan
pangan dengan mutu yang terjamin serta dengan harga yang sesuai dengan
kemampuan masyarakat. Selain itu juga untuk memiliki jalur pangan yang mudah
diakses oleh masyarakat guna mengurangi tingkat masyarakat yang rawan pangan
serta pemberdayaan petani melalui peningkatan hasil pangan nasional.
Dalam UU Pangan ini juga dibahas mengenai adanya lembaga yang
memiliki wewenang terhadap berbagai hal yang terkait dengan pangan. Dalam UU
Pangan pada pasal 126 disebutkan, Dalam hal mewujudkan kedaulatan pangan,
kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional, dibentuk lembaga pemerintah
yang menangani bidang pangan yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Presiden. Lalu dilanjutkan pada pasal 127, Lembaga pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 mempunyai tugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pangan.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan pasal 9
menyebutkan: (1) penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya
lokal, (2) penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat1
dilakukan dengan a. Meningkatkan keragaman pangan, b. Mengembangkan
teknologi pengolahan dan produk pertanian dan c. Meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan prrinsip gizi
berimbang.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam regulasi pemerintah
mengenai ketahanan pangan adalah tidak ada regulasi yang berkaitan dengan
distribusi komoditas pangan dan tani. Yang dibahas dalam regulasi hanya mengenai
pengembangan serta peningkatan ketahanan pangan. Regulasi seakan fokus hanya
pada terpenuhinya ketersediaan pangan padahal proses distribusi pangan
merupakan hal yang penting untuk mendukung kuatnya ketahanan pangan.
2.2 Kondisi Infrastruktur Distribusi Hasil Tani Nasional
2.2.1 Kondisi Jalan untuk Jalur Distribusi
Jalur distribusi pangan nasional biasa dilakukan dari darat, laut maupun
udara. Namun mayoritas jalur distribusi ditempuh dengan jalur darat. Kondisi jalan
untuk jalur distribusi seharusnya sudah baik sehingga tidak ada kendala dalam
penyaluran pangan dan hasil tani ke berbagai daerah di Indonesia. Namun tidak
semua jalan yang dilalui sudah baik. Pada semester 1 tahun 2013, jalan nasional
dalam kondisi baik sepanjang 19.600,32 km atau 50.82%; dalam kondisi sedang
14.809,68 km atau 38,40%; kondisi rusak ringan 2.506.21 km atau 6.50%; dan
kondisi berat sepanjang 1.653,61 km atau 4,29% (Pusdata Kementerian Pekerjaan
Umum, 2015).
Salah satu kendala dalam distribusi hasil pangan serta tani di Indonesia
adalah masih kurangnya infrastruktur agar bisa menuju ke daerah-daerah terpencil.
Padahal sudah seharusnya akses menuju daerah-daerah sudah lancar sehingga
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pangannya. Akses menuju daerah-daerah
tersebut jalannya cenderung kecil dan sempit, penuh bebatuan, dan belum diaspal.
Penerangan di malam hari pun minim dan dapat mengakibatkan kecelakaan.
Pemerintah hendaknya memperhatikan permasalahan tersebut karena untuk
mewujudkan ketahanan pangan yang optimal, distribusi pangan ke berbagai daerah
juga harus optimal. Akses ini juga merupakan poin penting dalam distribusi pangan.
Puslitbang Jalan dan Jembatan yang merupakan bagian dari Kementerian Pekerjaan
Umum memiliki suatu kelompok yang bergerak di bidang ini yang bernama
Kelompok Program Penelitian (KPP). KPP bertugas meningkatkan jalur
transportasi sehingga distribusi pangan dapat berjalan lancar. Dengan melakukan
berbagai penelitian dan ditunjang oleh teknologi, berbagai jalan dan jembatan sudah
berangsur diperbaiki dan aman untuk dilewati. Puslitbang Jalan dan Jembatan juga
mulai meneliti teknologi untuk jalan yang ramah lingkungan. Seperti contohnya di
Pulau Samba, Nusa Tenggara Timur, batu karang dimanfaatkan sebagai jalan yang
ramah lingkungan. Puslitbang Jalan dan Jembatan pun berupaya untuk mengurangi
drainase dan perkiraan volume kendaraan sehingga jalan tidak cepat rusak.
Disinilah peran penting Kementerian Pekerjaan Umum dalam membantu
terwujudnya ketahanan pangan.
Sedangkan di Sumatera Barat, kondisi dan infrastruktur jalan sudah
mencapai indikator baik bahkan melampaui target nasional. Dinas Prasarana Jalan
dan Tata Ruang Pemukiman Provinsi Sumatera Barat menyatakan kondisi jalan di
wilayah Sumatera Barat secara keseluruhan mencapai 87 persen yang terdiri dari
kondisi infrastruktur jalan provinsi dan jalan nasional. Dalam waktu empat sampai
lima tahun, pembangunan infrastruktur jalan di Sumatera Barat bergerak cepat.
Pemerintah daerah melalui pembangunan infrastruktur ini bertujuan agar jalan
kabupaten dan kota menjadi strategis provinsi. Seperti rencana pembangunan di
Kabupaten Dharmasraya yang terkenal dengan daerah penghasil sawit di Sumatera
Barat. Diharapkan dengan pembangunan tersebut, jalur distribusi sawit serta hasil
tani dan pangan lainnya berjalan lancar. Selain itu, Sumatera Barat juga banyak
mendapatkan proyek pembangunan infrastruktur. Pemerintah menyatakan
kesediaannya untuk mengalokasikan APBN untuk pembangunan infrastruktur
jalan. Contoh proyek yang direncanakan adalah jalan lintas Padang-Pesisir Selatan
yang bertujuan untuk pengembangan ekonomi daerah pesisir. Serta juga terdapat
proyek yang merupakan lanjutan program pemerintah daerah di tahun 2015 yang
meliputi Padang-Sicincin dan jalan lintas daerah Bukittinggi-Pekanbaru.
Penambahan infrastruktur prasarana jalan serta tata ruang di Sumatera Barat pun
masih perlu dibangun juga.
2.2.2 Sarana Transportasi
Distribusi hasil pangan dapat ditempuh melalui darat, laut, dan udara seperti
truk, kapal, helikopter, dan yang lainnya. Distribusi pangan biasanya terhambat
karena ada kemacetan dan membuat pangan lambat sampai tujuan. Pengendalian
terhadap kemacetan pun masih kurang. Selain itu juga terdapat adanya pelanggaran
pada sarana distribusi. Pemerintah perlu memperhatikan lebih lanjut jalur yang akan
dilalui transportasi distribusi pangan.
Permasalahan lain adalah belum memadainya sarana transportasi khususnya
antar pulau. Hal tersebut menambah biaya distribusi pangan. Sedangkan para petani
berusaha agar mengurangi biaya beban yang dikeluarkan saat distribusi pangan.
Sumatera Barat memang unggul dalam hasil pangan, namun kendala yang
lain adalah kurang tersedianya sarana transportasi. Apalagi jika jarak antara pasar
dan tempat produksi tani dan pangan jauh, maka selain jalur distribusi yang lancar,
transportasi yang digunakan juga harus lancar. Tidak tersedianya sarana
transporatsi yang memadai ini juga merupakan faktor yang menyebabkan
ketahanan pangan masih lemah di Sumatera Barat.
2.3 Membangun Saluran Distribusi yang Optimal
Distribusi adalah suatu proses penyampaian barang atau jasa dari produsen
ke konsumen dan para pemakai, sewaktu dan dimana barang atau jasa tersebut
diperlukan. Menurut David A. Revzan (2011), saluran distribusi adalah merupakan
suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan
akhirnya sampai ke pemakai. Definisi lain dikemukakan oleh The American
Marketing Association tentang banyaknya lembaga yang ada dalam aliran atau arus
barang. Saluran distribusi merupakan suatu struktur organisasi dalam perusahaan
dan luar perusahaan yang terdiri dari agen, pedagang besar dan pengecer melalui
sebuah komoditi, produk atau jasa yang dipasarkan.
Jalur distribusi pangan dapat dibedakan menjadi dua; langsung dan tidak
langsung. Jalur distribusi langsung hanya terdiri dari dua pelaku yaitu petani dan
konsumer, dimana konsumer langsung membeli pangan dan tani dari petani tanpa
adanya perantara atau pihak ketiga. Sedangkan jalur distribusi tidak langsung terdiri
dari 3 atau lebih pelaku yaitu petani, pengecer atau agen atau tengkulak, dan
konsumer. Alasan petani lebih memilih jalur distribusi tidak langsung diantaranya
keterbatasan sarana transportasi yang dimiliki petani sehingga menyebabkan petani
membutuhkan pihak ketiga dalam mendistribusikan hasil tani dan pangan ke
pedagang atau konsumer. Petani juga melakukan pertimbangan dana dalam
distribusi pangan serta mengutamakan efisiensi kerja. Selain itu, minimnya
pengetahuan serta pengalaman dan prasarana petani juga menjadi alasan mengapa
petani menggunakan pihak ketiga dalam distribusi tersebut. Kegiatan distribusi pun
berlangsung baik bila pengecer atau agen sudah mempunyai pengalaman dalam
bidang distribusi dan penyimpanan. (Basu Swastha Dharmmesta, 2015).
Ketika distribusi berjalan, promosi dan pengenalan hasil tani pun juga turut
berjalan seiring dengan distribusi. Promosi dimaksudkan untuk mengundang serta
memperkenalkan manfaat dan kualitas dari hasil pangan dan tani. Setiap pemilihan
saluran dan jalur distribusi akan berdampak kepada penetapan harga dari hasil
pangan dan tani. Jika distribusi bersifat kompleks, maka harga yang dijual petani
pun rendah. Petani lebih suka menjual ke pedagang, namun kelemahannya petani
tidak dapat menentukan harga jualnya.
Proses dan saluran distribusi yang panjang dapat menyebabkan margin
antara harga jual dan harga beli tidak sepadan. Ditambah lagi dengan jika terdapat
hasil pangan dan tani yang rusak, maka biaya distribusi pun tinggi dan jumlah hasil
yang akan disalurkan ikut berkurang. Maka perlu adanya penanganan saluran
distribusi secara cepat guna mengurangi resiko kerusakan pangan dan tani serta
menjamin tingkat resiko kerusakannya juga berkurang. Namun ketika distribusi
dari pedagang ke konsumen yang biasa terjadi di pasar, kualitas pangan dan tani
tidak sama dengan yang disalurkan sebelumnya. Ini membuat kualitas pangan dan
hasil tani berkurang dan ditakutkan akan menimbulkan pangan dan hasil tani yang
tak terpakai. Oleh sebab itu, perlu adanya pengelolaan saluran distribusi yang baik
serta hati-hati menjamin setiap pangan dan hasil tani sampai di tangan konsumer
sesuai dengan kualitasnya.
2.3.1 Pentingnya Jalur Distribusi yang Optimal dan Efisien
Untuk mencapai ketahanan pangan, setiap pangan harus dapat didistribusikan
ke seluruh daerah Indonesia. Jika hal ini tercapai, tentu akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri. Ada banyak kendala yang harus dilalui
saat melakukan distribusi pangan. Sarana dan prasarana dalam akses menuju daerah
terpencil masih kurang. Kondisi jalan yang buruk dapat memperlambat proses
distribusi. Sarana transportasi pun dinilai belum optimal. Berbagai kondisi jalur
distribusi yang lainnya seperti kemacetan
dan jalur rawan kecelakaan ikut
menghambat proses distribusi pangan.
10
Petani
Pedagang
pengumpul
Konsumen
Pedagang grosir
(dalam/luar daerah)
Pedagang
pengecer
11
BAB III
METODE PENULISAN
3.1
Objek Penulisan
Objek dari penulisan ini adalah jalur distribusi hasil tani yang terdapat di
Sumatera Barat. Penulis menampilkan jalur-jalur distribusi yang tersebar di
Sumatera Barat yang digunakan oleh setiap pedagang pengumpul untuk
mendistribusikan hasil tani ke berbagai wilayah di Sumatera Barat. Setiap kota dan
kabupaten di Sumatera Barata memberikan laporan ke berbagai kantor dinas pusat
di Sumatera Barat seperti jenis, jumlah harga komoditas hasil tani ke Dinas
Pertanian Sumatera Barat dan jalur distribusi ke Dinas Perhubungan Sumatera
Barat.
3.2
Jenis Penulisan
Jenis Data
11
12
13
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1
a.
Kota/Kabupaten Cabai Merah Bawang Merah Bawang daun Kentang Kembang Kol Kubis Kacang Panjang Ketimun Lobak Buncis TOTAL
Kepulauan Mentawai
28.5
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
17.3
10.5
0.0
0.0
56.3
Pesisir Selatan
4.0
136.3
30.0
0.0
0.0
0.0
2.7
2.5
0.0
18.4
193.8
Solok
16.7
47.8
5.5
42.4
0.0
44.9
373.5
494.9
0.0
4.2
1030.0
Sijunjung
17.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
16.7
0.0
0.0
0.0
34.5
Tanah Datar
9.5
500.1
17.0
288.5
2.4
14.0
258.3
500.3
170.0
4.0
1764.1
Padang Pariaman
353.3
8.3
0.0
0.0
0.0
0.0
309.4
3.1
0.0
0.0
674.0
Agam
10.5
528.2
5.5
2.0
8.0
11.4
162.4
3.7
150.3
10.6
892.7
Lima Puluh Kota
3.5
140.2
161.8
0.0
0.0
0.0
564.8
2.1
0.0 150.3
1022.7
Pasaman
579.7
0.0
47.1
0.0
2.1
58.3
256.8
577.6
5.8 207.1
1734.4
Solok Selatan
2.6
305.5
45.3
74.4
0.0
235.7
287.1
298.6
0.0 285.7
1535.0
Dhamasraya
127.5
16.1
0.0
0.0
0.0
0.0
384.5
1.8
0.0
0.0
529.8
Pasaman Barat
73.5
0.0
42.7
0.0
0.0
0.0
504.7
584.5
0.0 135.8
1341.1
Padang
524.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
16.3
7.8
0.0
38.0
586.8
Sawah Lunto
34.5
0.3
1.6
0.0
0.0
0.0
8.8
0.8
0.0
0.0
46.0
Padang Panjang
171.7
0.0
251.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0 446.7
870.1
Bukittinggi
235.6
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
80.1
0.0 164.8
480.5
Payakumbuh
325.8
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
254.2
484.5
0.0 199.3
1263.8
Pariaman
47.7
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
26.3
27.7
0.0
0.0
101.7
TOTAL
2567.1
1682.7
608.1
407.4
12.5
364.4
3443.7
3080.4
326.2 1665.0 14157.4
13
14
Tidak tersedianya data yang valid mengenai jumlah kuantitas hasil tani
yang didistribusikan dan ke daerah mana saja hasil tani akan
disitribusikan. Hal ini akan sulit dimonitor dan dievaluasi, meskipun
beberapa petani menganggap jalur distribusi yang mereka lakukan
sudah cukup efisien dan lancar. Dari wawancara yang dilakukan penulis
dengan pedagang di Pasar Raya Padang, mereka tidak melakukan
penghitungan dan pencatatan jumlah hasil tani yang didistribusikan
oleh petani dari daerah Kabupaten Solok. Selanjutnya, pedagang pasar
raya akan menjual hasil taninya ke pedagang-pedagang kecil yang
nantinya akan dijual di pasar-pasar sekitar Padang seperti Pasar Alai,
Pasar Siteba, dan Pasar Lubuk Buaya.
15
4.2
Lokasi
Kabupaten Solok
Kabupaten Sijunjung
Kabupaten Sijunjung
Kota Padang
Kabupaten 50 Kota
Kabupaten Tanah Datar
Kabupaten Pesisir Selatan
Kabupaten Pasaman Timur
Kabupaten Tanah Datar
16
memilih jalur distribusi yang dekat dan singkat untuk menghindari sayur
mayur agar tidak membusuk selama di perjalanan.
2. Penguasaan dari Pedagang (Monopoli)
Umumnya, jalur distribusi di Sumatera Barat hanya ditentukan oleh
pedagang pengumpul tanpa adanya regulasi dan kebijakan pemerintah
yang mengatur jalur distribusi. Hal ini mengakibatkan pedagang dengan
bebas menentukan daerah pemasaran yang menguntungkan baginya
tanpa memperhatikan ketahanan pangan dan pendistribusian yang
optimal di daerah lain.
3. Sarana transportasi yang belum tercukupi
Kelancaran distribusi perlu didukung oleh sarana dan prasarana
transportasi yang tercukupi. Namun, minimnya sarana transportasi yang
dimiliki oleh petani atau penyalur mengakibatkan petani atau penyalur
perlu menyewa transportasi yang mengakibatkan biaya tambah untuk
beban angkut dan beban sewa hasil tani.
Faktor eksternal :
1. Infrastruktur (Jalan Usaha Tani) Belum Memadai
Infrastruktur yang disebutkan disini adalah jalan usaha tani. Jalan usaha
tani merupakan jalan yang ditempuh oleh petani dari ladang pertanian
menuju pasar-pasar terdekat. Umumnya, para petani menggunakan kuda
beban, motor, atau sepeda untuk mengangkut hasil tani mereka menuju
pasar terdekat. Berdasarkan data BPS, jumlah nagari/desa kelurahan di
Sumatera Barat uang tidak dapat dilalui oleh kendaraan beroda 4 adalah
28 atau 2,45% (www.sumbarprov.go.id)
2. Kondisi Alam
Kondisi alam yang dilalui dari lahan petani ke daerah-daerah pemasaran
identik dengan perbukitan dan tebing-tebing. Oleh karena itu, jika terjadi
musim hujan atau tanah longsor akan mengakibatkan sayur-mayur tidak
terangkut ke daerah pemasaran.
3. Permintaan Berdasarkan Waktu
Setiap hari besar seperti awal Ramadhan dan hari raya Idul Fitri
permintaan sembako dan hasil tani seringkali meningkat secara drastis.
Hal ini mengakibatkan harga naik secara signifikan. Sulitnya mengatur
pergerakan harga hasil tani disebabkan karena tidak adanya kebijakan
yang mengatur harga dan pendistribusian.
17
4. Hukum Penawaran-Permintaan
Sesuai dengan hukum penawaran-permintaan, apabila harga semakin
rendah maka permintaan akan semakin meningkat, apabila harga
semakin murah maka penawaran semakin rendah. Hal itu berlaku
terhadap pendistribusian hasil tani di pasar, apabila harga sayur rendah
maka permintaannya akan meningkat.
Sumber : data diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Sumatera Barat
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari pihak Dinas Perhubunngan
Sumatera Barat, tidak ada tersedianya data secara detail mengenai jalur-jalur
distribusi yang digunakan untuk mendistribusikan hasil tani ke berbagai
wilayah di Sumatera Barat. Penulis mencoba mengambil data kualitatif
berupa keterangan dari pihak pedagang pengumpul di pasar Cupak
Kabupaten Solok. Pihak pedagang pengumpul menyampaikan bahwa jalur
disribusi di Sumatera Barat sudah memadai dan cukup kondusif, sehingga
pendistribusian hasil tani dapat dilakukan dengan baik di dalam maupun di
luar daerah Sumatera Barat. Pihak pedagang pengumpul juga menyampaikan
bahwa jalur pendistribusian yang digunakan oleh pedagang pengumpul untuk
mendistribusikan hasil tani di Kabupaten Solok tidak sulit ditempuh sehingga
jalur pendistribusian hasil tani tidak menyebabkan ketimpangan harga ketika
sampai di daerah tujuan distribusi hasil tani.
4.3
18
Harga
Tertinggi
Rp12,000
Rp13,000
Rp48,609
Rp57,565
Rp9,429
Rp12,476
Rp44,190
Rp69,048
Rp27,750
Rp16,909
Rp20,850
Diagram 1. Tingkat Harga Komoditas Pangan dan Sayuran di Pasar Padang Luar
Kabupaten Agam Tahun 2015
Des
Nov
Okt
Sept
Agus
Juli
Juni
Mei
April
Mar
Feb
Jan
Rp80,000
Rp70,000
Rp60,000
Rp50,000
Rp40,000
Rp30,000
Rp20,000
Rp10,000
Rp0
Bulan
1 Beras/M
2 Beras/P
5 Tomat/M
6 Tomat/P
7 Cabe Rawit/M
8 Cabe Rawit/P
9 Bawang Merah/M
10 Bawang Daun/M
11 Seledri/M
Sumber : data diperoleh dari Dinas Pertanian Sumatera Barat dan kemudian
diolah sendiri
Harga
Terenda
Rp9,000
Rp10,000
Rp16,636
Rp23,909
Rp3,000
Rp6,000
Rp18,750
Rp21,500
Rp18,000
Rp2,605
Rp3,571
19
DAFTAR HARGA RATA-RATA KOMODITAS PANGAN DAN SAYUR DI PASAR KABUPATEN SOLOK
No. Nama Komoditas
Bulan
Rata- Harga Harga
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des Rata per Tertinggi Terenda
1 Beras/M
Rp11,734 Rp11,290 Rp9,639 Rp9,088 Rp9,095 Rp9,281 Rp12,416 Rp9,173 Rp9,206 Rp9,390 Rp10,049 Rp10,099 Rp10,038 Rp12,416 Rp9,088
2 Beras/P
Rp12,672 Rp12,458 Rp11,347 Rp10,301 Rp10,391 Rp10,447 Rp10,352 Rp10,396 Rp10,474 Rp10,705 Rp11,504 Rp12,591 Rp11,137 Rp12,672 Rp10,301
3 Bawang Merah Rp12,020 Rp10,848 Rp14,490 Rp14,876 Rp16,929 Rp15,367 Rp14,089 Rp10,836 Rp12,452 Rp13,951 Rp14,357 Rp20,129 Rp14,195 Rp20,129 Rp10,836
4 Cabe Merah Keriting Rp48,960 Rp22,463 Rp16,320 Rp18,503 Rp21,143 Rp24,886 Rp23,654 Rp32,864 Rp27,448 Rp18,036 Rp23,243 Rp47,360 Rp27,073 Rp48,960 Rp16,320
5 Tomat
Rp2,672 Rp2,204 Rp3,265 Rp2,840 Rp3,698 Rp4,623 Rp2,971 Rp4,110 Rp4,180 Rp6,796 Rp8,417 Rp5,155 Rp4,244 Rp8,417 Rp2,204
6 Seledri
Rp4,320 Rp1,619 Rp2,841 Rp6,444 Rp10,586 Rp11,543 Rp9,109 Rp10,986 Rp9,079 Rp8,198 Rp8,243 Rp6,010 Rp7,415 Rp11,543 Rp1,619
7 Bawang Daun Rp3,560 Rp2,394 Rp2,931 Rp3,223 Rp4,800 Rp8,407 Rp8,034 Rp7,243 Rp7,895 Rp7,138 Rp7,529 Rp8,936 Rp6,008 Rp8,936 Rp2,394
Jumlah
Rp95,938 Rp63,276 Rp60,833 Rp65,275 Rp76,642 Rp84,554 Rp80,625 Rp85,608 Rp80,734 Rp74,214 Rp83,342 Rp110,280 Rp80,110
Keterangan : M=Medium
P=Premium
20
Diagram 2. Harga Komoditas Pangan dan Sayuran di Pasar Alahan Panjang Kabupaten
Solok Tahun 2015
Rp10,000
Rp0
Jan
Beras/M
Feb
Mar
Beras/P
April
Mei
Bawang Merah
Juni
Juli
Agus
Sept
Tomat
Okt
Seledri
Nov
Des
Bawang Daun
21
DAFTAR HARGA RATA-RATA KOMODITAS PANGAN DAN SAYUR DI PASAR RAYA KOTA PADANG (dalam Rp/Kg)
Bulan
Jan
Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov
Rp13,125 Rp13,125 Rp13,125 Rp12,821 Rp12,500 Rp12,500 Rp12,625 Rp12,500 Rp12,500 Rp12,723 Rp13,100
Rp12,000 Rp11,050 Rp10,625 Rp10,018 Rp9,375 Rp9,375 Rp9,500 Rp9,375 Rp9,375 Rp9,607 Rp10,848
Rp8,750 Rp8,750 Rp8,750 Rp8,750 Rp8,750 Rp8,750 Rp8,875 Rp8,750 Rp8,750 Rp8,982 Rp9,375
Rp16,375 Rp15,400 Rp19,675 Rp23,579 Rp23,500 Rp22,536 Rp20,054 Rp15,893 Rp15,232 Rp18,314 Rp17,500
Rp14,500 Rp14,500 Rp14,500 Rp16,129 Rp17,143 Rp17,339 Rp17,400 Rp16,982 Rp19,107 Rp20,229 Rp19,232
Rp44,700 Rp21,725 Rp17,200 Rp16,750 Rp20,339 Rp30,482 Rp33,471 Rp37,446 Rp28,071 Rp16,671 Rp22,321
Rp48,900 Rp25,300 Rp19,700 Rp19,293 Rp23,500 Rp34,000 Rp37,249 Rp43,018 Rp32,750 Rp22,957 Rp29,464
Rp4,600 Rp4,300 Rp5,000 Rp5,000 Rp5,625 Rp6,554 Rp5,177 Rp5,179 Rp5,054 Rp8,429 Rp9,161
Rp9,800 Rp8,000 Rp6,600 Rp6,000 Rp6,000 Rp8,446 Rp11,343 Rp9,821 Rp12,214 Rp11,829 Rp13,839
Rp15,400 Rp13,000 Rp13,700 Rp11,857 Rp11,428 Rp19,679 Rp23,069 Rp16,929 Rp17,946 Rp20,629 Rp16,071
Rp188,150 Rp135,150 Rp128,875 Rp130,197 Rp138,160 Rp169,661 Rp178,763 Rp175,893 Rp160,999 Rp150,370 Rp160,911
Des
Rp13,100 Rp12,812 Rp13,125 Rp12,500
Rp11,250 Rp10,200 Rp12,000 Rp9,375
Rp9,375 Rp8,884 Rp9,375 Rp8,750
Rp21,793 Rp19,154 Rp23,579 Rp15,232
Rp20,186 Rp17,271 Rp20,229 Rp14,500
Rp44,025 Rp27,767 Rp44,700 Rp16,671
Rp52,736 Rp32,406 Rp52,736 Rp19,293
Rp7,143 Rp5,935 Rp9,161 Rp4,300
Rp13,014 Rp9,742 Rp13,839 Rp6,000
Rp17,171 Rp16,407 Rp23,069 Rp11,428
Rp209,793
Diagram 3. Harga Komoditas Pangan dan Sayuran di Pasar Raya Kota Padang
Tahun 2015
10000
0
Bulan
RataRata
per
Tahun
4 Bawang Merah
5 Bawang Putih
6 Cabe Merah
8 Tomat
9 Bawang Daun
10 Seledri
22
No.
Nama Komoditas
1 Beras/M
2 Beras/P
3 Cabe Merah Keriting/M
4 Bawang Merah/M
5 Bawang Daun/M
6 Seledri/M
7 Tomat/M
Harga
Tertinggi
Rp10,038
Rp11,137
Rp28,570
Rp22,439
Rp8,740
Rp12,333
Rp5,193
Keterangan : M=Medium
P=Premium
Grafik 1. Perbandingan Harga Komoditas Bahan Pangan dan Sayuran di Tiga Psar Besar
Provinsi Sumatera Barat
Harga
Terendah
Rp9,566
Rp10,544
Rp27,073
Rp14,195
Rp6,008
Rp7,415
Rp4,244
23
Nama
Komoditas
Beras/M
Beras/P
Cabe Merah
Keriting/M
Bawang
Merah/M
Bawang
Daun/M
Seledri/M
Tomat/M
No.
Harga Tertinggi
Harga Terendah
24
1.2 Modal
Modal serta biaya yang dikeluarkan untuk menanam dan memproduksi
sayur cenderung mempengaruhi harga jual hasil tani. Apaila modal yang
dikeluarkan untuk menanam dan memproduksi sayur cukup tinggi akan
berakibat harga jual yang semakin tinggi pula, begitupun sebaliknya
apabila modal yang dikeluarkan cikup rendah maka harga jual dapat
ditekan lebih murah.
1.3 Pembasmian Hama
Hama menjadi salah satu kendala oleh petani dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas hasil tanaman tani. Banyaknya hama dan
kurangnya usaha pembasmian hama oleh petani akan menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil tani sehingga akan menyebabkan perubahan
harga hasil tanaman tani ketika dipanen oleh petani.
2. Faktor Eksternal
2.1 Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Tidak Stabil
Pedagang menyampaikan kenaikan atau penurunan harga BBM
cenderung mempengaruhi harga hasil tani ketika dilakukan
pendistribusian hasil tani ke daerah lain. Harga hasil tani ketika sampai
ke daerah tujuan berbanding lurus dengan harga bahan bakar minyak
pada saat pengiriman, ketika harga bahan bakar minyak tinggi, maka
biaya pengiriman yang tinggi akan menambah tingkat harga hasil tani
dan sebaliknya.
2.2 Terjadi Sesuatu yang Tak Terduga (Unexpected Event)
Pedagang menyampaikan bahwa terkadang terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan ketika proses pengiriman hasil tani ke daerah lain, seperti
adanya jalan yang rusak karena bencana alam, kecelakaan, dan
lainnya yang menyebabkan harga hasil tani berubah.
2.3 Hukum Permintaan
Pedagang pengumpul di Kabupaten Solok menyampaikan bahwa harga
dari komoditas hasil tani yang didistribusikan ke daerah lain cenderung
berubah karena permintaan dari daerah lain. Jika permintaan pada waktu
tertentu dari daerah lain cenderung tinggi sementara persediaan hasil
tani tidak mencukupi, maka harga dari jenis komoditas hasil tani akan
berubah. Hal ini akan menyebabkan adanya perbedaan harga ketika
sampai di beberapa pasar di daerah lain sementara di pasar terkait
tersebut juga meminta persediaan hasil tani dari daerah lain selain
Kabupaten Solok.
Sebagian di daerah Sumatera Barat seperti di Pasar Padang Luar Kabupaten
Agam dan pasar Alahan Panjang di Kabupaten Solok, kebanyakan hasil tani
yang terdapat di pasar tersebut adalah hasil tani masyarakat sekitar wilayah
25
tersebut dikarenakan lokasi pasar yang strategis dan berada dekat dengan
wilayah pertanian oleh petani. Hal ini menyebabkan harga komoditas hasil
tani di pasar yang dekat dengan wilayah pertanian menjadi lebih murah
karena tidak dibutuhkannya biaya yang besar dalam proses pendistribusian
dan jalur distribusi yang digunakan lebih dekat dan relatif lebih cepat.
4.4
4.4.1
26
lintas daerah menuju Provinsi Riau. Pembangunan Jalan Layang Silaing juga
dipergunakan untuk meningkatkan kualitas transportasi mengingat jalur
utama yang biasa dilalui adalah daerah rawan longsor dan tahap
pembangunan ini sedang menunggu izin dari Kementerian Kehutanan.
2. Tahap Pembangunan dalam Proses Pengerjaan
2.1 Duku Sicincin Highgrade Way
Pembangunan Duku Sicincin merupakan salah satu dari
pembangunan tol trans Sumatera. Pembebasan lahan dalam proses
pembangunannya telah selesai dilakukan pada tahun 2011. Pembangunan
telah mulai dilaksanakan pada tahun 2012.
2.2 Peningkatan Kapasitas Jalan Pantai Barat Sumatera
Pembangunan ini merupakan upaya peningkatan jalur transportasi
di daerah pantai barat Sumatera Barat yang meliputi daerah Kabupaten
Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kabupaten Padang Pariaman, Kota
Pariaman, Kota Padang, dan Kabupaten Pesisir Selatan. Proyek telah dimulai
pada tahun 2011 dan saat ini pembangunan berlangsung di Kabupaten Agam
dan Pasaman Barat.
2.3 Jembatan Kabel Sungai Dareh Kabupaten Dharmasraya
Pembangunan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
serta
pengembangan wilayah Kabupaten Dharmasraya. Pembangunan telah mulai
dilaksanakan pada April tahun 2015.
3. Pembangunan Infrastruktur yang Sudah Selesai
3.1 Fly Over Aur Kuning
Pembangunan dimulai pada tahun 2014. Fly over merupakan salah
satu upaya menanggulangi kemacetan Aur Kuning, Kota Bukittinggi yang
merupakan jalur utama menuju Kota Payakumbuh dan Pekanbaru, Riau dan
juga merupakan jalur utama lintas Sumatera. Fly over telah diresmikan pada
awal tahun 2015.
3.2 Jembatan Layang Kelok 9
Jembatan yang terletak di Kabupaten Lima Puluh Kota ini
merupakan jalur utama menuju Pekanbaru, Riau dari Kota Padang melewati
Kota Bukittinggi. Jembatan selesai dibangun pada tahun 2013. Selain itu
jembatan layang juga menjadi objek wisata dimana terdapat pemandangan
alam di sekitarnya.
Dari temuan di lapangan penulis berpendapat bahwasanya peerintah
telah terus elakukan berbagai upaya dalam rangka membangun infrastruktur
27
28
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan proses penelitian yang telah penulis lakukan, penulis dapat
mengambil kesimpulan bahwa meskipun jalur distribusi yang digunakan
dan infrastruktur yang mendukung saat ini dirasa telah efektif oleh beberapa
petani dan pedagang pengumpul. Adanya perbedaan harga di beberapa
apsar besar di Sumatera barat terhadap komoditas pangan dan sayuran
tertentu serta idak adanya regulasi dan kebijakan yang mengatur
pendistribusian akan mengakibatkan pendistribusian hasil tani tidak dapat
dimonitor. Tidak tersedianya kebutuhan data yang valid mengenai jumlah
kuantitas hasil dan daerah mana saja yang dituju untuk pendistribusian hasil
tani sehingga hal ini dapat menyebabkan terjadinya harga yang sering
berfluktuasi dan tidak terpenuhinya ketahanan pangan di daerah-daerah
provinsi Sumatera Barat. Apabila pemerintah mengatur regulasi dan
distribusi hasil tani serta petani dan pedagang melakukan pencatatan
produksi dan pendistribusian hasil tani serta melaksanakan strategi
pendistribusian yang tepat akan menciptakan pendistribusian optimal.
Pendistribusian yang optimal akan dapat meningkatkan kesejahteraan
petani, pedagang serta konsumen serta menciptakan ketahanan pangan yang
lebih baik.
2. Saran
Berdasarkan penelitian ini, penulis menawarkan model solusi untuk
pendistribusian hasil tani di berbagai daerah di Provinsi Sumatera Barat
yaitu Pemerintah melalui pihak dinas yang bertanggung jawab melakukan
pendataan secara detail mengenai jalur distribusi hasil tani Sumatera Barat,
Pemerintah bersama petani dan pedagang bekerjasama untuk
mengendalikan harga hasil tani mulai dari tingkat petani hingga tingkat
pedagang di pasaran, adanya regulasi dan aturan khusus dari pihak
pemerintah terkait pendistribusian hasil tani, dan pemerintah bersama petani
dan pedagang hendaknya memprioritaskan pemenuhan pasokan hasil tani
untuk daerah dalam wilayah Provinsi Sumatera Barat sebelum hasil tani
didistribusikan ke daerah luar Sumatera Barat
29
30
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Adang, Henny, Mayrowani (2008). Pola Distribusi Komoditas Kentang
di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Bogor
Badan Ketahanan Pangan (2015). Database Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera
Barat tahun 2014
Ramelan, Rahardi. Konsep Reformasi Sistem Distribusi Barang-Barang Konsumsi
(Consumer Goods). Kementerian Perindustrian dan Perdagangan
Ajie Pangestu, Dio. Makalah Ketahanan Pangan Indonesia
Pujiasmanto, Bambang. Perkuat Ketahanan Pangan Nasional Kita. Universitas
Sebelas Maret, Surakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan
Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Tobing, Bortiandy. Rantai Pasok Pangan (Food Supply Chain). Supply Chain
Indonesia
Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019
Rahmanto, Bambang (2004). Studi Agribisnis Kubis di Sumatera Barat. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Renova, Reisa. Program Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera Barat. Badan
Ketahanan Pangan Sumatera Barat
Dewan Ketahanan Pangan. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia
2015
Nugrayasa, Oktavio (2015). Tantangan Ketahanan Pangan Indonesia. Deputin
Bidang Perekonomian Sekretaris Kabinet Republik Indonesia
Dharmmesta Swastha, Basu. Strategi Distribusi. Universitas Gadjah Mada,
Jogjakarta
Pusdata Kementerian Pekerjaan Umum (2013). Buku Informasi Statistik Pekerjaan
Umum