Anda di halaman 1dari 30

BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tanah Lunak

Tanah lunak dalam konstruksi seringkali menjadi permasalahan. Hal ini disebabkan
oleh rendahnya daya dukung tanah tersebut. Daya dukung yang rendah dapat menyebabkan
kerugian, mulai dari kerugian dari sisi biaya konstruksi yang semakin mahal, hingga
terancamnya keselamatan konstruksi, yaitu struktur yang dibuat tidak mampu berdiri secara
stabil dan bisa roboh.
Dalam menanggulangi permasalahan tersebut, maka diperlukan pekerjaan perbaikan
tanah.

Gambar 2.1 Marine Clay


Sumber: www.georgesteinmetz.com

Tanah lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari sebagian besar butir-butir yang
sangat kecil seperti lempung atau lanau. Sifat tanah lunak adalah gaya gesernya kecil,
kemampatannya besar, koefisien permeabilitas yang kecil dan mempunyi daya dukug rendah
jika dibandingkan dengan tanah lempung lainnya. Tanah lempung lunak secara umum
mempunyai sifat-sifat sebagi berikut:
1.
Kuat geser rendah
2.
Bisa kadar air bertambah, kuat gesernya berkurang
3.
Bila struktur tanah terganggu, kuat gesernya berkurang
4.
Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat
5.
Menyusut bila kering dan membang bila5basah
6.
Memiliki kompresibilitas yang besar

7.

Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu akibat rangkak pada beban yang

8.

konstan
Merupakan material kedap air
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebgai tanah lunak

apabila mempunyai daya dukung lebih kecil dari 0,5 kg/cm 2 dan nilai standard penetration
test lebih kecil dari 4 (N-value<4). Berdasarkan uji lapangan, tanah lunak secara fisik dapat
diremas dengan mudah oleh jari-jari tangan. Menurut Toha(1989), sifat umum tanah lunak
adalah memiliki kadar air 80-100%, batas cair 80-110%, batas plastis 30-45%, saat dites
sieve analysis, maka butiran yang lolos oleh saringan no 200 akan lebih besar dari 90% serta
memiliki kuat geser 20-40 kN/m2.

2.2 Penurunan Tanah


Salah satu permasalahan utama pada tanah lunak dalam suatu pekerjaan konstruksi
adalah penurunan tanah yang sangat besar. Penurunan yang besar tersebut disebabkan oleh
penurunan konsolidasi pada tanah, yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
Ketika tanah dibebani, maka sama dengan material lain, tanah akan mengalami
penurunan. Dalam ilmu Geoteknik, dikenal tiga jenis penurunan tanah.
1.
Penurunan Seketika (Immediate Settlement)
2.
Penurunan Konsolidasi/Primer (Consolidation Settlement)
3.
Penurunan Rangkak/Sekunder (Creep/Secondary Settlement)
Penurunan seketika merupakan penurunan yang terjadi seketika saat beban diberikan.
Pada tanah jenuh air dan permeabilitas rendah, beban yang bekerja diterima sepenuhnya oleh
tegangan air pori. Pada tanah dengan permeabilitas tinggi, tegangan air pori yang terjadi
muncul hanya sebentar karena tegangan air pori ini terdisipasi dengan cepat. Deformasi yang
terjadi pada tanah tidak disertai dengan perubahan volume. Perhitungan untuk penurunan
seketika ini didasarkan pada hukum elastisitas material (contoh, hukum Hooke).
Penurunan konsolidasi adalah penurunan pada tanah kohesif yang diakibatkan
terdisipasinya tegangan air berlebih di dalam tanah, dan akhirnya menghasilkan perubahan
dari segi volume. Jenis penurunan ini terjadi bersama dengan waktu yang berlalu. Tegangan
air pori berlebih di transfer menuju partikel tanah menjadi tegangan efektif (=-u). Saat
tegangan air pori berlebih ini = 0, penurunan konsolidasi sudah selesai dan tanah berada
dalam keadaan Drained.
Penurunan sekunder merupakan penurunan yang terjadi setelah penurunan konsolidasi.
Penurunan ini terjadi seiring dengan waktu berlalu dan biasanya terjadi sangat lama setelah

beban mulai bekerja,di mana partikel tanah mengalami creep. Penurunan ini terjadi saat
semua tegangan air pori berlebih di dalma tanah telah terdisipasi dam saat tegangan efektif
yang terjadi berada dalam keadaan konstan.
Dengan demikian, penurunan total dari suatu tanah yang dibebani adalah:

= Penurunan Total

(cm)

= Penurunan Seketika (Immediate Settlement)

(cm)

= Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

(cm)

= Penurunan Sekunder (Secondary Settlement)

(cm)

Dengan kata lain, Penurunan Sekunder terjadi ketika Penurunan Konsolidasi selesai,
yaitu pada saat tegangan air pori berlebih, U, sama dengan nol.

Si
Sc
Ss

Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara penurunan dengan waktu


Sumber: Gouw, 2010
Terlihat bahwa penurunan tanah sebagian besar terjadi pada saat penurunan konsolidasi.
Dan pada fase ini pula, tanah mengalami peningkatan kekuatan dan stabilitas. Ada dua jenis
penurunan konsolidasi, yaitu konsolidasi normal (Normally Consolidated, NC), dan
konsolidasi berlebih (Over Consolidated, OC). Berdasarkan teori Terzaghi, tentang
konsolidasi satu dimensi, penurunan konsolidasi untuk konsolidasi normal dapat dihitung
dengan persamaan berikut:

Di mana:
Sc

= Penurunan konsolidasi

Cc

= Nilai Compression Index

e0

= Void Ratio awal

= Tinggi tanah terkonsolidasi

(m)

z0

= Tegangan tanah awal

(kg/m2)

zf

= Tegangan tanah akhir, yaitu tegangan tanah awal + tegangan akibat


beban luar (zf=z0 + z)

(m)

(kg/m2)

Sedangkan untuk kondisi konsolidasi berlebih, penurunan dapat dihitung dengan


persamaan berikut:

Di mana:
zc

= Preconsolidation Pressure

(kg/m2)

Penurunan juga bisa dihitung dengan menggunakan koefisien kompresibilitas volume


(mv). koefisien kompresibilitas volume adalah tegangan volumetrik dalam tanah lempung per
pertambahan unit dalam tekanan.

Maka, rumus penurunan konsolidasi adalah menjadi:

2.3 Kecepatan Konsolidasi


Penurunan konsolidasi yang terjadi akibat peningkatan tegangan efektif tanah dapat
dihitung dengan persamaan di atas. Namun, perhitungan tersebut tidak memberikan informasi
apapun mengenai kecepatan proses konsolidasi. Terzaghi (1925) mengeluarkan teori pertama
untuk memperhitungkan kecepatan konsolidasi satu dimensi untuk tanah lempung jenuh. Ada
beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Campuran lempung dan air homogen


Tanah jenuh sepenuhnya
Air dianggap tidak dapat terkompresi
Partikel tanah dianggap tidak dapat terkompresi
Arah aliran air hanya satu arah, yaitu searah pembebanan.
Hukum Darcy berlaku.
Persamaan untuk kecepatan konsolidasi menurut Terzaghi adalah:

Di mana:
= Waktu konsolidasi (s)
= Faktor waktu
= Tinggi tanah yang terkonsolidasi (cm)
= Koefisien Konsolidasi untuk Arah Vertikal (cm2/s)
Untuk nilai Faktor waktu,

, dapat digunakan grafik berikut:

Gambar 2.3 Grafik hubungan Time Factor dengan derajat konsolidasi


Sumber: Braja, 2009

2.4 Perbaikan Tanah pada Tanah Lunak

Seperti yang telah disebutkan pada poin sebelumnya (poin b), salah satu permasalahan
yang dapat terjadi pada tanah lunak adalah penurunan yang sangat besar ketika tanah
dibebani. Untuk menanggulangi masalah tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan tanah.
Ada beberapa cara untuk melakukan perbaikan tanah pada tanah lunak:

Perkuatan dengan Geotekstil

Prefabricated Vertical Drain

Perkuatan dengan Stone Mattress

Perkuatan tanah dengan Pile

Perbaikan tanah dengan Vacuum Preloading

Embankment

Reinforcement

Soft Clay Foundation


Gambar 2.4 Perkuatan Tanah Lunak pada Timbunan menggunakan Geotekstil
Sumber: Gourc, 2003
Embankment
Drainage
Blanket

Vertical Drain

Soft Clay

Gambar 2.5 Perkuatan Tanah Lunak pada Timbunan dengan Vertical Drain
Sumber: Gourc, 2003
Embankment

Stone Matress

Soft Clay
Gambar 2.6 Perkuatan Tanah Lunak dengan Menggunakan Stone Mattress
Sumber: Gourc, 2003

Embankment

Pile Caps

Soft Clay
Piles

Gambar 2.7 Perkuatan Tanah Lunak menggunakan Pile


Sumber: Gourc, 2003
Metode perbaikan tanah yang cukup populer digunakan adalah dengan menggunakan
PVD (Prefabricated Vertical Drain), di mana perkuatan tanah dilakukan dengan cara
mempercepat penurunan dari tanah akibat beban. Dengan menggunakan PVD, maka
penurunan konsolidasi yang ingin dicapai dapat diperoleh dengna waktu yang lebih singkat.
Pekerjaan PVD ini ada juga yang dikerjakan dengan pekerjaan vacuum preloading yang
digunakan sebagai media untuk mengalirkan air ke permukaan atau ke horizontal drain yang
disambungkan dengan masing-masing PVD dan pada akhirnya ke penampungan air. Sistem
vacuum preloading menggunakan tekanan vacuum untuk menekan tanah hingga menjadi
pada dengan menghisap air yang ada di dalam tanah. Pekerjaan vacuum ini ada juga yang
menggunakan beban tambahan berupa beban timbunan tanah maupun beban tambahan air
yang dikeluarkan melalui sistem vacuum itu.

2.5 Desain PVD


PVD berperan besar dalam proses konsolidasi. Dengan menggunakan PVD, maka
proses konsolidasi dapat berjalan lebih cepat. Peran PVD dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.8 Modifikasi Jarak Tempuh Air dengan Keberadaan PVD

Sumber: Gouw, 2010


Terlihat bahwa dengan memanfaatkan PVD, proses konsolidasi berjalan lebih cepat.
Ada dua faktor yang terlibat di dalamnya:
1.
Jarak tempuh air, dengan menggunakan PVD, jarak tempuh air berkurang dan tegangan
2.

air pori berlebih dapat terdisipasi dengan cepat.


Arah aliran air. Gambar 2.8 menunjukkan bahwa air mengalir secara horizontal. Pada
umumnya, nilai koefisien konsolidasi untuk aliran horizontal ( ) mempunyai nilai
lebih besar daripada koefisien konsolidasi untuk aliran vertikal ( ). Semakin besar
koefisien konsolidasi, semakin cepat konsolidasi terjadi.
Karena itu, dalam mendesain PVD, faktor jarak dan koefisien konsolidasi

menggunakan nilai arah horizontal. Salah satu cara yang umum digunakan adalah metode
Baron (Barons Equation):

Di mana:
= Waktu Konsolidasi (s)
= Zona Pengaruh PVD (m)
= Koefisien Konsolidasi untuk Aliran Horizontal (m2/s)
= Faktor Jarak Drain =
= Diameter ekuivalen dari PVD =
= Lebar PVD (m)
= Tebal PVD (m)
= Derajat Konsolidasi (%)
Untuk penentuan titik pemasangan PVD biasanya akan digunakan pola-pola tertentu
untuk memudahkan pelaksanaan. Pada umumnya, PVD dipasang dengan pola persegi atau
segitiga dimana rumus yang berlaku untuk mengetahui daerah pengaruh kerja PVD itu
adalah:

atau

untuk pola segiempat dan

atau

untuk

pola segitiga, dimana R adalah jari-jari (D adalah diameter) jangkauan kerja PVD dan S
adalah Spacing atau jarak antar PVD.

Gambar 2.6 Pola PVD (kiri pola persegi, kanan pola segitiga)
Sumber: civil.aalto.fi, 2006
Dari gambar di atas, bisa dibuktikan bagaimana memperoleh rumus untuk menentukan
jarak antar drain.
Pada pola segitiga, bangun yang digunakan untuk melakukan pendekatan dengan
bangun segienam(terdiri dari 6 segitiga sama sisi) untuk luas zona pengaruh PVD

Untuk pola segiempat digunakan pendekatan menggunakan bangun segiempat untuk


luas zona pengaruh PVD:

Pola segitiga dan segiempat tidak memiliki banyak pengaruh terhadap kinerja PVD,
hanya dari segi pemasangan, pola segiempat akan lebih mudah untuk dikontrol sedangkan
dari segi penurunan, maka pola segitiga akan memberikan penurunan yang lebih seragam.
Pemasangaan PVD kini ada beragam cara. Perbedaannya ada yang terletak pada
penggunaan mesin PVD, ataupun penggunaan jangkar. Jangkar yang digunakan dalam
pemasangan biasanya tertancap dan tertahan di dalam tanah bersama PVD agara PVD tidak
tertarik ke atas tanah lagi. Yang sering menjadi perbedaan adalah penggunaan jangkar dimana
selain jangkar yang berbeda-beda, ada juga yang tidak menggunakan jangkar dalam
pemasangannya dimana sistem ini mengandalkan jangkar yang hanya berfungsi untuk
mencegah tanah tidak masuk ke dalam mandrel dan tidak tertinggal ke dalam tanah. Jangkar
ini pada akhirnya akan tertarik kembali ke permukaan tanah. Sistem ini mengandalkan daya
jepit dan friksi tanah untuk menancapkan PVD. Sistem inilah yang sedang diteliti untuk
dikembangkan lebih lanjut

Gambar 2.9 Tahapan pemasangan PVD


Sumber: http://cofra.com
Secara teori, tahapan pemasangan PVD dengan mesin hidrolik adalah sebagai berikut:
1.

Shoe Drain dipasang pada ujung PVD yang keluar dari ujung mandrel, lalu PVD

2.

tersebut ditarik dan dilipat dan dimasukkan ke dalam mandrel.


Kemudian mesin dijalankan dan mandrel akan terdorong ke dalam tanah bersama
dengan PVD dan Shoe Drain. Shoe Drain akan menutup lubang pada ujung mandrel

3.

sehingga mandrel tidak akan dimasuki oleh tanah.


Penusukan dihentikan saat PVD mencapai kedalaman yang diinginkan. Saat itu,
mandrel ditarik ke atas. Akibat adanya Shoe Drain yang berfungsi sebagai jangkar,

4.
5.

maka PVD tidak akan tercabut lagi.


Mesin akan mengangkat mandrel hingga PVD terekspos, lalu PVD segera dipotong.
Mesin bergerak menuju titik pemasangan baru, dan langkah pekerjaan dilakukan
mulai dari pertama.

2.6 Vacuum Preloading


Vacuum preloading adalah salah satu jenis metode perbaikan tanah yang digunakan
banyak perusahaan geoteknik untuk pekerjaan perbaikan tanah. Metode ini biasa tidak perlu
menggunakan beban tambahan apabila kekuatan vacuum mencapai 80 kPa atau lebih. Namun

apabila beban yang dibutuhkan adalah lebih dari 80 kPa untuk mencapai target perbaikan
tanah, maka beban tamabahan bisa ditambahkan di atas sistem vacuum. Metode ini bisa
dibilang lebih murah dibandingkan metode fill surcharge dilihat dari aspek jumlah beban
yang dibutuhkan dan luas area yang sama.
Gouw (2012) menyebutkan, umumnya sistem vacuum preloading terdiri dari drainage
system, sealing system, dan vacuum pumps. Tekanan vacuum yang dihasilkan oleh pompa
tersebar di tanah dengan drainage system, mengeluarkan air dan mempercepat konsolidasi.
Drainage system ini adalah berupa hubungan antara PVD, horizontal filter pipes, dan
lapisan pasir untuk menciptakan jalur untuk menyebarkan tekanan vacuum dan aliran air.
Sealing system terdiri dari sistem isolasi kedap udara untuk mencegah air atau udara
bocor. Sistem ini terdiri dari geomembrane, slurry wall dan juga tanah lempung itu sendiri.
Slurry wall adalah teknik pembuatan tirai kedap air dari bahan semen bentonyte yang
dipasang pada daerah dengan keadaan tanah yang lunak yang dekat dengan perairan atau
memiliki muka air tanah yang tinggi, terutama sekali untuk mengisolasi lapisan pasir yang
mampu mengalirakan air dari luar area perbaikan dan menyebabkan kerja vacuum tidak
efektif.
Vu Manh Quynh dan Wang Baotian (2010) menjelaskan, mekanisme vacuum
preloading adalah saat beban vacuum itu diberikan, akan terjadi penurunan tegangan air pori.
Dengan beban luar yang tidak berubah, tegangan efektif bertambah. Sebagai ilustrasi, saat
beban vacuum (-u) diberikan, tegangan air pori masih berupa tegangan atmosfer (p a). Makin
lama tegangan air pori akan makin berkurang dan tanah akan terkompresi. Lalu tanah akan
mengalami peningkatan tegangan efektif. Besar tengangan efektif ini adalah sama dengan
penurunan tegangan air pori itu(u) yang nilainya tidak mungkin melebihi nilai tekanan
atmosfer (pa)
Metode vacuum preloading untuk PVD pertama kali diperkenalakan di Swedia oleh
Kjellman (1942). Sejak itu, metode ini sering digunakan sebagai metode perbaikan tanah
untuk mempercepat konsolidasi untuk daerah dengan tanah lunak di banyak negara misalnya
Philadelphia Airport, Tianjin Airport, North South Expressway, Airport kedua Suvarnabhuni,
Baljna Bypass, Port of Brisbane, dari sekian banyak proyek lainnya(Holtan 1965; Choa 1990
Jacob et al 1994; chu et al 2000; Bergado et al 2002; Yan and chu 2003). Saat dibutuhkan
beban timbunan yang besar untuk mencapai kuat geser undrained tertentu, dan biaya yang
dibutuhkan menjadi masalah akibat kebutuhan timbunan yang besar dan waktu konsolidasi

yang cukup lama untuk mencapai konsolidasi 95% atau lebih, maka solusi yang bisa
digunakan adalah gabungan vacuum dan timbunan. Untuk tanah sangat lunak dimana
timbunan yang sangat tinggi tidak bisa dilakukan tanpa mempengaruhi stabilitas, atau bekerja
dengan jadwal penuh, maka penggunaan vacuum preloading bisa menjadi pilihan yang baik.
Sistem PVD ini didesain untuk mendistribusikan tekanan vacuum ke lapisan dalam
tanah untuk meningkatkan konsolidasi dari area reklamasi (e.g Chu et al. 2000; Indraratna et
al. 2005b). Mekanisme vacuum ini bisa dijelaskan dengan analogi pegas yang dideskripsikan
oleh Chu dan Yan (2005), dimana tegangan efektif bertambah akibat tekanan hisap(negatif),
sedangkan tegangan total tidak berubah.

Gambar 2.10 Analogi Pegas untuk Vacuum Konsolidasi (kiri oleh timbunan, kanan oleh
beban vacuum)
Chu dan Yan, 2005
Apabila dijadikan rumus, maka analogi pegas untuk konsolidasi dengan menggunakan
beban timbunan menjadi:

Sedangkan analogi pegas untuk beban dengan tekanan vacuum adalah:

Karakteristik vacuum preloading secara umum apabila dibandingkan dengan preloading


biasa adalah sebagai berikut(Qian et al. 1992; Indraratna and Chu 2005):

Tegangan efektif yang berhubungan dengan tekanan hisap meningkat dari arah
manapun, sehingga perpindahan lateral yang terjadi adalah tekan. Jadi, kegagalan geser
yang terjadi bisa diminimalisir bahkan dengan pembangunan timbunan lebih besar,

walaupun perpindahan ke dalam menuju ujung timbunan harus tetap dimonitor untuk

mencegah tegangan tarik berlebih.


Vacuum head bisa menyebar luas menuju kedalaman tanah yang lebih besar melalui

sistem PVD dan suction bisa menyebar luas menuju ujung drain dan batasan drain.
Mengasumsikan berdasarkan kebocoran udara dan efisiensi dari sistem vacuum yang
digunakan di lapangan, volume dari timbunan bisa dikurangin untuk mencapai derajat

konsolidasi yang sama.


Dengan berkurangnya tinggi timbunanm maka tegangan air pori maksimum yang

dihasilkan oleh vacuum preloading lebih kecil dari metode timbunan biasa
Dengan tekanan vacuum, kondisi tanah yang tidak jenuh air pada antarmuka drain bisa

diimbangin sebagian.
Dengan vacuum konsolidasi, tegangan yang terjadi terdiri dari 2 bagian yaitu tekanan
vacuum dan tegangan tanah lateral (Chai 2005). Chai et al. (2008) mendemonstrasikan
adanya kemungkinan area dengan tanah lempung denga menggunakan gabungan cap
drain dengan vacuum dan permukaan tanah sebagai lapisan sealing, sebagai pengganti
lapisan membrane pada permukaan tanah. Namun, efisiensi dari metode ini bergantung
pada permukaan tanah pasir dari terpengaruh oleh tekanan dari lapisan lolos air berupa
pasir dan diskontinuitas dari tanah.

Gambar 2.11 Proses konsolidasi (kiri sistem preloading biasa, kanan sistem vacuum
preloading)
Indratna et al. 2005

Yang penting dalam sistem vacuum preloading adalah horizontal drain yang dipasang
melintang setelah penimbunan lapisan pasir, untuk mendistribusikan surface suction secara
merata. Lalu lateral drain dan PVD ini bisa disambungkan dan menuju pinggir parit yang
biasa dipasang dengan sistem membrane. Parit ini kemudian bisa diisi dengna air atau
bentonite untuk meningkatkan keseluruhan sealing system dari membrane pada sekitar zona
yang diperbaiki. Lalu pompa vacuum disambungkan ke sistem pompa prefabricated yang
terpasang dari parit-parit. Suction head yang dihasilkan oleh pompa vacuum ini membantu
mengeluarkan tegangan air pori lewat PVD.
Saat suatu area yang akan diperbaiki harus dibagi menjadi beberapa bagian untuk
pemasangan membrane, vacuum preloading hanya bisa dipakai secara efektidf pada 1 bagian
saja. Pekerjaan vacuum preloading bisa agak sulit pada area yang besar, cara alternatif yang
bisa dipakai adalah sistem vacuum menggunakan pipa fleksibel yang dipasang pada masingmasing PVD. Pada sistem ini, PVD disambungkan ke collector drain. Tidak seperti sistem
vacuum yang menggunakan membrane dimana kebocoran udara bisa mempengaruhi seluruh
sistem kerja PVD, pada sistem tanpa membrane ini setiap drain bekerja secara independen.

Gambar 2.12 Sistem vacuum tanpa membrane pada 1 drain


Seah, 2006
Pada sistem ini bagian atas PVD dijaga agar tertutup. Namun yang kurang dari sistem
ini adalah tidak memberikan kondisi kedap udara pada area sehingga efisiensi dari sistem ini
mungkin saja menjadi rendah. Selain itu tekanan vacuum yang bekerja hanya bisa mencapai

50kPa atau kurang(Seah 2006). Metode ini juga hanya bekerja apabila area yang dikerjakan
didominasi oleh tanah lempung dengan permeabilitas rendah.

Gambar 2.13 Perbedaan sistem vacuum dengan membrane dan tanpa membrane
Indraratna et al. 2005
Terlepas dari karakteristik dari masing-masing sistem vacuum, ke-efektifan keduanya
tergantung dari parameter-parameter tanah itu sendiri, ketebalan tanah lempung, drain
spacing, tipe dan geometri dari PVD, desain, dan kapasitas pompa vacuum. Pemilihan dan
pelaksanaan sistem biasanya berdasarkan penilaian empiris yang berdasar dari beragam aspek
oleh tender dan/atau pengalaman dari kontraktor, bukan bedasarkan studi perhitungan detail.

Gambar 2.14 Prinsip Vacuum Preloading


Gouw, 2012
Pada gambar sebelumnya garis 1 adalah garis total stress, garis 2 adalah garis initial
water pressure, garis 3 adalah garis water pressure setelah vacuum dilakukan, dan garis 4
adalah garis water pressure apabila tidak terjadi head lose.

Mohamedelhassan dan Shang (2002) menciptakan sistem gabungan vacuum dan beban
timbunan dan mengangkat teori konsolidasi 1 dimensi Terzaghi. Mekanisme untuk gabungan
vacuum dan beban timbunan bisa ditentukan dengan hukum superposisi. Derajat konsolidasi
rata-rata untuk gabungan vacuum dan beban timbunan ditentukan dengan rumus:

Dimana Tvc ada time factor dari gabungan vacuum dan beban timbunan dan cvc adalah
koefisien konsolidasi dari gabungan vacuum dan beban timbunan.
Indraratna et al. (2004) menunjukkan bahwa saat vacuum di kerjakan di lapangan
dengan PVD, suction head sepanjang drain akan berkurang seiring dengan kedalaman tanah
sehingga bisa mengurangi efisiensinya. Ration dari yang terjadi pada PVD tergantung pada
panjang dan tipe PVD(properti dari core dan filter). Tetapi, beberapa studi lapangan
menyatakan bahwa suction ini bekerja cepat bahkan bila PVD dipasang dengan panjang
hingga 30 m. (Bo et al. 2003; Indraratna et al. 2005a)

Gambar 2.15 Skema Pekerjaan Vacuum+Surcharge, Vacuum, dan Surcharge


Indraratna et al, 2005
Indraratna et al. (2004, 2005a) mengajukan teori konsolidasi radial terinspirasi dari
pengamatan lab untuk memasukkan pola distribusi tekanan vacuum yang berbeda-beda. Hasil
ini menunjukkan bahwa efisiensi PVD bergantung pada besarnya dan distribusi dari vacuum.
Untuk mengukur besarnya tekanan vacuum yang hilang, distribusi tekanan vacuum sepanjang
kedalaman PVD diasumsikan berbentuk trapezoidal.

Gambar 2.16 Pola distribusi Tekanan Vacuum


Indraratna et al, 2005
Berdasarkan asumsi ini, rasio tegangan air pori rata-rata(

) dari tanah pada

drainase radial yang digabungkan dengan vacuum preloading bisa ditentukan:

Dan

Dimana p0=tekanan vacuum yang bekerja di atas drain, k1= rasio antara tekanan
vacuum di atas dan di bawah drain,

=tekanan air pori awal, kh= permeabilitas arah

horizontal pada tanah yang tidak terganggu, ks= permeabilitas arah horizontal pada tanah di
smear zone, Th = time factor, n = rasio de/dw(de adalah diameter tanah silinder = 2re, dw adalah
diameter dari drain =2rw), s= rasio d s/d w (dw adalah diameter smear zone =2rs), z = kedalaman
tanah, l = panjang drain, qw = kapasitas alir penampungan air.
Pemasangan vertical drain dengan mandrel bisa mengubah subsoil. Bagian pada smear
zone yang terganggu, akan mengalami pengurangan permeabilitas pada arah lateral dan
peningkatan kompresibilitas. Pada lapisan tanah lempung, tanha yang lebih halus dan lebih
mampat, akan terbawa hingga ke lapisan yang lebih bisa ditembus air sehingga mengurangi
permeabilitas pada tanah di sekeliling drain. Barron(1948) menyarankan konsep penurunan

permeabilitas dengan mengurangi nilai koefisien konsolidasi. Hansbo (1979) menambahkan


penjelasan lebih lanjut smear zone dengan permeabilitas yang berkurang disekitar drain
dikelilingi oleh tanah yang tak terganggu.
Berdasarkan permeabilitas yang berkurang di smear zone, Jamiolkowski et al. (1983)
mengajukan bahwa diamter dari dmear zone (ds) dan diamter dari lubang akibat mandrel
adalah:
ds = (2,5 s/d 3) . dm
dm adalah diameter dari lingkaran yang disebabkan oleh mandreal. Dari persamaan
diatas, Akagi(1979) dan Hansbo (1987), smear zone biasa dievaluasikan dengan persamaan
yang lebih simpel :
ds = 2.dm
Onoue et al. (1991) memperkenalkan 3 zona hipotesis berdasarkan, plastic smear zone
yang dekat dengan drain dimana tanah terbentuk ulang secar drastis selama pemasangan
drain, plastic zone dimana permeabilitas berkurang secara sedang, dan outer undisturbed zone
dimana tanah tidak terpengaruh oleh pemasnagna drain.
Berdasarkan eksperimen, Indraratna dan Redana (1998) mengajukan bahwa diameter
dari smear zone paling tidak sekitar 3 s/d 4 kali lebih besar dari diameter lubang akibat
mandrel. Hubungan ini di coba dengan menggunakan consolidometer besar yang didesain
khusus.

Gambar 2.17 Skematik dari peralatan percobaan yang menunjukkan central drain dan area
smear
Indraratna dan Redana, 1998

Gambar di bawah ini menunjukkan variasi dari rasio permeabilitas arah horizontal
dengan vertikal, dan kadar air sepanjang jarak radial dari central drain pada perlengkapan
konsolidasi skala besar (Indratna dan Redana 1998; Sathanthan dan Indraratna 2006; Walker
dan Indraratna 2006). Radius dari smear zone sekitar 2.5 kali dari radius ekivalen mandrel.
Permeabilitas arah lateral (pada area smear zone) adalah 61% s/d 92% dari nilai pada
daerah luar yang tidak terganggu, dimana mirip dengan rekomendasi dari Hansbo (1987) dan
Bergado et al (1991). Hanya saja Sathananthan et al. (2008) menggunakan cavity expansion
theory(CET), mengikuti Cam Clay model, untuk menganalisa jarak dari smear zone akibat
mandrel yang menusuk tanah. Prediksi mereka di periksa dengan test lab. skala besar dimana
jarak dari smear zone ini dihitung berdasarkan respon dari tegangan air pori berlebih saat
mandrel menusuk tanah, perubahan permeabilitas arah lateral, dan penurunan aliran air
menuju drain.

Gambar 2.18 Penentuan Smear Zone menggunakan rasio permeabilitas dan kadar air
Sathananthan dan Indraratna, 2006

2.7 Metode Elemen Hingga


Metode elemen hingga (finite element method) adalah suatu metode perhitungan
berdasarkan konsep diskretisasi, yaitu membagi sebuah elemen kontinyu menjadi elemen-

elemen yang lebih kecil. Dengan cara seperti ini, sebuah sistem yang mempunyai derajat
kebebasan yang tidak terhingga dapat didekatkan dengan sejumlah elemen yang mempunyai
derajat kebebasan tertentu. Jadi dapat dikatakan metode elemen hingga ini adalah suatu
analisa pendekatan. Untuk mendapatkan hasil yang cukup akurat, maka elemen kontinyu
harus dibagi menjadi elemen-elemen hingga yang kecil sehingga setiap elemen bias bekerja
secara simultan. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui deformasi ataupun tegangan
yang terjadi pada suatu elemen yang disebabkan oleh distribusi beban atau gaya.

2.8 Model Tanah Lunak (Soft Soil Model)


Tanah lunak adalah tanah yang terkonsolidasi normal, atau yang sedang mengalami
konsolidasi akibat beratnya sendiri. Nilai kekakuan oedometer Eoed tanah lunak yang
diturunkan dari garis singgung kurva tegangan regangan uji oedometer pada tegangan
referensi sebesar 100kPa pada umumnya berkisar antara 1000kPa-4000kPa.
z

100 KPa

Eoed
Modulus kekakuan
oedometer
(oedometer stiffness)
z

Gambar 2.19 Kurva tegangan regangan uji oedometer

Model tanah lunak dapat memodelkan hal-hal sbb:


1.

Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent Stiffness)

2.

Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading reloading

3.

Mengingat tegangan pra-konsolidasi

4.

Kriteria keruntuhan sesuai teori Mohr Coulomb.

Dalam model tanah lunak, digunakna hubungan logaritmik antara regangan volume, v
dengan tegangan efektif rata-rata, p yang diformulasikan sbb:

p = mean effective stress (

Virgin Compression
Line

Gambar 2.20 Virgin Compression Line


Gouw, 2012
Pada saat unloading dan reloading secara isotropik, tanah menempuh jalur riwayat
tegangan yang berbeda, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini dan diformulasikan
sebagai berikut:

* = modified swelling index


Jalur Unloading
Reloading

Gambar 2.21 Kondisi unloading reloading

Gouw, 2012
Saat unloading-reloading tanah diasumsikan berperilaku elastik dan mengikuti hukum
Hooke.
Selama proses unloading reloading, tegangan pra-konsolidasi(tegangan terbesar atau
tegangan maksimum yang pernah dialami) selalu konstan. Dalam pembebanan di garis Virgin
Compression Line (primary loading), tegangan maksimum selalu meningkat, menyebabkan
terjadinya deformasi volumetrik plastik yang irreversible.
Dalam kondisi seperti uji triazial, dimana

, fungsi leleh didefinisikan sebagai

berikut:
Dimana

adalah fungsi dari kondisi tegangan rata-rata p dan tegangan deviatoric q

sebagai berikut

Pp adalah tegangan prakonsolidasi yang merupakan fungsi dari regangan plastis sebagai
berikut:

Dimana

adalah angka awal tegangan pra-konsolidasi (initial preconsolidation

pressure).
Model tanah lunak menggunakan beberapa parameter sebagai berikut:
* = modified compression index
* = modified swelling index
c

= kohesi

= sudut geser dalam tanah

= sudut dilatansi

Di samping parameter tersebut, juga digunakan parameter yang sudah dimasukkan


dalam program PLAXIS 2D antara lain:
ur = Poisson ratio untuk loading reloading

= Koefisien tanah dalam keadaan diam untuk tanah Nc


M = parameter dari
Parameter compression dan swelling index didapat dari uji triaxial atau uji oedometer
yang mencakup uji tkan dan uji unloading isotropik. Parameter ini didapat dengan memplot
regangan volumetrik vs logaritma natural dari tegangan efektif rata-rata, ln p. * dan * ini
juga bisa diperoleh dari cs dan cc. dimana.

Dalam model tanah lunak, bila dilakukan undrained analysis dalam PLAXIS 2D hanya bisa
digunakan pilihan undrained A. Effective stress path yang dihasilkan tidak akan tepat, dan
akan menghasilkan undrained shear stregth yang tidak realistik. Dengan demikian harus
dilakukan analisa hasil perhitungan terhadap nilai kuat geser undrained.
Nilai sudut geser dalam efektif tidak diperkenankan 0, namun apabila nilai ini terlalu
tinggi akan menghasilkan hasil yang tidak realistik, maka nilai yang direkomendasikan
adalah cv yaitu nilai sudut geser kritis (critical state friction angle).
Dalam tanah lunak pada umumnya tidak ditemukan sudut dilatansi . Maka dari itu,
pada pemodelan di PLAXIS 2D nilai dapat dimasukkan sama dengan nol.
Nilai poison ratio lebih merupakan konstanta elastik dalam tanah lunak, dan nilainya
beriksar 0,1-0,2. Input default dalam PLAXIS 2D adalah 0,15. Untuk kondisi pembebanan
nilai poisson ratio umumnya tidak berpengaruh besar. Namun sebaliknya, pada kondisi
unloading nilai poisson ratio berperan cukup penting.
Nilai M dalam PLAXIS 2D otomatis dihitung berdasarkan nilai
user dengan rumus sebagai berikut:

Rumus pendekatan untuk persamaan di atas adalah:

yang diinput oleh

2.9 PLAXIS 2D
PLAXIS 2D adalah sebuah paket program dalam dunia teknik sipil yang dibuat
berdasarkan metode elemen hingga dan telah dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapat
digunakan untuk melakukan analisa deformasi, penurunan, ataupun stabilitas dalam bidang
Geoteknik. Tahap pemodelan dalam program PLAXIS 2D sendiri dapat dilakukan secara
grafis, sehingga memungkinkan pembuatan suatu model elemen hingga yang cukup
kompleks menjadi lebih cepat dan mudah. Sedangkan untuk semua tools dan komponen di
dalam program PLAXIS 2D juga sudah dibuat sedemikian rupa sehingga dapat mendukung
hasil komputasi yang mendetail. Untuk tahap perhitungan dalam program PLAXIS 2D
sendiri, dilakukan secara otomatis dengan berdasarkan kepada prosedur numerik. Pada bagian
output program PLAXIS 2D, users dapat menampilkan data-data yang diperlukan bilamana
diperlukan untuk mendesain suatu proyek. Terdapat pula menu curve yang dapat digunakan
untuk membuat kurva dengan meninjau pada poin tertentu yang dikenal dengan nodal.
Perkembangan program PLAXIS 2D dimulai pada tahun 1987 di Universitas Delft
(Technical University of Delft) atas inisiatif dari Departemen Tenaga Kerja dan Pengelolaan
Sumber Daya Air Belanda (Dutch Department of Public Works and Water Management).
Tujuan awal dari program PLAXIS 2D adalah untuk menganalisa tanggul-tanggul yang
dibangun pada tanah lunak di dataran rendah wilayah Holland. Kemudian program PLAXIS
2D dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat menganalisa dan menyelesaikan masalahmasalah yang lebih kompleks dalam seluruh aspek perencanaan Geoteknik lainnya.
Pada program PLAXIS 2D, model struktur Geoteknik dapat dimodelkan dengan 2
cara yaitu plane strain dan axi-simetri. Model (plane strain) biasa digunakan untuk model
geometri dengan penampang melintang yang cukup seragam, dengan kondisi tegangan dan
kondisi pembebanan yang terjadi cukup panjang dalam arah tegak lurus terhadap penampang.
Perpindahan dan regangan dalam arah tegak lurus terhadap bidang penampang diasumsikan
tidak terjadi atau bernilai nol. Walaupun diasumsikan tidak terjadi,tegangan normal pada arah
tegak lurus terhadap bidang penampang tetap diperhitungkan sepenuhnya dalam analisa.
Sedangkan untuk model axi-simetri biasa digunakan untuk struktur Geoteknik yang
berbentuk lingkaran dengan bidang penampang radial yang cukup seragam dan kondisi
pembebanan mengelilingi sumbu aksial. Untuk deformasi dan kondisi tegangan diasumsikan
tersebar rata mengelilingi arah radial. Dalam model axi-simetri koordinat (x) menyatakan
radius, sedangkan untuk koordinat (y) menyatakan sumbu simetris dalam arah aksial.

Gambar 2.22 Perbedaan Model Plane


strain dan axi simetri
sumber
Sumber: manual PLAXIS
Elemen tanah dalam program PLAXIS 2D dimodelkan sebagai elemen segitiga,
dimana elemen segitiga ini dibagi menjadi dua jenis yaitu elemen segitiga dengan 6 titik
nodal dan elemen segitiga dengan 15 titik nodal. Metode yang digunakan dalam elemen
segitiga dengan 6 titik nodal adalah metode interpolasi ordo dua untuk menghitung
perpindahan dan integrasi numerik dengan mengunakan tiga titik Gauss (titik tegangan).
Sedangkan untuk elemen segitiga dengan 15 titik nodal adalah metode interpolasi dengan
ordo empat dan integrasi numerik dengan mengunakan 12 titik Gauss. Oleh sebab itu analisa
elemen hingga dalam program PLAXIS 2D akan memberikan hasil yang lebih akurat dengan
mengunakan segitiga dengan 15 titik nodal dibandingkan dengan analisa dengan hanya 6 titik
nodal. Akan tetapi proses perhitungan dengan 15 titik nodal ini akan lebih lambat karena
banyaknya jumlah perhitungan yang dilakukan dibandingkan hanya dengan mengunakan 6
titik nodal.

Gambar 2.23 Perbedaan 6 titik nodal dengan 15 titik nodal (atas stress points, bawah nodes)
Sumber: manual PLAXIS
Dalam model analisa regangan bidang (plane-strain), gaya yang disebabkan adanya
perpindahan dinyatakan dalam gaya persatuan lebar dalam arah tegak urus penampang.
Sedangkan dalam model analisa axi-simetri, gaya yang dihasilkan merupakan gaya yang

bekerja pada bidang batas yang membentuk busur lingkaran sebesar 1 radian yang saling
berhadapan.

2.10

Analisa Undrained

Dalam memodelkan elemen tanah di program elemen hingga terutama PLAXIS 2D,
biasa dapat dilakukan dalam kondisi drained dan kondisi undrained. Hal ini dipengaruhi oleh
kecepatan air untuk masuk/keluar dari tanah pada waktu tertentu saat tanah tersebut diberikan
beban. Sehingga kondisi drained dan undrained dalam program elemen hingga tergantung
pada pemodelan yang dilakukan pada saat tanah diberikan beban.
Kondisi undrained adalah kondisi dimana tidak ada pergerakan atau aliran air pori
dari tanah dan tidak ada perubahan volume tanah. Pada keadaan ini, beban luar yang bekerja
akan menimbulkan tegangan air pori berlebih di dalam tanah karena pembebanan dilakukan
dalam waktu yang relatif cepat. Sedangkan yang dimaksudkan untuk kondisi drained adalah
kondisi dimana air terdapat pergerakan/aliran air pori dari tanah. Pada keadaan ini beban luar
yang bekerja tidak menimbulkan tegangan air pori berlebih karena pembebanan yang
dilakukan dalam waktu yang relatif lambat. Oleh sebab itu air masih tetap dapat bergerak
masuk atau keluar dari tanah. Secara sederhana kondisi drained dan undrained dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Kondisi drained
- Tanah ber-permeabilitas tinggi
- Beban luar bekerja dalam waktu relatif lambat
- Perilaku jangka pendek tanah tidak kritis
- Perilaku jangka panjang kritis
2. Kondisi undrained
- Tanah ber-permeabilitas rendah
- Beban luar bekerja dalam waktu relatif cepat
- Perilaku jangka pendek tanah kritis
- Perilaku jangka panjang tidak kritis
Untuk mengetahui kapan kondisi drained dan undrained harus dianalisa, dapat
dilakukan sebagai berikut (Vermeer & Meir, 1998):

T < 0.1 (U = 35%), maka kondisi undrained

T > 0.4 (U = 70%), maka kondisi drained


dimana :
k

= Permeabilitas tanah

Eoed

= Modulus oedometer

= Berat isi tanah

= Panjang jarak aliran air pori

= Waktu konstruksi

Tv

= Time factor
Secara umum analisa undrained dilakukan dalam parameter tegangan total, sehingga

parameter kuat geser yang digunakan adalah sebagai berikut :


-

Kuat geser undrained ( C = Cu = Su, = 0 )


Kekakuan Undrained ( E = Eu, u = 0.5 )
Namun dalam analisa pada program elemen hingga

terutama PLAXIS 2D,

pemodelan kondisi undrained tidak sesederhana pemodelan dalam kondisi drained. Dalam
PLAXIS 2D, kondisi undrained dapat dimodelkan dalam 3 parameter input dengan hasil
yang berbeda-beda yang dikenal dengan istilah analisa Undrained A, Undrained B, Undrained
C. Berikut adalah detail dan perbedaan dari tiap analisa :
1. Undrained A (Method A)
Perhitungan dengan analisa Undrained A dilakukan dalam analisa tegangan efektif,
dimana digunakan parameter kuat geser efektif dan parameter kekakuan efektif. Pada
analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun tepat atau
tidaknya perhitungan tergantung pada model dan parameter tanah. Sedangkan untuk kuat
geser undrained (Su), bukan merupakan parameter input melainkan merupakan hasil dari
model konstitutif yang akan digunakan. Kuat geser undrained ini harus diperiksa dengan
data hasil sesungguhnya.
Berikut adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained A :
-

Jenis Analisa
Tipe material
Kuat geser tanah efektif
Kekakuan tanah efektif

2. Undrained B (Method B)

: Effective Stresses Analysis


: Undrained (Undrained A)
: c , ,
: E50 , v

Perhitungan dengan analisa Undrained B dilakukan dalam analisa tegangan efektif,


dimana digunakan parameter kekakuan efektif dan parameter kuat geser undrained. Pada
analisa ini dapat dihasilkan nilai tegangan air pori yang terjadi. Namun hasil yang
diberikan sangat tidak akurat sehingga pada umumnya tidak dapat digunakan. Sedangkan
untuk kuat geser undrained (Cu = Su) merupakan parameter input. Sehingga analisa ini
tidak akan memberikan kesalahan perhitungan dalam kestabilan undrained. Berikut
adalah detail parameter yang digunakan dalam Undrained B :
-

Jenis Analisa
Tipe material
Kuat geser tanah efektif
Kekakuan tanah efektif

: Effective Stresses Analysis


: Undrained (Undrained B)
: c = cu , = 0 , = 0
: E50 , v

3. Undrained C (Method C)
Perhitungan dengan analisa Undrained C dilakukan dalam analisa tegangan total,
dimana digunakan parameter kekakuan undrained dan parameter kuat geser undrained.
Pada analisa ini tidak dapat dihasilkan nilai tegangan air pori, sehingga hasil analisa
tegangan efektif harus diinterpretasikan sebagai tegangan total. Sedangkan untuk kuat
geser undrained (Cu = Su) merupakan parameter input. Sehingga analisa ini tidak akan
memberikan kesalahan perhitungan dalam kestabilan undrained. parameter yang
digunakan dalam Undrained C :
-

Jenis Analisa
Tipe material
Kuat geser tanah efektif
Kekakuan tanah efektif

: Total Stresses Analysis


: Drained / non-porous (Undrained C)
: c = cu , = 0 , = 0
: Eu , v = 0.495

Anda mungkin juga menyukai