Bab I
Bab I
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya dari
tempat implantasinya sebelum janin lahir yang implantasinya di atas 22 minggu.
Terdapat beberapa istilah untuk penyakit ini yaitu solutio placentae, abruptio placentae,
ablatio placentae, dan accidental hemorrhage. Istilah atau nama lain yang lebih
deskriptif adalah premature separation of the normally implanted placenta (pelepasan
dini uri yang implantasinya normal) (Sarwono, 2014).
Plasenta normalnya terlepas setelah anak lahir, pelepasan plasenta sebelum
minggu ke-22 disebut abortus. Bila terjadi dibawah kehamilan 20-minggu gejala
kliniknya serupa dengan abortus iminens. Perdarahan akibat solusio plasenta biasanya
merembes diantara selaput ketuban dan uterus, kemudian keluar melalui serviks,
menyebabkan
perdarahan
eksternal
(revealed
hemorrhage).
Secara
definitif
diagnosisnya baru bisa ditegakkan setelah partus jika terdapat hematoma pada
permukaan maternal plasenta (Sulaiman, 2005).
Solusio plasenta merupakan salah satu penyebab perdarahan antepartum yang
memberikan kontribusi terhadapa kematian maternal dan perinatal di Indonesia.
Terdapat faktor-faktor lain yang memegang peranan penting yaitu kekurangan gizi,
anemia, paritas tinggi, dan usia lanjut pada ibu hamil. Di negara yang sedang
berkembang penyebab kematian yang disebabkan oleh komplikasi kehamilan,
persalinan, nifas atau penanganannya adalah perdarahan, infeksi, preeklamsi atau
eklamsi. Selain itu kematian maternal juga dipengaruhi faktor-faktor reproduksi ialah
ibu hamil dan paritas (Cunningham, 2005
Terkadang darah tidak keluar tetapi tertahan di antara plasenta yang terlepas dan
uterus, serta menyebabkan perdarahan tersembunyi (concealed hemorrhage). Solusio
plasenta dapat total atau parsial. Solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada
plasenta previa bagi ibu hamil dan janinnya. Pada perdarahan tersembunyi (concealed
hemorrhage) yang luas di mana perdarahan retroplasenta yang banyak dapat
mengurangi sirkulasi utero-plasenta dan menyebabkan hipoksia janin. Di samping itu,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak lahir (Sarwono, 2014).
maka
kemungkinan
mendapatkan
arteriosklerosis
makin
besar,
hematoma retroplacenter
c Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
Sarwono (2014) mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala
klinisnya, yaitu:
a Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian
b
2.5 Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari
pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
selaput ketuban dan darah masuk ke dalam cairan amnion atau kasus yang lebih
sering terjadi adalah darah berada di antara korion dan desidua vera kemudian
mencapai ostium interna serviks dan vagina sehingga terjadi perdarahan ekternal
(revealed hemorrhage). Jika lapisan marginal plasenta tetap melekat pada uterus
disertai letak kepala janin pada segmen bawah uterus, hal ini dapat
menyebabkan perdarahan yang tersembunyi (conceled hemorrhage). Banyaknya
darah yang keluar melalui vagina hanya sebagian kecil dari total perdarahan
yang terjadi di dalam uterus (Yayan, 2008; Lami, 2008).
Perdarahan pada solusio plasenta bisa mengakibatkan darah hanya ada di
belakang plasenta (hematoma retroplasenter); darah tinggal saja di dalam rahim
yang disebut internal hemorage (concealed haemorage); masuk merembes ke
dalam amnion; atau keluar melalui vagina (antara selaput ketunban dan dinding
uterus), yang disebut external haemorage (revealed haemorage) (Lami, 2008).
2.6 Gambaran Klinis
Gambaran klinis penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat
ringannya atau luas permukaan maternal plasenta yang terlepas (Sarwono,
2014).
a. Solusio Plasenta Ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis,
dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah
banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitamhitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang
yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin
masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi,
karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang
berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio
plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman.
b. Solusio Plasenta Sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian,
tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul
perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara
mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
Pemeriksaan
USG
dapat
memperlihatakan
perdarahan
10
11
Perbedaan
Plasenta previa
Solusio plasenta
1.
2.
Warna darah
Perdarahan mendadak
tanpa nyeri
Merah segar
Nyeri mendadak di
daerah uterus
Merah tua kehitaman
3.
Keadaan umum
Sesuai dengan
perdarahan yang
terlihat
4.
Uterus
5.
Letak janin
6.
Perabaan forniks
Lemas
Biasanya normal
Biasanya ada kelainan
letak
Lunak
Keras
b. Ruptur Uteri
Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada
kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar
pada bagian bawah uterus. Peregangan berlebihan segmen bawah uterus
(SBR) disertai pembentukan cincin retraksi patologis pada rupture uteri.
12
Ruptur uteri yang sebelumnya utuh saat persalinan paling sering mengenai
SBR yang menipis. Robekan apabila terletak dekat dengan serviks, sering
meluas secara melintang atau oblik (Cunningham, 2006).
Gejala klinis dari ruptur uteri ialah rasa nyeri yang luar biasa saat
datangnya his, terlihat tanda-tanda syok hipovolemia, pernapasan dangkal
dan cepat, karena partus lama terjadi menyebabkan dehidrasi, tampak
lingkaran retraksi patologis Bandl. Setelah terjadinya ruptur uteri biasanya
rasa nyeri menghilang sementara dan setelah itu penderita mengeluh adanya
rasa nyeri yang merata disertai dengan gawat janin, bagian terendah janin
mudah di dorong ke atas, bagian janin mudah diraba dengan palpasi
abdomen, dan countour janin terlihat melalui inspeksi abdomen. Pada ruptur
uteri jika dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal toucher) kadang-kadang
kita dapat meraba robekan di dinding uterus yang dapat dilewati oleh jari
untuk mencapai rongga peritoneum. Tidak terdeteksinya robekan bukan
berarti bahwa tidak terjadi ruptur uteri (Cunningham, 2006; Rustam, 2011).
2.9 Penatalaksanaan
a. Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan
(Sarwono, 2014).
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan. Penanganan perdarahan yang
berhenti dan keadaan yang baik pada kehamilan prematur dilakukan di
rumah sakit (Sarwono, 2014; Manuaba et al. 2010).
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan,
penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus
oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta
dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000
ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan
13
Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti (Sarwono,
2014):
a. Anemia
b. Syok hipovolemik
c. Insufisiensi fungsi plasenta
d. Gangguan pembekuan darah
e. Gagal ginjal mendadak
Kegagalan pembekuan darah (coagulation failure), pada kasus yang berat dan
perdarahan tersembunyi dapat terjadi. Gangguan pembekuan darah harus segera
ditangani sebelum proses persalinan dilakukan. Transfusi dengan whole blood
adalah pilihan terbaik, fresh frozen plasma dan konsentrasi platelet dapat
diindikasikan (Hanretty, 2003).
14
terjadi
diantaranya
fetal
distress,
gangguan
pertumbuhan
atau
15
Mortalitas terhadap ibu terjadi karena adanya perdarahan sebelum dan sesudah
partus, kerusakan organ terutama nekrosis korteks ginjal dan infeksi. Pada
perdarahan eksternal, resiko yang terjadi pada ibu bergantung pada banyaknya
darah yang hilang, namun kematian ibu jarang terjadi. Pada perdarahan yang
tersembunyi, prognosisnya sulit diperkirakan. Faktor komplikasi bertanggung
jawab atas peningkatan kematian ibu. Penanganan yang baik terhadap syok,
kegagalan koagulasi dan gangguan ginjal, dapat menurunkan kematian ibu.
Mortalitas terhadap anak lebih tinggi, hal ini bergantung pada pelepasan dari
plasenta, bila yang terlepas lebih dari 1/3 maka kemungkinan kematian anak
100%. Selain itu juga bergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan. Pada
perdarahan eksternal kematian janin mencapai 25-30% dan pada perdarahan
tersembunyi mencapai 50-100%. Kematian disertai dengan prematuritas dan
anoxia karena pelepasan plasenta (Rustam, 2011).
16
BAB III
KESIMPULAN
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebagian atau seluruhnya dari
tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum janin
lahir yang implantasinya di atas 22 minggu. Solusio plasenta terjadi sekitar 1% dari
semua kehamilan di seluruh dunia. Kejadian solusio plasenta sangat bervariasi dari 1 di
antara 75 sampai 830 persalinan dan merupakan penyebab dari 20-35% kematian
perinatal. Solusio plasenta sering berulang pada kehamilan berikutnya. Kejadiannya
tercatat sebesar 1 di antara 8 kehamilan. Penyebab primer dari solusio plasenta tidak
diketahui, tetapi terdapat beberapa keadaan patologik yang terlihat lebih sering bersama
dengan atau menyertai solusio plasenta dan dianggap sebagai faktor resiko. Kondisi
yang paling sering berkaitan adalah beberapa tipe hipertensi, antara lain mencakup preeklampsia, hipertensi gestasional, atau hipertensi kronik.
Ada beberapa klasisfikasi pada solusio plasenta, diantaranya: klasifikasi menurut
derajat pelepasan plasenta (solusio plasenta totalis, solusio plasenta partialis, ruptura
sinus marginalis), klasifikasi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (solusio
plasenta dengan perdarahan keluar, solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi,
solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion), solusio plasenta
menurut tingkat gejala klinisnya (solusio plasenta ringan, sedang dan berat).
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis
dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah
miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi
penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus. Diagnosis ditegakkan
dengan melakukan anamnesis (nyeri perut, perdarahan pervaginam), pemeriksaan fisik
(tekanan darah menurun, nadi dan pernapasan naik, uterus tegang, nyeri tekan abdomen)
pemeriksaan dalam (pembukaan, ketuban tegang) dan pemeriksaan penunjang (USG
didapatkan perdarahan retroplasenta diantara plasenta dan miometrium).
Diagnosis banding solusio plasenta adalah plasenta previa dan ruptur uteri.
Plasenta Previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir. Ruptur uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat
17
berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan
tua.
Setiap pasien yang dicurigai solusio plasenta harus dirujuk ke spesialis karena
memerlukan monitoring yang lengkap baik dalam kehamilan maupun persalinan.
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, dan gagal ginjal.
18
Daftar Pustaka
Antepartum Hemorrhage. 2005. Obstetrics and Gynecology Principles for Practice.
Elsevier Science; h. 277-283. Philadelvia.
Cunningham, F. G; Gant, N. F; Levono, K. J; et all [ed]. 2006. Obstetri William. Volume
1. Edisi 21. Penerbit Buku Kedokteran EGC; h. 687-96, 34-52. Jakarta.
Hanretty, P Kevin. 2003. Vaginal Bleeding In Pregnancy. Obstetrics Illustrated. Sixth
Edition. Elsevier Science; h. 188-189. Philadelvia.
Israr, Yayan Akhyar. Karakteristik Kasus Solusio Plasenta. 16 Juni 2008 guidelines.
[online]. 2016. Available from URL:
http://ilmukebidanan.wordpress.com/2008/07/16/karakteristik-kasus-solusio-plasenta
Johnson, T Pamela. 2001. Placental Abruption. Case Review Obstetrics and
Gynecologie Ultrasound. Elsevier Science; h. 108. Philadelphia.
Manuaba, Ida Ayu Chandranita dr. SpOG et al. 2010. Ilmu Kebidanan, Kandungan dan
KB Untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. h. 254259. Jakarta.
Mochtar, Rustam. 2011. Perdarahan Antepartum (Hamil Tua). Sinopsis Obstetri. Edisi
3. Jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC; h. 279-287. Jakarta
Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan.
Dalam Ilmu Kebidanan. Edisi 4. PT. Bina Pustaka; h. 503-506. Jakarta.
Rachimhadhi T. 2002. Perdarahan Antepartum. Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi III.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, h. 362-85. Jakarta.
Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Perdarahan Antepartum. Obstetri Patologi. Edisi 2.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; h. 91-97. Jakarta
Yeo, Lami. Plasenta Abruption. Women Medicine 2008 guidelines. [Online]. 2016.
Available from URL:
http://www.glowmn.com/section_view&articleid=122