Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH KI 3213

KIMIA LINGKUNGAN
BIOASSAYS IN WATER QUALITY MONITORING

oleh:
1. Zulfikar Nur Ristama

10513049

2. Ni Luh Putu Ananda Saraswati

10513051

3. Shinta Ellisya Fauzia

10513052

4. Gayatri Ayu Andari

10513053

5. Novira Chandisa

10513054

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016

DAFTAR ISI

Halaman judul..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...............................................................................................

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................

1.3 Tujuan............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Parameter Kualitas Air...................................................................................

2.2 Metode Bioassay............................................................................................

2.3 Aplikasi Metode Bioassay pada Monitoring Kualitas Air.............................

10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................................

17

3.2 Saran..............................................................................................................

17

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................

18

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan
manusia, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk kepentingan
lainnya. Oleh karena itu keberadaan air dalam masyarakat perlu dipelihara dan dilestarikan
bagi kelangsungan kehidupan. Air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air
tidaklah mungkin ada kehidupan. Semua orang tahu betul akan pentingnya air sebagai
sumber kehidupan.
Air merupakan salah satu komponen lingkungan yang keberadaannya melimpah di
bumi. Hampir 70% permukaan bumi dilingkupi oleh air. Air berperan penting bagi
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain yang ada di bumi sebagai penunjang
kehidupan selain udara. Bagi manusia, air memegang peranan penting, baik dalam
kehidupan individu sehari-hari, seperti minum, mandi, dan mencuci, juga dalam aktivitas
penunjang kehidupan lain, seperti pertanian, transportasi, industri, dan lain sebagainya.
Tumbuhan pun membutuhkan air untuk proses fotosintesis yang dapat mengubah air dan
karbondioksida menjadi karbohidrat dan oksigen.
Air dalam jumlah memadai dan kualitas yang baik akan menginisiasi terciptanya
sistem kehidupan yang sehat dan nyaman. Secara umum kualitas air didefinisikan sebagai
ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air
menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Kualitas
air seringkali dijadikan ukuran standar terhadap kondisi kesehatan ekosistem air dan
kesehatan manusia yang menggunakannya sebagai konsumsi air minum.
Dengan semakin meningkatnya populasi manusia, kebutuhan akan air pun semakin
meningkat. Dalam memenuhi kebutuhan air, manusia memerlukan air bersih dengan
kualitas yang baik sehingga tidak akan berdampak negatif bagi kesehatan manusia. Akan
tetapi, kebutuhan manusia akan air bersih sekarang sulit terpenuhi. Hal ini disebabkan
karena pencemaran air di bumi semakin meningkat akibat berbagai aktivitas yang
dilakukan oleh manusia yang menimbulkan polutan di dalam sumber-sumber air. Seiring
berjalannya waktu, kondisi air bervariasi bergantung pada kondisi lingkungan. Beberapa
aktivitas industri seperti manufaktur, pertambangan, konstruksi, transportasi, dan limpasan
permukaan dari pertanian serta perkotaan menjadi salah satu faktor utama penyebab
3

terjadinya pencemaran air. Ironisnya, suatu kelompok masyarakat begitu sulit


mendapatkan air bersih, sedangkan segelintir kelompok masyarakat lainnya dengan
mudahnya menghambur-hamburkan air dan mencemari air.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih dengan kualitas yang
baik, perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara
bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang
serta keseimbangan ekologis. Selain itu, tidak semua orang berpikir dan bertindak secara
bijak dalam menggunakan air dengan segala permasalahan yang ada disekitarnya
Berbagai metode telah banyak dikembangkan dalam menguji kualitas air. Seiring
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas air kini dapat ditentukan
secara ilmiah menggunakan metode-metode standar yang telah diakui keakuratannya.
Secara umum kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian terhadap beberapa
parameter penentu kualitas air. Pengujian tersebut dapat berupa uji kimia, uji fisika, uji
biologis, dan atau uji kenampakan (bau dan warna). Untuk mempermudah penentuan,
terlebih dahulu ditetapkan parameter-parameter yang mempengaruhi kualitas air, seperti
parameter fisik (suhu, padatan terlarut total, padatan tersuspensi total, kekeruhan,
kecerahan, dan warna), parameter kimia (pH, alkalinitas, oksigen terlarut, kebutuhan
oksigen biologis, kebutuhan oksigen, salinitas, kadar logam berat, kadar nitrogen, dan
kadar fosfor), serta parameter biologi (organisme yang hidup di dalam air).
Metode kimia merupakan metode yang paling umum digunakan dalam menguji
berbagai kandungan zat kimia yang ada di dalam air. Seiring dengan meningkatnya
pencemaran air, polutan berupa zat kimia yang mencemari perairan pun semakin kompleks
sehingga semakin sulit dan mahal untuk melakukan analisis pengujian kualitas air secara
kimia. Kualitas air ditentukan oleh tinggi rendahnya nilai parameter-parameter tersebut.
Sebagai contoh, kualitas air dikatakan baik bila nilai oksigen terlarut (DO)-nya tinggi dan
nilai kebutuhan oksigen biologis (BOD)-nya rendah. Oleh karena itu, diperlukan metode
lain dalam pengujian kualitas air yang murah, mudah, cepat, dan aman untuk lingkungan.
Salah satu metode pengujian kualitas air yang sering digunakan karena murah, mudah,
cepat, dan aman untuk lingkungan adalah metode bioassay.
Bioassay (merupakan singkatan dari biological assay), atau yang sering disebut
dengan standardisasi biologi, merupakan analisis atau pengukuran dari suatu zat untuk
menentukan keberadaan dan dampaknya. Bioassay melibatkan penggunaan hewan atau
tanaman (in vivo) maupun jaringan atau sel (in vitro).

Biasanya, bioassay dilakukan untuk mengukur efek dari suatu zat pada organisme
hidup dimana sangat penting dalam pengembangan obat terbaru dan pemantauan polusi
lingkungan. Bioassay juga merupakan suatu metode pengembangan informasi toksikologi
pada organisme yang fisiologis dianggap mirip dengan organisme yang menjadi perhatian
langsung untuk mengetahui senyawa kimia beracun.
Bioassay terbagi menjadi dua jenis, yaitu bioassay kualitatif, yang berfungsi untuk
mengetahui ada atau tidaknya keberadaan dari suatu zat dimana tidak mungkin bisa diukur
kadarnya dan bioassay kuantitatif, yang berfungsi untuk mengukur kadar dari suatu zat.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Apa yang dimaksud dengan bioassay?


Bagaimana bioassay dapat digunakan dalam mengontrol kualitas air?
Apa kelebihan dari metode bioassay dalam mengontrol kualitas air?
Apa kelemahan dari metode bioassay dalam mengontrol kualitas air?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Mengetahui bioassay secara umum.


Mengetahui kegunaan bioassay dalam mengontrol kualitas air.
Mengetahui kelebihan dari metode bioassay dalam mengontrol kualitas air.
Mengetahui kelemahan dari metode bioassay dalam mengontrol kualitas air

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Parameter Kualitas Air
Air banyak diperoleh di permukaan bumi ini. Air tersebut dapat berasal dari sungai,
laut, danau, air tanah, air permukan, sumber mata air, dan air hujan. Namun, air yang ada
di permukaan bumi ini mulai banyak yang tercemar dengan adanya aktivitas manusia
maupun alam. Zat yang mencemari air akan mempengaruhi kualitas air tersebut. Kualitas
air merupakan suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan
biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan
biota air dan manusia. Kualitas air seringkali menjadi ukuran standar terhadap kondisi
kesehatan ekosistem air dan kesehatan manusia terhadap air minum.
Kualitas air dapat dilihat dari parameter-parameter di bawah ini
1. Bau
Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat disebabkan
oleh adanya algae dalam air tersebut. Bau juga dapat mengidentifikasi adanya polutan yang
terdapat dalam air tersebut, misalnya limbah cair dari pabrik cat atau tekstil yang mengotori
sungai dan menimbulkan bau tidak sedap, manusia yang membuang sampah di sungai.
2. Jumlah zat padat terlarut
Dalam air alam, ditemui dua kelompok zat yaitu zat terlarut (seperti garam dan molekul
organis) serta zat padat tersuspensi dan koloidal (seperti tanah liat dan kwarts). Perbedaan
pokok antara kedua kelompok zat ini ditentukan melalui ukuran/diameter partikelpartikelnya.Analisa zat padat dalam air digunakan untuk menentukan komponen-komponen
air secara lengkap, proses perencanaan, serta pengawasan terhadap proses pengolahan air
minum maupun air buangan. Karena bervariasinya materi organik dan anorganik dalam
analisa zat padat, tes yang dilakukan secara empiris tergantung pada karakteristik materi
tersebut. Metode gravimetri digunakan hampir pada semua kasus.
Jumlah dan sumber materi terlarut dan tidak terlarut yang terdapat dalam air sangat
bervariasi. Pada air minum, kebanyakan merupakan materi terlarut yang terdiri dari garam
6

anorganik, sedikit materi organik, dan gas terlarut. Total zat padat terlarut dalam air minum
berada pada kisaran 20 1000 mg/L.
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) merupakan bahan-bahan terlarut
(diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm 10-3 mm) yang berupa senyawasenyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter
0,45 m. Materi ini merupakan residu zat padat setelah penguapan pada suhu 105 oC. TDS
terdapat di dalam air sebagai hasil reaksi dari zat padat, cair, dan gas di dalam air yang dapat
berupa senyawa organik maupun anorganik. Substansi anorganik berasal dari mineral, logam,
dan gas yang terbawa masuk ke dalam air setelah kontak dengan materi pada permukaan dan
tanah. Materi organik dapat berasal dari hasil penguraian vegetasi, senyawa organik, dan gasgas anorganik yang terlarut. TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik berupa ion-ion
yang terdapat di perairan.

Sumber: Todd, 1970 dalam Effendi, 2003.


TDS tidak diinginkan dalam badan air karena dapat menimbulkan warna, rasa, dan bau yang
tidak sedap. Beberapa senyawa kimia pembentuk TDS bersifat racun dan merupakan
senyawa organik bersifat karsinogenik.
7

3. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya
yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan
disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya
lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan
mikroorganisne lain. Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari
pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan
tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah
kekeruhan air.
Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan
tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak
selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit
usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air.
4.Suhu
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi,
volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4,
dan sebagainya). Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi
bahan organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 20oC 30oC.
5.Warna
Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion
metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya
oksida besi menyebabkan air berwarna kemerahan, sedangkan oksida mangan menyebabkan
air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan
sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan. Kalsium karbonat
yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan-bahan
organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan
yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan.
6. Daya Hantar Listrik
8

Daya hantar listrik (DHL) merupakan kemampuan suatu cairan untuk menghantarkan arus
listrik (disebut juga konduktivitas). DHL pada air merupakan ekspresi numerik yang
menunjukkan kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Oleh karena itu,
semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Besarnya nilai DHL bergantung kepada kehadiran ion-ion anorganik, valensi, suhu, serta
konsentrasi total maupun relatifnya.
Pengukuran daya hantar listrik bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air untuk
menghantarkan listrik serta memprediksi kandungan mineral dalam air. Pengukuran yang
dilakukan berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk menghantarkan arus listrik yang
dialirkan dalam contoh air dapat dijadikan indikator, dimana semakin besar nilai daya hantar
listrik yang ditunjukkan pada konduktivitimeter berarti semakin besar kemampuan kation dan
anion yang terdapat dalam contoh air untuk menghantarkan arus listrik. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin banyak mineral yang terkandung dalam air.

2.2 Metode Bioassay


Metode bioassay merupakan metode melibatkan penggunaan organisme tertentu untuk
mengukur kualitas sampel air, terutama yang berkaitan dengan uji toksisitas dan nilai
kebutuhan oksigen biologis (BOD). Pengujian secara biologis ini disukai karena relatif
praktis dan murah, serta dapat memecahkan masalah polusi air dengan baik. Beberapa cara
yang sering dilakukan untuk menentukan kualitas air berdasarkan metode bioassay adalah
sebagai berikut:
1. Berdasarkan waktu, metode bioassay dapat dilakukan dalam jangka pendek, jangka
menengah, dan jangka panjang
2. Berdasarkan metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, metode bioassay
diklasifikasikan menjadi bioassay statik, bioassay pergantian larutan (renewal
bioassay), dan bioassay mengalir (flow through bioassay)
3. Berdasarkan waktu dan tujuan, metode bioassay dapat dilakukan untuk uji kualitas air
limbah, uji bahan atau satu jenis bahan kimia, toksisitas dan daya tahan organisme uji,
serta pertumbuhannya.

Sementara itu, beberapa istilah yang sering digunakan dalam penentuan kualitas air
menggunakan metode bioassay adalah sebagai berikut:
1. Lethal Concentration (LC), yaitu perkiraan konsentrasi toksikan yang menyebabkan
kematian sejumlah tertentu organisme uji. Biasanya didefinisikan sebagai nilai tengah
(50%) konsentrasi letal atau nilai LC50, contohnya LC50-48 jam berarti konsentrasi
yang mematikan 50% organisme yang didedahkan selama 48 jam.
2. Effective Concentration (EC), yaitu perkiraan konsentrasi toksikan yang menimbulkan efek
spesifik tertentu pada sejumlah organisme uji. Efek tersebut biasanya bersifat subletal,
seperti terjadinya perubahan laju pernafasan atau kehilangan keseimbangan,
contohnya EC50-96 jam berarti konsentrasi efektif bagi 50% organisme uji untuk
keadaan setimbang selama 96 jam.
3. Inhibiting Concentration (IC), yaitu perkiraan konsentrasi toksikan yang
persentase penghambatan khusus atau pengrusakan terhadap

menyebabkan

sejumlah fungsi

biologis, contohnya IC25 berarti konsentrasi yang diperkirakan mereduksi 25%


pertumbuhan larva ikan.
4. Safe Concentration (SC), yaitu konsentrasi suatu senyawa kimia yang tidak memberikan
pengaruh negatif atau berbahaya setelah periode pengujian sekurang-kurangnya satu
generasi. Nilai SC ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
suatu baku mutu kualitas air terhadap senyawa tersebut.
Selain monitoring kualitas fisika dan kimia air, saat ini telah dikembangkan
pemantauan secara biologi yang dikenal sebagai biomonitoring (Bartram and Balance, 1996).
Biomonitoring adalah monitoring kualitas air secara biologi yang dilakukan dengan melihat
keberadaan sekelompok organisme penunjuk (bioindikator) yang hidup di perairan.
Zhou,et.al.

(2008)

menjelaskan

bahwa

biomonitoring

meliputi

analisis

terhadap

bioakumulasi, biotoksisitas dan biomarker.


2.3 Aplikasi Metode Bioassay pada Monitoring Kualitas Air
Salah satu jenis penentuan kualitas air yang dilakukan menggunakan metode bioassay
adalah uji toksisitas. Toksisitas adalah kemampuan suatu bahan atau senyawa kimia untuk
menimbulkan kerusakan pada saat mengenai bagian dalam atau permukaan tubuh yang peka.
Uji toksisitas digunakan untuk mempelajari pengaruh suatu bahan kimia toksik atau bahan
pencemar terhadap organisme tertentu. Uji toksisitas penting dilakukan dalam penentuan
kualitas air untuk mengetahui daya tahan organisme dan pertumbuhannya di dalam sampel air
yang akan diuji. Uji toksisitas dengan metode bioassay seringkali dilakukan dalam jangka
10

pendek (dengan masa paparan sekitar 48 jam) menggunakan jenis bioassay statis. Organisme
uji yang digunakan bisa beragam, bergantung jenis sampel air yang akan ditentukan
kualitasnya. Untuk sampel air sungai misalnya, organisme uji yang dapat digunakan adalah
ikan mas dan udang galah. Selain itu, dalam uji toksisitas dapat pula digunakan berbagai
jenis organisme lain, misalnya anggota kelompok crustacea, mollusca atau pisces (ikan);
walaupun demikian, terdapat jenis-jenis organisme uji yang direkomendasikan sejumlah
besar referensi yang digunakan dalam uji toksisitas baku, misalnya: Daphnia magna,
Daphnia pulex, Chironomus plumosus,Carrassius auratus, Cyprinus carpio dan Clarias
batrachus (Johnson dan Finley 1980). Guna menjaga homogenitas, hewan uji yang
digunakan sebaiknya berasal dari satu tempat yang sama.
Jika menggunakan ikan sebagai hewan uji, maka sebaiknya ikan yang digunakan
mempunyai berat 0,2-1,5 g (fingerling fish). Guna meningkatkan akurasi hasil, sebaiknya
hewan uji yang digunakan umurnya relatif sama. Jika menggunakan ikan, maka umur yang
relatif sama tersebut dapat didekati dengan menggunakan ikan yang mempunyai
perbandingan ukuran panjang baku ikan yang terkecil dengan ikan yang terbesar tidak lebih
dari 1 : 1,5; misalnya jika panjang baku ikan terkecil yang digunakan = 3 cm,maka panjang
baku ikan uji terbesar yang boleh digunakan maksimal = 4,5 cm. Dalam uji toksisitas
sebaiknya dilakukan aerasi. Aerasi merupakan suatu proses atau usaha dalam menambahkan
konsentrasi oksigen yang terkandung dalam air limbah, agar proses oksidasi biologi oleh
mikroba akan dapat berjalan dengan baik. Tujuan dilakukan aerasi agar diperoleh hasil yang
lebih akurat karena efek yang terjadi betul-betul disebabkan oleh bahan uji (senyawa kimia,
air limbah, dan lain-lain), bukan karena kekurangan oksiaen selama masa pengujian.
Ada beberapa tahap tatalaksana yang dapat dilakukan untuk uji toksisitas pada air,
yaitu diawali dengan tahap pemeliharaan (holding), kemudian dilanjutkan dengan aklimasi
(acclimation), uji pendahuluan (exploratory test), dan uji sesungguhnya (full-scale test).
Adapun hal-hal yang dilakukan pada setiap tahap adalah sebagai berikut
a. Pemeliharaan (holding)
1) Hewan uji dipindahkan dari lingkungan asal (misalnya kolam) ke air pemeliharaan yang
ditempatkan dalam laboratorium.
2) Lama pemeliharaan sejak diperoleh dari daerah asal kemudian diangkut ketempat
pemeliharaan lebih kurang 14 hari.

11

3) Hewan uji diberi pakan satu kali per hari, apabila terdapat hewan uji yang mati atau
abnormal segera dibuang. Hewan uji tersebut harus dipastikan merupakan hewan yang
sehat sehingga diperoleh hasil uji yang akurat.
b. Aklimasi (acclimation)
1) Hewan uji diadaptasikan dengan keadaan fisik laboratorium (lingkungan pengujian)
dengan cara berangsur-angsur dipindahkan dari 100% air pemeliharaan ke 100% air uji.
2) Aklimasi dianjurkan selama minimal 10 hari. Apabila dalam waktu 48 jam lebih dari
3% populasi hewan uji mati, maka populasi hewan uji dianggap tidak memenuhi syarat
untuk pengujian.
3) Dua hari sebelum diperlakukan, hewan uji tidak diberi pakan.
c. Uji pendahuluan (exploratory test)
1) Masing-masing bejana uji diisi dengan 10 liter air jika hewan uji yang digunakan
sebanyak 10 ekor ikan dengan panjang 4-6 cm atau 1 liter air untuk tiap 0,96 gram berat
ikan.
2) Ke dalam tiap-tiap bejana uji yang telah diisi air dimasukkan 10 ekor hewan uji.
3) Ke dalam masing-masing bejana uji dimasukkan bahan pencemar dengan beberapa
variasi konsentrasi.
4) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji setiap 24 jam, mulai dari 0 jam sampai
dengan 96 jam.
5) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier sederhana
atau dengan cara mengekstrapolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke garis regresi linier yang
digambar di atas kertas grafik kemudian ditarik garis tegak lurus absis (sumbu X).
d. Uji sesungguhnya (full-scale test)
1) Berdasarkan nilai LC50-96 jam uji pendahuluan, dilakukan uji toksisitas dengan cara
yang sama tetapi dengan variasi konsentrasi yang lebih sempit di sekitar LC50-96 jam uji
pendahuluan dengan mengacu pada skala logaritmik Rand
2) Dilakukan pengamatan pola aktivitas hewan uji (meliputi frekuensi pernafasan, pola
gerak, dan escape reflex) pada 0 jam, 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam serta pengukuran
kualitas air uji pada 0 jam, 48 jam dan 96 jam.
3) Penentuan LC50-96 jam dilakukan dengan pendekatan analisis regresi linier sederhana
atau dengan cara menginterpolasi titik ordinat 50% (sumbu Y) ke garis regresi linier yang
12

digambar di atas kertas grafik (milimeter blok) kemudian ditarik garis tegak lurus absis
(sumbu X).
Pada

banyak

uji

toksisitas

dan

kajian

tentang

pencemaran

air

sering

ditemukanterjadinya perubahan sitologik berupa terjadinya degenerasi (perubahan struktur)


dan kematian sel. Fase-fase degenerasi dan kematian sel yang sering terlihat pada organ atau
jaringan tubuh organisme yang telah terpaparbahan kimia toksik atau bahan pencemar lainnya
meliputi perubahan-perubahan sebagai berikut
1. Pembengkakan sel. Pada fase pembengkakan sel, sitoplasma sel yang mengalami
pembengkakan (cloudy swelling) terlihat granuler. Hal ini disebabkan sewaktu air tertimbun
dalam sitoplasma, organella sitoplasmatik juga menyerapair sehingga dapat terjadi
pembengkakan mitokondria, pembesaran reticulum endoplasma dan lain-lain. Jika terjadi
masukan air yang besar, sebagian organella seperti retikulum endoplasma dapat berubah
menjadi kantong-kantong berisi air sehingga sitoplasma terlihat bervakuola. Perubahan
semacam itu disebut perubahan hidropik atau perubahan vakuoler.
2. Degenerasi lemak (fatty degeneration). Fase kedua degenerasi sel ini merupakan akibat
lebih lanjut dari pembengkakan sel dan sering disebut sebagai infiltrasi lemak. Akibat adanya
penimbunan intraseluler, sitoplasma tampak bervakuola dengan mekanisme sangat mirip
dengan yang terjadi pada perubahan hidropiktetapi vakuola tersebut berisi lemak.
3. Kematian sel (necrosis). Setelah terjadi pembengkakan sel dan degenerasi lemak, fase
berikutnya yaitu kematian sel atau nekrosis. Walaupun perubahan yang terjadi dalam jaringan
nekrotik dapat melibatkan sitoplasma tetapi yangpaling jelas terlihat mengalami perubahan
yaitu inti sel (nukleus). Contoh dari necrosis tersebut adalah
a. Piknosis ditandai dengan nukleus mengkerut, batas nukleus tidak beraturan sehingga
bentuk nukleus juga menjadi tidak beraturan dan terjadi kondensasi butir-butir kromatin
menjadi satu globulus;
b. Karyorrhexis ditandai dengan nukleus pecah dan butir-butir kromatin hancur menjadi
pecahan-pecahan yang tersebar dalam sel;
c. Karyolysis ditandai dengan butir-butir kromatin yang larut dan berdifusi melalui membran
nukleus,
4. Pengapuran (calcification), hanya dapat terjadi pada jaringan yang mampu mengikat
garam dapur (NaCI) atau kalsium (Ca) seperti matriks cartilaginous pada ujung tulang yang
sedang tumbuh dan jaringan osteoid yang baru dibentuk oleh osteoblast. Faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi pengendapan kalsium yaitu keadaan patologik jaringan serta kadar
garam kalsium dalam darah.
13

Selain itu, dalam penentuan uji toksisitas terdapat dua pendekatan untuk menguji
kualitas lingkungan seperti limbah kota dan industri, perairan intersisial dan sedimen untuk
mengidentifikasi kontaminan antropogenik (pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas
manusia) penyebab toksisitas. Pendekatan pertama adalah TIE (Toxicity Identification
Evaluation) dan kedua adalah EDA (Effects-Directed Analysis). TIE adalah uji toksisitas
akuatik yang digunakan untuk menjajaki perubahan toksisitas pada efluen dengan cara
mengisolasi dan memindahkan toksikan jenis tertentu atau menambahkan senyawa kimia
pada efluen (USEPA, 1991). Efluen merupakan sebuah substansi (biasanya beracun)
memasuki lingkungan dari sumber titik (lokasi dikonfirmasi kebenarannya). Prosedur TIE
terdiri dari tiga fasa. Fasa I adalah karakterisasi toksikan efluen, fasa II didesain untuk
mengidentifikasi toksikan, dan fasa III dilaksanakan untuk mengkonfirmasi penyebab
toksisitas. Salah satu contoh organisme yang digunakan dalam uji toksisitas dengan
menggunakan pendekatan tersebut adalah Daphnia magna (kutu air).
Contoh penggunaan Daphnia magna pada uji toksisitas adalah pada indutri pelapisan
logam dan karet. Efluen dari industri pelapisan logam dan karet menyebabkan toksisitas akut
pada Daphnia magna dengan tingkat yang berbeda. Pada industri pelapisan logam tingginya
tingkat Cl- dan SO42- yang berasal dari NaHSO3 dan NaOCl sebagai reducing agent adalah
penyebab toksisitas. Penelitian menggunakan metode TIE menunjukkan bahwa senyawa
organik dan logam yang terkandung dalam limbah industri pelapisan logam menunjukan
toksisitas pada Daphnia dalam 48 jam yang menyebabkan imobilisasi. Pendekatan TIE juga
dapat dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) industri kosmetik. Analisis
fisika kimia dan ekotoksikologi dari influen dan efluen mengungkapkan air hasil pengolahan
industri kosmetik memberikan dampak toksisitas yang cukup tinggi. Toksisitas ini dapat
berasal dari padatan tersuspensi, senyawa volatile dan senyawa organik non-polar atau polar
yang digunakan oleh industri kosmetik.
Secara umum, beberapa hal yang dapat diperoleh dari penentuan toksisitas lingkungan
air dengan metode bioassay tersebut adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kondisi lingkungan yang cocok untuk kehidupan organisme perairan.


Pengaruh faktor lingkungan terhadap toksisitas limbah.
Toksisitas limbah terhadap organisme uji
Sensitivitas organisme perairan terhadap limbah dan zat pencemar.
Efektifitas metode pengolahan limbah
Persyaratan efluen yang memenuhi standar kualitas air dalam izin membuang suatu
limbah.

14

Selain dilakukan uji toksisitas dalam air, pengujian BOD dan COD perlu dilakukan
untuk mengetahui seberapa besar air tersebut tercemar. Biochemical Oxygen Deman (BOD)
adalah ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair, sedangkan COD adalah
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah
organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia Parameter BOD secara
umum digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat
penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Pada dasarnya,
penentuan BOD merupakan metode bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya
oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan
organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang
ada di alam. Selama pemeriksaan BOD, sampel yang diperiksa harus bebas dari udara luar
untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi sampel air
juga harus berada dalam tingkat pencemaran tertentu, agar oksigen terlarut selalu ada selama
pengukuran. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air cukup
terbatas, berkisar 9 ppm pada suhu 20C.
Dalam pengukuran BOD dengan metode bioassay melibatkan penggunaan organisme
yang akan menguraikan bahan organik yang terdapat dalam sampel air. Penguraian bahan
organik secara biologis tersebut menyangkut reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon
dioksida dan air. Penentuan BOD dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi di mana
organisme hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD merupakan hasil dari
aktifitas biologis dengan kecepatan reaksi yang dipengaruhi oleh jumlah populasi dan suhu
lingkungan. Karena bergantung pada suhu, selama pengukuran BOD berlangsung, suhu
lingkungan harus dibuat konstan pada 20C yang merupakan suhu yang umum di alam.
Secara teoritis, waktu yang diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan
organik terurai menjadi karbondioksida dan air adalah tidak terbatas. Namun dalam
prakteknya di laboratoriurn, waktu yang diberikan untuk reaksi penguraian ini biasanya
sekitar 5 hari dengan anggapan bahwa 5 hari merupakan bagian dari total BOD, dan nilai
BOD 5 hari merupakan 70-80% dari nilai BOD total.
Contoh aplikasi dalam penentuan BOD dengan Daphna magna adalah penggunaan
metoda TIE fasa I dengan hewan uji Daphnia magna. Dari percobaan tersebut diperoleh nilai
BOD dan COD yang tinggi dari hasil analisa kimia yang disebabkan jumlah kandungan
15

materi organik dalam sampel efluen. TIE fasa I yang dilakukan memperlihatkan hasil uji
toksisitas efluen setelah aerasi dan perubahan pH mengindikasikan adanya kandungan
amoniak dalam sampel. Selain itu, uji toksisitas setelah penyesuaian pH, reaksi oksidasi
reduksi dan penambahan EDTA menunjukkan adanya kandungan logam dalam sampel.
Sedangkan untuk mengukur COD dilakukan metode titrimetri. Limbah organik yang
terdapat dalam sampel air limbah akan dioksidasi oleh kalium dikromat sebagai sumber
oksigen menjadi gas CO2, H2O dan sejumlah ion kromium. Penentuan kadar COD pada
sampel air limbah dilakukan dengan metode titrimetri menggunakan campuran asam sulfat
dengan kalium dikromat dan zat organik pada limbah yang direfluks selama 2 jam. Sisa
kalium bichromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan larutan Ferro Ammonium Sulfat
(FAS). Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum
reaksi okidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi
hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik
sama dengan jumlah kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi. Semakin banyak
oksigen yang diperlukan berarti limbah semakin banyak tercemar oleh bahan buangan
organik.
Pada dasarnya, uji toksisitas maupun pengukuran nilai BOD dengan metode bioassay
untuk menentukan kualitas air dilakukan dengan membandingkan nilai hasil percobaan dengan
data standar (data baku) yang telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Pembuat kebijakan dalam
hal ini adalah pemerintah setempat. Dalam data standar (data baku) yang telah ditetapkan
umumnya berisi rentang nilai parameter-parameter kualitas air serta penggolongannya dalam
kelompok-kelopmpok tertentu. Metode bioassay digunakan dalam menentukan nilai beberapa
parameter kualitas air, sementara kesimpulan kualitas air itu sendiri (ke dalam kelompokkelompok tertentu) dilakukan dengan membandingkan nilai yang diperoleh tersebut dengan data
standar.

16

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Air adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan sehingga
kualitasnya harus selalu dijaga dengan baik. Salah satu metode untuk memonitoring kualitas
air adalah metode bioassay. Metode bioassay merupakan analisis atau pengukuran dari suatu
zat untuk menentukan keberadaan dan dampaknya, yang mana metode ini melibatkan
penggunaan hewan atau tanaman (in vivo) maupun jaringan atau sel (in vitro). Metode ini
sering digunakan untuk mengukur besarnya parameter-parameter kualitas air tertentu seperti
toksisitas, kebutuhan oksigen kimia (COD), dan kebutuhan oksigen biologis (BOD).
Organisme yang dapat digunakan dalam metode bioassay ini adalah organisme yang hidup
dalam air, seperti beberapa jenis ikan, hewan kelompok crustaceae, dan organisme lain
seperti Daphnia magna, Daphnia pulex, Chironomus plumosus,Carrassius auratus, Cyprinus
carpio dan Clarias batrachus. Metode bioassay dalam memonitoring kualitas air memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya seperti mudah dilakukan, aman
bagi lingkungan, dan tidak memerlukan biaya yang besar. Sementara itu kelemahan dari
metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif lama dalam pembiakan organisme yang
digunakan untuk menguji toksisitas dan kadar COD serta BOD air.
3.2 Saran
Meskipun metode bioassay relatif mudah dilakukan untuk memonitoring kualitas air,
metode ini masih belum banyak dikembangkan. Peran serta peneliti, instansi terkait
lingkungan, dan pemerintah sangat diperlukan dalam mentriger penelitian-penelitian yang
bertujuan untuk mengembangkan metode ini menjadi lebih baik dan akurat dalam
memonitoring kualitas air.

17

DAFTAR PUSTAKA
Diersing, Nancy (2009). "Water Quality: Frequently Asked Questions." Florida Brooks
National Marine Sanctuary, Key West, FL
Johnson, D.L., S.H. Ambrose, T.J. Bassett, M.L. Bowen, D.E. Crummey, J.S. Isaacson, D.N.
Johnson, P. Lamb, M. Saul, and A.E. Winter-Nelson (1997). "Meanings of
environmental

terms."

Journal

of

Environmental

Quality.

26:

581-589.

DOI:10.2134/jeq1997.00472425002600030002x
Bartram, J. and Balance, R. 1996. Water Quality Monitoring : A Practical Guide to the
Design and Implementation of Freshwater Quality Studies and Monitoring
Programmes. United Nations Environment Programme and the World Health
Organization.
Burgess, R. M., Kay T. H., Werner B., Marja L. 2013. Effects-Directed Analysis (EDA) and
Toxicity Identification Evaluation (TIE) : Complementary but Different Approaches
for Diagnosing Causes of Environmental Toxicity. Environmental Toxicology and
Chemistry. Volume 32 (9):1935-1945.
USEPA. 1991. Methods for Aquatic Toxicity Identification Evaluations : Phase I Toxicity
Characterisation Procedures. EPA/600/691/003.
Zhou, Q., Zhang,J., Fu, J., Shi, J., Jiang, G. 2008. Biomonitoring : An Appealing Tool for
Assessment of Metal Pollution in the Aquatic Ecosystem. Chinese Academy of
Sciences. Beijing.
Anonim. Uji Toksisitas Akuatik. Sumber: elisa.ugm.ac.id

18

Anda mungkin juga menyukai