Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke

dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung
maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah
pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Idries,
1997).
Setiap tahun, sekitar 150.000 kematian dilaporkan di seluruh dunia Akibat tenggelam,
dengan kejadian tahunan mungkin lebih dekat ke 500.000. Beberapa negara terpadat di dunia
gagal untuk melaporkan insiden hampir tenggelam. Ini, menyatakanbahwa banyak kasus tidak
pernah dibawa keperhatian medis, kejadian di seluruh dunia membuatpendekatan akurat yang
hampir mustahil (Shepherd, 2009).
Berdasarkan data statistik yang diambil dari halaman website e-medicine, satu pertiga
daripada korban mati akibat tenggelam pernah mengikuti pelatihan berenang. Walaupun
tenggelam terjadi kepada kedua jenis kelamin, golongan lelaki adalah tiga kali lebih sering mati
akibat tenggelam berbanding golongan wanita. Di Indonesia, kita tidak banyak mendengar berita
tentang anak yang tenggelam di kolam renang sesuai dengan keadaan sosial ekonomi di
Indonesia tetapi mengingat keadaan Indonesia yang dikelilingi air, baik lautan, danau maupun
sungai, tidak mustahil jika banyak terjadi kecelakaan dalam air seperti hanyut dan tenggelam
yang belum diberitahukan dan ditanggulangi dengan sebaik-baiknya. Hampir setiap saat,
terutama pada saat musim liburan, di objek wisata laut. Banyak terjadi kasus wisatawan yang
tenggelam, karena akibat air pasang atau kecerobohan diri wisatawan tersebut. Selain itu, kasus
tenggelam yang lainnya adalah akibat buruknya transportasi laut diIndonesia.
Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara kematian mayat yang terendam dalam
air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan autopsi dalam padatubuh korban serta pemeriksaan
tambahan lain sebagai penunjang seperti pemeriksaan getah paru untuk penemuan diatome
danbercak paltouf di permukaan paru, pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis
plasma untuk menemukan tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah, terutama bagi

mayat yang telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada satu
bagian tubuhnya saja.
Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu ditentukan apakah korban masih hidup
saat tenggelam yang terdapat tanda intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila
semua ini digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara
kematiannya. Tanda intravital yang ditemukan pada korban bukan merupakan tanda pasti korban
mati akibat tenggelam. Terdapat delapan tanda intravital yang dapat menunjukkan korban masih
hidup saat tenggelam. Tanda tersebut adalah ditemukannya tanda cadaveric spasme, perdarahan
pada liang telinga, adanya benda asing (lumpur, pasir, tumbuhan dan binatang air) pada saluran
pernapasan dan pencernaan, adanya bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah pada
jantung kanan dan kiri, ada ditemukan diatome, adanya tanda asfiksia, dan ditemukannya
mushroom-like mass (Kerr, 1954).
Sedangkan tanda pasti mati akibat tenggelam ada limayaitu terdapat tanda asfiksia,
diatome pada pemeriksaan getah paru, bercak paltouf di permukaan paru, berat jenis darah yang
berbeda antara jantung kiri dan kanan dan mushroom-like mass (Kerr, 1954). Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan dengan adanya penelitian ini pihak forensik dan masyarakat umum
bisa langsung mengenali kematian tenggelam dan dapat membedakannya dengan tenggelam
akibat kecelakaan atau tenggelam karena pembunuhan.

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar tenggelam
b. Tujuan Khusus Pembelajaran
Mahasiswa mampu memahami :
a. Mampu menjelaskan pengertian tenggelam
b. Mampu menjelaskan penyebab tenggelam
c. Mampu menjelaskan klasifikasi tenggelam
d. Mampu menjelaskan manifestasi klinis tenggelam
e. Mampu menjelaskan kondisi umum dan faktor resiko pada kejadian korban tenggelam
f. Mampu menjelaskan komplikasi tenggelam
g. Mampu menjelaskan kegawatdaruratan pada pasien tenggelam
h. Mampu menjelaskan penanganan pertama pada pasien tenggelam
2

i. Mampu menjelaskan penanganan klinik


j. Mampu menjelaskan penatalaksanaan medis
k. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada korban tenggelam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.

PENGERTIAN TENGGELAM
Tenggelam adalah orang yang berhenti bernafas hanya mempunyai waktu 4 menit untuk

tetap hidup. (Werner David,1989). Mati tenggelam adalah sebagai kematian karena asfiksia
akibat tenggelam (Betz.L.Cecily,2002). Hampir mati tenggelam adalah sebagai bertahan hidup,
setidaknya sementara, dari efek hipoksia yang mematikan.(Betz.L.Cecily,2002).
Tenggelam dapat menyebabkan kematian atau kecacatan. Menurut Kongres Tenggelam
Sedunia tahun 2002, tenggelam adalah suatu kejadian berupa gangguan respirasi akibat
tenggelam atau terendam oleh cairan. Menurut Dr. Boedi Swidarmoko SpP, tenggelam
(drowning) adalah kematian karena asfiksia pada penderita yang tenggelam. Istilah lain, near
drowning adalah untuk penderita tenggelam yang selamat dari episode akut dan merupakan
berisiko besar mengalami disfungsi organ berat dengan mortalitas tinggi.
Menurut

ILCOR

(internasional

Liaison

Committee

on

Resuscitation)

tenggelam

didevinisikan sebagai proses yang menyebabkan gangguan pernafasan primer akibat


submersi/imersi pada media cair. Sumersi merupakan keadaan dimana seluruh tubuh, termasuk
sistem pernafasan, berada dalam air atau cairan. Sedangkan imersi adalah keadaan dimana
terdapat air/ cairan pada sistem konduksi pernafasan yang menghambat udara masuk. Akibat dua
keadaan ini, pernafasan korban terhenti, dan banyak air yang tertelan. Setelah itu terjadi
laringospasme. Henti nafas atau laringosspasme yang berlanjut dapat menyebabkan hipoksia dan
hiperkapnia. Tanpa penyelamatan lebih lanjut, korban dapat mengalami bradikardi dan akhirnya
henti jantung sebagai akibat dari hipoksia.
B.

PENYEBAB TENGGELAM
Meurut Levin,dkk. (1993) terdpat banyak penyebab tenggelam antara lain adalah
1.

Tergagguanya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan

2.

Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan.

3.

Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang.

C. PATOFISIOLOGI
Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan
terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian aspirasi,
dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia dan asidosis
yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusaka sistem
syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena aspiksia
membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada
tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipotonik, sedangkan pada air laut adalah
hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan
hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular.
Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru,
dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus
dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis
eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan
menghasilkan caira eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal
alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan
penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi,
dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.
1. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 90% pada korban hampir
tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi
lambung, organism pathogen, bahan kimia toksik dan bahan asing lain dapat memper berat
cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.

2. Perubahan Pada Kardiovaskuler

Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi


dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia.
Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar
akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asambasa.
3. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab
kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut
akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema
serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan
kesadaran terjadi 2 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai
terjadi 4 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah
8 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian
bangun dalam
4. Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria.
Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya
hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
5. Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan
banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama
resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat
menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan
Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang
banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan
hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang
luas.

D.

KlASIFIKASI TENGGELAM
6

1. Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban


1.

Typical Drawning
Keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban saat korban
tenggelam.

2. Atypical Drawning
a.

Dry Drowning

Keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk ke dalam s
aluran pernapasan.
b.

Immersion Syndrom

Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin ( suhu <
20C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang menyebabkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan menyebabkan
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
c. Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung
khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma
kepala saat masuk ke air .
d. Delayed Dead
Keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
2. Berdasarkan Kondisi Kejadian
1. Tenggelam (Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah yang banyak
sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan saluran nafas atas tepatnya
bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas
menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.
2. Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan air keluar.

E.

MANIFESTASI KLINIS TENGGLAM


7

1.
apneu.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal sampai
Syanosis
Peningkatan edema paru
Kolaps sirkulasi
Hipoksemia
Asidosis
Timbulnya hiperkapnia
Lunglai
Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
Koma dengan cedera otak yang irreversible

F. KONDISI UMUM DAN FAKTOR RESIKO PADA KEJADIAN KORBAN


TENGGELAM
Onyekwelu (2008), menguraikan bebrapa faktor yang meningkatkan resiko
terjadinya tenggelam yakni :
1. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan usia 18-24
2.
3.
4.
5.

tahun
Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun kebawah
Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat dalam
Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh, kekerasan
atau permainan diluar batas.

G. KOMPLIKASI TENGGELAM
Menurut Levin, dkk. (1993), beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada keadaan near
drowning adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
H.

Ensefalopi Hipoksik
Tenggelam Sekunder
Pneumonia aspirasi
Fibrosis interstisial pulmoner
Disrimia ventricular
Gagal ginjal
Infeksi
Nekrosis pankreas

PENANGANAN PERTAMA PADA PASIEN TENGGELAM


a. Prinsip Pertolongan di Air :
8

1. Raih ( dengan atau tanpa alat ).


2. Lempar ( alat apung ).
3. Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).
4. Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).
b. Penanganan Korban
1. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.
2. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala,
leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk
menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah
sebelum menaikan penderita ke darat.
3. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk
memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang
perjalanan.
4. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.
5. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
6. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.
7. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.
8. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.
9. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.
c. Pernapasan Berhenti
Penyebab berhentinya pernafasan yang sering dijumpai adalah :
1. Tenggorokan tersumbat
2. Lidah atau cairan kental yang menyumbat tenggorokan pada orang yang tidak
sadar.
3. Tenggelam,tercekik oleh asap, atau karena keracunan.
4. Pukulan yang keras pada kepala atau dada.
5. Serangan jantung
Orang akan meninggal dalam waktu 4 menit jika ia tidak dapat bernafas. Jika seseorang
berhenti bernafas , segera lakukan pernafasan mulut ke mulut.
Pernafasan mulut ke mulut :
Langkah 1 :
Keluarkan setiap benda yang menyumbat di dalam mulut atau tenggorokan. Tarik
lidahnya keluar, jika ada lendir dalam tenggorokan, bersihkanlah dengan cepat.
Langkah 2 :
Baringkan penderita dengan muka menengadah,donggakan kepala ke belakang , dan tarik
rahangnya ke depan.
9

Langkah 3 :
Pijitlah hidungnya dengan jari agar lubang hidung tertutup. Buka mulutnya lebar-lebar
dan tutuplah mulutnya dengan mulut anda, lalu hembuskan udara kuat-kuat kedalam
paru-parunya supaya dadanya mengembang. Berhenti sebentar untuk membiarkan udaraa
keluar, lalu hembuskan kembali. Ulangi perbuatan ini sebanyak 15 kali per menit.
Pada bayi yang baru lahir, lakukan ini dengan sangat hati-haati sebnyak 25 kali per
menit. Lakukan terus pernafasan mulut ke mulut sampai orang tersebut dapat bernafas
sendiri, atau sampai kematiannyaa tidak diragukan lagi. Kadang-kadang ini harus
dilakukan selama 1 jam atau lebih.
I.

PENANGANAN KLINIK
Tersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal

yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan
cermat pada saat pertolongan diberikan. Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan
Sirkulasi. Cedera lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan
berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori,
penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi.
perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem
saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan
berhubungan langsung dengan hasil akhir.
J.

PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pastikan keadekuatan ABC ( Airway, Breathing, Circulation ).
2. Pertimbangkan cedera lain selain pada pernafasan saat tenggelam.
3. Lakukan hospitalisasi jika terdapat; gangguan respiratori, penurunan saturasi oksigen, serta
perubahan tingkat kesadaran.
4. Observasi pemberian oksigenasi, ventilasi, serta fungsi jantung.
5. Pemberian obat-obatan; vekuronium (untuk otot skeletal paralis), furosemid/ lasix (untuk
diuresis, manitol/ manitor (untuk mengendalikan hipertensi intrakarnial dan untuk sedasi

K.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KORBAN TENGGELAM


1. Pengkajian
1) Kaji adanya respirasi spontan
2) Kaji tingkat kesadaran
10

3) Kaji suhu inti tubuh


2. Diagnosa Keperawatan
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Gangguan pertukaran gas


Bersihan jalan nafas tidak efektif
Perubahan perfusi jaringan otak
Pola nafas tidak efektif
Penurunan curah jantung
Kelebihan volume cairan
Resiko tinggi cedera
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intervensi Keperawatan
1) Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.
a. Hisap dan jalan napas seperlunya
b. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)
2) Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen
a.
b.
c.
d.

Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan)


Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya.
Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri
Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir
ekspiratori posisti (PEEP)

3) Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak


a. Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status)
b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)
4) Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan
a. Catat asupan dan haluaran
b. Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley
c. Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri
5) Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan
oksigen)
a. Pantau suhu
b. Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil)
c. Berikan antipiretik
6) Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat
a. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang
nasogastrik atau oral (NG po)

11

b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau peroral ( periksa adanya sisa dan muntah )
c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi
7) Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi
a. Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik
b. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobata

BAB III
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PENANGANAN KORBAN TENGGELAM


No Dokumen
No. Revisi
Halaman 1
SKH.13.05.11

PROSEDUR
OPERASIONAL
STANDAR

PENGERTIAN

TUJUAN
KEBIJAKAN
PETUGAS

Ditetapkan Oleh
Ketua STIKES Karya Husada
Semarang
Tri Ismu Pujianto, SKM.M.Kes.M.Kep

Tanggal Terbit
13-05-2011

Penanganan pada korban yang disebabkan mati lemas (kekurangan nafas


atau oksigen) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk
menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia.
1. Bebaskan jalan nafas
2. Mencegah hipoksia
Korban yang mengalami tenggelam
Perawat komunitas pariwisata

12

PERALATAN

1. Long Spine Board


2. Papan Panjang
3. Dayung / Galah

A. FASE KERJA

PROSEDUR
PELAKSANAAN

1. Jika Papan Penopang Tidak Tersedia


a. Tarik atau dorong korban ke tepian air / lokasi yang lebih
dangdangkal dengan hati-hati, aman dan nyaman
b. Posisikan kepala, tangan dan kaki sejajar dengan tubuh, jangan
men menarik korban pada posisi miring
c. Jika muka korban berada di bawah air, balikkan tubuhnya dan jaga ba
g bagian kepala, leher dan tubuh korban dalam posisi searah.
2. Jika Korban Dapat Bernafas
a. Periksa korban untuk memastikan ia dapat bernafas sendiri apa tidak
b. Letakkan korban tengkurap agar ia dapat mengeluarkan air
c. Jaga agar korban tetap hangat
d. Perhatikan apabila timbul tanda-tanda shock pada korban
e. Jangan beri makanan atau minuman
f. Rujuk ke Unit Gawat Darurat terdekat
3. Jika Korban Tidak Bernafas
Bebaskan jalan nafas lalu lakukan RJP ( Sesuai SOP RJP)
B. FASE TERMINASI
1. Evaluasi Korban dengan melihat klinis korban dan tanda-tanda vital
2. Sampaikan rencana tindakan lanjut apabila tidak teratasi rujuk rumah
sasakit
C. PENAMPILAN SELAMA TINDAKAN
1. Berpenampilan tenang
2. Percaya diri
3. Komunikasi terapeutik
4. Menjaga keamanan korban

13

14

BAB IV
JURNAL DAN PEMBAHASAN

15

16

17

18

19

20

21

PEMBAHASAN
Judul dari jurnal di atas adalah Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penanganan
pertama korban tenggelam air laut terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat nelayan di
desa Bolang Itang II Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Pengarangnya adalah Anggun Magfhira Gobel, Lucky T. Kumaat, Ns Mulyadi dan
penelitian dilakukan pada tanggal 20 21 Juli 2014 bertempat di Desa Bolang Itang II
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
Latar belakang atau alasan dilakukannya

penelitian

tersebut

adalah

karena

Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernapasan dan
kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar
dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi, dan mencegah
insufisiensi. Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih
dahulu kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang
konstan dengan korban. Korban tenggelam merupakan salah satu kegawatdaruratan yang
perlu penanganan segera (Novita, 2009).
Tujuan khusus dilakukannya penelitian adalah karena pentingnya penanganan pertama
pada korban tenggelam maka penting untuk mengetahui pengaruh pemberian pendidikan
kesehatan tentang penanganan pertama korban tenggelam terhadap pengetahuan masyarakat
di desa Bolang Itang kabupaten Bolaang Mongondow Utara mengingat bahwa daerah ini
merupakan daerah pesisir pantai, dengan mata pencaharian utama masyarakat sebanyak 90
orang adalah sebagai nelayan dan aktivitas masyarakat yang kesehariannya berada disekitar
22

laut serta belum pernah dilakukannya pendataan tentang korban tenggelam baik dari
kepolisian maupun Dinas Kesehatan dan belum pernah dilakukannya penelitian maupun
sosialisasi terhadap pengetahuan masyarakat tentang penanganan pertama korban tenggelam
sehingga penelitian ini dianggap perlu guna meningkatkan kualitas pendidikan dan
pemahaman masyarakat tentang kasus kegawatdaruratan.
Manfaat dari penelitian tersebut adalah bagi masyarakat untuk lebih meningkatkan
pengetahuan tentang penanganan pertama korban tenggelam air laut khususnya masyarakat
yang berprofesi sebagai nelayan dan aktivitas kesehariannya berada di pesisir pantai. Bagi
Institusi Dinas Kesehatan diharapkan untuk memberikan pendidikan kesehatan lebih intensif
terutama tentang kegawatdaruratan agar dapat menambah wawasan bagi masyarakat nelayan
dan sebagai evaluasi untuk lebih meningkatkan kewaspadaan korban tenggelam. Bagi
Peneliti/Pembaca disarankan untuk membuat penelitian yang topiknya tentang penanganan
pertama korban tenggelam air laut, dan tentang bantuan hidup dasar, dengan demikian bisa
menjadi perbandingan hasil penelitiannya.
Teori utama yang mendasari penelitian ini adalah bahwa tenggelam (drowning)
merupakan

cedera

oleh

karena

perendaman

(submersion/immersion)

yang

dapat

mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 24 jam. Apabila korban mampu selamat
dalam waktu kurang dari 24 jam maka disebut dengan istilah near drowning. Dalam sepuluh
tahun terakhir, lebih dari 50.000 orang meninggal akibat tenggelam di Amerika Serikat, dan
merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4 akibat kecelakaan secara umum (BMJ, 2004).
Menurut World Health Organization (WHO) 0,7% dari seluruh kematian didunia atau lebih
dari 500.000 kematian setiap tahun disebabkan karena tenggelam. Pada tahun 2004 diseluruh
dunia terdapat 388.000 orang meninggal karena tenggelam, angka ini menempati urutan ke-3
kematian didunia akibat cedera tidak disengaja dan menurut Global Burden of Disease
(GBD) bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding seluruh kematian akibat
tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan transportasi laut, dan bencana lainnya
(Rifino dkk, 2011).
Jenis penelitian dan rancangan penelitiannya adalah Pra-Eksperimental dengan Desain
one group pre-post test yakni suatu rancangan penelitian dengan melibatkan dua pengukuran
pada subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. Pengukuran pertama
dilakukan sebelum diberi perlakuan tertentu dan pengukuran kedua dilakukan setelah

23

perlakuan. Dasar pemikirannya sederhana, yaitu bahwa apabila suatu perlakuan tidak
memberi pengaruh maka perbedaan rata-ratanya adalah nol (Trihendradi, 2009).
Populasinya yaitu 90 orang yang berprofesi sebagai nelayan yang bertempat tinggal di
Desa Bolang Itang II Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sampelnya adalah 47 sampel
yang berada dan tinggal di Desa Bolang Itang II Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
memenuhi kriteria sampel.
Tehnik sampling yang dilakukan adalah menggunakan metode purposive sampling yaitu
suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan
tujuan atau masalah penelitian sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik
populasi yang telah dikenal sebelumnya.
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan lembar kuisioner
sebelum diberikan pendidikan keseshatan dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Lembar
kuisioner terdiri dari 10 item pertanyaan dan setiap pertanyaan yang benar mendapat skor 1.
Dengan 3 kategori penilaian yaitu Baik (8-10), Cukup (8-6), Kurang (<5). Kusioner yang
digunakan kuisioner yang sudah di uji valid. Pengolahan datanya menggunakan analisis univariat
dan bivariat.
Hasil penelitian mencakup analisis univariat yaitu umur, jenis kelamin, pengetahuan Pre-test,
dan pengetahuan Post-test sedangkan analisis bivariat yaitu pengaruh pendidikan kesehatan
terhadap tingkat pengetahuan masyarakat, sebelum dilakukannya pendidikan kesehatan dalam
hal ini Pre-test dan sesudah dilaksanakan pendidikan kesehatan dalam hal ini Post-test. Dari tabel
uji Wilcoxon yang dilakukan, didapati selisih antara sebelum dan sesudah pendidikan kesehatan,
dalam artian nilai yang sesudah pendidikan kesehatan lebih besar dari sebelum pendidikan
kesehatan dengan nilai mean rank 24. Adapun selisih antara sebelum pendidikan kesehatan
dengan sesudah pendidikan dalam artian nilai yang sesudah pendidikan kesehatan lebih kecil dari
pendidikan kesehatan adalah 0. Berdasarkan nilai perbedaan yang signifikan antara sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan kesehatan dapat diketahui dari nilai P. Value 0,00 < 0,05. artinya
terdapat pengaruh yang signifikan dari pendidikan kesehatan tentang penanganan pertama
korban tenggelam terhadap peningkatan pengetahuan masyarakat Desa Bolang Itang II
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Analisis menggunakan uji statistik Wilcoxon Signed
Ranks menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
masyarakat nelayan tentang penanganan pertama korban tenggelam, dengan nilai p = 0,000 lebih
24

kecil dari = 0,05 yang berarti pendidikan kesehatan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
masyarakat nelayan tentang penanganan pertama korban tenggelam air laut. Dengan demikian,
hipotesis yang menyatakan bahwa pendidikan kesehatan berpengaruh terhadap tingkat
pengetahuan masyarakat nelayan tentang penanganan pertama korban tenggelam air laut didesa
BolangItang II di terima. Kesimpulannya berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan
dapat ditarik kesimpulan bahwa : Tingkat pengetahuan masyarakat nelayan tentang penanganan
pertama korban tenggelam air laut sebelum diberikan pendidikan kesehatan di nyatakan sebagian
besar kurang pengetahuan. Tingkat pengetahuan masyarakat nelayan tentang penanganan
pertama korban tenggelam air laut sesudah di berikan pendidikan kesehatan mengalami
peningkatan yang signifikan yang sebagian besar menjadi baik. Ada pengaruh pendidikan
kesehatan Tentang Penanganan Pertama Korban Tenggelam Air Laut Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Masyarakat Nelayan.
Saran yang diberikan adalah untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat diperlukan
sosialisasi atau pendidikan kesehatan terutama tentang penanganan pertama korban tenggelam
air laut yang dimana khusus untuk masyarakat yg berprofesi sebagai nelayan ataupun
kesehariannya berada ditepi pantai. Hal ini juga tidak luput dari perhatian pemerintah setempat
bahwa pentingnya memperhatiakan pengetahuan masyarakat tentang penaganan pertama korban
tenggelam air laut karena penanganan ini adalah penanganan yang bersifat darurat yang bisa
dimana saja dilakukan dan siapapun bisa melakukan jika memiliki tingkat pengetahuan yang
baik tentang penanganan pertama korban tenggelam air laut atau mengikuti pelatihan bantuan
hidup dasar.

25

BAB V
PENUTUP
Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernpasan dan
kardiovaskuler yang penangannya memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar dengn
menunjang espirasi dan sirkulas korban dari luar melalui resusitasi, dan mencegah insufisiensi.
Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebihdahulu
kesadaran, sistem pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang kostan
dengan korban. Korban tenggelam merupakan salah satu kegawatdruratan yang perlu
penanganan segera.
Pengertian near drowning adalah penderita dengan riwayat tenggelam dan dapat bertahan
lebih dari 24 jam di darat setelah diselamatkan. Secara patofisiologi, yang berpengaruh terhadap
keselamatan seseorang bila tenggelam yaitu ketahanan fisik, kemampuan berenang, ada atau
tidaknya alat pelampung, dan suhu air.
Tenggelam pada air dingin < 40C dapat menyebabkan hipotermia dan aritmia jantung Di
lain pihak, suhu dingin dapat melindungi jaringan otot dan paru. Di samping pengaruh air,
material yang terhirup atau masuk ke paru-paru juga menjadi masalah yang perlu mendapat
penanganan. Infeksi dan proses inflamasi pada paru-paru oleh bahan-bahan organic dan
anorganik menjadi gejala lanjutan yang terjadi pada kasus tenggelam. Kasus aspirasi
pneumonia meupakan yang paling sering terjadi. Hal ini ditandai oleh batuk-batuk sampai sesak
napas, bahkan sampai terjadi gagal napas. Trauma fisik lainnya yang menyertai pada kasus
tenggelam yaitu luka-luka, patah tulang. Dalam penanganannya, korban tenggelam secepatnya
dievakuasi ke tempat yang kering sambil memberikan bantuan hidup dasar yaitu
26

mempertahankan jalan nafas atau (airway), napas (breathing), dan sirkulasi. Hindari manipulasi
berlebihan dalam usaha mengeluarkan air dari tubuh korban karena akan memperberat kondisi
korban. Kalau kasusnya berat, korban harus dirujuk ke rumah sakit untuk penanganan intensif.

Kesimpulan
Kegawatdaruratan pada korban tenggelam terkait erat dengan masalah pernapasan dan
kardiovaskuler yang penanganannya memerlukan penyokong kehidupan jantung dasar
dengan menunjang respirasi dan sirkulasi korban dari luar melalui resusitasi, dan mencegah
insufisiens

Saran
Penanganan kegawatdaruratan korban tenggelam sebaiknya memastikan terlebih dahulu
kesadaran, system pernapasan, denyut nadi, dan proses observasi dan interaksi yang konstan
dengan korban.

27

DAFTAR PUSTAKA
Rinaraka.2012.Kegawatdaruratan(online),
(http://rinaraka.blogspot.com/2012/11/kegawatdaruratan-korban-tenggelam.html,

diakses

september 2014).
Trihatala.2012.Askep

Klien

dengan

Kasus

Anak

Tenggelam

(online),

(http://trihatala.blogspot.com/2012/11/askep-klien-dengan-kasus-anak-tenggelam.html, diaskses
6 septmber 2014)
Anonim.2014. Respiratory (online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21606/5/Chapter%20I.pdf,diakses 6 september
2014)

28

FORMAT PENILAIAN
JURNAL PENELITIAN
MATA KULIAH GADAR WISATA
NAMA INDIVIDU/KELOMPOK : 1. EKA ISTIYONO , S.Kep
2. MANUT SUTRISNO, S.Kep
3. RINI SRI PURWATI, S.Kep
4. INDRIANA, S.Kep
5. FITRILIA CAHYATI, S.Kep
6. SUPARNI, S.Kep
PENILAI

No

: IBU CINDY

ASPEK YANG DINILAI

NILAI
1

1. Tahun penelitian/artikel ilmiah (1-10


tahun kebelakang)
2. Obyek Penelitian ( manusia atau
hewan )
3. Kesesuaian tema
4. Kejelasan alamat dan penerbit jurnal
5. Sistematika penugasan

29

6. Kejujuran dan atau kerjasama


7. Ketepatan waktu pengumpulan tugas

NILAI AKHIR

: Jumlah nilai keseluruhan


7
Semarang , .
Dosen penanggung jawab

( ..)

30

Anda mungkin juga menyukai