Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinya takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi.
Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan
memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang sehingga curah
jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi
dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VT dengan gangguan
hemodinamik sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi
dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
c.Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung
tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan
kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah
tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.
d.Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada
monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang
harus segera diambil adalah CPR.
Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi
sampai 10 menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung. Kondisi tersebut
dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera
(sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk
secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal. Resusitasi jantung paru dan
defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung,
akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah
diaksesdi tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan
kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan
meningkatkan kesempatan hidup rata-rata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%
(American Heart Assosiacion, 2010).
Penatalaksanaan
Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation.
a.Pengertian
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan suatu metode untuk memberikan bantuan
sirkulasi. Resusitasi Jantung Paru (RJP) dapat meningkatkan angka kelangsungan
kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang
hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700
1000ml (10ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat
dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
Setelah nafas dan nadi korban ada, jika tidak ada kontraindikasi untuk mencegah
kemungkinan jalan nafas tersumbat oleh lidah, lender, atau muntah berikan posisi
recoverypada korban dengan langkah sebagai berikut (Suharsono, T., & Ningsih, D. K.,
2012):
(1) Letakkan tangan korban yang dekat dengan anda dalam posisi lengan lurus dan
telapak tangan menghadap keatas kearah paha korban.
(2) Letakkan lengan yang jauh dari anda menyilang diatas dada korban dan letakkan
punggung tangannya menyentuh pipinya.
(3) Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut korban yang jauh dari anda
sampai membentuk sudut 90 .
(4) Gulingkan korban kearah penolong.
(5) Lanjutkan untuk memonitor denyut nadi korban, tanda sirkulasi, dan pernafasan tiap
2 menit hingga bantuan datang.
2) Fase II: Tunjangan Hidup Lanjutan (Advance Life Support) Fase kedua merupakan
fase yang dilakukan setelah tunjangan hidup dasar (basic life support) berhasil
diberikan. Fase ini terdiri dari:
a) D (Drug): pemberian obat-obatan termasuk cairan untuk memperbaiki kondisi korban
atau pasien.
b) E (ECG) : melakukan pemeriksaan diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin
untuk mengetahui fibrilasi ventrikel.
3) Fase III: Tunjangan Hidup Terus-Menerus (Prolonged Life Support)
a) G (Gauge): pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus
menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
b) H (Head): tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistem saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya
gangguan neurologic yang permanen.
c) I (Intensive Care): perawatan intensif di ICU, meliputi: tunjangan ventilasi
(trakheostomi), pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung.
c.Obat Emergency atau Resusitasi
1) Menurut Philladelpia (2010) prinsip obat emergency adalah :
a) Koreksi hipoksia.
b) Mempertahankan sirkulasi spontan pada kondisi tekanan darah yang adekuat.
c) Membantu mengoptimalkan fungsi jantung.
d) Menghilangkan nyeri.
e) Koreksi asidosis.
f) Mengatasi gagal jantung kongestif.
2) Obat-obat resusitasi jantung paru dan obat-obat perbaikan sirkulasi.
a) Oksigen.
b) Meningkatkan tekanan darah : epinefrin atau adrenalin, vasopressin, dopamine.
c) Meningkatkan denyut jantung atau nadi (heart rate) : atropin. d)Menurunkan atau
mengatasi aritmia supraventrikel : adenosine, dilteazem, amiodaron. e)Obat-obatan
untuk IMA : morfin, aspirin, fibrinolitik.