Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan Hidup di Indonesia menyangkut tanah, air, dan udara dalam wilayah negara
Republik Indonesia. Semua media lingkungan hidup tersebut merupakan wadah tempat kita
tinggal, hidup serta bernafas. Media lingkungan hidup yang sehat, akan melahirkan generasi
manusia Indonesia saat ini serta generasi akan datang yang sehat dan dinamis.
Pembangunan industri, eksploitasi hutan serta sibuk dan padatnya arus lalu lintas akibat
pembangunan yang terus berkembang, memberikan dampak samping. Dampak samping tersebut
berakibat pada tanah yang kita tinggali, air yang kita gunakan untuk kebutuhan hidup maupun
udara yang kita hirup. Apabila tanah, air dan udara tersebut pada akhirnya tidak dapat lagi
menyediakan suatu iklim atau keadaan yang layak untuk kita gunakan, maka pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup telah terjadi.
Oleh karena itu baik masyarakat, maupun pemerintah berhak dan wajib untuk melindungi
lingkungan hidup. Masyarakat diharapkan secara aktif dapat berperan serta aktif dalam pelestrian
lingkungan sedangkan pemerintah berupaya dengan memberikan perlindungan bagi lingkungan
hidup negaranya dan masyarakat yang tinggal dalam lingkungan hidup negaranya melalui
berbagai peraturan perundang-undangan.
UU Lingkungan Hidup No. 23 tahun 1997 adalah suatu produk pemerintah untuk
menjaga kelestarian lingkungan hidup sekaligus memberi perlindungan hukum bagi masyarakat
agar selalu dapat terus hidup dalam lingkungan hidup yang sehat.
Upaya pemulihan lingkungan hidup dapat dipenuhi dalam kerangka penanganan sengketa
lingkungan melalui penegakkan hukum lingkungan, dan dalm penegakan hokum lingkungan ada
istilah tanggung jawab mutlak atau strict liability bagi pelaku pencemaran lingkungan dengan
ketentuan tertentu.

B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana perkembangan hukum lingkungan di Indonesia dari jaman hindia belanda sampai
sekarang?
2. Apa perbedaan UU no 4 tahun 1982 ,UU No 23 Tahun 1997 dan UU No 32 Tahun 2009 ?
3. Bagaimana pembahasan hukum lingkungan dalam UU No 32 Tahun 2009 ?

BAB II
PEMBAHASAN
1. Zaman Hindia Belanda
Dalam sejarah peraturan perundang-undangan lingkungan terdapat peraturan-peraturan
sejak zaman Hindia belanda, sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Koesnadi
Hardjasoemantri, SH.ML. Apabila diperhatikan peraturan perundang-undangan pada waktu
zaman Hindia Belanda sebagaimana tercantum dalam Himpunan peraturan-Peraturan
perundangan di Bidang Lingkungan Hidup yang disusun oleh Panitia Perumus dan rencana kerja
bagi pemerintah di bidang Pengembangan Lingkungan hidup diterbitkan pada tanggal 15 Juni
1978, maka dapatlah dikemukakan, bahwa pertama kali diatur adalah mengenai Perikanan,
mutiara, dan perikanan bunga karang, yaitu Parelvisscherij, Sponservisscherijordonantie (Stb.
1916 No. 157) dikeluarkan di Bogor oleh Gubernur Jenderal Indenburg pada tanggal 29 Januari
1916, dimana ordonansi tersebut memuat peraturan umum dalam rangka melakukan perikanan
siput mutiara, kulit mutiara, teripang dan bunga karang dalam jarak tidak lebih dari tiga mil-laut
inggris dari pantai-pantai Hindia Belanda (Indonesia). Yang dimaksud dengan melakukan
perikanan terhadap hasil laut ialah tiap usaha dengan alat apapun juga untuk mengambil hasil
laut dari laut tersebut
Ordonansi yang sangat penting bagi lingkungan hidup adalah Hinder-ordonnantie (Stbl.
1926 No. 226, yang diubah/ditambah, terakhir dengan Stbl. 1940 No. 450), yaitu Ordonansi
Gangguan.
Dalam hubungan dengan terjemahan Hinderordonantie menjadi undang-undang
Gangguan yang sering terdapat dalam berbagai dokumen dan peraturan perlu dikemukakan
bahwa ordonantie tidak dapat diterjemahkan menjadi Undang-undang, karena ordonarrtie
merupakan produk perundang-undangan zaman penjajahan Hindia Belanda, sedangkan Undangundang merupakan produk negara yang merdeka.
Meskipun sebuah ordonantie hanya dapat dicabut dengan sebuah undang-undang, ini
tidaklah berarti ordonantie dapat diterjemahkan dengan undang-undang. Istilah yang tepat adalah
mentransformasikan ordonantie ke tm bahasa Indonesia menjadi ordonansi.

2. Zaman Jepang
Pada waktu zaman pendudukan Jepang, hampir tidak ada peraturan perundang-undangan
di bidang lingkungan hidup yang dikeluarkan, kecuali Osamu S Kanrei No. 6, yaitu mengenai
larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin Gunseikan. Peraturan perundangundangan di waktu itu terutama ditujukan untuk memperkuat kedudukan penguasa Jepang di
Hindia Belanda, dimana larangan diadakan untuk menjaga bahan pokok untuk membuat pesawat
peluncur (gliders) yang berbahan pokok kayu aghata, alba, balsem dimana dalam rangka
menjaga logistik tentara, karena kayu pohon tersebut ringan, tetapi sangat
3.Periode Setelah Kemerdekaan
Hukum lingkungan di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Namun,
hukum lingkungan pada waktu itu hanya besifat pemakaian terhadap lingkungan, belum diatur
tentang pengelolaan atau perlindungan terhadap lingkungan hidup. Seiring perjalanan waktu,
pasca kemerdekaaan Indonesia, dan dalam rangaka menyikapi lahirnya Deklarasi Stockholm
pada tahun 1972 ( The Stockholm Declaration of 1972) perkembangan hukum lingkungan di
Indonesia sangat pesat. Dari hukum yang berorientasi hanya pada pemakaian, menjadi hukum
lingkungan yang berorientasi pada perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Untuk pertamakalinya, di Indonesia pasca Deklarsi Stockholm 1972, masalah lingkungan
hidup dimasukan pada GBHN 1973-1978. Setelah melalui proses yag panjang, akhirnya RUU
Tentang pengelolaan Lingkungan Hidup ini disahkan menkajdi Undang-Undang, pada tanggal 25
Februari 1982. Dengan disahkannya RUU Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup ini, maka
Indonesia untuk pertamakalinya memiliki Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, yang di undangakan oleh pemerintah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982
Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang ini kemudaian disebut sebagai payung hukum (Umbrella act) bagi semua
peaturan perundang-undangan mengenai lingkungan hidup. Namun, dalam perjalanannya
UUKPPLH ini menngalami banyak kendala, diantaranya masalah regulasi, institusional, dan
politis. Banyaknya kendala yang ditemukan dalam UUKPPLH ini, maka atas dasar itulah
pemerintah kemudian mengundangkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. UUPLH ini dalam pejalanannya ternyata juga menemukan
kendala, terutama dalam hal pemberian sanksi pidana terhadap pencemaran dan perusakan

lingkungan

hidup.

Sehigga

UUPLH

inipun

akhrinya

dilakukan

perubahan

dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

2.Perbedaan UU No 4 Tahun 1982, UU No 23 tahun 1997 dan UU No 32 Tahun 2009

NO

Bahan Perbandingan
Isi

UU No. 4 Tahun 1982

UU No.23 tahun

8 BAB dengan 24 Pasal

1997
11 BAB dengan 52

2009
17 BAB dengan 127

Pasal

Pasal

Pengelolaan lingkungan

a. asas tanggung

a. tanggung jawab

hidup berasaskan

jawab negara,

negara;

pelestarian kemampuan

b.

b.

lingkungan

berkelanjutan dan

keberlanjutan:

yang serasi dan

c. asas manfaat

c.

1.

2.

Asas

asas

UU No.32 Tahun

kelestarian dan
keserasian dan

seimbang untuk

keseimbangan;

menunjang

d.

pembangunan yang

e. manfaat;

berkesinambungan

f.

kehati-hatian;

bagi peningkatan

g.

keadilan;

kesejahteraan manusia.

h.

ekoregion;

i.

keanekaragama

keterpaduan;

n hayati;
j.

pencemar

membayar;
k.

partisipatif;

l.

kearifan lokal;

m. tata kelola
pemerintahan yang

baik.
n.

3.

4.

Ruang Lingkup

Tujuan

otonomi daerah.

meliputi ruang, tempat

meliputi ruang,

perlindungan dan

Negara Republik

tempat Negara

pengelolaan

Indonesia melaksanakan

Kesatuan Republik

lingkungan hidup

kedaulatan, hak

Indonesia yang

meliputi:

berdaulat, serta

berWawasan

a. perencanaan;

yuridiksinya.

Nusantara dalam

b. pemanfaatan;

melaksanakan

c. pengendalian;

kedaulatan, hak

d. pemeliharaan;

berdaulat, dan

e. pengawasan; dan

yurisdiksinya.

f. penegakan hukum.

a. tercapainya

mewujudkan

a. melindungi

keselarasan hubungan

pembangunan

wilayah Negara

antar manusia dengan

berkelanjutan yang

Kesatuan Republik

lingkungan

berwawasan

Indonesia dari

hidup sebagi tujuan

lingkungan

pencemaran dan/atau

membangun manusia

hidup dalam rangka

kerusakan

indonesia seutuhnya.

pembangunan

lingkungan hidup;

b. terkendalinya

manusia Indonesia

b. menjamin

pemnfaatan sumber

seutuhnya dan

keselamatan,

daya secara bijaksana ;

pembangunan

kesehatan, dan

c. terwujudnya manusia

masyarakat Indonesia kehidupan

indonesia sebagai

seluruhnya yang

manusia;

pembina lingkungan

beriman dan

c. menjamin

hidup;

bertaqwa

kelangsungan

d. terlaksananya

kepada Tuhan Yang

kehidupan makhluk

pembangunan

Maha Esa.

hidup

berwawasan lingkungan

dan kelestarian

untuk kpentingan

ekosistem;

generasi sekarang dan

d. menjaga

mendatang;

kelestarian fungsi

e. terlindunginya negara

lingkungan hidup;

terhadap dampak

e. mencapai

kegiatan diluar wilayah

keserasian,

negara

keselarasan, dan

yang mnyebabkan

keseimbangan

kerusakan dan

lingkungan hidup;

pencemaran lingkungan

f. menjamin
terpenuhinya
keadilan generasi
masa
kini dan generasi
masa depan;
g. menjamin
pemenuhan dan
perlindungan hak
atas
lingkungan hidup
sebagai bagian dari

hak asasi
manusia;
h. mengendalikan
pemanfaatan sumber
daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan
pembangunan
berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu
lingkungan global.
5.

Upaya Pengendalian

Belum di atur

Lingkungan Hidup

Belum diatur secara

Diatur dalam BAB V

jelas dan terpisah

tentang
Pengendalian.

6.

Instrumen Pencegahan

ditetapkan dengan

Di atur dengan

Meliputi KLHS,

Pencemaran dan/atau

peraturan perundang-

peraturan pemerintah

baku mutu

Kerusakan Lingkungan

undangan (pasal 17)

( pasal 14 )

lingkungan hidup,
kriteria baku
kerusakan
lingkungan hidup,

7.

Unsur-unsur

Unsur pengelolaan

Penambahan unsur

dll.
Penambahan unsur

Pengelolaan

lingkungan hidup

pelestarian

antara lain Rencana

lingkungan hidup.

tercantum dalam pasal 1

lingkungan hidup,

Perlindungan dan

ayat 1-14

pelestarian daya

Pengelolaan

dukung lingkungan

Lingkungan Hidup,

hidup, daya tamping

Kajian Lingkungan

lingkungan hidup,

Hidup Strategis,

pelestarian daya

Upaya pengelolaan

tamping lingkungan

Lingkungan Hidup

hidup, kriteria aku

dan Upaya

8.

kerusakan

Pemantauan

lingkungan hidup,

Lingkungan Hidup,

limbah, bahan

Pencemaran

berbahaya dan

Lingkungan Hidup,

beracun, limbah bhan

Kerusakan

berbahaya dan

Lingkungan Hidup,

beracun, sengketa

Perubahan iklim,

lingkungan, dan

Pngelolaan Limah

orang

b3, Dumping

kegiatan yang

(pembuangan), dll.
dokumen amdal akan

perizinan sebagai

menimbulkan

dinilai oleh komisi

instrumen

dampak besar dan

penilai yang dibentuk

pengendalian

penting terhadap

oleh menteri,

lingkungan hidup

gubernur/walikota.

Pendayagunaan

Tidak di atur

wajib memiliki
9.

Pendayagunaan

pendekatan ekosistem
10. Denda Pidana

11. Kewenangan Pusat dan


daerah

amdal
Tidak ada penetapan

Ada wilayah

wilayah ekoregion
Denda paling banyak

ekoregion
Denda paling banyak

sebesar Rp

Rp 15.

Denda paling banyak

750.000.000,00

000.000.000,00 (lima

Rp. 100.000.000,-

(tujuh ratus lima

belas milyar rupiah)

(seratus juta rupiah)


Tidak disebutkan

puluh juta rupiah)


Tidak terlalu detail

Pembagian tugas dan

dengan jelas tugas dan

dijelaskan pembagian kewenangan jelas

wewenang antara

kewenangan antara

pemerintah pusat dan

pusat dan daerah

Tidak ada penetapan


wilayah ekoregion

daerah

dalam pasal 63-64

12. Pelestarian daya

Tidak dibahas sama

Dalam ketentuan

Tidak di jelaskan

dukung dan Daya

sekali ttg pelestarian

umum di jelaskan

mengenai pelestarian

tampung Lingkungan

daya dukung dan daya

mengenai pelestarian

daya dukung dan

tamping lingkungan,

daya dukung dan

daya tampung

hanya pengertian daya

daya tampung

lingkungan.

dukung lingkungan.
Analisis mengenai

lingkungan.
Analisis mengenai

Analisis mengenai

dampak lingkungan

dampak lingkungan

dampak lingkungan

adalah hasil studi

hidup adalah kajian

hidup, yang

mengenai dampak

mengenai dampak

selanjutnya disebut

sesuatu kegiatan yang

besar dan penting

Amdal, adalah kajian

direncanakan terhadap

suatu usaha dan/atau

mengenai dampak

lingkungan hidup, yang

kegiatan yang

penting suatu usaha

diperlukan bagi proses

direncanakan pada

dan/atau kegiatan

pengambilan keputusan

lingkungan hidup

yang direncanakan

yang diperlukan bagi

pada lingkungan

proses pengambilan

hidup yang

keputusan tentang

diperlukan bagi

penyelenggaraan

proses pengambilan

usaha dan/atau

keputusan tentang

kegiatan;

penyelenggaraan

13. Pengertian AMDAL

usaha dan/atau
14. Kajian Lingkungan
Hidup Strategis

Tidak ada

Tidak ada

kegiatan.
Kajian lingkungan
hidup strategis, yang
selanjutnya disingkat
KLHS,adalah
rangkaian analisis
yang sistematis,
menyeluruh, dan
partisipatif untuk

memastikan bahwa
prinsip pembangunan
berkelanjutan telah
menjadi dasar dan
terintegrasi dalam
pembangunan suatu
wilayah dan/atau
kebijakan, rencana,
15. Upaya pengelolaan

Tidak ada.

Tidak ada.

dan/atau program
Upaya pengelolaan

lingkungan hidup dan

lingkungan hidup dan

upaya pemantauan

upaya pemantauan

lingkungan hidup

lingkungan hidup,
yang selanjutnya
disebut UKL-UPL,
adalah pengelolaan
dan pemantauan
terhadap usaha
dan/atau kegiatan
yang tidak
berdampak penting
terhadap lingkungan
hidup yang
diperlukan bagi
proses pengambilan
keputusan tentang
penyelenggaraan
usaha dan/atau
kegiatan.

3. Pembaharuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009


Dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 lebih mengatur secara konkrit pengaturan terhadap
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, ditemukan banyak konsep baru yang tidak
ditemukan pada UU sebelumnya. Konsep atau istilah baru dalam UUPPLH yaitu:

1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)


KLHS adalah rangkaian analisis sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah. KLHS yang dirumuskan dalam pasal 1 butir 10 UUPPLH
merupakan intrumen kebijakan perencanaan program. Konsep KLHS didasari oleh pertimbangan
bahwa instrument kebijakan yang berorientasi pada sebuah kegiatan, misalnya perizinan dan
amdal saja tidak memadai untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan karena kegiatankegiatan yang bersifat makro justru menimbulkan dampak yang lebih luas dan bermakna
sehingga perhatian harus difokuskan pada kegiatan makro seperti pembangunan suatu wilayah,
kebijakan dan program pembangunan.
2. Kerusakan Lingkungan Hidup
Kerusakan lingkungan dirumuskan dalam pasal 1 butir 17 yaitu perubahan langsung dan
tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan hayati lingkungan hidup yang melampaui criteria
batu kerusakan lingkungan hidup. Dengan adanya rumusan kerusakan lingkungan hidup pada
dasarnya tidak diperlukan lagi rumusan perusakan lingkungan hidup karena dengan pengertian
kerusakan lingkungan hidup menunjukan salah satu masalah lingkungan hidup, sedangkan
perusakan lingkungan hidup mengandung makna perbuatan atau tindakan yang menimbulkan
kerusakan lingkungan, sehingga UUPPLH dapat menjadi hemat istilah. Misalkan untuk istilah
pencemaran lingkungan cukup dengan sendirinya dipahami sebagai salah satu masalah
lingkungan.
3. Perubahan Iklim
Pengertian perubahan iklim dirumuskan dalam pasal 1 butir 19, meskipun perumahan iklim
dirumuskan, UUPPLH tidak memuat padsal atau bab khusus yang mengatur prinsip-prinsip
pengendalian dan pengelolaan perubahan iklim. Istilah perubahan iklim hanya sekedar disebut
dalam pasal 10 ayat 2 (f) dan 4 (d) yang mengatur rencana perlindungan dan poengelolaan
lingkungan hidup dan pasal 16 (e) yang mengatur KLHS.
4. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengertian pengelolaan limbah B3 dia tur dalam pasal 1 butir 23 adalah kegiatan yang
meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan
dan penimbunan.
5. Dumping (Pembuangan)
Konsep dumping baru ditemukan dalam UUPPLH, pengertian dumping disebutkan dalam
pasal 1 butir 24 adalah kegiatan membuang, menempatkan atau memasukkan limbah bahan
dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media
lingkungan hidup tertentu.

6. Ekoregion
Pengertian ekoregion ada dalam pasal 1 butir 29 yaitu wilayah geografis yang memiliki
kesamaan cirri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam
yang menggambarkan integritas system alam dan lingkungan hidup.
7. Kearifan Lokal dan Masyarakat Hukum Adat
Kearifan local adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara
lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari, diatur dalam pasal 1 butir 30.
Masyarakan hukum adat dalam pasal 1 butir 31 adalah kelompok masyarakat yang secara turun
temurun bermukim diwilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup serta adanya system nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, social dan hukum.
8. Instrument Ekonomi Lingkungan Hidup
Istilah ini diatur dala pasal 1 butir 33 yaitu seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong
pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hal ini merupakan cerminan konsep demokrasi yang terkait dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan dan wawasan lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 ayat 4 UUD RI
1945.
9. Ancaman Serius
UUPPLH dalam pasal 1 merasakan penting dimasukkannya pengertian ancaman serius.
Pengertian ancaman serius disebutkan dalam pasal 1 butir 34 yaitu ancaman yang berdampak
luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyrakat.
10. Izin Lingkungan
Pengertian izin lingkungan ada dalam pasal 1 butir 35 yaitu izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin
usaha atau kegiatan.1 Izin merupakan instrument hukum administrasi yang dapat digunakan oleh
pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur cara-cara pengusaha menjalankan usahanya.
Dengan demikian, izin merupakan pengaturan hukum tingkat individual atau norma hukum
subjektif karena sudah dikaitkan dengan subjek hukum tertentu. Perizinan memiliki fungsi
preventif dalam arti instrument untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat kegiatan
usaha. Dalam konteks hukum lingkungan, perizinan berada dalam wilayah hukum lingkungan
administrasi.
1 http://prolingkungan.blogspot.com/2011/03/sekilas-tentang-izin-lingkungan.html

BAB III
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai