TRAUMA ORTOPEDI
BLOK KEGAWATDARURATAN DAN TRAUMATOLOGI
KELOMPOK 13
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil TUTORIAL MODUL FRAKTUR dari kelompok 13 ini dapat
terselesaikan dengan baik. Dan tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada
nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari
alam yang gelap menuju ke alam yang terang benderang.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
dalam pembuatan laporan ini dan yang telah membantu selama masa TUTORIAL
khususnya kepada dokter pembimbing yang telah banyak membantu selama proses
PBL berlangsung. Dan kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap
pihak jika dalam proses PBL telah berbuat salah baik disengaja maupun tidak
disengaja.
Semoga Laporan hasil TUTORIAL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang
telah membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan
setelah membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca,dan kami
mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki laporan hasil diskusi kami
berikutnya.
Makassar,
Agustus 2016
Kelompok 13
KASUS SKENARIO 1
Wanita 32 tahun, masuk ke IRD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri dan deformitas
pada paha kanan yang di alami kurang lebih 30 menit sebelum masuk ke rumah sakit
akibat jatuh dari motor. Tampak juga jejas di daerah tulang panggul. Pada
pemeriksaan tanda-tanda vital, nadi 120 kali/menit, tekanan darah 90/60 mmHg. Pada
pemeriksaan fisik tampak paha kanan bengkak kebiruan dan tidak sama panjang bila
dibandingkan paha kiri. Leg length discrapency kurang lebih 3 cm. pada palpasi
pasien mengeluh nyeri tekan pada bagian deformitas.
KATA SULIT
Leg Length Discrepancy adalah perbedaan panjang tungkai bawah dan kelainan
bentuk (deformitas).
KATA KUNCI
1. Wanita 32 tahun
2. Keluhan nyeri
3. Deformitas pada paha kanan
4. Keluhan dialami selama 30 menit sebelum ke RS
5. Riwayat trauma
6. Jejas pada tulang panggul
7. Nadi 120 kali/menit, TD 90/60 mmHg
8. Paha kanan bengkak kebiruan & tidak sama panjang
9. Leg legth discrapency kurang lebih 3 cm
10. Palpasi nyeri tekan daerah deformitas
PERTANYAAN
1. Jelaskan penilaian dan penanganan awal pada pasien!
2. Jelaskan secondary survey pada pasien tersebut!
3. Bagaimana patomekanisme fraktur dan/atau dislokasi?
4. Bagaimana perbedaan antara fraktur dan dislokasi?
5. Differential Diagnosis?
JAWABAN PERTANYAAN
1. Penilaian dan Penanganan Awal
a. Airway
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi
pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda
asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus
diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat
pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah
gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada
penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan napas bersih, walaupun
demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan
hidung penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada
saat yang sama mengamati dada penderita.
1) Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya
menurun. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh
kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan
kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway.
2) Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur
(snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor)
mungkin berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring.
Penderita yang melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin
mengalami hipoksia dan tidak boleh dianggap karena keracunan/mabuk.
3) Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea
ada ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas
penderita.
Pengelolaan airway bila terdapat obstruksi
1) OBSTRUKSI PARSIAL
tekan perlahan ke
Letakkan jari (bukan ibu jari) tangan yang lain pada tulang
rahang bawah tepat di ujung dagu dan dorong ke luar atas,
sambil mempertahankan cara 1.
Jaw thrust
Bila tidak sadar dan ada cedera kepala dengan cara jaw thrust.
Cara melakukannya:
-
Letakkan 2-3 jari (tangan kiri dan kanan) pada masingmasing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong
keluar.
(A)
(B)
Gambar 1. (A) Head-tilt dan Chin-lift. (B) Jaw thrust
Dengan menggunakan alat
Pipa orofaring
Cara pemasangan :
- Pakai sarung tangan
- Buka mulut pasien dengan cara chin lift atau gunakan ibu
-
dimasukkan
Arahkan lengkungan menghadap ke langit-langit (ke
palatal)
Masukkan separuh, putar lengkungan mengarah ke bawah
lidah.
Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat.
Yakinkan lidah sudah tertopang dengan pipa orofaring
dengan melihat pola napas, rasakan dan dengarkan suara
2) OBSTRUKSI TOTAL
Permasalahan
Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu sumbatan
airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidak adannya
pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Apabila tingkat
kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit. Adanya dispnea
mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway atau cedera
trakheobronkhial.
Obstruksi
jalan
nafas
merupakan
pembunuh
tercepat,
lebih
cepat
Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi parsial
yang kemudian menjadi total.
1) Bila Penderita masih Sadar
Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis
mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak
ada ventilasi). Penenganannya adalah chest thrust atau abdominal thrust
menggunakan Heimlich Manouvere. Tindakan Heimlich dapat dilakukan
dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada
ulu hati korban (abdominal thrust) atau pada dada (chest thrust), kemudian
dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior.
Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa
gemuk.jika penderita adalah bayi /dewasa gemuk maka untuk mengeluarkan
benda asing tersebut dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada
ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan
menepuk atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua
scapula.
2) Bila Penderita ditemukan Tidak Sadar
Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat
melakukan pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan)
terhadap ventilasi. Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya
obstruksi total dengan sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang
epiglottis. Apabila tidak berhasil mengeluarkan dengan Finger Sweep dan
tidak ada perlengkapan sesuai maka terpaksa dilakukan Abdominal Thrust
atau chest thrust dalam keadaan penderita berbaring. Tindakannya berupa
menekan diafragma atau dada kea rah superior dan posterior secara berulangulang sehingga menghasilkan batuk buatan/ sumbatan keluar.
Pada obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya
penderitanya masih bisa bernafas sehingga timbul berbagai macam suara,
tergantung penyebabnya.
a.
Finger sweep
Ada 3 manuver yang dianjurkan untuk dilakukan jika didapatkan benda
asing pada jalan napas tersebut, yaitu:
a) Tepuk pada punggung (back blows)
Untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka
dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada ibu hamil
sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan menepuk
atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua scapula.
Back blows
b) Tekanan pada dada (chest thrust)
Untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka
dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Tindakan Heimlich
dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan
kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan lainnya
menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior.
10
Chest thurst
c) Tekanan pada abdomen (abdominal thrust)
Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari
belakang dan meletakkan kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian
dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan
posterior. Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi
serta dewasa gemuk.
Abdominal thurst
2) Penanganan dengan Menggunakan Alat
Pipa nasofaringeal
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari
sumbatan. Alat ini lebih baik daripada oropharingeal airway pada penderita
sadar karena tidak akan menyebabkan muntah dan lebih ditolerir penderita.
11
Pipa orofaringeal
Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari
sumbatan. Alat ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan
menyumbat faring. Alat ini juga tidak boleh dipakai pada penderita sadar
karena akan menyebabkan muntah dan kemudian aspirasi.
Pipa Orofaringeal
Pipa Endotracheal
12
Pipa Endotracheal
Cricothyroidotomy
Jika seluruh cara pembebasan jalan napas sudah dilakukan tetapi tidak
menunjukkan keberhasilan (masih ada obstruksi airway), maka dilakukan
Cricothyroidotomi, yaitu dengan melakukan insisi pada membran cricothyroid
yang terletak di antara cartilago thyroid dan cricoids lalu memasukkan benda
yang berongga.
b. Breathing
Breathing artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon
dioksida. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi
yang baik menggambarkan fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan
diafragma. Pada saat pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk
melihat pernapasan yang baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman
pada :
1) Inspeksi
Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :
Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang pada
tempat tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu pernapasan dapat
membantu ekspirasi, pernapasan cuping hidung, tachypneu dan sianosis.
Selain itu juga mungkin dapat didengar wheezing (ekspirasi yang
memanjang) dan bentuk dada barrel chest (terjadi pemanjangan diameter
antero-posterior disertai sela iga yang melebar dan sudut epigastrium yang
tumpul). Keadaan ini bisa dijumpai pada keadaan saluran napas yang
menyempit seperti asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada
posisi senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi
oksigen pada asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi
bronkhodilator. Pada kasus trauma stabilisasi penderita dilakukan pada
posisi stabil dengan menggunakan bantuan oksigen baik itu dengan
endotracheal tube ataupun dengan ventilator.
13
Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan kanan
pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah satunya
disebabkan oleh trauma pada thoraks sehingga terdapat udara dan darah
dalam cavum pleura. Terdapatnya udara dalam cavum pleura disebut
pneumothorax dan gejalanya disertai dengan nyeri dada, sesak napas dan
dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka terbuka di daerah dada (dx :
Pneumothorax terbuka). Jika terdapat darah pada cavum pleura disebut
hemothorax dan gejalanya pun disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada
kedua kasus tersebut kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran
mediastinum pada stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa
memasang kasa tiga sisi. Frekwensi napas dan iramanya.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang
mungkin mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi
apex jantung. Apex jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh
kelainan mediastinum, efusi pleura dan lain-lain. Yang dinilai pada palpasi
:
sela kosta.
3) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam
rongga pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor. Suara perkusi
redup, pekak, hipersonor atau timpani menandakan adanya kelainan pleura
atau paru.
4) Auskultasi
14
15
Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan
mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik; pasien yang sadar
belum tentu normo-volemik)
4. Nadi
Pemeriksaan sistem sirkulasi darah (Circulation) dilakukan dengan
menilai adanya pulsasi arteri femoralis atau arteri karotis (kiri-kanan).
pemeriksaan ini maksimal dilakukan selama 5 detik. Tidak ditemukannya
pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda dipelukannya resusitasi
segera untuk memperbaiki volume dan cardiac output.
5. Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Pasien trauma yang
kulitnya kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang
dalam keadaan hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan
kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.
d. Disabiliti
Evaluasi dengan menggunakan metode AVPU, yaitu :
1) A : Alert, sadar
2) V : Vocal, adanya respon terhadap rangsangan vokal
3) P : Painful, adanya respon hanya pada rangsang nyeri
4) U: Unresponsive, tidak ada respon sama sekali.
Evaluasi dengan Skala Koma Glasgow (GCS)
Membuka Mata (eye)
Nilai
Spontan
Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf supraorbita atau kuku jari)
Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri pasien tidak membuka mata)
Respon Bicara (verbal)
Baik dan tidak disorientasi (dapat menjawab dengan kalimat yang tidak baik
1
5
16
tidak tepat)
Mengerang (tidak menggunakan kata, hanya suara mengerang)
Tidak ada jawaban
Respon Gerakan (motoric)
2
1
Menurut perintah
(dengan rangsang nyeri tersebut di atas terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu
disertai flexi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi
: E + M + V = 13 - 15 (responsiveness)
Nilai sedang
: E + M + V = 9 - 12
Nilai terendah
: E + M + V = 3 - 8 (coma)
17
e. Exposure
Mencegah hipotermia
f. Tindakan Tambahan (Adjuncts) pada Primary Survey
Imobilisasi Fraktur bertujuan untuk meluruskan ekstremitas yang cedera
dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerak yang berlebihan pada
daerah fraktur. Hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk
enolongmeluruskan ekstremitas dan dengan alat mobilisasi. Pemakaian bidai
secara benar akan membantu menghentikan perdarahan, mengurangi nyeri dan
mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut.
Pemasangan bidai harus dilakukan namun tidak boleh mengganggu
resusitasi yang merupakan prioritas utama. Pemakaian bidai akan sangat
menolong untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi nyeri.
2.
18
A : Alergi
M : Medication
P : Past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy
L : Last meal
E : Event/environment (lingkungan) yang berhubungan dengan riwayat
perlukaan/ cedera.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi, sesuai dengan regio yang
diperiksa (bisa disederhanakan menjadi look, listen, feel misalnya pada wajah;
atau look, feel, move misalnya pada ekstremitas). Diperiksa secara lembut
(gentle), mencari kelainan dengan mnemonik DCAP-BTLS (deformities,
contusions,
abrasions,
penetrations,
burns,
tenderness,
lacerations,
Kepala
Maksilofasial
Toraks
Abdomen
Perineum/rektum/vagina
Muskuloskeletal
Neurologi
c. Foto Rontgen
Umumnya pemeriksaan ronsen pada trauma skeletal merupakan bagian dari
secondary survey. Jenis dan saat pemeriksaan ronsen dilakukan, ditentukan
oleh hasil pemeriksaan tanda klinis, keadaan hemodinamik serta mekanisme
trauma.
Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :
19
3.
Patomekanisme Fraktur
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu
fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi
infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah
dihubungkan tetap pada tempatnya.
20
4.
5.
Diagnosis
a. Fraktur Femur
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot , kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang Femur dapat
mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada
bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas.
1) Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur
akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari
ketinggian, kecelakaan kerja, cidera olah raga. Trauma bisa terjadi secara
langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan
21
pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak
langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.
2) Patofisiologi
Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan
disekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persyarafan dan pembuluh
darah, oleh karena itu pada kasus fraktur harus ditangani cepat, dan perlu
dilakukan tindakan operasi.
Tanda dan Gejala :
3) Diagnosis
Anamnesis
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan
trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti
22
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk fraktur adalah:
Look (inspeksi): bengkak, deformitas, kelainan bentuk.
Feel/palpasi: nyeri tekan, lokal pada tempat fraktur.
Movement/gerakan: gerakan aktif sakit, gerakan pasif sakit
krepitasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang penting untuk dilakukan adalah
pencitraan menggunakan sinar Rontgen (X-ray) untuk mendapatkan
gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang, oleh karena itu
minimal diperlukan 2 proyeksi yaitu antero posterior (AP) atau AP
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) atau indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari,
karena adanya superposisi. Untuk fraktur baru indikasi X-ray adalah
untuk melihat jenis dan kedudukan fraktur dan karenanya perlu
tampak seluruh bagian tulang (kedua ujung persendian).
Dari hasil pemeriksaan X-ray, ada beberapa jenis fraktur femur, yaitu :
23
Fraktur supracondyler
Fraktur intracondyler
4) Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan fraktur adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari
patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan, selain itu menjaga
agar tulang tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan
memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya
memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat
dan kembali berfungsi.
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk
melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan
(breathing), dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila
sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi , baru lakukan amnesis dan
pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting
ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin
besar. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat , singkat dan
lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan
untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
24
Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk
menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan
traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot
dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat
penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota
gerak pada tempatnya. Tapi sekarang sudah jarang digunakan. Traksi
longitudinal yang memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi
spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang
di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak
dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang
gemuk memerlukan beban yang lebih besar.
Fiksasi interna
Fiksasi interna dilakukan dengan pembedahan untuk menempatkan
piringan atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Fiksasi
25
Pembidaian
Pembidaian adalah suatu cara pertolongan pertama pada cedera/
trauma sistem muskuloskeletal untuk mengistirahatkan (immobilisasi)
bagian tubuh kita yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu
alat yaitu benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
adalah
suatu
bubuk campuran
yang
digunakan
untuk
Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur dibantu oleh pembebanan fisiologis pada tulang,
sehingga dianjurkan untuk melakukan aktifitas otot dan penahanan
beban secara lebih awal. Tujuan ini tercakup dalam tiga keputusan
yang sederhana : reduksi, mempertahankan dan lakukan latihan.
5) Komplikasi
Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
26
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bias
menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel
ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks,
pelvis dan vertebra.
Sindroma Kompartement
Sindroma kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan
berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan.
Kompartemen osteofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf,
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otototot individual yang dibungkus oleh epimisium. Ini bisa disebabkan
karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang
menjerat ataupun peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya :
iskemi,dan cidera remuk).
Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak ada nadi,
CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
27
Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
1) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union
merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
3) Nonunion
28
Nonunion
merupakan
kegagalan
fraktur
berkonsolidasi
dan
Mekanisme cedera
Empat dari lima dislokasi pinggul traumatic adalah posterior. Biasanya
fraktur ini terjadi dalam kecelakaan lalu lintas bila seseorang yang
duduk dalam truk atau mobil terlempar ke depan, sehingga lutut
terbentur pada dashboard. Femur terdorong ke atas dan kaput femoris
keluar dari mangkuknya; sering sepotong tulang pada punggung
asetabulum terpotong (fraktur dislokasi).
Gambaran klinik
Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah dilakukan: kaki pendek dan
beadduksi, berotasi internal dan sedikit berfleksi. Tetapi, kalau salah
satu tulang panjang mengalami fraktur biasanya femur cedera pinggul
dengan mudah dapat terlewat. Pedoman yang terbaik adalah memotret
pelvis dengan sinar-X pada tiap kasus cedera yang berat, dan paha
29
Sinar X
Pada foto anteroposterior kaput femoris terlihat diluar mangkuknya
dan di atas asetabulum. Segmen atap asetabular atau kaput
femorismungkin telah patah dan bergeser; foto oblik berguna untuk
menunjukkan ukuran fragmen itu. Kalau fraktur ditemukan, fragmen
tulang yang lain (yang mungkin perlu dibuang) harus dicurigai. CT
Scan adalah cara terbaik untuk menunjukkan fraktur asetabulum atau
setiap fragmen tulang. Epstein (1973) menganjurkan suatu klasifikasi
yang akan membantu perencanaan terapi. Tipe I adalah dislokasi yang
tak lebih dari fraktur serpihan kecil. Tipe II adalah dislokasi dengan
fraktur besar pada bibir posterior asetabulum. Pada tipe III terdapat
kominusi pada bibir asetabulum. Tipe IV disertai dengan fraktur lantai
asetabulum, dan tipe V adalah fraktur pada kaput femoris.
Terapi
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin dibawah anastesi umum.
Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup. Seorang asisten
menahan pelvis, ahli bedah memfleksikan pinggul dan lutut pasien
sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertical. Sinar X
sangat diperlukan untuk memastikan reduksi dan untuk menyingkirkan
fraktur. Bila terdapat sedikit kecurigaan saja bahwa fragmen tulang
telah terperangkap ke dalam sendi, diperlukan pemeriksaan CT-Scan.
Reduksi biasanya stabil, tetapi pinggul telah mengalami cedera berat
dan perlu diistirahatkan. Cara yang paling sederhana adalah memasang
traksi dan mempertahakannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan
30
dimulai segera setelah nyeri mereda. Pada akhir minggu ketiga pasien
diperbolekan berjalan dengan kruk penopang.
Kalau
pemeriksaan
sinar
atau
CT
scan
pasca
reduksi
dengan
sekrup
countersunk.
Pasca
operasi,
traksi
Gambaran klinik
Kaki berada pada rotasi luar, abduksi dan sedikit fleksi. Kaki tidak
memendek, karena perlekatan, karena perlekatan rektus femoris
mencegah kaput bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan
anterior pada kaput yang berdislokasi tampak jelas. Kadangkadangkaki berabduksi hampir mencapai sudut siku-siku. Caput yang
menonjol mudah diraba. Gerakan pinggul tidak dapat dilakukan.
Sinar X
Pada foto anteroposterior dislokasi biasanya jelas, tetapi kadangkadang kaput hamper berada di depan posisi normalnya; setiap keraguraguan dipecahkan dengan pengambilan foto lateral.
Terapi
Maneuver yang digunakan hamper sama dengan yang digunakan
untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa, sewaktu paha
yang berfleksi itu ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Terapi
berikutnya mirip dengan terapi pada dislokasi posterior.
3) Dislokasi pusat
Jatuh pada sisi atau pukulan pada trokanter mayor, dapat terdorong kaput
femoris ke lantai asetabulum dan menyebabkan fraktur pelvis.
Gambaran klinik
Paha lecet-lecet atau memar tetapi kaki terletak pada posisi normal.
Trokanter dan daerah pinggul terasa nyeri. Sedikit gerakan dapat
dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada
tidaknya cedera pelvis dan perut.
32
Sinar X
Kaput femoris bergeser ke medial, dan lantai asetabulum mengalami
fraktur.
Terapi
Harus selalu dicoba untuk melakukan reduksi terhadap dislokasi dan
memulihkan bentuk lazim pinggul.
Dislokasi pusat yang disertai kominusi pada lantai asetabulum kadangkadang dapat direduksi dengan manipulasi dibawah anastesi umum.
Ahli bedah menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba
mengungkit keluar kaput dengan mengadduksi paha, menggunakan
bantalan yang keras sebagai titik tumpu. Kalau cara ini berhasil, traksi
kerangka longitudinal dipertahankan selama 4-6 minggu, dengan
pemeriksaan sinar X untuk memastikan bahwa kaput femoris tetap
berada dibawah bagian asetabulum yang menahan beban.
Kalau manipulasi gagal, kombinasi traksi kerangka longitudinal dan
lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu. Jika cara ini
tidak berhasil sebaiknya kita cukup puas dengan reduksi yang tak
sempurna.
33
DAFTAR ISI
34
9. Eugene C. Toy, dkk. 2011. Case Files: Kedaruratan Medik, Edisi 2. Karisma
Publishing Group.
35