Anda di halaman 1dari 12

NYERI KRONIK PADA ANAK

Pendahuluan
Nyeri menggambarkan suatu fungsi biologis. Ini menandakan adanya
kerusakan atau penyakit di dalam tubuh. The International Association for The Study
of Pain mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensoris dan emosional yang
tidak menyenangkan dihubungkan dengan kerusakan jaringan nyata atau potensial
terjadinya kerusakan jaringan, atau digambarkan dalam keadaan yang berkaitan
dengan kerusakan tersebut.1,2
Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang berubah menjadi sesuatu nyeri
yang sulit diobati dan berlangsung lama dan menetap bervariasi dari 1 sampai 6 bulan.
Nyeri kronik bukanlah gejala tetapi merupakan penyakit yang harus ditangani
dengan semestinya dan melibatkan multidisipliner keilmuan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi nyeri, membangun coping ability untuk memaksimalkan fungsi, serta
meningkatkan kualitas hidup.3,4
Nyeri kronik mengenai sejumlah besar anak-anak. Anestesi pediatrik akan
menemukan nyeri kronik pada anak pada kondisi di ruang operasi untuk suatu
prosedur, permintaan konsultasi dari spesialis lain, ataupun saat pelayanan nyeri akut.
Anak dengan nyeri abdomen, nyeri punggung, dan nyeri sendi sebaiknya dirawat
untuk evaluasi dan terapi serta dikonsultasikan pada pelayanan nyeri akut. Nyeri
punggung telah dilaporkan mengenai 50% anak pada usia pertengahan remaja, dan
nyeri perut terjadi setiap minggu mencapai 17%. Pada anak, tujuan penanganan nyeri
adalah menyembuhkan pasien agar dapat kembali beraktivitas seperti sekolah dan
memaksimalkan sosialisasi dengan temannya.3,4
Mayoritas keluhan nyeri kronik pada anak adalah nyeri kepala, nyeri abdomen
kronik atau non-maligna berulang, nyeri ekstremitas neuropatik terutama distrofi
refleks simpatik, fibromyalgia, nyeri dada, nyeri sendi serta nyeri kanker. Terdapat
beberapa kondisi medis kronik yang sangat berhubungan dengan nyeri seperti sickle
cell disease, epidermolysis bullosa, cystic fibrosis dan kanker. Nyeri kepala, nyeri
pada dada dan perut umumnya terjadi pada anak dengan cystic fibrosis. Sickle cell
disease dapat menyebabkan nyeri pada bagian tubuh mana, namun nyeri pada tulang,
punggung, dada, pinggul yang paling menonjol. Nyeri pada sendi dan kulit banyak
terjadi pada epidermolysis bullosa.3,4

Anestesiologi sekarang berkembang pesat dalam penanganan nyeri, sekarang


tidak hanya terbatas di dalam ruang operasi tetapi lebih berperan pada kepemimpinan
dalam multidisipliner penanganan nyeri kronik. Untuk berhasil dalam hal ini
kemampuan seorang ahli anestesi harus selalu berkembang untuk memahami
kompleksitas problema nyeri kronik.4
Tinjauan pustaka ini menjelaskan tentang kondisi klinis nyeri kronik pada
anak dan pendekatan klinis umum serta tatalaksana nyeri.
Definisi Nyeri
Definisi nyeri menurut The International Association for the Study of Pain
(The IASP) (1979) adalah pengalaman sensoris dan emosional yang dihubungkan
dengan kerusakan jaringan yang nyata atau adanya potensi kerusakan jaringan atau
yang tergambarkan seperti itu. The IASP (1994) melakukan tinjauan ulang tentang
definisi nyeri dan menambahkan catatan bahwa standar baku nyeri adalah adanya
suatu kerusakan jaringan namun definisi nyeri juga menyatakan nyeri dapat terjadi
tanpa

adanya

kerusakan

jaringan

dan

disebabkan

oleh

faktor

emosional

(psikologikal).1
Nyeri kronik didefinisikan sebagai nyeri yang bertahan lebih lama
dibandingkan proses penyembuhan secara alami, nyeri ini dihubungkan dengan
beberapa tipe proses kerusakan atau penyakit dan nyeri berlangsung lebih dari 3
sampai dengan 6 bulan. Bonico mendefinisikan nyeri kronik sebagai nyeri yang
bertahan secara terus menerus melebihi 1 bulan yang ditandai dengan syndrome nyeri
kronik pada aspek kognitif dan perilaku. Nyeri kronik dapat berupa nosiseptif,
neuropati atau campuran keduanya. Pasien dengan nyeri kronik biasanya tidak
terdapat gangguan neuroendokrin dan memiliki gangguan afektif. 1,2
Pada literatur lain nyeri kronik didefinisian sebagai sebuah fenonema yang
kompleks, sehingga sulit didefinisikan secara utuh. Maka kombinasi definisi
ditentukan sebagai berikut :1,2
a.

Sakit yang diluar kebiasaan dimana dia membutuhkan waktu yang lama dan terus
menerus serta ditandai dengan adanya kelainan patologis yang kronik.

b.

Adanya sakit yang menetap dimana dia tidak respon dengan terapi metode yang
biasanya untuk mengendalikan nyeri.

c.

Timbulnya nyeri tidak pada tempat penyembuhan luka.

Gambar 1. Gambaran Klinis Nyeri


Nyeri kronik adalah nyeri terus-menerus atau berulang yang berlangsung di
luar waktu normal penyembuhan yang diharapkan. Nyeri kronik dapat dimulai sebgai
nyeri akut dan bertahan untuk waktu yang lama atau mungkin kambuh karena
bertahannya stimuli berbahaya atau eksaserbasi berulang dari cedera. Nyeri kronik
juga dapat muncul dan bertahan dengan tidak adanya patofisiologi yang diketahui
atau penyakit medis. Nyeri kronik dapat mempengaruhi negatif pada semua aspek
kehidupan sehari-hari, termasuk aktivitas fisik, kehadiran di sekolah, pola tidur,
interaksi keluarga dan hubungan sosial dan dapat menyebabkan kesulitan, kecemasan,
depresi, insomnia, kelelahan, atau perubahan mood, seperti mudah marah dan perilaku
mengatasi yang negatif. Nyeri merupakan hasil dari interaksi banyak faktor, anak
secara keseluruhan harus dipertimbangkan ketika mengevaluasi gambaran klinis
nyeri. Oleh karena itu, pendekatan holistik diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
Nyeri episodik atau berulang terjadi intermiten selama jangka waktu yang
panjang dan anak dapat bebas nyeri di antara setiap episode yang menyakitkan.
Episode menyakitkan sering dapat berfluktuasi dalam intensitas, kualitas dan
frekuensi dari waktu ke waktu dan akibatnya tak terduga. Jenis nyeri ini dapat
dibedakan dari nyeri akut berulang, tetapi mungkin terkait dengan dampak yang lebih
parah pada kehidupan fisik dan psikososial anak. Contoh dari jenis nyeri ini termasuk
migraine, nyeri sickle cell disease episodik, nyeri abdomen berulang.

Gambar 2. Alogaritma Evaluasi Nyeri pada Anak


Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada anak meliputi traksi pada struktur vaskular, dilatasi dan
inflamasi struktur vaskular, pergeseran isi kranial, peningkatan tekanan intrakranial,
kontraksi otot yang menetap, tekanan saraf kranialis, proses patologis parakranial
seperti sinusitis, infeksi gigi, dan sebagainya. Nyeri kepala terbagi menjadi dua
kelompok utama yaitu nyeri kepala primer dan sekunder. Nyeri kepala primer

meliputi nyeri kepala tipe migraine, nyeri kepala tipe tegang (tension-type
headache/TTH), nyeri kepala tipe cluster, dan trigeminal neuralgia. Nyeri kepala
sekunder adalah nyeri kepala disebabkan oleh trauma kepala dan leher, spasme otot,
kelainan vaskular, gangguan intrakranial non-vaskular, infeksi (kranium, mata,
telinga, hidung, sinus), penyakit gigi/mulut, gangguan homeostasis, gangguan
psikiatri.3,4
Nyeri kepala tipe migraine (khususnya migraine tanpa aura) dan nyeri kepala
tipe tegang merupakan tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai pada anak.
Prevalensi migraine 2,7%-10%, lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan
perempuan dengan usia 4-7 tahun, dan prevalensi setara pada usia 7-11 tahun,
kemudian rasio berubah menjadi 3 : 1 (perempuan : laki-laki) setelah usia 11 tahun.3
Pasien dengan nyeri kepala diperiksa riwayat neurologis secara lengkap dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan radiologis, untuk mengeksklusi infeksi,
vaskulitis, patologi lain yang menyebabkan nyeri kepala sekunder. Red flag tanda dan
gejala diindikasikan untuk mengesampingkan kondisi yang mendasari sebagai
penyabab nyeri kepala. Terdapat riwayat genetik pada nyeri kepala tipe migraine dan
nyeri kepala tipe tegang yang kronik. 50%-77% anak dengan migraine memiliki
riwayat keluarga dengan migraine khususnya pada maternal. Hubungan genetik yang
paling jelas telah ditemukan pada hemiplegic migraine.3,4
Evaluasi terdiri dari keseluruhan riwayat yang meliputi deskripsi onset dan
berhubungan dengan penyakit lainnya atau kondisi lain seperti menarche, stress,
olahraga, dan lainnya; waktu timbulnya nyeri kepala seperti durasi, frekuensi, saat
munculnya sepanjang hari; karakteristik seperti tempat nyeri, derajat beratnya nyeri,
keseragaman nyeri, dan berkaitan dengan gejala lain (rinorea, fotofobia, fonofobia,
nausea, scotomata), faktor pemulihan seperti obat-obatan, tidur; gejala neurologis
seperti perubahan visual, kelemahan, keseimbangan. Pemeriksaan fisik, EEG,
laboratorium, dan radiologi tentunya harus mengesampingkan penyakit organik.4
Tabel 1. Red flag Nyeri Kepala
Muntah terus-menerus
Tanda neurologis fokal
Tanda meningeal
Demam yang tidak jelas
Peningkatan tekanan intrakranial
Perubahan perilaku atau status mental
Nyeri kepala tiba-tiba
Nyeri kepala pada pagi hari

Nyeri kepala yang membangunkan anak


Sebagai contoh, anak dengan nyeri punggung, kelemahan ekstremitas, dan
inkontinensia mungkin memiliki masalah pada spinal cord. Nyeri kepala yang
memberat pada pagi hari dan berkaitan dengan muntah menunjukkan peningkatan
tekanan intrakranial. Evaluasi nyeri tidak akan lengkap tanpa mendapatkan riwayat
mengenai alergi, obat-obatan, riwayat keluarga. Nyeri kepala tipe migraine,
fibromyalgia, sickle cell disease, irritable bowel syndrome, epidermolysis bullosa dan
berbagai kondisi nyeri lainnya memiliki dasar genetik yang kuat.3
Intervensi farmakologis dapat dibagi dalam dua jenis: (1) pengobatan abortif
berfokus pada menghentikan sakit kepala akut dan (2) terapi profilaksis diindikasikan
jika lebih dari dua sakit kepala yang terjadi selama satu bulan, pada anak dengan
serangan parah, dan/atau pada mereka dengan sering sakit kepala tidak responsif
terhadap obat-obatan.3
Nyeri Abdomen
Nyeri abdomen kronik merupakan sumber utama distres pada anak dan
menyebabkan banyak pemeriksaan dan kecemasan. Kondisi nyeri ini tidak lagi
disebut sebagai nyeri abdomen berulang dan sekarang dideskripsikan sebagai
gangguan gastrointestinal fungsional (Functional Gastrointestinal Disorders/ FGIDs).
Dua bulan gejala dan tidak adanya etiologi anatomi, metabolik, infeksi, inflamasi,
neoplasma merupakan kriteria umum. Kriteria khusus ada untuk kategori utama
sehingga FGIDs tidak lagi dianggap diagnosis eksklusi. Diperkirakan bahwa rasa
nyeri tersebut disebabkan oleh interaksi abnormal antara sistem saraf enterik dan
sistem saraf pusat. Bagian penting dalam pemahaman nyeri abdomen fungsional
adalah konsep hiperalgesia visceral (penurunan ambang untuk nyeri sebagai respon
terhadap perubahan tekanan intraluminal). Terdapat empat subtipe FGIDs yaitu
dispesia fungsional, irritable bowel syndrome, migrain abdominal, nyeri abdomen
fungsional. Anamnesis dan pemeriksaan fisik berfokus pada red flag tanda dan gejala
dari penyakit yang mendasari. 3,4
Nyeri abdomen rekuren (berulang/kambuhan) adalah nyeri yang berlangsung
setidaknya 1-3 bulan. Nyeri abdomen merupakan gangguan yang sangat umum pada
anak yang khususnya berumur 5-12 tahun. Dengan anggapan bahwa evaluasi medis
atau operasi dan pemeriksaan radiologi telah mengesampingkan penyebab organik
yang umum dan tidak umum dimana terapi spesifik tersedia (Meckels, Inflammatory

Bowel Disease, malrotasi dengan volvulus intermiten, infeksi atau obstruksi saluran
kemih, penyakit pankreas, penyakit kandung kemih, penyakit hepar, alergi makanan,
sindrom malabsorpsi, penyakit parasit, keganasan, penyakit pelvis), karakteristik
penyakit, indetifikasi gambaran psikososial, dan tatalaksana psikiatri untuk
memperbaiki coping skills dan meminimalkan stres. Hal ini penting saat terapi nyeri
berfokus terutama pada strategi nonfarmakologis karena banyak penyebab organik
nyeri sulit untuk disembuhkan. 3,4
Riwayat penyakit sekarang berfokus pada nyeri meliputi tempat, durasi,
tingkat dan waktu puncak nyeri, kualitas, intensitas, faktor yang meringankan dan
memperberat nyeri, hubungan dengan gejala lain, pemeriksaan dan terapi yang telah
diberikan. Intensitas nyeri sering dinilai dengan skala numerik 0-10 untuk anak
berumur lebih dari 8 tahun. Deskripsi kualitas nyeri seperti rasa terbakar/panas,
tertusuk-tusuk, pegal, berdenyut, kesemutan, kebas/mati rasa, dan lainnya,
dapat memberikan petunjuk tipe nyeri yang dialami anak. Nyeri seperti terbakar/panas
dan kesemutan menunjukkan nyeri neuropatik. Nyeri seperti tertusuk-tusuk, kencang,
pegal dapat menunjukkan dari otot atau tulang. Nyeri seperti berdenyut kemungkinan
dari vaskular. Nyeri seperti kram sering menunjukkan sering menunjukkan spasme
otot. Dalam evaluasi nyeri kronik, tanda dan gejala red flag adalah hal yang penting
karena mengarahkan keseriusan penyakit. 3
Tabel 2. Red flag Nyeri Abdomen
Nyeri kuadran kanan atas kanan bawah persisten
Disfagia
Muntah persisten
Perdarahan gastrointestinal (hematemesis/ hematoskezia)
Riwayat keluarga : inflammatory bowel disease, celiac disease, peptic ulcer disease
Nyeri perut yang membangunkan anak
Arthritis
Diare nokturnal
Penurunan berat badan
Demam yang tidak jelas
Keringat malam
Hepatosplenomegali, Massa, Lesi perianal
Disfungsi neurologis
Perlambatan pertumbuhan linear
Bilious Emesis
Nyeri tekan sudut kostovertebra
Pengobatan FGIDs adalah multidisiplin meliputi obat-obatan, intervensi
psikologis, dan edukasi. Bagian yang paling penting dari pendekatan ini adalah untuk
membangun tujuan yang realistis, yang sering berarti pengembalian fungsi hidup

sehari-hari daripada pengobatan nyeri. Antidepresan trisiklik seperti amitriptyline,


nortriptyline, atau doxepin telah digunakan secara efektif untuk nyeri terkait FGIDs.
Dosis yang digunakan biasanya di bawah standar dosis antidepresan. Kelompok obat
yang berguna lainnya adalah antikonvulsan, yang memodifikasi konduktivitas dan
transmisi saraf. Dengan obat-obat ini, dianjurkan titrasi lambat untuk menghindari
timbulnya efek samping. Untuk obat simtomatik, antasid, agen antispasmodik,
relaksan otot, obat pencahar, atau agen antidiare dapat ditambahkan. Anak dengan
gangguan usus fungsional dapat memiliki abnormalitas reaktivitas usus terhadap
stimulus fisiologis, stimulus stres, atau stimulus psikologis Hal ini penting untuk
mengatasi masalah ini sebagai bagian dari pendekatan terapi secara keseluruhan
seperti terapi perilaku kognitif.3,4
Nyeri Muskuloskeletal
Nyeri muskuloskeletal pada anak dan remaja menjadi masalah, terutama nyeri
punggung adalah masalah paling umum pada remaja. Tinjauan epidemiologi nyeri
punggung bawah pada anak dan remaja menunjukkan prevalensi 17,6%-28% (1
bulan-1 tahun) dan pada studi yang berbeda, insidensi bervariasi antara 16%-22%.
Minoritas anak memiliki proses penyakit yang mendasari seperti infeksi,
spondylolysis, kelainan diskus. Studi radiologi tidak berkorelasi dengan nyeri dan
gagal untuk membedakan antara individu dengan dan tanpa nyeri. Suatu penelitian
telah mengidentifikasi faktor resiko biologis untuk nyeri punggung bawah nonspesifik berulang pada remaja dengan hasil peningkatan indeks massa tubuh, aktivitas
olahraga sedang, gaya hidup yang kurang gerak, penyebab lainnya (tas berisi buku
berat) tidak berhubungan dengan peningkatan resiko nyeri punggung bawah.3
Mayoritas anak yang dirujuk ke unit reumatologi mengeluh nyeri
muskuloskeletal. Hanya sebagian dari mereka yang terdiagnosis dengan true
reumatologic disease dimana juvenile idiopatic arthritis paling sering ditemukan
dengan manifestasi klinis berupa nyeri, kekakuan pada pagi hari, lelah, gangguan
tidur, berlanjut menjadi deformitas sendi dan osteoporosis yang akhirnya abnormalitas
pertumbuhan dan disabilitas fungsional.3
Tabel 3. Red flag Nyeri Punggung
Demam yang tidak jelas
Keringat malam
Penurunan berat badan
Nyeri malam hari

Nyeri yang konstan


Perubahan fungsi gastrointestinal
Retensi urin
Perubahan neurologis pada ekstremitas : kesulitan berjalan, footdrop, hilangnya
refleks fisiologis, kelemahan, perubahan sensorik
Reumatologis
dapat
memberikan

agen

seperti

methotrexate,

cyclophosphamide, atau sistemik kortikosteroid untuk nyeri kronik. Splints, terapi


fisik, pendekatan perilaku kognitif dan intervensi psikologis seperti terapi perilaku
kognitif juga sering digunakan. Fibromyalgia lebih sering terlihat pada remaja dan
dapat menjadi masalah yang signifikan. Terapi termasuk edukasi, terapi restoratif
umum, dengan fokus pada rekondisi aerobik, dan obat-obatan. Secara tradisional,
antidepresan trisiklik dan cyclobenzaprine telah digunakan, dengan duloxetine
terbukti bermanfaat pada orang dewasa.
Nyeri Neuropatik
Complex Regional Pain Syndrome (CRPS)
Istilah lama reflex sympathetic dystrophy (RSD) digantikan oleh istilah
sindrom nyeri regional kompleks (Complex Regional Pain Syndrome/CRPS) untuk
lebih mencerminkan berbagai bentuk dan presentasi. Dua jenis yang ada: tipe I dan
tipe II. Mereka hanya berbeda dalam terdapatnya cedera saraf pada tipe II
(sebelumnya causalgia). Selain nyeri, sering bersama alodinia atau hiperalgesia.
Selain itu, terdapat edema (tidak perlu pada saat diagnosis), perubahan aliran darah
kulit, aktivitas kegiatan sudomotor yang tidak normal pada daerah nyeri. Terdapat
gambaran gangguan motoric seperti tremor, distonia, dan kelemahan, terkadang
menyebabkan hilangnya mobilitas sendi. Pertumbuhan kuku dan rambut juga dapat
dipengaruhi. Pemikiran saat ini bergeser ke arah pengelompokkan pasien ke dalam
tiga kelompok yang berbeda: (1) perubahan vasomotor dominan (ketidaksamaan
warna/ suhu, (2) perubahan neurogenik (kelainan nyeri/ sensori), atau (3) perubahan
motorik/ trofik dengan disfungsi vasomotor.3,4
Pada evaluasi, penting untuk mengambil riwayat yang lengkap mekanisme
trauma dan tanda dan gejala seperti nyeri, alodinia, hiperalgesia, dan hyperpathia.
Edema dan perubahan warna tidak harus ada pada saat diagnosis, tapi harus ada
riwayat positif perubahan tersebut pada masa lalu. Pemeriksaan neurologis lengkap
termasuk pemeriksaan kekuatan otot, refleks, uji sensorik (dingin, sentuhan, tusukan
jarum), pengisian kapiler, suhu, dan perbedaan warna.3

Selain itu, diperiksa apakah terdapat hiperalgesia jaringan dalam. Pada


kesempatan, pengujian non-invasif atau invasif dapat membantu tetapi tidak sensitif/
spesifik termasuk elektromiogram dengan kecepatan konduksi saraf (EMG / NCV),
uji sensori kuantitatif (QST) dan uji refleks akson sudomotor kuantitatif (QSART)
untuk mendeteksi disfungsi serat saraf kecil, termografi, dan bone scan. Studi seperti
EMG/ NCV biasanya kurang ditoleransi oleh pasien anak dan remaja dan dapat
memerlukan anestesi umum. Blok ganglion simpatis tidak dianggap perlu untuk
diagnosis, tetapi dapat menjadi bagian dari pendekatan terapi. Secara keseluruhan,
prognosis anak CRPS jauh lebih baik daripada CRPS dewasa. Anak perlu
dipersiapkan untuk kemungkinan kambuh dan keberhasilan terapi fisik.3
Tujuan terapeutik pada CRPS adalah pemulihan fungsi. Pendekatan terapi
untuk anak dengan CRPS adalah multidisiplin, dengan fokus pada aspek psikososial
dan fisik. Pasien dan dokter harus mengikuti algoritma dan menyesuaikan strategi
terapi setiap 4 minggu. Pengobatan utama CRPS adalah terapi fisik. Namun, rasa
nyeri dapat menjadi parah dan melumpuhkan sehingga mencegah anak berpartisipasi
aktif dalam program terapi fisik. Terapi adjuvan farmakologis dimulai pada awalnya
untuk mengontrol gejala, yang segera diikuti oleh terapi fisik aktif. Stabilisator
membran biasanya obat pilihan pertama, disertai dengan antidepresan trisiklik. Dalam
jangka pendek, ketika titrasi stabilisator membrane (antikonvulsan), digunakan
analgesik, mulai dari obat nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID) hingga opioid.
Dengan terapi fisik, psikologi, dan obat, sebagian besar pasien mencapai hasil baik
dan pemulihan penyakit.3
Peran terapi intervensi dalam pengobatan CRPS adalah mengurangi rasa nyeri.
Selain itu, terapi intervensi pada populasi anak, ketika pemulihan nyeri mungkin
merupakan solusi mudah namun di sisi lain, nyeri mungkin terlalu berat untuk
memungkinkan terapi fisik dan dengan demikian mempercepat hilangnya fungsi.
Sedasi atau anestesi umum sering diperlukan untuk memfasilitasi penempatan blok.
Pada kasus CRPS tungkai terisolasi, blokade regional daerah intravena dengan
anestesi lokal dan diberikan tambahan seperti clonidine, ketamin, atau ketorolac.
Anestesi umum atau sedasi dalam sering diperlukan karena penempatan kateter
intravena di anggota badan yang terkena. Alternatif yang lebih invasif adalah
penempatan kateter pleksus simpatik lumbar atau kateter epidural pada torakal atas
atau daerah lumbal. Durasi infus berkisar dari 3 sampai 5 hari hingga selama 4 sampai

6 minggu. Pendekatan alternatif adalah menempatkan kateter saraf perifer untuk blok
terus menerus.3
Farmakoterapi Nyeri

DaftarPustaka

1.

Murray MJ, Mikhail MS, Morgan GE. Pain Management. In : Clinical


Anesthesiology4rd edition.NewYork:LangeMedicalBooks/McGrawHill

2.

MedicalPublishingFourEdition,2006:359412.
NagnaJ,BajwaZ.DefinitionsandClassificationofPain.In:Principles&
PracticeofPainMedicine2nd Edition.Editors:Warfield,CarolA.;Bajwa,

3.

ZahidH.2004McgrawHill
AlexandraSzabovaandKennethGoldschneider.ChronicPain.In:APractice

4.

AnesthesiaforInfantandChildren.4thEdition.2009.
ElliotKrane.PainManagementinChildren.DivisionofPediatricAnesthesia

5.

andPainManagementLucileSalterPackardChildrensHospital.2005.
WHO guidelines on the pharmacological treatment of persisting pain in
children with medical illnesses. Geneva : World Health Organization,

6.

2012.
RussellK.Portenoy,MD.PediatricPainManagement.In:PainManagement.

American

Medical Association. June 2013. Diunduh dari www.ama-

cmeonline.com/pain_mgmt/.../ama_painmgmt_m6.pdf

Anda mungkin juga menyukai