Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika sudah menjadi ilmu yang digunakan dalam memecahkan kehidupan
sehari-hari. Membelajarkan matematika perlulah suatu system ataupun teknik
pembelajaran yang baik agar matematika dapat tersampaikan dan juga dapat
dipahami secara baik oleh peserta didik agar tidak terjadi miskonsepsi dalam
pembelajaran. Pembelajaran merupakan suatu kegiaatan yang melibatkan guru, siswa,
dan komponen lainnya yang saling mempengaruhi satu sama lain demi mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Keberhasilan siswa dalam belajar berarti
tercapainya tujuan belajar siswa tersebut (Dimyati, 2009:22). Jadi pilihan strategi
yang digunakan guru dalam kegiatan belajar mengajar sangat berpengaruh pada
keberhasilan pembelajaran di kelas.
Selama ini, pembelajaran yang ada sebagian besar cenderung bersifat guru
sebagai pusat pmbelajaran. Siswa seakan tertutupi oleh porsi guru yang lebih besar
dalam mengajarkan materi di kelas, sehingga siswa seakan mengalami kekurangan
ruang untuk megutarakan ataupun bertanya tentang materi yang diajarkan oleh guru.
Guru menerangkan dengan metode ceramah atau dikenal dengan ekspositori, lalu
siswa mencatat apa yang disampaiakan oleh guru, dari sini terlihat bahwa interaksi
yang terjadi antara guru dengan siswa masih kurang dengan model pembelajaran
yang seperti itu.

Berdasarkan fakta di lapangan yang dilakukan oleh penliti pada tanggal 5


November 2015 dengan mewawancarai salah satu guru yang bertindak sebagai wali
kelas IV D SDN Bandungrejoasari 1 Malang yaitu Ibu Wulan Romasari, diketahui
bahwa meskipun saat ini kurikulum 2013 sudah digunakan, namun masih saja guru
tetap menjelaskan materi. Menurut beliau, para siswa masih belum siap untuk belajar
mandiri karena mereka sudah terbiasa diarahkan oleh gurunya, apabila dipaksakan
dengan menggunakan acuan kurikulum 2013 maka dibutuhkan waktu yang lama bagi
siswa untuk memahami materi , sedangkan pembelajaran di kelas dibatasi oleh jam
pelajaran yang singkat untuk materi pelajaran yang cukup banyak.
Suasana menyenangkan di dalam kelas dapat terwujud apabila seluruh siswa
terliat aktif dalam pembelajaran, karena dengan demikian suasana kelas akan terasa
semakin hidup (Suharta, 2004:56). Kondisi di dalam kelas yang menyenangkan serta
mendukung akan baik untuk menunjang proses belajar yang berjalan, karena dengan
seperti itu siswa akan lebih bisa memahami materi yang disampaika serta dapat
memahami materi secara mandiri tanpa harus terganggung dengan suasana yang
gaduh. Dalam pembelajaran matematika, Jenning dan Dunne (dalam Suharta, 2004:1)
mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan
matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Hal ini muncul akibat pembelajaran
matematika tersebut kurang bermakna. Pembelajaran kurang bermakna dalam
matematika berarti pembelajaran tersebut kurang menanamkan konsep-konsep
matematika. Pembelajaran seperti ini berakibat pada anggapan bahwa matematika itu
sulit karena dalam kehidupan nyata sulit sekali untuk dihubungkan. Salah satu inovasi

di bidang pembelajaran matematika unutk mengatasi permasalahan tersebut adalah


Pembelajaran Matematika Realistik (PMR).
Untuk menyesuaikan pembelajaran saat ini dengan kurikulum 2013 dimana siswa
harus mengkonstruksikan pemahamannya sendiri terhadap suatu materi, maka
dipilihlah pendekatan saintifik berdasarkan instruksi yang ditetapkan pada aturan
kurikulum 2013. Menurut Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 lampiran IV, proses
pembelajaran dengan pendekatan saintifik terdiri dari lima pengalaman pokok belajar,
yakni

mengamati,

menanya,

mengumpulkan

informasi

atau

eksperimem,

mengasosisasikan atau mengolah informasi, dan menkomunikasikan. Disebutkan pula


proses pembelajaran yang dikehendaki ialah proses pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student centered active learning) dengan sifat pembelajarn yang kontekstual.
Hal ini yang sejalan dengan apa yang terkandung dalam model pembelajaran
matematika realistik, dimana siswa diharapkan dapat mengeksplorasikan pemahaman
dan juga pengetahuan yang mereka miliki. Pengalaman blajar yang seperti ini yang
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan
memahami konsep-konsep matematika berdasarkan pada masalah realitsik yang
diberikan oleh guru. Situasi realistik yang dimaksud disini ialah dalam permasalahan
matematika

memungkinkan

siswa

menggunakan

cara-cara

informal

untuk

menyelesaikannya. Cara-cara informasi siswa yang merupakan produksi awal siswa


dalam pengerjaan soal memegang peranan penting dalam penemuan kembali dan
memahami konsep (Zulkardi, 2001:87). Oleh karena itu siswa dapat merasakan

secara langsung manfaat pembelajaran matematika serta dapat mengaitkan


matematika kedalam permasalah nyata yang ada pada kehidupan sehari-hari.
Materi yang peneliti ambil adalah materi estimasi. Berkenaan dengan
perhitungan, menaksir (estimasi) lebih sering digunakan dibanding dengan berhitung
tepat. Walaupun menaksir (estimasi) dalam pemakaiannya, namun menaksir
(estimasi) belum tertera dengan jelas dalam kurikulum matematika sekolah dasar.
Oleh karena itu guru juga masih belum optimal dalam memeperkenalkan pada siswa
secara eksplisit dalam kegiatan pembelajaran matematika. Kesulitan yang dialami
siswa dalam menaksir adalah masih terikat dengan algoritma, belum bisa memilih
angka yang lebih mudah diingat, dan belum bisa menentukn angka terdekat dari suatu
angka acuan yang dikehendaki, serta siswa belum bisa mendeteksi kesalahan dari
suatu perthitungan. Kemampuan menaksir (estimasi) dapat meningkat dengan
mengarahkan siswa untuk memahami masalah, serta memberi alasan setiap kali
mereka menaksir (estimasi). Hasil penelitian Carlton dan Fitzgerald, melaporkan
bahwa lebih dari 80% dari seluruh aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari
menggunakan estimasi bukan perhitungan yang eksak (Post, dalam Rizal, 2011).
Adapun pertimbangan memilih materi ini adalah beberapa siswa dikelas IV D SDN
Bandungrejosari 1 Malang masih menemui kesulitan dalam hal memahami serta
menyelesaikan soal-soal terkait penaksiran dan juga materi ini banyak terdapat di
permasalahan kehidupan nyata.
Dengan metode PMR ini diharapakn siswa dapat lebih memahami secara baik
serta merekonstruksi pemahamannya terhadap pembelajaran matematika khususnya

dalam materi estimasi ini. Dengan demikian, pembelajaran realistik dengan


pendekatan saintifik diharapkan dapat memebrikan kontirbusi yang besar bagi
pemahaman siswa kelas V SD terutama pada materi estimasi ini.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dikelas IV SD dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Matematika
Realistik dengan Pendekatan Saintifik untuk Meningkatkan Kemampuan
Estimasi Siswa Kelas IV SDN Bandungrejosari 1 Malang dalam Menyelesaikan
Masalah Berhitung di Kelas.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan metode tersebut?
2. Apa hasil penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan kemampuan estimasi siswa
kelas IV SDN Bandungrejosari 1 Malang dalam menyelesaikan masalah berhitung di
kehidupan sehari-hari dengan pembelajaran matematika realistik melalui pendekatan
saintifik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Bagi guru
Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dapat lebih berivariasi lagi, sehingga motivasi belajar siswa
meningkat dan juga pemahaman siswa juga akan meningkat lebih baik. Selain
itu, dengan pendekatan saintifik ini guru lebih bisa memberikan pemahaman
kepada

siswa

secara

baik

agar

siswa

dapat

dengan

sendirinya

mengkonstruksikan pemahamannya terhadap materi yang dibelajarakan. Guru


juga diharapkan lebih kreatif dalam menentukan strategi pembelajaran agar
pembelajaran yang terlaksana di kelas dapat berjalan dengan baik tanpa
membosankan ditengah-tengah proses belajar mengajar.
2. Bagi sekolah
Pembelajaran realistik di sekolah bisa menjadi alternative yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika. Dengan demikian peningkatan
mutu pembelajaran di sekolah dapat meningkat serta kualitas pembelajaran
matematika dapat lebih baik serta prestasi belajar siswa dapat meningkat.
3. Bagi Siwa
Siswa akan lebih semnangat dalam mengikuti pembelejaran matematika, di
karenakan dengan model pembelajaran realistic siswa lebih bisa mengetahui
hubungan serta makna matematika dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
siswa akan senang belajar matematika karena mereka dapat menemukan
konsep matematika sendiri sehingga pembelajaran yang mereka dapatkan
terasa lebih mudah dan matematika tidak lagi menjadi mata pelajaran yang
ditakuti siswa.
4. Bagi peneliti
Sebagai calon tenaga pendidik, peneliti dapat mempersiapkan diri dengan
menerapkan berbagai macam metode atau model pembelajaran terutama
model pembelejaran matematika realistik sebagai bekal saat mengajar kelak.
Hasil penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi referensi penelitian
selanjutnya.
E. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
1. Permasalahan yang termuat disini

adalah

keterlaksanaan

penerapan

Pembelajaran Matematika Realistik dengan pendekatan saintifik untuk

meningkatkan kemampuan estimasi siswa kelas IV SDN Bandungrejosari 1


Malang dalam menyelesaikan masalah berhitung di kehidupan sehari-hari.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV SDN Bandungrejosari 1 Malang
tahun ajaran 2016/2017.
3. Materi yang digunakan adalah materi tentang estimasi yakni perkiraan pada
penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian bilangan bulat serta
pecahan.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran ataupun penafisiran ganda oleh
pihak lain, maka peneliti memberikan beberapa definisi istilah sebagai berikut.
1. Pembelajaran matematika realistik merupakan model atau pendekatan
pembelajaran matematika yang memanfaatkan realitas serta lingkungan yang
telah dipahami siswa untuk mempelancar proses pembelajaran matematika
sehingga dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari masa
yang lalu.
2. Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar siswa secara aktif dapat mengkontruksi sendiri mulai dari konsep,
hukum, atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan
berbagai

teknik,

menganalisis

data,

menarik

kesimpulan

dan

mengkomunikasikan konsep, hukum atau yang ditemukan tersebut.


3. Kemampuan berhitung merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak
dalam hal matematika seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang
dan mengenai jumlah untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan juga dasar bagi

pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti


pendidikan dasar bagi anak.
4. Estimasi berhitung adalah perkiraan yang mendekati hasil perhitungan atau
gambaran hasil perhitungan dengan menggunakan alasan dan metode
informal, yaitu metode yang tidak terkait dengan algoritma, tetapi dengan
suatu kepekaan (pemahaman intuitif) dan tidak terikat ke satu metode. Tidak
terikat ke satu metode bermakna bahwa dalam mengestimasi suatu bilangan
dapat digunakan metode yang berbeda-beda, namun mengambil bilanganbilangan

pendekatan

yang mudah dilakukan dengan berhitung mental.

Misalnya, pembulatan, menggunakan angka-angka awal dan akhir, atau


bilangan berkelipatan tertentu.
5. Kemampuan estimasi adalah suatu kelebihan individu dalam hal menaksir
suatu permasalahan berhitung yang dihadapi. misalnya, cukupkah uang saya
Rp 15.000 untuk membeli tiga kilogram jeruk yang berharga Rp 4.350
perkilogram?. Seseorang yang telah memiliki kemampuan estimasi dengan
cepat mengetahui bahwa uang tersebut adalah cukup berdasarkan kelogisan
(5.000 x 3 saja baru menghasilkan 15.000, sedangkan 4.350 kurang dari
5.000).
6. Indikator kemampuan estimasi meningkat yaitu nilai tes minimal dari 75%
siswa di kelas lebih dari 78 pokok bahasan estimasi.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Bab II ini berisi tentang (a) Pembelajaran Matematika Realistik, (b) Pendekatan
Saintifik, (c) Pembelajaran Matematika Realistik dengan Pendekatan Saintifik, (d) )
Kemampuan Berhitung, (e) Kemampuan Estimai Siswa, dan (f) Hasil Penelitian
Terdahulu yang Relevan
A. Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan
belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekolompok ahli
matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda.
Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1950-1990) bahwa
matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika
bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan
tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi
masalah-masalah nyata. Karena itu siswa tidak dipandang sebagai penerima pasif,
tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini
dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan duia nyata. Di sini dunia
nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti
kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat
dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting

daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah


matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).
Jenning dan Dunne mengatakan bahwa kebanyakan siswa mengalami
kesulitan dalam mengaplikasikan matematika dalam kehidupan nyata. Hal lain
yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran
matematika kurang bermakna. Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak
mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang
diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi ide-ide
matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide
matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran
bermakna. Model skematis proses pengembangan konsep-konsep dan ide-ide
matematika yang disebut matematisasi konseptual dapat dilihat pada gambar

berikut
Gambar 2.1 Matematisasi Konseptual
Dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi
yaitu proses mematematikakan dunia nyata, hal ini dilakukan karena pendekaan
ini lebih mengutamakan proses daripada hasil. Menurut traffers matematisasi

10

dibedakan menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal.


Dalam matematisasi horizontal, siswa mencoba untuk menyelesaikan soal-soal
dari dunia nyata dengan cara mereka sendiri, menggunakan bahasa mereka
sendiri dan simbol mereka sendiri. Matematisasi horizontal berarti bergerak dari
dunia nyata kedalam dunia simbol, dengan kata lain matematisasi horizontal
menghasikan konsep, prinsip atau model matematika dari masalah kontekstual
sehari-hari. Sedangkan matematisasi vertikal adalah proses formalisasi konsep
matematika. Dalam matematisasi vertikal, siswa mencoba menyusun prosedur
umum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal-soal sejenis secara
langsung tanpa bantuan konteks. Dengan kata lain menghasilkan konsep, prinsip
atau model matematika dari matematika sendiri termasuk matematisasi vertikal.
Menurut Traffers pendekatan pembelajaran matematika diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu mekanistik, empiristik, strukturalis dan realistik.
Mekanistik lebih menekankan pada drill, empiristik lebih menekankan pada
pematematikan horizontal, strukturalis sedangkan realistik memberikan perhatian
yang seimbang antara pematematikaan horizontal dengan pematematikaan
vertikal dan disampaikan terpadu pada siswa.
Pembelajaran matematika realistik mempunyai ciri antara lain, bahwa
dalam proses pembelajaran siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan
kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa
melalui penjelasan berbagai situasi dan persoalan-persoalan dunia nyata (real
word).
Gravemeijer mengemukakan tiga prinsip pembelajaran matematika realistik,
yaitu

guided

reinvention

and

progressive

mathematizing,

didactical

11

phenomenology, dan self-developet models. Ketiga prinsip tersebut dapat


dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Guided reinvention Throug progressive mathematizing
Prinsip yang pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing melalui
matematisasi secara progressif. Prinsip ini menghendaki bahwa dalam
pembelajaran matematika realistik, siswa harus diberi kesempatan untuk
mengalami proses yang sama dengan proses penemuan konsep matematika.
Maksud dari proses yang sama tersebut adalah siswa diberi kesempatan
merasakan jenis dan situasi nyata (contextual problem) yang mempunyai berbagai
kemngkinan solusi. Dilanjutkan dengan matematisasi prosedur pemecahan
masalah yang sama, serta perancangan rute belajar yang sedemikian rupa,
sehingga siswa dapat menemukan sendiri konsep dan hasil.
2. Didactical phenomenology (fenomena pembelajaran)
Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena pembelajaran, yang
menghendaki bahwa didalam menemukan masalah kontekstual untuk digunakan
dalam pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik yang
berdasakan atas dua alasan, yaitu untuk menggunakan berbagai macam aplikasi
suatu

topik

yang

harus

diantisipasi

dalam

pembelajaran

dan

untuk

dipertimbangkan pantas tidaknya masalah kontekstual itu digunakan sebagai


poin-poin untuk suatu proses pematematikaan progresif (proses pembelajaran
yang bergerak dari masalah nyata ke matematika formal).
3. Self-developed models (mengembangkan model sendiri)
Menurut prinsip ini, model-model yang dibangun berfungsi sebagai
jembatan antara pengetahuan formal dengan pengetahuan informal dan
matematika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi
kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah
12

konstektual yang dipecahkan. Sebagai konsekuensi dari kebebasan itu, sangat


dimungkinkan muncul berbagai model yang dibangun siswa.
Sesuai dengan ketiga prinsip di atas, Asikin dalam Malihu (2006:12)
mengatakan, proses pembelajaran matematika di kelas berdasarkan Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) perlu memperhatikan lima karakteristik yaitu:
(1) menggunakan masalah kontekstual;
(2) menggunakan model;
(3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa;
(4) interaktif; dan
(5) terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dalam pendekatan PMR, isi perangkat pembelajarannya mencerminkan tiga
prinsip kunci PMR, dan proses implementasinya di kelas berpedoman pada 5 ciri
yang disebutkan di atas.
Langkah-langkah dalam

proses

pembelajaran

matematika

dengan

pendekatan realistik adalah sebagai berikut.


1. Memahami masalah kontekstual. Guru memberikan masalah kontekstual
dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahaminya. Pada
tahap ini karakteristik pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik
adalah menggunakan masalah-masalah kontekstual yang diangkat sebagai
topik awal.
2. Menjelaskan masalah kontekstual. Guru menjelaskan situasi dan kondisi dari
soal dengan cara memberikan petunjuk atau saran-saran (bersifat terbatas)
terhadap bagian-bagian tertentu yang belum dipahami siswa.
3. Menyelesaikan masalah kontekstual. Siswa secara individual atau kelompok
menyelesaikan masalah kontekstual dengan cara mereka sendiri. Peran guru
disini adalah memotivasi siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara
mereka sendiri. Tahap ini siswa dibimbing untuk reinventio (menemukan)
sendiri tentang ide atau konsep dari soal matematika secara progresif.
13

4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban di kelas. Guru memberikan


waktu

dan

kesempatan

kepada

siswa

untuk

membandingkan

dan

mendiskusikan jawaban di kelas, bisa melalui presentasi.


5. Menyimpulkan. Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik
kesimpulan suatu konsep dari materi yang telah dipelajari.
B. Pendekatan Saintifik (Scientific Approach)
Menurut Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 pendekatan saintifik adalah
proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar siswa secara aktif
mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati
(untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai
teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum atau prinsip yang ditemukan. Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai
materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana
saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena
itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong
siswa dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan
hanya diberi tahu.
Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan
keterampilan proses, seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan,
menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut,
bantuan guru diperlukan. Akan tetapi, bantuan guru tersebut harus semakin
berkurang dengan semakin tingginya kelas siswa.

14

Metode saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar, yaitu teori
Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner disebut juga teori
belajar penemuan. Ada empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner
(dalam Carin & Sund, 1997). Pertama, individu hanya belajar dan
mengembangkan pikirannya apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan
melakukan proses-proses kognitif dalam proses penemuan, siswa akan
memperoleh sensasi dan kepuasan intelektual yang merupakan suatu penghargaan
intrinsik. Ketiga, satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknikteknik dalam melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk
melakukan penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan
memperkuat retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses
kognitif yang diperluksn dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.
Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan
pembentukan dan perkembangan skema. Skema adalah suatu struktur mental atau
struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan
mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin, 1995). Skema tidak pernah
berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang
dewasa. Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan
adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya
seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum,
prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada di dalam
pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang sesuai

15

dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada
sehingga sesuai dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran
diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilsi dan akomodasi.
Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi
apabila siswa bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu
berada dalam zone of proximal development yaitu daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu
(Nur dan Wikandari, 2000:4).
C. Model Pembelajaran Matematika Realistik dengan Pendekatan Saintifik
Untuk menyesuaikan dengan kurikulum 2013 yang mengisyaratkan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik, maka berikut langkahlangkah dalam pembelajaran matematika realistik dengan menggunakan
pendekatan saintifik.
No.
1.
2

Pembelajaran Matematika Realistik


Pendekatan Saintifik
Menyajikan masalah kontekstual
Mengamati (observing)
Guru sedikit menjelaskan permasalahan
Menanya (questionning)
kontekstual tersebut
Diskusi dalam kelompok-kelompok untuk Mencari
informasi

3
menyelesaikan permasalahan tersebut
Mennggunakan pengetahuan yang

(exploring)
telah
Mengaitkan

4
5

informasi

diperoleh sebelumnya (yang berkaitan) untuk


(associating)
menyelesaikan permasalahan tersebut
Diskusi kelas
Mengkomunikasikan
Penarikan kesimpulan tentang konsep materi

16

yang dipelajari
(communicating)
Tabel 2.1 Sintaks PMR dalam Pendekatan Saintifik

D. Kemampuan Berhitung
Dalam pembelajaran permainan berhitung pemula di taman kanak-kanak (2000:1)
dijelaskan bahwa berhitung merupakan bagian dari matematika, diperlukan untuk
menumbuh kembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, terutama konsep bilangan yang merupakan juga dasar bagi
pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti
pendidikan dasar. Pengertian kemampuan berhitung permulaan menurut Susanto
(2011:98) adalah kemampuan yang dimiliki setiap anak untuk mengembangkan
kemampuannya, karakteristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang
terdekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya anak
dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah, yang berhubungan dengan
penjumlahan

dan

pengurangan.

Sedangkan

Sriningsih,N

(2008:63)

mengungkapkan bahwa kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga
sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta. Anak
menyebutkan urutan bilangan tanpa menghubungkan dengan benda-benda
konkret. Pada usia 4 tahun mereka dapat menyebutkan urutan bilangan sampai
sepuluh. Sedangkan usia 5 sampai 6 tahun dapat menyebutkan bilangan sampai
seratus. 8 Dari pengertian berhitung diatas, dapat disimpulkan bahwa berhitung
merupakan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anak dalam hal matematika

17

seperti kegiatan mengurutkan bilangan atau membilang dan mengenai jumlah


untuk menumbuh kembangkan ketrampilan yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, yang merupakan juga dasar bagi pengembangan
kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti pendidikan dasar bagi
anak.

E. Kemampuan Estimasi Siswa


Estimasi merupakan bagian materi dari pelajaran matematika yang jarang
dikaji dan diperhatikan oleh guru maupun peneliti. Pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) pada Standar Isi untuk mata pelajaran
matematika SD kompentesi yang berkaitan dengan estimasi (menaksir) hanya
terdapat di kelas IV dan V semester 1 dengan porsi yang sangat terbatas. Hal
tersebut berbeda dengan kurikulum matematika untuk SD di negara lain.
Misalnya National Council of Supervisors of Mathematics (NCSM, 1978) telah
mendaftar estimasi sebagai salah

satu

dari

10

kemampuan

dasar

dan

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,1980) telah memberikan


perhatian terhadap materi estimasi di dalam salah satu kegiatannya (Post, 1992).
Sementara itu pada Education Council (1991), Curriculum Council (1998),
NCTM (2000), estimasi dianggap topik penting dalam matematika untuk
dipelajari di sekolah dasar, sehingga ditetapkan di dalam kurikulum (Bana and
Dolma, 2004). Hasil penelitian Carlton dan Fitzgerald melaporkan bahwa lebih
dari 80% dari keseluruhan aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari

18

menggunakan estimasi bukan perhitungan yang eksak (Post, 1992; Jack Bana
& Phuntsho Dolma, 2004).
Penerapan estimasi selain banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
juga digunakan dalam pembelajaran matematika untuk membangun pemahaman
pada suatu konsep. Hal ini sejalan yang diungkapkan oleh Reys (Post, 1992) yang
menyatakan bahwa estimasi merupakan salah satu jalan alternatif untuk
membangun pemahaman siswa pada konsep pecahan. Misalnya, kapan suatu

pecahan bernilai dekat dengan

1
0, , atau
2

1 . Pengetahuan estimasi dapat

digunakan unutk megontrol kebenaran suatu jawaban dan terjadinya miskonsepsi

berdasarkan kelogisan. Misalnya, dalam penjumlahan pecahan

1 1 2
+ =
2 3 5

yang

dikemukakan oleh Silver (Hierbert. 1986) bahwa kesalahan umum yang terjadi
adalah menjumlahkan pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan
penyebut, tetapi dengan pengetahuan estimasi, miskonsepsi seperti ini tidak akan
terjadi karena berdasarkan kelogisan dengan cepat diketahui bahwa jawaban

tersebut salah

2
5

1 1
+
2 3 lebih besar dari

karena ini lebih kecil dari

1
2 , sehingga jawabannya tidak mungkin

1
2 ).

19

Uraian tersebut memberi gambaran bahwa dalam melakukan estimasi


berhitung selain membutuhkan kemampuan matematika juga membutuhkan
ketelitian dan keterampilan dalam berhitung. Grouws (1992) mengatakan bahwa
untuk dapat mengestimasi dengan baik harus menguasai fakta-fakta dasar, nilai
tempat, sifat-sifat aritmetika, mempunyai keterampilan berhitung mental, peka
terhadap suatu kesalahan, dapat menggunakan strategi estimasi. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa perbedaan kemampuan, ketelitian dan
keterampilan berhitung, kemungkinan akan memberikan hasil estimasi yang
berbeda.
F. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Sebelum melakukan tindakan penelitian, peneliti menelusuri beberapa hasil
penelitian yang memeliki keterkaitan dengan penelitian peningkatan kemampuan
estimasi.
Penelitian pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Nasrun (2009) di SDN
Sumbersari III Malang, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa siswa belum
memliki stratgi tertentu untuk menaksir (estimasi). Kesulitan yang dialami siswa
dalam menaksir (estimasi) antara lain adalah masih terkait dengan algoritma,
belum bisa memilih angka yang lebih mudah diingat, dan belum bisa menentukan
angka terdekat dari suatu angka acuan yang dikehendaki, serta siswa belum bisa
mendeteksi kesalahan dari suatu perhitungan. Kemampuan menaksir (estimasi)
dapat meningkat dengan mengarahkan siswa untuk memahami masalah, serta
memberi alasan setiap kali mereka menaksir (estimasi).

20

Penelitian lainnya yakni dari Muh. Rizal (2011) saat Prosiding Seminar Nasional
Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA serta penelitian dilakukan di kelas V
SD. Ia menyatakan proses berpikir subjek berkemampuan matematika tinggi
dalam memahami masalah estimasi berhitung adalah proses akomodasi, karena
dapat memahami masalah estimasi yang diberikan melalui pembacaan berulang.
Selain itu dalam memahami masalah estimasi berhitung, ia telah menghubungkan
dengan pengalaman serupa yang pernah dijumpai, sehingga dapat menentukan
bahwa masalah yang dihadapi akan dikerjakan menggunakan estimasi
berdasarkan redaksi pertanyaan dari masalah yang ada.
Penelitian lain yang relevan yakni Tesis dari Abdul Hasan Jauhari pada tahun
2012 dengan judul Pembelajaran Peluang dengan Metode Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Keterampilan
Berpikir Siswa Kelas X-4 SMAN 1 Kediri Tahun Ajaran 2012/2013 yang juga
merupakan jenis penelitian kualitatif. Salah satu indikator keberhasilan penelitian
ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran. Indikator ini telah tercapai setelah
peneliti melakukan siklus ke dua. Hasilnya lebih dari 60% siswa di kelas yang
diteliti berperan aktif dalam pembelajaran pada siklus yang ke dua. Pada tesis ini
dijelaskan hasil dari siklus pertama yang jauh dari indikator yang telah ditetapkan
oleh peneliti terutama pada keaktifan siswa, yaitu kurang dari 30% siswa di kelas
yang aktif dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan metode PMR yang
ditawarkan oleh peneliti masih belum dikenal oleh siswa yang sudah terlebih
dahulu terbiasa dengan pembelajaran ekspositori dengan guru kelasnya, sehingga

21

siswa perlu adaptasi lagi untuk dapat berperan aktif dalam pembelajaran dengan
metode PMR.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang sudah ada tersebut, peneliti menduga
bahwa dengan menggunakan metode PMR atau RME, kemampuan estimasi siswa
dapat meningkat di dalam kelas.

BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi (a) pendekatan dan jenis penelitian, (b) kehadiran dan peran
peneliti di lapangan, (c) kancah penelitian, (d) subjek penelitian, (e) data dan
sumber data, (f) perangkat dan instrumen penelitian, (g) pengumpulan data, (h)
analisis data, evaluasi dan refleksi, (i) pengecekan keabsahan data, (j) prosedur
penelitian, dan (k) kriteria keberhasilan tindakan.
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitarif. Menurut
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1991:3) mendefinisikan metodologi
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Sumadayo
22

(2013:2) data hasil penelitian kualitatif tidak diperoleh melalui prosedur


kuantifikasi, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang
menggunakan ukuran angka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
untuk mengetahui langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan
saintifik melalui model pembelajaran matematika realistik serta untuk mengukur
keaktifan siswa pada saat pembelajaran berlangsung. Penelitian ini juga
menggunakan pendekatan kuantitatif yang berarti prosedur penelitian yang
menghasilkan data berupa angka atau nilai yang dijadikan tolak ukur keberhasilan
penelitian tersebut (Sumadoyo, 2013:15). Pendekatan kuantitatif pada penelitian
ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan hasil belajar siswa pada
materi peluang melalui tes (postest) di akhir siklus.
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini
dilakukan karena adanya suatu permasalahan yang ditemui di sekolah yang
kemudian akan dicarikan serta diimplementasikan suatu tindakan oleh peneliti
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jadi permasalahan yang didapat bersifat
spesifik dalam arti permasalahan yang ditemukan pada suatu kelas di suatu
sekolah tertentu belum tentu sama dengan kelas yang lain atau bahkan sekolah
yang lain. Peneliti hanya berfokus pada suatu lingkup tertentu. Begitu pula
dengan kesimpulan dari hasil penelitian ini juga tidak dapat digeneralisirkan pada
ruang lingkup yang lebih luas karena untuk situasi dan kondisi yang berbeda,
maka bisa saja hasil penelitiannya berbeda. Langkah-langkah dalam penelitian ini
adalah penyusunan rencana, pelaksanaan tindakan, observasi, kemudian analisis
hasil tindakan, dan terakhir refleksi terhadap hasil observasi. Analisis dan refleksi
23

dilakukan di akhir siklus, apabila hasil observasi masih belum memenuhi kriteria
keberhasilan, maka dilanjutkan ke siklus ke dua dengan memperhatikan refleksi
pada siklus pertama sebagai bahan acuan untuk memperbaiki proses pengajaran
(tindakan) dalam kelas.

B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan


Sebelum dilakukannya penelitian ini, peneliti melakukan investigasi awal
atau observasi pendahuluan di SDN Bandungrejosari 1 Malang untuk mengetahui
permasalahan yang ada di salah satu kelas pada sekolah tersebut. Peneliti
bekerjasama dengan guru yang mengajar pada kelas tersebut untuk menggali
informasi tentang permasalahan yang ada dan saling berdiskusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Peneliti sebagai pihak yang menawarkan solusi dan guru
kelas sebagai validator untuk solusi yang ditawarkan peneliti. Selanjutnya peneliti
mengimplementasikan solusi (pengajaran) kepada siswa kelas IV D, yaitu kelas
diteliti mulai dari dilakukannya investigasi awal oleh peneliti dengan menerapkan
metode pembelajaran matematika realistik dengan pendekatan saintifik pada
materi peluang. Peneliti bertindak sebagai perancang tindakan, pelaksana
tindakan, pengumpul data dan penganalisis data.
C. Kancah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IV D SDN Bandungrejosari 1 Malang yang
berlokasi di Jalan Sudanco Supriyadi 179, Kelurahan

Bandungrejosari,

24

Kecamatan Sukun, Kota Malang, Propinsi Jawa Timur. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Januari sampai Februari 2016 pada tahun ajaran 2015/2016.

D. Subjek Penelitian
Kelas yang diteliti adalah kelas IV D SDN Bandungrejosari 1 Malang yang terdiri
dari 41 siswa, dengan rincian 16 siswa perempuan dan 25 siswa laki-laki. Pada
kelas tersebut, banyak siswa yang masih kesulitan memahami materi estimasi.

E. Data dan Sumber


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif
diperoleh dari hasil tes, pengamatan, dan wawancara dengan subjek penelitian.
Adapun sumber data adalah siswa kelas IV D SDN Bandungrejosari 1 Malang
yang penentuannya didasarkan pada:
a. Kesulitan

siswa

dalam

menyelesaikan

soal

menaksir

(estimasi)

penjumlahan bilangan cacah,


b. Atas pertimbangan guru yang diwawancarai berdasarkan tingkat
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
F. Perangkat dan Instrumen Penelitian
Penyusunan perangkat pembelajaran diawali dengan menentukan Kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Pada penelitian ini diambil materi pokok
Estimasi (penaksiran). Materi ini terdapat pada Tema 1 yakni Indahnya
25

Kebersamaan serta Sub Tema 3 yakni Keberagaman Budaya Bangsaku


(Bersyukur atas Kebaragaman). Materi dipilih karena memiliki banyak konsep
yang berhubungan dengan permasalahan kontekstual dalam kehidupan sehari-hari
dan permasalah itu ada di sekitar siswa sehingga diharapkan siswa dapat
meningkatkan keaktifan dalam belajarnya. Materi ini mempunyai Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar sebagai berikut.
Kompetensi Inti:
3.

3.2.
1
3.2.
2

Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati


(mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah.
Kompetensi Dasar:
Menerapkan penaksiran dalam melakukan penjumlahan,
perkalian, pengurangan dan pembagian untuk memperkirakan
hasil perhitungan.
Menerapkan penaksiran dalam melakukan penjumlahan,
perkalian, pengurangan dan pembagian untuk memperkirakan
hasil perhitungan.

Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini yaitu berupa Rencana Pelaksanaan


Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar kuis, dan lembar tes
tertulis (pretest dan postest).
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan dalam penelitian
merupakan RPP yang dikembangkan oleh peneliti dan disesuaikan dengan
sekolah tempat dilakukan penelitian yaitu SMPN 1 Pandaan. RPP yang dibuat

26

oleh peneliti terdiri dari RPP pada pertemuan pertama dan kedua siklus 1. Pada
pelaksanaan tes akhir siklus, peneliti tidak menyertakan RPP. Sebelum digunakan
dalam penelitian RPP dikonsultasikan pada dosen pembimbing dan guru kelas
mata pelajaran matematika di sekolah tempat penelitian kemudian diadakan revisi
apabila diperlukan.
2. Lembar Kerja Siswa (LKS)
Penggunaan LKS dalam pembelajaran adalah sebagai media sekaligus bahan ajar
pendukung dalam rangkaian tahap PMR yaitu kerja tim. LKS berfungsi sebagai
alat bantu siswa untuk belajar, sehingga apa yang dipelajari siswa dalam kerja tim
terstruktur dan jelas. LKS berisi permasalahan untuk didiskusikan dengan
kelompok. Sama halnya dengan RPP, sebelum digunakan LKS terlebih dahulu
dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan juga guru kelas mata pelajaran
matematika agar sesuai dengan kurikulum yang digunakan oleh sekolah tempat
penelitian.
3. Lembar Tes Tertulis (Pretest dan Postest)
Lembar tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi
yang dipelajari. Lembar tes ini diberikan di akhir siklus. Sama seperti perangkat
yang lain, sebelum digunakan lembar tes terlebih dahulu dikonsultasikan dengan
dosen pembimbing dan juga guru kelas mata pelajaran matematika yang
bersangkutan dengan mengacu pada materi yang telah dipelajari sebelumnya oleh
siswa, dalam hal ini materi yang dipilih untuk penelitian.

27

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah (Arikunto,
2010:203). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas lembar
observasi, lembar validasi, dan catatan lapangan.
1. Lembar Observasi
Menururt Arikunto (2005:30) Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara
sistematis. Observasi dilakukan untuk mengamati dan mengetahui aktivitas dan
kinerja guru dalam proses pembelajaran matematika realistik, observasi ini juga
dilakukan untuk melihat keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
2. Lembar Validasi
Lembar validasi yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari lembar validasi RPP,
lembar validasi observasi aktivitas guru dan siswa, lembar validasi LKS, dan
lembar validasi tes (pretest dan postest). Validasi yang digunakan peneliti adalah
validasi ahli yang dilakukan oleh seorang dosen matematika Universitas Negeri
Malang. Masing-masing lembar validasi tersebut terdiri dari empat komponen
yaitu petunjuk pengisian, aspek yang akan dinilai, hasil validasi serta kritik.
Lembar validasi digunakan untuk mendapatkan data tentang kevalidan instrumen
penelitian dan perangkat pembelajaran yang digunakan. Setelah menyusun lembar
validasi peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing atau guru SDN

28

Bandungrejosari 1 Malang. Selanjutnya dari hasil diskusi tersebut peneliti


melakukan beberapa revisi. Setelah menemui dosen validator peneliti juga
berdiskusi mengenai semua perangkat dan instrumen yang akan divalidasi.
Selanjutnya dilakukan kembali revisi sesuai dengan saran dari dosen validator.
3. Lembar Catatan Lapangan
Wiriaatmadja (2005:125) mengemukakan bahwa Catatan Lapangan memuat
deskriptif berbagai kegiatan suasana kelas, iklim sekolah, kepemimpinan,
berbagai bentuk interaksi sosial, dan nuansa-nuansa lainnya. Catatan lapangan
merupakan catatan semua peristiwa yang terjadi dalam suatu kegiatan, maka
dalam catatan lapangan tersebut memuat berbagai kegiatan yang dilakukan.
Catatan lapangan dibuat oleh peneliti untuk menganalisis semua kegiatan,
sehingga nantinya bisa nampak dalam acatatan lapangan ketercapaian target
penelitian yang ditentukan oleh peneliti, melalui catatan lapangan ini pula peneliti
dapat merefleksi tindakan atau pembelajaran yang telah dilakukan, apabila tidak
mencapai target maka perlu dilakukan tindakan atau pembelajaran pada siklus
berikutnya.

G. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini didapat dari berbagai instrumen berikut.
1. Pretest

29

Pretest dilakukan untuk mengukur kemampuan awal siswa sebagai acuan untuk
keberhasilan progress dan meningkatnya hasil belajar siswa. Pretest dilakukan di
awal siklus atau sebelum dilakukan pembelajaran.
2. Postest
Postest dilakukan untuk mengukur ketercapaian hasil belajar siswa terhadap
suatu materi yang telah dipelajari oleh siswa dengan peneliti dengan metode
pembelajaran matematika realistik melalui pendekatan saintifik. Postest ini
dilakukan setelah pengajaran atau di akhir siklus. Apabila hasil dari postest masih
belum memenuhi kriteria keberhasilan, maka akan dilanjutkan siklus ke dua oleh
peneliti.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti kepada beberapa siswa yang ada dalam
lingkup penelitian dan juga guru kelas yang bersangkutan untuk memperjelas
hasil yang diperoleh ataupun keluhan-keluhan yang ada selama proses
pembelajaran. Guru kelas juga diharapkan memberkan informasi-informasi
kemajuan dari siswanya selama atau setelah peneliti melakukan pembelajaran
dengan metode PMR melalui pendekatan saintifik.
4. Hasil Observasi
Hasil observasi berisi catatan dari peneliti dan juga observer tentang keaktifan
siswa di dalam kelas pada saat proses belajar mengajar yang disesuaikan dengan
instrumen dan rubrik penilaian yang telah dibuat oleh peneliti.

30

5. Catatan Lapangan
Catatan lapangan berisi tentang catatan peneliti yang tidak tercantum dalam
hasil observasi, catatan ini dilakukan pada saat proses belajar mengajar
berlangsung.

H. Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi


Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua tindakan yakni
pembelajaran menaksir (estimasi) rentang (range) dan pembulatan (rounding)
pada penjumlahan bilangan cacah dan pembelajaran menaksir (estimasi) mukaakhir (front-end) dan pembulatan (rounding) pada penjumlahan bilangan cacah.
Teknik analisis data dimaksudkan untuk menjawab rumusan masalah dan
menentukan keberhasilan penelitian tindakan kelas oleh peneliti. Dalam penelitian
tindakan kelas, analisis dilakukan peneliti sejak awal pada setiap aspek kegiatan
penelitian. Data yang diperoleh pada penelitian tindakan kelas ini berupa data
hasil validasi, data hasil observasi, serta data keaktifan siswa dan hasil belajar
siswa.
1. Data Hasil Validasi
Data yang diperoleh dari lembar validasi dihitung dengan pedoman perhitungan
sebagai berikut.
v=

Sv
Smax

Dengan v = Hasil penilaian validator ahli

31

Sv = Jumlah skor yang diperoleh dari validator ahli


Smax = Banyak indikator
Dari hasil penilaian validator ahli akan diperoleh kriteria kevalidan yang
ditentukan sebagai berikut.
Tabel 3.1 Kriteria Kevalidan Perangkat dan Instrumen Penelitian

Interval
4 <v 5

Kategori
Sangat valid

3< v 4

Valid

2<v 3

Kurang valid

1<v 2

Tidak Valid
(Diadopsi dari Arikunto, 2009:245)

Keterangan:
Jika lebih dari 50% validator mengatakan valid, maka disimpulkan perangkat dan
instrumen penelitian valid.
2. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Siswa
Data yang diperoleh dari lembar pengamatan dihitung dengan pedoman
perhitungan sebagai berikut.
p=

Sp
100
Smax

Dengan p = presentase hasil penilaian observer


Sp = jumlah skor yang diperoleh dari observer
Smax = jumlah skor maksimal

32

Dari presentase tersebut akan diperoleh taraf keterlaksanaan yang ditetapkan


sebagai berikut.
Tabel 3.2 Taraf Keterlaksanaan Aktivitas Guru dan Siswa

Interval
90 p 100

Kategori
Sangat Baik

80 p 89

Baik

70 p 79

Cukup

60 p 69

Kurang

0 p 59

Sangat Kurang

(Diadopsi dari Arikunto, 2009:245)


3. Data Hasil Tes Siswa
Data hasil tes tulis akhir siklus dihitung dengan menggunakan rubrik penilaian tes
tulis. Skor yang diperoleh siswa dikonversikan ke dalam rentang 0 100. Nilai
pada lembar asesmen menggunakan rumus (Purwanto, 2012:102).
N=

R
100
SM

Dengan

= nilai yang dicari atau diharapkan

= skor mentah yang diperoleh siswa

SM

= skor maksimum ideal dari teknik penilaian yang ditetapkan

peneliti
Setelah itu dihitung presentase ketuntasan belajar siswa dengan menggunakan
rumus

33

KB=

Sk
100
S

Dengan

KB

= presentase ketuntasan belajar

Sk

= jumlah siswa yang memperoleh skor 78

= jumlah seluruh siswa

Evaluasi dan refleksi dilakukan setelah analisis data. Evaluasi dilakukan untuk
memeriksa apakah pembelajaran pada siklus tersebut sudah sesuai dengan
prosedur yang telah diencanakan. Sedangkan refleksi dilakukan untuk memberi
pembenahan atau perbaikan terhadap proses pembelajaran yang sudah
berlangsung agar kendala yang sudah ada tidak terulang lagi pada siklus
selanjutnya.

I. Pengecekan Keabsahan Data


Pada penelitian ini, untuk mengecek keabsahan data yang ada peneliti
menggunakan tiga teknik derajat kepercayaan yang dijelaskan oleh Moleong
(1991: 329-334) sebagai berikut.
1. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan berarti pada saat melakukan pengamatan pada penelitian
ini, peneliti harus melakukannya dengan penuh ketelitian, rinci, dan terus-

34

menerus terhadap proses pembelajaran estimasi kelas IV dengan metode


pembelajaran matematika realistik melalui pendekatan saintifik.
2. Triangulasi Data
Triangulasi data merupakan proses pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan hal-hal selain data yang ada sebagai pembanding terhadap data
tersebut, dimana hal lain sebagai pembanding tersebut harus sesuai dengan data
yang

ada.

Pada

penelitian

ini

menggunakan

triangulasi

teknik

yaitu

membandingkan hasil tes dengan hasil observasi dan hasil diskusi siswa dengan
LKS yang dikerjakan.
3. Pemeriksaan Sejawat
Pemeriksaan sejawat yaitu melakukan diskusi tentang proses dan hasil penelitian
dengan dosen pembimbing atau rekan mahasiswa yang sedang atau telah
melakukan penelitian tindakan kelas sebelumnya, baik penelitian kualitatif
maupun penelitian kuantitatif. Selain itu peneliti juga melakukan diskusi dengan
observer yang telah terlibat dalam pengumpulan data terutama tentang proses
pembelajaran yang dilakukan peneliti.

J. Prosedur Penelitian
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan minimal
dua siklus, dimana masing-masing siklus terdiri dari empat tahap seperti yang
dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yaitu tahap perencanaan (planning),
35

pelaksanaan (action), pengamatan (observation), yang kemudian dilanjutkan


dengan tahap refleksi (reflexion). Hasil refleksi dijadikan acuan oleh peneliti
sebagai perbaikan untuk keterlaksanaan siklus berikutnya.
Sebelum melakukan tahap penelitian yang telah disebutkan di atas, langkah awal
yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah investigasi awal.
Investigasi awal merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh peneliti untuk
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian sebagai langkah awal
keterlaksanaan penelitian tersebut. Data-data yang dikumpulkan oleh peneliti
meliputi fakta-fakta yang ada di lapangan dan harapan atau teori yang dijadikan
acuan oleh peneliti sebagai tujuan penelitian, dimana kesenjangan antara fakta
yang ada di lapangan dengan harapan atau teori tersebut akan menjadi rumusan
masalah yang akan dipecahkan oleh peneliti. Investigasi awal ini dilakukan
melalui wawancara dengan guru dan siswa dalam ruang lingkup yang akan diteliti
serta melakukan pengamatan (observation) awal untuk mengetahui keadaan dan
kondisi setiap siswa di kelas yang akan diteliti. Peneliti telah melakukan
investigasi awal atau observasi pendahuluan di kelas IV D SDN Bandungrejosari
1 pada 5 November 2015

melalui wawancara dengan guru kelas yang

bersangkutan dan observasi langsung di kelas pada saat pembelajaran matematika


berlangsung.

36

Investigasi Awal
Observasi Tindakan
Perencanaan

Siklus I

Refleksi Tindakan
Revisi Perencanaan
Observasi Tindakan
Perencanaan

Siklus II

Refleksi Tindakan
Revisi Perencanaan
dan seterusnya

Gambar 3.1 Siklus PTK Menurut Kemmis dan Taggart


(Sumber: m.edukasi.web.id)

37

Memasuki tahap penelitian maka, tahap pertama dalam melakukan penelitian ini
adalah tahap perencanaan (planning). Berikut langkah-langkah yang dilakukan
oleh peneliti dalam merencanakan penelitian, antara lain: 1) menyiapkan
perlengkapan yang digunakan sebelum dilakukan penelitian dan akan digunakan
pada saat proses penelitian, 2) menuju ke sekolah yang akan diteliti untuk
melakukan investigasi awal, 3) merencanakan skenario pelaksanaan penelitian.
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan semua perlengkapan yang
dibutuhkan saat penelitian, antara lain lembar observasi dan catatan lapangan.
Kedua instrumen tersebut berguna untuk merekam segala kondisi yang ada di
lapangan. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian di SDN Bandungrejosari 1
Malang.
Selanjutnya, peneliti menuju ke sekolah, SDN Bandungrejosari 1 Malang, untuk
mendapat konfirmasi kapan diadakannya studi pendahuluan dan observasi untuk
penelitian ini. Setelah mendapat konfirmasi dari guru Matematika, peneliti datang
kembali ke sekolah guna melakukan studi pendahuluan dan observasi. Peneliti
melakukan studi pendahuluan ini dengan cara melakukan wawancara kepada guru
Matematika dan juga beberapa siswa kelas IV SDN Bandungrejosari 1 Malang.
Selain wawancara, peneliti mendapat informasi dari hasil belajar siswa terdahulu
mengenai permasalahan pada materi peluang. Setelah melakukan studi
penahuluan dan observasi, peneliti beserta guru merencanakan skenario penelitian
tindakan kelas yang mana peneliti juga terjun langsung ke kelas dan menjadi

38

pengajar sehingga peneliti mengetahui apa yang menjadi permasalah pokok serta
menerapkan langsung solusi yang disarankan oleh peneliti.
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan skenario yang sudah disepakati
oleh peneliti dan juga guru Matematika. Kemudian, dilanjutkan tahap pengamatan
atau observasi yang sesungguhnya. Menurut Indrawati,dkk (2007), fungsi
pengamatan (observation) sebagai metode pembantu dalam penelitian yang
bersifat eksploratif, lebih mendalam sebagi penunjang wawancara. pengamatan
(observation) akan membantu untuk mengontrol atau memeriksa di lapangan,
sejauh mana hasil wawancara tersebut sesui dengan fakta yang ada. Maka dari itu,
pada penelitian ini, peneliti menjadi observer dan guru yang melakukan
pengamatan sesuai indikator yang ingin dicapai peneliti.
Selanjutnya, setelah melakukan pengamatan (observation), peneliti dapat
melakukan refleksi (reflexion) kemudian menarik kesimpulan dari apa yang telah
direncanakan hingga berakhirnya pelaksanaan. Pada tahap ini, peneliti mengambil
sampel refleksi dari siswa juga guru matematika kelas yang bersangkutan guna
mendapatkan data untuk menarik kesimpulan secara subjektif juga objektif.
Selanjutnya, hasil refleksi ini digunakan untuk memperbaiki perencanaan (revise
planning) berikutnya.

K. Kriteria Keberhasilan Tindakan

39

Kriteria keberhasilan tindakan digunakan sebagai indikator keberhasilan suatu


tindakan yang dilakukan selama penelitian. Terdapat beberapa kriteria
keberhasilan tindakan sebagai acuan keberhasilan penelitian ini, yakni
pelaksanaan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) melalui pendekatan
saintifik

dikategorikan

minimal

Baik,

Hkemampuan

estimasi

siswa

dikategorikan minimal Baik. Berikut penjelasan kriteria baik yang dimaksud


pada kriteria keberhasilan tindakan.
1. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) melalui Pendekatan
Saintifik
Terlaksananya pembelajaran dengan penerapan Pembelajaran Matematika
Realistik melalui pendekatan saintifik minimal 75% sesuai dengan apa yang telah
direncanakan oleh peneliti, yaitu sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat oleh peneliti dan tervalidasi.
2. Hasil Tes
Data nilai hasil tes pada akhir siklus menunjukkan bahwa banyaknya siswa yang
memperoleh nilai

78

minimal 75% dari jumlah keseluruhan siswa yang ada

pada kelas yang diteliti.


Apabila di akhir siklus penelitian belum memenuhi kriteria baik, maka
dilanjutkan ke siklus berikutnya dengan mempertimbangkan hasil analisis data
dan refleksi untuk memperbaiki keterlaksanaan proses pembelajaran pada siklus

40

sebelumnya sehingga indikator keberhasilan yang telah ditentukan oleh peneliti


dapat dicapai pada siklus berikutnya.

DAFTAR RUJUKAN
Darajanaka, Ilmi. 2010. Makalah Pembelajaran Matematika Indonesia 2010. IndoMS
JME Vol. 6 pp 64-70.
Dimyanti, Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Eagle, Cyber. 2014. Definisi Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. (online),
(http://www.akademia.edu/definisi.pendekatan.saintifik.kurikulum.2013.h
tml), diakses 20 November 2015.
Fauzan, Ahmad, Slttenhaar, Dick, Plomp, Tjeerd. 2003. Traditional Mathematics
Education vs. Realistic Mathematics Education: Hoping for Changes.
Gravemeije. 1994. Realistic Mathematics Education Method for Better Learning
Mathematics.

41

Hartono. 2002. Pembelajaran Matematika dengan Metode Pembelajaran Matematika


Realistik. Jakarta: PT. Pena Jaya.
Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya OffsetNurjehan, Rizki. 2013. Model Pembelajaran RME
(Realistik Mathematics Education). (online),
(http://www.sekolah.net/model.pembelajaran.rme.html), diakses 21
November 2015.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pembelajaran pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. 2014.
Riana, Bobby. 2013. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik. (online),
(http://www.akademia.edu/pengertian.pendidikan.matematika.realistik.ht
ml), diakses 21 November 2015.
Riana, Dewi. 2007. Langkah-Langkah Melakukan Penelitian Tindakan Kelas
Menurut Kemmis dan Taggart. (online),
(http://m.edukasi.web.id/siklus.penelitian.tindakan.kelas.html), diakses 25
November 2015
Riandra, Rizky, Diana, Tamami. 2012. Pembelajaran RME untuk Meningkatkan
Pemahaman Siswa.
Sudharta. 2004. Pembelajaran Matematika Realistik. Bandung: Cipta Pena.
Triana, Ana. 2014. Makalah Pendekatan Saintifik. (online),
(http://www.akademia.edu/makalah.pendekatan.saintifik.html), diakses 19
November 2015.
Turmudi, 2009. Students Responses To The Realistic Mathematics Teaching
Approach in Junior Secondary School in Indonesia. Proceedings of
IICMA, pp. xxxx.
42

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang:


Universitas Negeri Malang.
Zulkardi. 2001. Realistic Mathematics Education untuk Kemajuan Pendidikan
Matematika Indonesia. Yokyakarta: Graha Ilmu.
Siswono, Tatag Yuli Eko & Rizal, Muh. 2010. Kemampuan Estimasi Guru Sekolah
Dasar Dalam Operasi Hitung. Forum Kependidikan, (Online), 30 (1): 6970,( http://forumkependidikan.unsri.ac.id/userfiles/Artikel%20Tatag
%20Y_E_S-Unesa.pdf), diakses 20 November 2015.
Jack, B. & Phuntsho, D. 2004. The Relationship between the Estimation and
Computation Abilities of Year 7 student. Mathematics Education research
group of Australasia Inc.

43

Anda mungkin juga menyukai