Anda di halaman 1dari 22

Long Case

Glaukoma Primer Sudut Terbuka


Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik
di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSMH Palembang

Oleh:
Trie Vany Putri
Eddy Yuristo NS
Rolando Agustian Halim
Silmi Kaffah
Merta Aulia
Amirah Adillah
Thifah Ariqonitah
Risma Arnis Putri

04054821618008
04054821618009
04054821618010
04054821618012
04054821618013
04054821618026
04054821618027
04054821618028

Pembimbing:
dr. Petty Purwanita, SpM

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016
i

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Long Case
Glaukoma Primer Sudut Terbuka
Oleh:

Trie Vany Putri


Eddy Yuristo NS
Rolando Agustian Halim
Silmi Kaffah
Merta Aulia
Amirah Adillah
Thifah Ariqonitah
Risma Arnis Putri

04054821618008
04054821618009
04054821618010
04054821618012
04054821618013
04054821618026
04054821618027
04054821618028

Long Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 21 Maret 2016 s.d 25 April 2016
Palembang, April 2016

dr. Petty Purwanita, SpM

ii

iii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.........................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................8
Definisi...................................................................................................8
Anatomi dan fisiologi.............................................................................8
Etiologi.................................................................................................11
Patofisiologi..........................................................................................11
Faktor Resiko.......................................................................................12
Penatalaksanaan...................................................................................14
BAB III ANALISIS MASALAH ...........................................................17
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronis yang ditandai dengan
penggaungan nervus optikus dan penurunan lapangan pandang. Hal ini biasanya
berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokular.1 Dalam studi prospektif,
beberapa faktor ditemukan berhubungan dengan progresivitas glaukoma, meliputi
peningkatan tekanan intraokular, penurunan tekanan perfusi, usia lanjut, kornea sentral
yang tipis, ras, dan riwayat glaukoma dalam keluarga.2
Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di seluruh dunia. Secara global,
diperkirakan terdapat 60 juta orang dengan glaukoma neuropati optik dan diperkirakan
8,4 juta orang mengalami kebutaan akibat glaukoma. Angka-angka ini akan meningkat
menjadi 80 juta dan 11,2 juta pada tahun 2020. 3
Penyakit ini secara umum dibagi menjadi dua subtipe yaitu sudut terbuka dan
sudut tertutup.4 Glaukoma sudut tertutup sering kali menunjukkan gejala yang sifatnya
akut berupa penurunan penglihatan secara mendadak, sedangkan glaukoma sudut
terbuka dikarakteristikkan dengan penurunan penglihatan secara perlahan. Glaukoma
sudut terbuka kronik dapat menyebabkan kebuataan yang bersifat ireversibel. Terdapat
kesulitan dalam penegakkan diagnosis glaukoma sudut terbuka, hal ini disebabkan
perjalanan penyakit ini biasanya tanpa diikuti gejala, diduga 50% kasus glaukoma sudut
terbuka ini tidak terdeteksi.5 Fitur patologi utama dari glaukoma sudut terbuka adalah
proses degeneratif di trabecular meshwork, meliputi deposisi material ektraseluler
dalam trabekular meshwork dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm.
Konsekuensinya adalah pengurangan drainase aquos yang menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular. 1
Penegakkan diagnosis glaukoma sudut terbuka dapat dilakukan melalui
anamnesis,

pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis dan

penatalaksanaan yang tepat sangat berguna untuk mencegah terjadinya kebutaan yang
sifatnya ireversibel.

BAB II
STATUS PASIEN

I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Bangsa
Status
Pekerjaan
Alamat
Tanggal Pemeriksaan

: Ny F
: 79 tahun
: Perempuan
: Islam
: Indonesia
: Kawin
: Ibu Rumah Tangga
: 15 Ilir Kota Palembang
: 29 Maret 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Mata kanan makin kabur sejak satu hari yang lalu.
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengeluh pandangan mata kanan kabur, mata
merah (-), berair (-), berasap (+), mengganjal (-), gatal (-), silau (+), kotoran mata (-),
nyeri tidak menetap (+), mual dan muntah (-). Pasien berobat ke RSKMM Palembang
dan disarankan dokter untuk melakukan operasi katarak, namun pasien menolak.
Kemudian pasien diberi satu obat tetes mata, namun pasien tidak mengetahui nama
obatnya. Keluhan berkurang dan pasien berobat tidak teratur. Keluhan nyeri pada mata
kanan berulang (+).
Sejak 1 hari yang lalu pasien mengeluh pandangan mata kanan makin kabur.
Nyeri disekitar bola mata (+), gatal (-), berair (-), mata merah (-), penglihatan berasap
(+), mengganjal (-), gatal (-), silau (+), kotoran mata (-), nyeri hilang timbul (+), seperti

melihat dalam terowongan (-), mual dan muntah (-).


Riwayat penyakit dahulu :
- Riwayat Keluhan yang sama sebelumnya (+)
- Riwayat memakai kacamata (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat trauma pada mata (-)
- Riwayat konsumsi obat-obatan (+)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 140/90 mmHg
Nadi
: 73 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Status Oftalmologikus
Visus

Okuli Dekstra
1/300
4

Okuli Sinistra
1/60

Tekanan intraokuler

KBM
GBM
Palpebra
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
Segmen Posterior
Refleks Fundus
Papil

25,8 mmHg

18,5 mmHg

Ortoforia
Tenang
Tenang
Jernih
Sedang, Van Herick 4
Gambaran baik
Bulat, Central, Refleks

Tenang
Tenang
Jernih
Sedang
Gambaran baik
Bulat, Central, Refleks

Cahaya (+), D= 3mm


Cahaya (+), D= 3mm
Keruh, Shadow Test (+)
Jernih
RFOD (+)
Detil sulit dinilai

RFOS (+)
Bulat, batas tegas,
warna merah (N), c/d

Makula

Detil sulit dinilai

0,3 a:v 2:3


Refleks fovea (+)

Retina

Detil sulit dinilai

Kontur pembuluh darah


baik

IV.

Pemeriksaan Penunjang
Gonioscopy
Perimetri Humprey
Pemeriksaan laboratorium untuk persiapan operasi
USG dan Biometri

V.

Diagnosis Banding
Glaukoma kronik susp Primary Open Angle Glaucoma OD + Katarak Senilis

VI.

Imatur OD
Glaukoma Phakomorfik OD + Katarak Senilis Imatur OD

Diagnosis Kerja
Glaukoma kronik susp Primary Open Angle Glaucoma OD + Katarak Senilis Imatur

OD
VII. Penatalaksanaan
1. KIE
2. Timolol 0.5% ED 2 x 1 OD
3. Latanoprost 0,005% ED 1 x 1 OD
4. Pro Phacoemulsification + trabeculectomy + Pemasangan IOL
5

5. Pro konsul penyakit dalam untuk tatalaksana hipertensi


VIII. Prognosis
OD
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Lampiran

: Bonam
: Dubia

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapang pandang; biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular1. Glaukoma primer adalah glaukoma dengan etiologi
tidak pasti, dimana tidak didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya kronis, neuropati optik yang progresif lambat,
dengan karakteristik kerusakan saraf optik dan pengecilan lapang pandang2.
3.2 Anatomi dan Fisiologi
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke
perifer menuju sudut bilik mata depan. Aqueous humor dieskresikan melalui trabecular
meshwork.
Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal pada lapisan posterior
persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan pembuluh darah. Korpus siliaris
menghubungkan koroid dengan iris. Korpus siliaris juga merupakan tempat perlekatan
dari lensa. Kontraksi dan relaksasi dari otot polos korpus siliaris mengatur ketebalan
serta mengatur fokus lensa. Lapisan pada permukaan dalam korpus siliaris yaitu prosesus
siliaris memiliki lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel yang
tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai tempat produksi aqueous humor.
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal
iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekular (yang
terletak di atas kanal Schlemm) dan sclera spur.
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekular
berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke korpus
siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik,
yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal
Schlemm. Bagian-dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal
sebagai anyaman uvea; bagian luar, yang berada dekat kanal Schlemm, disebut anyaman
korneosklera. Sclera spur merupakan penonjolan sclera ke arah dalam di antara korpus
siliaris dan kanal Schlemm, tempat iris dan korpus siliaris menempel. Saluran-saluran
7

eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous)
berhubungan dengan sistem vena episklera. Pada anyaman trabekular juga terdapat
anyaman jukstakanalikula yaitu struktur yang berhubungan dengan
bagian dalam kanal Schlemm (Khurana, 2007).
Kanal Schlemm berbentuk oval dengan lapisan endotel dan
dikelilingi oleh sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding bagian
dalam tidak teratur dan berbentuk spindle-shaped dan mengandung
giant vacuoles. Bagian luar dinding kanal dilapisi oleh sel datar yang
halus dan berisi beberapa tempat masuknya collector channels.

Gambar 1. Aliran normal aqueous humor


Sumber: Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous humor dynamics: a
review. The open ophthalmology journal. 2010 Sep 3;4(1).
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya adalah sekitar 250 L, dan kecepatan pembentukannya, yang
memiliki variasi diurnal, adalah 25 L/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi
dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa
cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi sedangkan
konsentrasi protein, urea dan glukosa lebih rendah (Salmon, 2008). Komposisi ion dari
aqueous humor ditentukan melalui sistem transport aktif yang selektif (Na-K-2Cl
simport, Na-H antiport, Na-K ATPase dan lain-lain) yang berperan dalam sekresi
aqueous humor oleh epitel siliar.
8

Aqueous humor terbentuk dari plasma pada processus siliaris melalui tiga
mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses transport zat
yang larut lemak melewati membran sel melalui perbedaan gradient konsentrasi.
Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang larut dalam air ke dalam
membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau tekanan hidrostatik. Transport aktif
adalah zat yang larut air ditransport secara aktif melalui membran sel dan memerlukan
Na-K ATPase dan biasanya terdapat pada sel epitel yang tidak berpigmen.
Aqueous humor dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu aliran
trabekular/ konvensional dan aliran uveoskleral/ nonkonvensional. Aliran trabekular
merupakan jalur utama keluar aqueous humor dari bilik anterior, sekitar 90% dari total.
Aliran aqueous dari anyaman trabekular masuk ke dalam kanal Schlemm yang
menyebabkan resistensi aliran keluar. Teori vakuolisasi merupakan mekanisme transport
aqueous humor melewati dinding dalam dari kanal Schlemm. Teori ini menyatakan
bahwa jarak transelular yang ada di sel endotel membentuk dinding dalam kanal
Schlemm sehingga berbentuk seperti vakuola dan pori-pori yang respon terhadap tekanan
dan mentransport aqueous humor melalui jaringan ikat jukstakanalikular ke kanal
Schlemm. Dari kanal Schlemm, aqueous ditransport melalui 25-35 kanal-kanal
pengumpul ke vena episklera melalui jalur direk maupun indirek.
Aliran uveoskleral merupakan sistem pengaliran yang kedua dan berkisar sekitar
10% dari total. Aqueous melewati badan siliaris dan masuk ke rongga suprakoroidal dan
kemudian didrainase oleh sirkulasi vena di badan siliar, koroid dan sklera.
Fungsi dari aqueous humor adalah mempertahankan tekanan intraokuli,
menyediakan zat-zat (glukosa, oksigen dan elektrolit) untuk keperluan metabolik pada
kornea yang avaskular dan lensa, mengekskresikan hasil-hasil atau produk metabolik
(laktat, piruvat dan karbon dioksida) dan mempunyai peran pada metabolisme vitreous
dan retina.
Tekanan intraokuli ditentukan oleh laju dari sekresi aqueous dan laju dari aliran
keluar yang kemudian akan berhubungan dengan resistensi aliran keluar dan tekanan
vena episklera. Laju dari aqueous sebanding dengan perbedaan antara tekanan intraokuli
dan tekanan vena episklera.
Tekanan mata yang normal berkisar sekitar 21 mmHg. Tekanan ini menunjukkan
variasi diurnal. Pada malam hari terjadi perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring
sehingga terjadi tahanan atau resistensi pada tekanan vena episklera sehingga
menyebabkan tekanan intraokuli meningkat. Penurnan tekanan intraokuli ini akan terjadi
9

pada siang hari sehingga tekanan intraokuli menjadi normal. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi rentangan nilai tekanan intraokuli, antara lain umur, jenis kelamin, ras,
konsumsi tobacco, obesitas, perubahan hormonal, olahraga, irama sirkadian tubuh,
denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air dan obat-obatan.
3.3 Etiologi
Penyebab yang mendasari terjadinya glaukoma sudut terbuka (open angle
glaucoma, OAG) secara garis besar dibagi menjadi dua proses, yaitu:
1. Proses mekanik
Melibatkan kompresi akson pada saraf optik
2. Proses vaskular
Terjadi penurunan aliran darah pada papil saraf optik yang menyebabkan iskemia
akson saraf.
3.4 Patofisiologi
Sebagian besar individu yang menderita glaukoma kronis memiliki tekanan
intraokuler yang lebih tinggi daripada normal. Pasien glaukoma kronis biasanya
merupakan kelompok pasien dengan glaukoma sudut terbuka primer (primary open
angle glaucoma, POAG) Peningkatan tekanan intraokuler pada glaukoma kronis
biasanya sebagai akibat dari penurunan outflow dari humor aqueus pada mata. Meskipun
belum diketahui secara pasti, peningkatan tekanan intraokuler ini juga diperkirakan
sebagai akibat dari resistensi yang terjadi pada trabecular meshwork. Hal ini dapat
diakibatkan oleh percepatan perubahan proses penuaan normal pada sudut bilik mata
depan, iris, dan jaringan korpus siliaris mata. Perubahan ini meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hilangnya sel endotel trabekular


Peningkatan akumulasi pigmen di dalam sel endotel trabekular
Penebalan lamela trabekular
Penebalan scleral spur
Peningkatan material plak ekstraseluler pada sudut bilik mata depan
Hilangnya kemampuan sel endotel yang melapisi kanalis Schlemm untuk membentuk
giant vacuoles
Percepatan perubahan di atas mengakibatkan drainase humor akueous akan

menurun yang menyebabkan tingginya tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang


tinggi ini secara mekanik akan menekan papil saraf optik yang merupakan titik terlemah
pada bola mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada papil saraf optik sehingga
terjadi penurunan penglihatan. Tekanan intraokular yang tinggi juga dapat menyebabkan
iskemik pembuluh darah yang memperdarahi serabut saraf nervus optikus.
10

Gambar 2. Patofisiologi Glaukoma


Weinreb, Robert N., et al. "The pathophysiology and treatment of glaucoma: a
review." Jama 311.18 (2014).

3.5 Faktor Resiko

Usia Lanjut. Usia lanjut merupakan faktor resiko penting pada perkembangan dan progresifitas
dari glaukoma primer sudut terbuka. Dalam altimore eye survey menemukan prevalensi
glaukoma meningkat drastis dengan umur; khususnya orang yang berkulit hitam, lebih dari 11%
orang yang berumur 80 tahun atau lebih. Dalam CIGTS (Collaboratieve Initial Glaucoma
Treatment Study) defek lapang pandang tujuh kali lebih mungkin dapat terjadi pada usia 60 tahun
atau lebih tua daripada usia 40 tahun. 2

Ras. Prevalensi POAG tiga sampai empat kali lebih besar pada orang yang berkulit hitam dan
Hispanic daripada yang berkulit putih. Kebutaan glaukoma setidaknya empat kali lebih lipat
beresiko pada orang kulit hitam dibanding kulit putih.
11

Dalam Survei Baltimore Eye

menemukan bahwa risiko relatif POAG meningkat sekitar 3,7 kali lipat untuk
individu yang memiliki saudara dengan POAG.2

Myopia. Dalam studi Beaver Dam Eye menunjukkan bahwa miopia merupakan faktor
risiko yang signifikan untuk prevalensi glaukoma. Miopia berkaitan dengan anomaly
retina yang dapat menyebabkan defek lapang pandang yang terpisah dari proses
glaukoma. Kesalahan refraksi yang tinggi juga membuat sulit untuk melakukan
pengukuran perimetric dan menginterpretasikan defek lapang pandang. 2

Diabetes Melitus. Hubungan antara OAG dan diabetes mellitus masih kontroversi.
Studi Beaver Dam Eye, studi Blue Mountains Eye, dan studi Los Angeles Latino Eye
menemukan hubungan antara diabetes dan OAG. Berbeda dengan study Framingham,
dan study Baltimore Eye tidak menemukan secara signifikan hubungan antara diabetes
mellitus dan OAG. 2

Tekanan Darah. Survey dari studi Baltimore Eye menemukan bahwa hipertensi
sistemik berkaitan dengan resiko rendah terjadinya glaukoma pada usia muda (<65
tahun). Hipotesisnya adalah bahwa individu yang lebih muda, tekanan darah tinggi
berhubungan dengan peningkatan perfusi saraf optik, tetapi pada usia lanjut, efek
yang berkelanjutan dari hipertensi kronik pada mikrosirkulasi saraf optik dapat
meningkatkan kerentanan saraf untuk berkembang menjadi glaukoma neuropati
optik.2

Oklusi Vena Retina. Pasien dengan oklusi vena retina central dapat dijumpai
peningkatan intraokular dan glaukoma. Pasien dengan oklusi vena retina central
mungkin sudah menderita POAG atau jenis glaukoma lain. Glaukoma dan OHT
merupakan faktor risiko untuk terjadinya oklusi vena retina sentral. Pada individu
yang rentan, mata dengan peningkatan tekanan intraokular beresiko untuk terjadinya
oklusi vena retina sentral. 2

3.6 Penatalaksanaan
Pada primary open angle glaucoma (POAG), terapi medikal yang bekerja topikal
merupakan manajemen utama pada glaukoma dengan tekanan intraokular yang normal.
12

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glaukoma adalah untuk menjaga fungsi visual
dengan menurunkan TIO (tekanan intraokuler) sehingga tidak merusak saraf mata.
Penatalaksanaan POAG diantaranya berkenaan dengan peningkatan sistem ekskresi
akuos humor atau penurunan produksi akuos humor atau keduanya.
1. Anti Glaukoma
Obat Anti Glaukoma
Konsentrasi
Dosis
Analog Prostaglandin
Latanoprost
Iravoprost
Tafluprost
Bimatoprost

0.005%
0.004%
0.0015%
0.003.0.01%

Antagonis -Adrenergik
Tidak Selektif
Timolol Maleat
Solusio:
0,25% dan
0.5% atau
Gel: 0.1%
Selektif
Betaxolol
Agonis 2-adrenergik
Selektif
Apraclonidine
hydrochloride

Brimonidine tartrat
0.2%

Solusio: 12 kali
sehari
Gel: Satu
kali sehari

0.25%

Dua kali
sehari

0.5,1.0%

2-3 kali
sehari

0.2%

2-3 kali
sehari

Penghambat Karbonat Anhidrase


Acetazolamide
250 mg; 500
(oral)
mg
Acetazolamide

Satu kali
sehari
(malam)

500 mg; 5-

2-4 kali
sehari; 2
kali sehari
Setiap 6-8
13

Aksi
Meningkatkan
aliran keluar
jalur
Uveosklera
Meningkatkan
aliran keluar
jalur
Uveosklera dan
Trabekular

Pe TIO
25%32%
27%33%

20-30%
Penurunan
Produksi
Akuos Humor
Penurunan
Produksi
Akuos Humor

15-20%

Menurunkan
20-30%
produksi akuos,
menurunkan
tekanan vena
episklera
Menurunkan
20-30%
produksi akuos,
meningkatkan
aliran keluar
uveosklera
Menurunkan
produksi akuos

15-20%

(parenteral)
Dorzolamide
(topical)
Brinzolamide

10 mg/kg
2%
1%

Parasimpatomimetik (miotik)
Cholinergic Agonist (direct acting)
Pilocarpine HCl
0.5, 1.0, 2.0,
3.0, 4.0,
6.0%
Pilocarpine Gel
4.0%

jam
2-3 kali
sehari
2-3 kali
sehari
2-4 kali
sehari

Malam
hari
Agen Anticholinesterase (indirect acting)
Echothiopate iodide
0.125%
1-2 kali
sehari
Agen Hiperosmotik
Mannitol
(parenteral)
Glycerol
(oral)

20%
50%

0.5-2.0
g/kg BB
1-1.5 g/kg
BB

Meningkatkan
aliran keluar
trabekula
Meningkatkan
aliran keluar
trabekula

15%25%

15-25%

Menimbulkan
gradient
osmotik

Pemberian awal obat anti glaukoma selalu diberikan dalam satu jenis, kecuali jika
didapatkan TIO yang sangat tinggi sehingga diperlukan dua jenis atau lebih obat-obatan
anti glaukoma. Pemilihan obat-obatan anti glaukoma untuk diberikan pada awal terapi
harus disesuaikan dengan efikasi, keamanan penggunaan, dan tolerabilitas pasien
terhadap obat anti glaukoma.
Analog prostaglandin, beta bloker, 2 agonis, dan penghambat karbonat anhydrase
merupakan obat-obatan anti glaukoma yang menjadi lini pertama. Pemberian analog
prostaglandin satu kali sehari paling efektif dalam menurunkan TIO dan paling aman
terhadap kondisi sistemik pasien. Beta bloker walaupun memiliki tolerabilitas yang
tinggi, akan tetapi memiliki efek samping sistemik.
Jika satu jenis obat tidak dapat menurunkan TIO hingga dalam batas normal,
pemberian jenis obat pertama diberhentikan dan diberikan jenis anti glaukom yang
berbeda. Jika single agent tidak dapat mengontrol TIO, maka diberikan agen topical
kombinasi. Pemberian tiga jenis atau lebih anti glaukoma, meningkatkan risiko efek
samping lokal pada mata dan sistemik.
2. Tindakan Pembedahan
Tindakan pembedahan pada pasien glaukoma biasanya dilakukan setelah terapi
medikamentosa tidak sesuai, tidak efektif, tidak tolerir, atau tidak cocok pada beberapa
14

pasien, dan pada glaukoma yang tidak terkontrol dengan kerusakan yang progresif atau
berpotensi memburuk. Tindakan pembedahan merupakan penatalaksanaan utama pada
glaukoma kongenital dan glaukoma sudut terbuka dengan pupil blok. Pada pasien
glaukoma dengan sudut terbuka, operasi dilakukan jika terapi medikamentosa tidak
berhasil mengontrol TIO.
Tindakan Operasi pada Glaukoma dengan Sudut Terbuka.

Laser Trabeculoplasty. LTP diindikasikan pada pasien glaukoma yang telah mencapai
toleransi maksimum terhadap obat-obatan anti glaukom dan memiliki sudut terbuka
setelah dilakukan pemeriksaan gonioskopi. LTP kontraindikasi terhadap pasien
dengan inflammatory glaucoma, iridocorneal endothelial (ICE) syndrome, dan
neovascular glaukoma.

Trabeculectomy. Trabekulektomi merupakan tindakan membuat sebuah lubang yang


menghubungkan bilik mata depan dan ruang konjungtiva. Teknik ini mempermudah
aliran akuos humor jika jalur trabecular terhambat atau terblok. Sasaran dari teknik
trabekulektomi ini adalah menciptakan aliran yang adekuat tanpa menjadi
overfiltration. Keberhasilan trabekulektomi dinilai dari ketahanan lubang yang telah
dibuat untuk terus mampu mengalirkan akuos ke konjungtiva. Indikasi dilakukannya
trabekulektomi adalah pada kondisi glaukoma primer sudut terbuka, glaukoma primer
sudut tertutup yang tidak responsif terhadapat iridotomi dan/atau iridoplasti,
glaukoma sekunder sudut terbuka, glaukoma sekunder sudut tertutup, dan glaukoma
kongenital.

BAB IV
ANALISIS MASALAH
15

Pasien datang dengan keluhan mata kanan kabur dan bengkak semenjak satu hari
yang lalu. Dari hasil anamnesis ditemukan keluhan mata kanan nyeri berulang, adanya
pandangan berasap, dan silau. Dari riwayat penyakit terdahulu ditemukan gejala yang hampir
sama juga dirasakan pasien semenjak 2 tahun yang lalu, namun dirasa tidak mengganggu dan
seringkali diabaikan oleh pasien. Lewat data sementara di atas dapat disimpulkan bahwa
keluhan pasien membawa kita ke diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, karena
penurunan visus sudah terjadi secara bertahap selama 2 tahun. Terdapat beberapa
kemungkinan diagnosis banding yang memiliki gejala hampir mirip seperti yang dikeluhkan
pasien, yaitu glaukoma kronik, katarak, kelainan refraksi dan retinopati.
Riwayat penyakit terdahulu ditemukan bahwa pasien sudah pernah didiagnosis
mengalami katarak, mendapat obat tetes mata yang tidak diketahui namanya, lalu disarankan
dokter untuk menjalani operasi katarak, namun pasien menolak. Riwayat penyakit sistemik
seperti diabetes mellitus dan hipertensi disangkal, riwayat penyakit yang sama dalam
keluarga disangkal, riwayat alergi dan trauma disangkal.
Pada pemeriksaan vital sign ditemukan tekanan darah yang tinggi yaitu 140/90
mmHg. Pemeriksaan status oftalmologis menunjukkan penurunan visus kedua mata dengan
VOD 1/300 dan VOS 1/60, tekanan intraokular mata kanan yang meningkat yaitu sebesar
25.8 mmHg, bilik mata depan yang dangkal dengan grading Van Herick 4, kekeruhan lensa
mata kanan dengan shadow test (+), serta segmen posterior yang tidak dapat dinilai karena
kekeruhan pada lensa.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik di atas dapat mengarahkan diagnosis kerja
pasien ini ke arah glaukoma kronik susp POAG mata kanan dan katarak senilis imatur mata
kanan. Perjalanan penyakit yang berlangsung secara bertahap dan penurunan visus yang
berlangsung perlahan menunjukkan natural history dari penyakit yang kronik. Keluhan
pasien 2 tahun yang lalu berupa pandangan kabur, silau, nyeri pada mata dan kepala yang
hilang timbul, tunnel vision (-), namun seringkali tanpa gejala dan dirasa tidak mengganggu,
merupakan gejala khas dari glaukoma kronik.
Selain keluhan yang baru disebutkan, sejak 2 tahun yang lalu pasien juga
mengeluhkan pandangan berasap yang merupakan gejala khas dari katarak. Pada pasien ini
katarak dianggap lebih mengganggu aktifitas sehari-hari sehingga yang membuatnya
memeriksakan diri ke dokter 2 tahun yang lalu adalah keluhan pandangan berasap yang
dialami, bukan keluhan akibat glaukoma kronik yang sering kali tidak dirasakan. Dan
akhirnya semenjak 1 hari yang lalu pasien mengeluhkan mata kanan yang semakin kabur,
bengkak, melihat seperti di dalam terowongan, pandangan masih berasap, dan beberapa
gejala lain yang menetap dari 2 tahun yang lalu.
16

Terdapat beberapa pertimbangan dalam menegakkan diagnosis glaukoma kronik susp


Primary Open Angle Glaucoma (POAG) + katarak senilis imatur OD pada kasus ini.
Pertimbangan pertama dilihat dari sudut pandang temuan klinis yang mengarah ke diagnosis
glaukoma kronik susp POAG. Glaukoma kronik sudut terbuka atau POAG biasanya memang
asimptomatik, sehingga pasien baru sadar dan memeriksakan dirinya saat defek lapangan
pandang yang terjadi sudah ekstensif. Gejala lain yang juga dapat dirasakan pasien adalah
rasa terbakar pada mata dan sakit di daerah mata dan kepala. Yang patognomonis pada
penyakit glaukoma kronik adalah adanya tunnel vision atau suatu kondisi penglihatan di
mana pasien seperti melihat di dalam terowongan . Hal ini terjadi karena adanya neuropati
optik yang menyebabkan defek lapangan pandang di perifer, sehingga lapang pandang pasien
menyempit seperti di dalam terowongan.
Tekanan intraokular mata kanan penderita yang tidak terlalu tinggi (25.8 mmHg)
merupakan salah satu ciri dari POAG, di mana TIO di atas 21 mmHg namun tidak terlalu
tinggi (berbeda dengan kasus glaukoma akut sudut tertutup yang TIO bisa mencapai 40
mmHg atau lebih). Pada penderita juga ditemukan beberapa faktor risiko untuk menderita
POAG, seperti usia tua, dan tekanan darah tinggi yang tidak mendapatkan terapi antihipertensi. Dari pemeriksaan status oftalmologikus ditemukan BMD sedang dengan grading
Van Herick 4. Grading Van Herick 4 diinterpretasikan sebagai sudut bilik mata depan kurang
lebih 35-45 derajat dengan kemungkinan tertutupnya sudut bilik mata depan sangat kecil,
sehingga kemungkinan besar glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sudut terbuka.
Pertimbangan kedua dilihat dari beberapa gejala yang mengarah ke diagnosis katarak
senilis imatur OD. Keluhan silau dan pandangan berasap biasanya disebabkan oleh katarak
yang diderita oleh pasien. Pandangan berasap merupakan gejala yang patognomonis untuk
penyakit katarak karena kekeruhan yang terjadi pada lensa membuat seseorang seperti
melihat asap. Orang yang menderita katarak, terutama dengan tipe morfologi katarak
subkapsularis posterior, sering mengeluhkan silau, karena cahaya masuk yang seharusnya
difokuskan oleh lensa, menjadi terdispersi karena lensa tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Dari hasil pemeriksaan status oftalmologikus juga ditemukan kekeruhan pada lensa
dengan hasil shadow test (+). Hasil shadow test positif menunjukkan bahwa katarak yang
diderita oleh pasien merupakan katarak imatur, karena masih ditemukan bayangan iris pada
lensa.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini adalah USG, biometry,
perimetry humprey, gonioscopy, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan USG perlu
dilakukan untuk melihat panjang bolamata dan segmen posterior mata kanan yang ditutupi
oleh katarak sehingga dapat memberikan informasi mengenai status refraksi dan kondisi
17

segmen posterior. Pemeriksaan perimetry humprey dilakukan untuk melihat defek lapang
pandang yang terjadi akibat glaukoma yang diderita. Pemeriksaan gonioscopy dilakukan
untuk menentukan secara pasti jenis glaukoma (sudut terbuka/sudut tertutup) dengan melihat
kondisi sudut bilik mata depan. Pemeriksaan biometry untuk mengukur power lwnsa yang
akan diletakkan intraokuler dan pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia klinik yang
merupakan pemeriksaan pre-operasi katarak rutin dilakukan.
Terapi yang akan diberikan pada pasien ini terbagi menjadi terapi bedah dan nonbedah (medikamentosa). Terapi bedah yang akan dilakukan adalah trabekulektomi yang
disertai dengan phacoemulsification dan IOL transplantation atau yang lebih dikenal dengan
istilah triple procedure. Trabekulektomi diindikasikan untuk pasien-pasien dengan kegagalan
terapi medikamentosa, pasien dengan tingkat kepatuhan yang rendah, serta pada pasien
glaukoma dengan penurunan tajam penglihatan yang parah atau cupping disc yang ekstensif.
Pada pasien ini dipilihkan terapi trabekulektomi langsung karena dari hasil anamnesis pasien
ternyata tinggal sendiri, pasien sering lupa menetes obat, dan juga lupa obat mana untuk mata
mana. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka terapi dengan medikamentosa jangka
panjang tidak menjadi pilihan.
Dipilih triple procedure sebagai pilihan terapi karena dengan pilihan jenis operasi ini,
proses terapi akan berlangsung lebih efisien karena operasi berlangsung dalam satu
rangkaian. Pasien diputuskan untuk menjalani operasi katarak karena visus pasien yang sudah
buruk, serta adanya ancaman untuk terjadi komplikasi lanjutan dari katarak seperti glaukoma
fakomorfik. Pada pasien ini sudah terjadi glaukoma, sehingga untuk mencegah kemungkinan
di kemudian hari glaukoma akan diperberat oleh komplikasi dari katarak yang diderita, maka
diputuskan untuk melakukan ekstraksi lensa pada pasien. Selain itu, ekstraksi lensa yang
dilakukan juga akan membantu menurunkan tekanan intraokular.
Terapi medikamentosa yang diberikan adalah golongan beta-blocker yaitu timolol dan
golongan prostaglandin analog yaitu latanopros. Kedua obat-obatan ini diberikan karena
keduanya merupakan regimen lini pertama dari POAG dan efek samping yang ditimbulkan
pun minimal. Diberikan dua obat sekaligus karena kedua obat bekerja sinergis dalam
menurunkan TIO dengan potensi penurunan hingga 40%. Obat-obatan tetes mata yang
diberikan tersebut hanyalah bersifat sementara, dan hanya bertujuan untuk menurunkan
tekanan intraokular sebagai persiapan untuk operasi. Obat-obatan golongan pilocarpine tidak
diberikan pada pasien glaukoma yang disertai dengan katarak karena proses miosis yang
ditimbulkan oleh pilocarpine dapat memicu glaukoma sudut tertutup akibat meningkatnya
kontak antara iris dan lensa sehingga terjadi bendungan aliran aqueous humour.

18

Perlu dikonselingkan kepada pasien bahwa walaupun pasien sudah menjalani operasi
triple procedure, tajam penglihatan tidak akan pulih sepenuhnya, dan masih ada
kemungkinan pasien tetap menggunakan obat tetes mata. Prognosis pasien untuk ad vitam
bonam (baik) sedangkan untuk ad functionam dubia, karena visus awal pasien yang sudah
cukup buruk, riwayat pasien menderita glakukoma yang sudah relatif lama (2 tahun) dengan
tingkat kepatuhan yang buruk dan katarak yang cukup keruh.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-Eva Paul. 2007. Glaucoma, Dalam: Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Ed. 17. Jakarta. EGC.
2. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course Section:
Glaucoma. 2014-2015.
3. Cook C, Foster P. Epidemiology of glaucoma: whats new?. Can J Ophthalmol, 2012
47(3), 223-6.
4. Mantravadi AV, Vadhar N. Glaucoma. Prim Care, 2015 42(3):437-49.
5. Adatia FA, Damji KF. Chronic open-angle glaucoma. Review for primary care
physicians. Canadian family physician. 2005 Sep 1;51(9):1229-37.
6. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The pathophysiology and treatment of glaucoma:
a review. Jama. 2014 May 14;311(18):1901-11.
7. Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK. Aqueous humor dynamics: a review.
The open ophthalmology journal. 2010 Sep 3;4(1).

20

Anda mungkin juga menyukai