Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Padapuran lebih merujuk pada wadah untuk aktivitas memasak yang ditandai adanya
seperangkat tempat memasak, peralatan memasak, tempat menyimpan kayu bakar, dan
meletakkan bumbu-bumbu. Padapuran bersifat portable dan dapat diletakkan/dipindah-pindah.
Biasanya padapuran didekatkan dengan pabanyuan yaitu tempat yang bersifat basah seperti
tempat untuk menyimpan air, mengolah bahan makanan, atau mencuci peralatan memasak.
Landuyan 21
Janggar 20
Haratai 19
Waja 18
Hujung 17
b
h
Hujung atas 16
Lian Buluh 15
Malaris 14
Sungai Binti 13
Siputan 12
Cempaka 11
Padang 10
Bidukun 9
Sungai jalai 8
Maabai 7
Kukubal 6
Mentaih 5
Haruyan 4
Tanginau 3
Aitih 2
Manutui 1
Perubahan
pernah terjadi pada balai-adat di Desa Loksado. Saat ini balai-adat Loksado sudah tidak
Balai-adat
Bidukun 9
Padang 10
Cempaka 11
Siputan 12
Sungai Binti 13
Malaris 14
Lian Buluh 15
Hujung 17
b
h
Hujung atas 16
Landuyan 21
Sungai jalai 8
Janggar 20
Maabai 7
Haratai 19
Kukubal 6
Waja 18
Mentaih 5
Haruyan 4
Tanginau 3
Aitih 2
Manutui 1
Perubahan
Istilah borneo berbeda dengan Kalimantan. Istilah Borneo mencakup wilayah 3 negara:
Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Sedangkan istilah Kalimantan biasanya hanya mencakup wilayah
negara Republik Indonesia.
3
http://www.borneoresearchcouncil.org/publications/TITLE.pdf (dari Vol. 1 tahun 1969 s/d
Vol. 41 tahun 2010. updated April 6, 2011)
4
http://www.knowledgecenter.unr.edu (updated Maret 3, 2012)
5
Dalam pelbagai pustaka terdapat beragam istilah yang digunakan yang merujuk pada suku
Dayak Bukit ini, seperti: Dayak Meratus, Dayak Banjar, Dayak Loksado, Orang Bukit, dll.
(1987) 6. Disertasi ini membahas tema religi atau keyakinan Orang Bukit 7. Selain
karya disertasi, ditemukan pula satu penelitian (tesis S2) arsitektur yang ditulis
Anhar (1996) yang menjelaskan konsep-ruang balai-adat. Sementara untuk literatur yang berbentuk buku teks dan makalah seminar diperoleh beberapa tulisan,
yaitu: Jarani (2004), Rafiq (2005), Salim (2005), Muchamad (2007), Soehadha
(2010), dan Wadjidi (2006; 2011). Dari seluruh teks literatur terkait SDB di atas,
hanya karya Anhar (1996) dan Muchamad (2007) yang khusus mengkaji arsitektur balai-adat.
Di sisi lain, topik tentang suku Dayak sesungguhnya sudah banyak ditulis oleh
penulis asing, namun terkait SDB atau Dayak Meratus hampir tidak ada atau
belum ditemukan. Beberapa penulis asing yang membahas topik suku Dayak diantaranya (dikelompokkan berdasar topik) adalah topik geneologi suku Dayak
(King, 1993; Riwut, 2003; Sellato, 1989; Maunati, 2004; Kennedy, 1974;
Lindblad, 1988; Saunders, 1993; Lahajir, 1993; dan Ukur, 1992); topik rumahtinggal suku Dayak (rumah tinggal suku Dayak Darat oleh Geddes, 1968; sedangkan rumah tinggal suku Kenyah diteliti oleh Conley, 1973; Furnes, 1902; Gillow
and Dawson, 1994; Lebar, 1972; Whittier, 1978; Appell, 1978; Kedit and Sabang,
1993; Zeppel, 1993; dan Furnes, 1972), topik konflik suku Dayak (konflik suku
Dayak dengan Madura oleh Mac-Doughall, 1999 dan Effendi, 1999) dan masih
banyak tema-tema lainnya.
Berdasar penelusuran atas tekstual, sesungguhnya tidak terdapat batasan yang
ketat tentang tema (khususnya tema hunian) dalam setiap tulisan para ahli
tersebut. Dalam setiap tulisan, terkadang tema-tema lain turut dibahas walaupun
dalam porsi yang berbeda-beda. Setiap penulis selalu membahas aspek kesejarahan/asal-mula, terminologi, dan budaya. Namun demikian, dari tinjauan terhadap
teks literatur di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada penjelasan yang cukup
tentang hunian SDB, khususnya perubahan dan keragaman arsitekturnya.
Setelah penelusuran tekstual difokuskan pada lokus: suku Dayak, Dayak Bukit,
dan balai-adat, selanjutnya penelusuran diperluas pada fokus perubahan hunian
6
7
Telah dipublikasikan dengan judul: Religi Orang Bukit. 2001. Yogyakarta: Semesta.
Lihat catatan kaki no 5 di atas untuk mengingatkan adanya beragamnya terminologi.
10
11
dengan aspek ruang (fungsi) dan bentuk (konstruksi), sedangkan dimensi nonfisik berkaitan aspek budaya dari manusia sebagai pembangun dan penggunanya.
Balai-adat, sebagai hunian suatu kelompok masyarakat tradisional yang dibangun berdasar budaya dan lingkungan alam setempat, memiliki arti yang sangat
penting bagi pengembangan ilmu arsitektur. Dalam perspektif ilmu arsitektur,
balai-adat dapat diklasifikasi sebagai salah satu arsitektur (hunian) vernakular
yang menyimpan pelbagai pengetahuan lokal yang sangat berharga untuk memperkaya pemahaman (konsep) tentang ruang dan hunian.
Di sisi lain, seiring perkembangan zaman, kebutuhan ruang hunian dan tuntutan kenyamanan tinggal bagi masyarakat SDB terus meningkat. Akibatnya, masyarakat SDB melakukan pelbagai upaya (berdasar sudut pandang dan tindakan yang
dilandasi budaya dan lingkungan alam setempat) untuk memenuhinya. Namun
demikian, sejauh ini tidak ada penjelasan yang cukup tentang perubahan yang
terjadi, baik dari lapangan maupun penelusuran tekstual.
Berdasar penelusuran tekstual diketahui bahwa belum ada penelitian tentang
hunian vernakular dan perubahannya yang memiliki karakteristik vernakular
sebagaimana hunian SDB. Selain itu, tinjauan atas pelbagai konsep/teori hunian
vernakular menunjukkan belum ada konsep hunian yang memiliki kesamaan
dengan karak-teristik hunian SDB. Karakteristik tersebut adalah: (1) hunian
berpindah-pindah mengikuti lokasi ladang pertanian, (2) hunian bagi sekelompok
masyarakat yang memiliki ikatan kekeluargaan/kekerabatan, dan (3) masyarakat
pembangun dan penghuni yang menganut religi huma, yaitu kepercayaan akan
kesucian tanaman padi serta kewajiban berladang tanaman padi. Beberapa
penelitian yang ada mungkin hanya mencakup salah satu karakteristik yang
identik dengan SDB, seperti hunian berpindah, atau salah satu karakteristik
lainnya. Untuk itulah menjadi sangat penting memahami hunian SDB, walaupun
dalam konteks agenda riset vernakular diarahkan pada permasalahan pemenuhan
kebutuhan ruang (hunian) yang layak berdasar budaya dan kondisi lingkungan
alam setempat, sehingga penelitian ini pada akhirnya dapat mengisi agenda
tersebut. Disinilah titik atau area yang masih perlu untuk dilakukan penelitian.
12
Berdasar uraian di atas, maka dapat dirumuskan apa yang menjadi permasalahan penelitian ini, yaitu:
Pelbagai perubahan dan keragaman hunian SDB yang terjadi merupakan upaya
masyarakat SDB memenuhi kebutuhan ruang sesuai cara hidup mereka, namun
demikian sejauh ini belum ada penjelasan yang cukup tentang hal ini.
Untuk mengupas permasalahan penelitian di atas, maka dijabarkan melalui
beberapa pertanyaan penelitian berikut, yaitu:
1.
Perubahan dan keragaman arsitektur (ruang dan bentuk) apa saja yang terjadi
pada hunian SDB?
2.
3.
Apa yang menjadi simbol dan makna dari fenomena perubahan hunian SDB?
C. Keaslian Penelitian
Berdasar penelusuran tekstual/tinjauan pustaka, berikut dalam Tabel 2 disajikan perbandingan keaslian penelitian dilihat dari kriteria topik: Suku Dayak Bukit
(SDB), permukiman dan hunian suku Dayak atau Dayak Bukit, dan perubahan
hunian (arsitektur) vernakular. Setelah semua pustaka dikaji (selengkapnya diuraikan dalam Tinjauan Pustaka) tidak ditemukan adanya kesamaan mendasar dengan
permasalahan penelitian ini. Untuk ini penelitian arsitektur hunian SDB atau
balai-adat ini dapat dijamin keasliannya.
13
Topik
Orang
Bukit
Studi
Permasalahan
Antropologi Religi dan
posisinya
dalam
kehidupan
SDB.
Metodologi
Partisipatifpendekatan
sistem
Analisis perbandingan
Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada subyek
penelitian, yaitu SDB. Sedangkan perbedaan utama
terletak pada domain keilmuan, yaitu penelitian ini
merupakan disertasi bidang antropologi dan topik
yang diteliti mengenai religi SDB. Selain itu tujuan
disertasi ini adalah mengetahui religi SDB dalam
kaitannya dengan aspek ekonomi dan sosial.
Orang
(Dayak)
Bukit
Arsitektur
Konsep dan
wujud balaiadat.
Eksploratifdeskriptif
Dayak
Dosan
Arsitektur
Perubahan
budaya
bermukim dari
tempat tinggal
bersama ke
rumah tinggal.
Kualitatifdeskriptif yang
ditunjang
metode
grounded research.
suku Sunda
Arsitektur
Perubahan
hunian
vernakular.
Analisis
tipologiarsitektur
Budaya Bermukim
Masyarakat Dayak
Dosan di Kalimantan
Barat. Dari rumahpanjang ke rumah
tunggal. (Tesis ITB
2006)
Oleh: V. Pebriano.
Dinamika Perubahan
Konsep Bentuk dan
Makna Arsitektur pada
14
No
Topik
Studi
Permasalahan
Orang
(Dayak)
Bukit
Arsitektur
Orang
(Dayak)
Bukit
Antropologi Marjinalisasi
politik dan
ekonomi
Anatomi
Rumah Adat
Balai
Metodologi
Studi Kasus
Etnografi
Analisis perbandingan
dihadapi oleh arsitektur vernakular masyarakat Sunda.
Adapun perbedaan mendasar dengan penelitian ini
terletak pada pendekatan yang digunakan. Pendekatan
tipologisme Rossi-De Quincy dan bahasa pola
Christoper Alexander digunakan untk memahami
bentuk. Sedangkan pendekatan strukturalisme LeviStrauss dan semiotika Saussure digunakan untuk
memahami makna.
Kesamaan dengan tulisan ini pada subyek dan locus
penelitian. Adapun perbedaannya tulisan ini tidak
membahas secara mendalam proses terbentuknya
balai-adat dan faktor pembentuknya. Terlebih lagi
bagaimana perubahan yang terjadi akibat perubahan
budaya-lingkungan alam Pegunungan Meratus.
Penelitian ini memiliki kesamaan dalam hal lokus dan
metode yang digunakan. Namun demikian dilihat dari
fokusnya penelitian ini mengkaji aspek politik dan
sosial suku Dayak Meratus yang termarjinalisasikan.
Penelitian ini tidak membahas sama sekali aspek
perubahan balai-adat.
15
Menjelaskan fenomena yang terjadi pada hunian SDB yaitu adanya perubahan dan keragaman dilihat dari perspektif arsitektur (ruang dan bentuk).
2.
3.
1.
2.
3.
Hasil temuan berupa konsep hunian SDB dapat menjadi dasar/landasan bagi
penyusunan pelbagai program atau kebijakan pembangunan yang berkaitan
dengan masyarakat SDB, khususnya bidang perumahan.
16