Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi
kasus dengan judul DHF dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan
klinik ilmu kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Drajat
Prawiranegara Serang periode 18 Mei 2015.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada dr. Lita Farlina ,Sp.A , M.Biomed selaku pembimbing dalam penyusunan
presentasi kasus dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani
kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan
menerima kririk dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita
semua.
Halaman
Kata Pengantar.............................................................................................................1
Daftar Isi......................................................................................................................2
Presentasi Kasus..........................................................................................................3 - 12
Resume .......................................................................................................................13 - 15
Analisa kasus...............................................................................................................16 - 18
Tinjauan Pustaka.........................................................................................................19 - 44
Daftar Pustaka.............................................................................................................45 - 46
PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
2
I.
Topik
Penyusun
IDENTITAS
Nama
: An. A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir
: 28/09/2010
Umur
: 4 tahun 7 bulan 22 hari
Suku bangsa/Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Cibonteng Walakarta Rt/Rw 11/04, Kota Serang Banten
Tanggal masuk RS
: 20 Mei 2015
Ruang rawat
: Flamboyan 2
IDENTITAS ORANG TUA
Data orang tua
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama
Ibu
Tidak Ada Data
Ayah
Saefullah
36 Tahun
Buruh
Islam
II.
ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 20 Mei 2015.
a. Keluhan Utama :
Demam
b. Keluhan Tambahan
Muntah, batuk dan tidak nafsu makan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Anak Laki laki datang ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang
diantar oleh orangtuanya dengan keluhan utama demam tinggi sejak 5 hari SMRS
(20 Mei 2015). Menurut ibunya, pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai
dahak, Ayah pasien juga mengaku anaknya muntah sebelum dibawa ke UGD.
Pasien tidak mengalami Mual dan Muntah, riwayat perdarahan pun disangkal
seperti mimisan, gusi berdarah dan BAB hitam tidak ada.
Ayah pasien langsung membawa pasien ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang dengan membawa hasil lab yang diperiksa saat di Walantaka yang
3
menyatakan hasil Trombosit pasien 15000. Akhirnya dengan saran dokter orang tua
pasien setuju untuk merawat inap anaknya di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak
banyak makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah
tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Pasien tidak
memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya
demam.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah sakit DBD sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
f. Riwayat Persalinan dan Kehamilan Ibu :
Pasien lahir secara normal ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan sesuai
dengan perkiraan kelahiran. Berat badan lahir pasien 2,4 Kg.
Riwayat Perkembangan :
Tidak ada data
III.
Riwayat Imunisasi :
Tidak ada data
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
: 20 Mei 2015
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat badan
: 12 Kg
Tinggi badan
: 113 Cm
Lingkar Kepala
: 48 Cm
Tanda-tanda vital
: Tekanan darah =90/60 mmHg
Nadi
= 120 x/menit
Pernapasan
= 60 x/menit
Suhu
= 36.3 C
Status Generalis :
Kepala
: Normocephal
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
4
Mata
kiri tidak cekung dan tidak edema, CA -/-, SI-/-, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor
diameter 2 mm.
Telinga
liang telinga kanan dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat cairan yang keluar.
Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-,
Tenggorokan
Paru
Perkusi
midklavikula kiri,
: Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Akral sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
< 2 detik
< 2 detik
Capillary Refill
Anus
IV.
Genitalia
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
21/5/1
21/5/1
21/5/15
22:00
22/5/1
22/5/1
5
06:00
5
16:00
Hb
13,2
Ht
5
06:00
5
14:00
12,3
12
11,9
39,1
34,5
35,5
7.060
6.570
Tr
16.000
20.000
Dengu
e IgG
Dengu
e IgM
V.
22/5/15
22:00
23/5/15
06:00
23/5/15
16:00
11,9
11,5
11,4
11,6
33,1
35,3
33,7
34,1
35,4
6.310
5.680
5.970
5.420
5.160
8.750
31.000
36.000
64.000
125.000
135.220
168.000
Positif
(+)
Positif
(+)
DIAGNOSIS KERJA :
Demam Berdarah Dengue Grade I
VI.
DIAGNOSIS BANDING :
Demam Dengue
VII.
TATALAKSANA
Medikamentosa
IVFD RL 15 TPM Makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Paracetamol 3x1 Cth
Banyak minum
H2TL/ 6 jam
Observasi tanda-tanda vital per 3 Jam
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
H2TL, Serologi Dengue IgG dan IgM
XI. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia bonam
Ad functionam
: bonam
VIII.
FOLLOW UP
Tanggal
21/5/15
FOLLOW UP
S : Demam (-) turun hari ke 5, sakit perut (-) BAB (-), lendir (-) darah (-)
BB:12Kg
BAB hitam (-) BAK (+) normal , batuk (+), Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 90/50 mmHg
Nafas : 39 x/mnt
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
Rumple Leed (+)
A = DHF grade I
P = IVFD RL 12 tpm Makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 8 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam
Serologi Dengue IgG dan IgM
Tanggal
22/5/15
BB:
S : Demam(-) hari ke-6, BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada
12Kg
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = IVFD RL 12 tpm makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 8 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam
Tanggal
23/5/15
BB:
12Kg
S = Demam (-) hari ke - 7 , BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada
tanda-tanda perdarahan. Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 110/80 mmHg
Nafas : 29x/mnt
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36.5 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
9
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = IVFD RL 15 tpm makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 12 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam
Tanggal
24/05/15
BB:
12Kg
S = Demam (-) hari ke - 7 , BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada
tanda-tanda perdarahan. Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 110/80 mmHg
Nafas : 27x/mnt
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36.5 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = Boleh Pulang
10
11
RESUME
Anamnesis
Pasien Anak Laki laki demam tinggi sejak 5 hari SMRS (20 Mei 2015). Menurut
ibunya, pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai dahak, Ayah pasien juga
mengaku anaknya muntah sebelum dibawa ke UGD.
Ayah pasien membawa hasil lab yang diperiksa saat di Walantaka yang menyatakan hasil
Trombosit pasien 15000. Akhirnya dengan saran dokter orang tua pasien setuju untuk
merawat inap anaknya di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak banyak
makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah tinggi, tidak ada
riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Pasien tidak memiliki riwayat berpergian
ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya demam.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi badan
Lingkar Kepala
Tanda-tanda vital
Status Generalis :
Kepala
Rambut
liang telinga kanan dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat cairan yang keluar.
Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-,
sekret -/-, epistaksis tidak ada.
Mulut
: Merah, mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
12
Tenggorokan
Paru
Inspeksi
Perkusi
midklavikula kiri,
: Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Inferior
Akral dingin
-/-
-/-
Akral sianosis
-/-
-/-
Edema
-/-
-/-
< 2 detik
< 2 detik
Capillary Refill
Genitalia
: tidak dilakukan
13
IX.
Anus
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
21/5/1
21/5/1
21/5/15
22:00
22/5/1
22/5/1
5
06:00
5
16:00
Hb
13,2
Ht
5
06:00
5
14:00
12,3
12
11,9
39,1
34,5
35,5
7.060
6.570
Tr
16.000
20.000
Dengu
22/5/15
22:00
23/5/15
06:00
23/5/15
16:00
11,9
11,5
11,4
11,6
33,1
35,3
33,7
34,1
35,4
6.310
5.680
5.970
5.420
5.160
8.750
31.000
36.000
64.000
125.000
135.220
168.000
Positif
(+)
e IgG
Dengu
Positif
(+)
e IgM
BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis DHF Grade I didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Pada kasus ini diagnosa DHF grade I, ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Pada teori :
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari .
14
2. Pemeriksaan fisik
Pada teori :
Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
Uji Torniquet (+)
Pedarahan Spontan
15
3. Pemeriksaan penunjang
- Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan trombositopenia dan hasil
pemeriksaan serologi Dengue IgG dan IgM menunjukan hasil Positif.
21/5/1
21/5/1
5
06:00
5
16:00
21/5/15
22:00
22/5/1
22/5/1
5
06:00
5
14:00
16
22/5/15
22:00
23/5/15
06:00
23/5/15
16:00
Hb
13,2
12,3
12
11,9
11,9
11,5
11,4
11,6
Ht
39,1
34,5
35,5
33,1
35,3
33,7
34,1
35,4
7.060
6.570
6.310
5.680
5.970
5.420
5.160
8.750
Tr
16.000
20.000
31.000
36.000
64.000
125.000
135.220
168.000
Dengu
Positif
(+)
e IgG
Dengu
Positif
(+)
e IgM
-
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
DEFINISI
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta
sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam
berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di
dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk, dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit
orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan
17
dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain.
Di
dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target
utama virus dengue adalah APC ( Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena.Viremia
timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus
bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel
limfosit T. (Sumarmo PS, (1999)
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus
pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue
(DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994,
seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.
(Soedarmo, 2012)
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari (Soedarmo, 2012)
18
Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam
berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah
padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan
globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam
dengue dan demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang
menyimpulkan demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah
kesehatan mayor, tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk
keempat serotype, dan tersebar di seluruh area (WHO, 2011).
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi
pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi
59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk (Depkes, 2008).
19
Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)
20
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2008)
Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang
21
kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun
perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.(Konsensus DBD
Depkes)
PATOFISIOLOGI
22
a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis
hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131
Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya
pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi
sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga
serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah
meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa
yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi
cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif
dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan
cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi
secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding
pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh
mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi
kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang
mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia
(Soedarmo, 2012).
b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian
besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa
23
konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya
destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi
megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan
destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu
virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi
sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi
trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD
(Soedarmo, 2012).
c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang
teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII,
VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen
Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa
menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti
fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar
fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi
juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen.
Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012) :
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD
tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi
syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan
24
e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma
biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi
dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara
hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada
DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB
merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. (Soedarmo, 2012)
PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan
model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis
DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue
pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6
bulan sampai 5 tahun. (Soedarmo, 2012)
26
CD8 spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator
yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soedarmo, 2012).
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan
diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke
empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas
protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip
virus yang lain (Soegijanto, 2006)
MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain
yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk,
epistaksis, dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak
keringat. Kelenjer limfa servikal dilaporkan memebesar pada 67-77% kasus.
30
Demam dengue
Gejala klinis
(DD)
++
Nyeri kepala
+++
Muntah
++
Mual
++
Nyeri otot
++
Ruam kulit
++
Diare
Batuk
Pilek
++
Limfadenopati
Kejang
Kesadaran menurun
++
Obstipasi
++
++++
Petekie
+++
++
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
Syok
+++
sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan
adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau
pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya
seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk
prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang
ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik
baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD :
penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak
cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati
dan gagal hati.
DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a.
Kriteria Klinis
1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam
bifasik (saddleback).
a.
b.
c.
d.
3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan
lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak
terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill
b.
II
III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi
menurun <20 mmHg, hipotensi,sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah
IV
Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
33
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi
(>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (presumtif +)
-
34
IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
- NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay )
Pemeriksaan untuk DHF yang pertama kali diperkenalkan tahun 2006 oleh BioRad Laboratories, dapat mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody dapat
terdeteksi 5 hari kemudian.
- Isolasi virus
Merupakan cara yang paling baik untuk diagnosis laboratorium adannya infeksi
dengue karena langsung mengetahui jenis virus penyebab. Namun banyak kendala untuk
isolasi virus ini karena dibutuhkan jumlah virus yang banyak pada sampel darah, dimana
hal ini terjadi pada saat viremia yang berlangsung singkat hanya beberapa hari. Selain itu
dibutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya serta memerlukan peralatan yang
khusus dan mahal termasuk untuk identifikasi virusnya.
Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul pada
2 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 7 hari saat sakit. Selama periode
ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.
Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat
terdeteksi pada 3 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun
hingga tidak terdeteksi pada 2 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir
minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun tahun. Pada
infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi
pada level tinggi, pada saat fase inisial, dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig
M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig
M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder virus
dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut
infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).
DIAGNOSIS BANDING
35
36
37
39
40
41
KOMPLIKASI
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan
cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1.
untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60
mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat
diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri
sekunder, makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
b. Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah
benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam,
sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga
belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu
dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
42
perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan
dengan perdarahan paru.
PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1.
Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larvasida).
2.
Tanpa insektisida
Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali
seminggu.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang
PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi
baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan
prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah
Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih
43
banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut
antara lain (Rampengan, 2008) :
1.
2.
3.
4.
Syok lama
Overhidrasi
Perdarahan masif
Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok.
44
DAFTAR PUSTAKA
Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2 nd edition. WHO,
Geneva
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nelson waldo E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC
Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya :
Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Surabaya : Airlangga University
Press
Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue.
Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri Rezeki HH,
Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter
spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorraghic Fever. India : WHO
45