Anda di halaman 1dari 46

PRESENTASI KASUS

Dengue Hemorrhagic Fever


(DHF)

Nama : Muh. Khairul Fitrah , S.ked


Nim : 110.2011.170
Pembimbing : dr. Lita Farlina , Sp.A ,M.Biomed

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Serang


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Mei 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penyusunan presentasi
kasus dengan judul DHF dapat saya selesaikan penyusunannya dalam rangka
memenuhi salah satu tugas sebagai ko-asisten yang sedang menjalani kepaniteraan
klinik ilmu kesehatan anak di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Drajat
Prawiranegara Serang periode 18 Mei 2015.
Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada dr. Lita Farlina ,Sp.A , M.Biomed selaku pembimbing dalam penyusunan
presentasi kasus dan sebagai salah satu pembimbing selama menjalani
kepaniteraan ini.
Apabila terdapat kekurangan dalam menyusun presentasi ini, saya akan
menerima kririk dan saran. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kita
semua.

Serang, Juni 2015

M. Khairul Fitrah ,S.ked


Penyusun
DAFTAR ISI
1

Halaman
Kata Pengantar.............................................................................................................1
Daftar Isi......................................................................................................................2
Presentasi Kasus..........................................................................................................3 - 12
Resume .......................................................................................................................13 - 15
Analisa kasus...............................................................................................................16 - 18
Tinjauan Pustaka.........................................................................................................19 - 44
Daftar Pustaka.............................................................................................................45 - 46

PRESENTASI KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
2

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. DRAJAT PRAWIRANEGARA SERANG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

I.

Topik

: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Penyusun

: Muh. Khairul Fitrah ,S.Ked

IDENTITAS
Nama
: An. A
Jenis kelamin
: Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir
: 28/09/2010
Umur
: 4 tahun 7 bulan 22 hari
Suku bangsa/Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Cibonteng Walakarta Rt/Rw 11/04, Kota Serang Banten
Tanggal masuk RS
: 20 Mei 2015
Ruang rawat
: Flamboyan 2
IDENTITAS ORANG TUA
Data orang tua
Nama
Umur
Pekerjaan
Agama

Ibu
Tidak Ada Data

Ayah
Saefullah
36 Tahun
Buruh
Islam

II.

ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 20 Mei 2015.
a. Keluhan Utama :
Demam
b. Keluhan Tambahan
Muntah, batuk dan tidak nafsu makan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Anak Laki laki datang ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang
diantar oleh orangtuanya dengan keluhan utama demam tinggi sejak 5 hari SMRS
(20 Mei 2015). Menurut ibunya, pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai
dahak, Ayah pasien juga mengaku anaknya muntah sebelum dibawa ke UGD.
Pasien tidak mengalami Mual dan Muntah, riwayat perdarahan pun disangkal
seperti mimisan, gusi berdarah dan BAB hitam tidak ada.
Ayah pasien langsung membawa pasien ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang dengan membawa hasil lab yang diperiksa saat di Walantaka yang
3

menyatakan hasil Trombosit pasien 15000. Akhirnya dengan saran dokter orang tua
pasien setuju untuk merawat inap anaknya di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak
banyak makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah
tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Pasien tidak
memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya
demam.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah sakit DBD sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak Ada
f. Riwayat Persalinan dan Kehamilan Ibu :
Pasien lahir secara normal ditolong oleh bidan dengan usia kehamilan sesuai
dengan perkiraan kelahiran. Berat badan lahir pasien 2,4 Kg.
Riwayat Perkembangan :
Tidak ada data

III.

Riwayat Imunisasi :
Tidak ada data
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
: 20 Mei 2015
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat badan
: 12 Kg
Tinggi badan
: 113 Cm
Lingkar Kepala
: 48 Cm
Tanda-tanda vital
: Tekanan darah =90/60 mmHg
Nadi
= 120 x/menit
Pernapasan
= 60 x/menit
Suhu
= 36.3 C
Status Generalis :
Kepala
: Normocephal
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
4

Mata

: Palpebra kanan dan

kiri tidak cekung dan tidak edema, CA -/-, SI-/-, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor
diameter 2 mm.
Telinga

: Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal,

liang telinga kanan dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat cairan yang keluar.
Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-,

Tenggorokan

sekret -/-, epistaksis tidak ada.


Mulut
: Merah, mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
: Tonsil T1 T1, faring tidak hiperemis.
Leher
: Bentuk simetris, trakea ditengah, pembesaran
KGB tidak ada, pembesaran tiroid tidak ada.
Thoraks
: Bentuk normal, gerak

Paru

simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada.


Inspeksi

: Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi

suprasternal dan subcosta tidak ada.


Palpasi
: Vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-.
Jantung
Inspeksi
: Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba di sela iga V

Perkusi

midklavikula kiri,
: Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi

: Bunyi jantung I II regular, murmur (-), gallop (-)


: Datar, tidak ada massa
: Bising usus positif normal
Palpasi
: Datar , hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Nyeri tekan tidak ada.
5

Perkusi

: Timpani pada seluruh abdomen


Ektremitas
:
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Akral sianosis

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

< 2 detik

< 2 detik

Capillary Refill

Anus

IV.

Genitalia
: tidak dilakukan

: tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

21/5/1

21/5/1

21/5/15
22:00

22/5/1

22/5/1

5
06:00

5
16:00

Hb

13,2

Ht

5
06:00

5
14:00

12,3

12

11,9

39,1

34,5

35,5

7.060

6.570

Tr

16.000

20.000

Dengu
e IgG
Dengu
e IgM

V.

22/5/15
22:00

23/5/15
06:00

23/5/15
16:00

11,9

11,5

11,4

11,6

33,1

35,3

33,7

34,1

35,4

6.310

5.680

5.970

5.420

5.160

8.750

31.000

36.000

64.000

125.000

135.220

168.000

Positif
(+)
Positif
(+)

DIAGNOSIS KERJA :
Demam Berdarah Dengue Grade I

VI.

DIAGNOSIS BANDING :
Demam Dengue
VII.
TATALAKSANA
Medikamentosa
IVFD RL 15 TPM Makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Paracetamol 3x1 Cth
Banyak minum
H2TL/ 6 jam
Observasi tanda-tanda vital per 3 Jam
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
H2TL, Serologi Dengue IgG dan IgM
XI. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia bonam
Ad functionam
: bonam

VIII.

FOLLOW UP
Tanggal
21/5/15

FOLLOW UP
S : Demam (-) turun hari ke 5, sakit perut (-) BAB (-), lendir (-) darah (-)

BB:12Kg

BAB hitam (-) BAK (+) normal , batuk (+), Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 90/50 mmHg
Nafas : 39 x/mnt
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
Rumple Leed (+)
A = DHF grade I
P = IVFD RL 12 tpm Makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 8 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam
Serologi Dengue IgG dan IgM

Tanggal
22/5/15
BB:

S : Demam(-) hari ke-6, BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada

12Kg

tanda-tanda perdarahan. Mau makan dan minum


O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 100/60 mmHg
Nafas : 40 x/mnt
Nadi : 95 x/menit
Suhu : 36.9 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-) mimisan (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
8

Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = IVFD RL 12 tpm makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 8 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam

Tanggal
23/5/15
BB:
12Kg

S = Demam (-) hari ke - 7 , BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada
tanda-tanda perdarahan. Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 110/80 mmHg
Nafas : 29x/mnt
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36.5 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
9

Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = IVFD RL 15 tpm makro
Inj. Ranitidin 2x 12 mg
Banyak minum
H2Tl/ 12 jam
Paracetamol Syrup 3x1 Cth Jika Demam

Tanggal
24/05/15
BB:
12Kg

S = Demam (-) hari ke - 7 , BAB (-) ampas, lendir (-) , darah (-), Tidak ada
tanda-tanda perdarahan. Mau makan dan minum
O : KU/KS : Tampak sakit sedang/compos mentis
TD : 110/80 mmHg
Nafas : 27x/mnt
Nadi : 90 x/menit
Suhu : 36.5 C (aksila)
Kepala : Normocephal
Mata
: CA -/- SI -/Hidung : PCH (-)
Mulut
: Sianosis (-), gusi berdarah (-) , mukosa bibir basah
Leher
: Pembesaran KGB (-)
Thorax : Statis simetris dinamis , retraksi dada (-)
Cor
: BJ I II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen : BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium (-) hepar dan lien tidak
teraba
Ekstremitas: Akral hangat, CRT < 2 ,edema (-)
A = DHF grade I Perbaikan
P = Boleh Pulang
10

Trolit Sachet 2x1 Sachet


Banyak minum

11

RESUME
Anamnesis
Pasien Anak Laki laki demam tinggi sejak 5 hari SMRS (20 Mei 2015). Menurut
ibunya, pasien juga mengalami batuk namun tidak disertai dahak, Ayah pasien juga
mengaku anaknya muntah sebelum dibawa ke UGD.
Ayah pasien membawa hasil lab yang diperiksa saat di Walantaka yang menyatakan hasil
Trombosit pasien 15000. Akhirnya dengan saran dokter orang tua pasien setuju untuk
merawat inap anaknya di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak banyak
makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah tinggi, tidak ada
riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Pasien tidak memiliki riwayat berpergian
ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya demam.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Berat badan
Tinggi badan
Lingkar Kepala
Tanda-tanda vital

Status Generalis :
Kepala
Rambut

: Tampak sakit sedang


: Compos Mentis
: 12 Kg
: 113 Cm
: 48 Cm
: Tekanan darah =90/60 mmHg
Nadi
= 120 x/menit
Pernapasan
= 60 x/menit
Suhu
= 36.3 C
: Normocephal
: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
: Palpebra kanan dan
kiri tidak cekung dan tidak edema, CA -/-, SI-/-, kornea kanan
dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil isokor
diameter 2 mm.
Telinga

: Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal,

liang telinga kanan dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak
terdapat cairan yang keluar.
Hidung
: Bentuk normal, nafas cuping hidung -/-,
sekret -/-, epistaksis tidak ada.
Mulut
: Merah, mukosa bibir basah, sianosis tidak ada
12

Tenggorokan

: Tonsil T1 T1, faring tidak hiperemis.


Leher
: Bentuk simetris, trakea ditengah, pembesaran
KGB tidak ada, pembesaran tiroid tidak ada.
Thoraks
: Bentuk normal, gerak
simetris saat statis dan dinamis, retraksi tidak ada.

Paru

Inspeksi

: Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi

suprasternal dan subcosta tidak ada.


Palpasi
: Vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi
: Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-.
Jantung
Inspeksi
: Iktus cordis tidak tampak
Palpasi
: Iktus kordis teraba di sela iga V

Perkusi

midklavikula kiri,
: Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan
Batas kiri jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi

Perkusi

: Bunyi jantung I II regular, murmur (-), gallop (-)


: Datar, tidak ada massa
: Bising usus positif normal
Palpasi
: Datar , hepar tidak teraba, Lien tidak teraba.
Nyeri tekan tidak ada.
: Timpani pada seluruh abdomen
Ektremitas
:
Superior

Inferior

Akral dingin

-/-

-/-

Akral sianosis

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

< 2 detik

< 2 detik

Capillary Refill
Genitalia

: tidak dilakukan
13

IX.

Anus
: tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

21/5/1

21/5/1

21/5/15
22:00

22/5/1

22/5/1

5
06:00

5
16:00

Hb

13,2

Ht

5
06:00

5
14:00

12,3

12

11,9

39,1

34,5

35,5

7.060

6.570

Tr

16.000

20.000

Dengu

22/5/15
22:00

23/5/15
06:00

23/5/15
16:00

11,9

11,5

11,4

11,6

33,1

35,3

33,7

34,1

35,4

6.310

5.680

5.970

5.420

5.160

8.750

31.000

36.000

64.000

125.000

135.220

168.000

Positif
(+)

e IgG
Dengu

Positif
(+)

e IgM

BAB II
ANALISA KASUS
Diagnosis DHF Grade I didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Pada kasus ini diagnosa DHF grade I, ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis
Pada teori :
Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari .
14

Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah


Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut
Diare kadang kadang dapat ditemukan
Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan
(Pedoman Pelayanan Medis, IDAI 2010)
Pada kasus :
Pasien Anak Laki laki datang ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang
diantar oleh orangtuanya dengan keluhan utama demam tinggi sejak 5 hari SMRS
(20 Mei 2015). Ayah pasien juga mengaku anaknya muntah sebelum dibawa ke
UGD.
Pasien tidak mengalami Mual dan Muntah, riwayat perdarahan pun disangkal
seperti mimisan, gusi berdarah dan BAB hitam tidak ada.
Ayah pasien langsung membawa pasien ke UGD RSUD Dr. Drajat Prawiranegara
Serang dengan membawa hasil lab yang diperiksa saat di Walantaka yang
menyatakan hasil Trombosit pasien 15000. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
menurun seperti kencing manis (tidak banyak makan, banyak minum, dan banyak
berkemih), tidak ada riwayat darah tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat
maupun makanan. Pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar
pulau sebelum terjadinya demam.

2. Pemeriksaan fisik
Pada teori :
Nadi lemah, cepat dan kecil sampai tidak teraba
Uji Torniquet (+)
Pedarahan Spontan

15

Tekanan nadi , 20 mmHg


Tekanan darah turun
Kulit teraba dingin dan lembab terutama daerah akral (ujung hidung, jari,
kaki)
Diagnosis ditegakkan bila didapatkan > 2 gejala klinis.
(Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak edisi ke - 3)
Pada kasus :
Pada Pasien demam 5 hari dan telah dilakukan Uji Torniquet yang hasilnya
positif, disamping itu pada pemeriksaan fisik pasien juga didapatkan tekanan darah
yang turun.

3. Pemeriksaan penunjang
- Dari hasil laboratorium pada pasien ditemukan trombositopenia dan hasil
pemeriksaan serologi Dengue IgG dan IgM menunjukan hasil Positif.
21/5/1

21/5/1

5
06:00

5
16:00

21/5/15
22:00

22/5/1

22/5/1

5
06:00

5
14:00

16

22/5/15
22:00

23/5/15
06:00

23/5/15
16:00

Hb

13,2

12,3

12

11,9

11,9

11,5

11,4

11,6

Ht

39,1

34,5

35,5

33,1

35,3

33,7

34,1

35,4

7.060

6.570

6.310

5.680

5.970

5.420

5.160

8.750

Tr

16.000

20.000

31.000

36.000

64.000

125.000

135.220

168.000

Dengu

Positif
(+)

e IgG
Dengu

Positif
(+)

e IgM
-

TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
DEFINISI
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini dapat
menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta
sering menimbulkan wabah. Jika nyamuk Aedes aegypti menggigit orang dengan demam
berdarah, maka virus dengue masuk ke tubuh nyamuk bersama darah yang diisapnya. Di
dalam tubuh nyamuk, virus berkembang biak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk, dan sebagian besar berada di kelenjar liur. Selanjutnya waktu nyamuk menggigit
orang lain, air liur bersama virus dengue dilepaskan terlebih dahulu agar darah yang akan
17

dihisap tidak membeku, dan pada saat inilah virus dengue ditularkan ke orang lain.

Di

dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistim retikuloendotelial, dengan target
utama virus dengue adalah APC ( Antigen Presenting Cells ) di mana pada umumnya berupa
monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar dapat juga terkena.Viremia
timbul pada saat menjelang gejala klinik tampak hingga 5 - 7 hari setelahnya. Virus
bersirkulasi dalam darah perifer di dalam sel monosit/makrofag, sel limfosit B dan sel
limfosit T. (Sumarmo PS, (1999)
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, demam berdarah dengue (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus
pertama di laporkan pada tahun 1968. Sejak dilaporkannya kasus demam berdarah dengue
(DBD) pada tahun 1968 terjadi kecenderungan peningkatan insiden. Sejak tahun 1994,
seluruh propinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang
melaporkan kasus DBD juga meningkat, namun angka kematian menurun tajam dari 41,3%
pada tahun 1968, menjadi 3% pada tahun 1984 dan menjadi <3% pada tahun 1991.
(Soedarmo, 2012)
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi
disebabkan beberapa faktor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat
penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dan kondisi meteorologis. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian ditemukan lebih
banyak terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki. Pada awal terjadinya wabah di
sebuah negara, pola distribusi umur memperlihatkan proporsi kasus terbanyak berasal dari
golongan anak berumur <15 tahun (86-95%). Namun pada wabah selanjutnya, jumlah kasus
golongan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
Februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari (Soedarmo, 2012)

18

Gambar 1.1 Negara dengan resiko transmisi dengue (WHO, 2011)

Beberapa faktor resiko yang dikaitkan dengan demam dengue dan demam
berdarah dengue antara lain : demografi dan perubahan sosial, suplai air, manejemen sampah
padat, infrastruktur pengontrol nyamuk, consumerism, peningkatan aliran udara dan
globalisasi, serta mikroevolusi virus. Indonesia berada di wilayah endemis untuk demam
dengue dan demam berdarah dengue. Hal tersebut berdasarkan penelitian WHO yang
menyimpulkan demam dengue dan demam berdarah dengue di Indonesia menjadi masalah
kesehatan mayor, tingginya angka kematian anak, endemis yang sangat tinggi untuk
keempat serotype, dan tersebar di seluruh area (WHO, 2011).
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden tertinggi
pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 pddk, namun pada tahun 2008 menurun menjadi
59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan sudah dapat ditekan namun belum
mencapai target yang diinginkan yakni <20 per 100.000 penduduk (Depkes, 2008).

19

Gambar 1.2 Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue di Indonesia (Depkes, 2008)

ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x10 6 (Sudoyo, 2006;
Soedarmo, 2012)

Gambar 1.3 Virus Dengue (Smith, 2002)

20

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang
tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).
Virus Dengue dapat ditularkan oleh Nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti merupakan nyamuk yang paling sering ditemukan.
Nyamuk Aedes aegypti hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di
dalam rumah, yaitu tempat penampungan air jernih atau tempat penampungan air sekitar
rumah. Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih, biasanya
menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari. Jarak terbang nyamuk ini 100
meter. Sedangkan nyamuk Aedes albopictus memiliki tempat habitat di tempat air jernih.
Biasanya nyamuk ini berada di sekitar rumah dan pohon pohon, tempat menampung air
hujan yang bersih, seperti pohon pisang, pandan, kaleng bekas. Nyamuk ini menggigit pada
siang hari dan memiliki jarak terbang 50 meter (Rampengan, 2008)

Gambar 1.4 Distribusi nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus (WHO, 2011)
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,
yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang
21

kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum
dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh
nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission), namun
perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan
berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami
viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.(Konsensus DBD
Depkes)
PATOFISIOLOGI

22

a. Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis
hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131
Iodine labelled human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes
selama perjalanan penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya
pada masa syok. Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat
bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi
sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstisial dan rongga
serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang mendukung dugaan ini ialah
meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa
yaitu rongga peritoneum, pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi
cairan yang diberikan melalui infus, dan terdapatnya edema (Soedarmo, 2012).
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif
dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan
cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi
secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding
pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan
dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh
mediator farmakologis yang bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi
kulit pasien DBD pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang
mirip dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan trombositopenia
(Soedarmo, 2012).
b. Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian
besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa
23

konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit.
Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya megakariosit muda dalam
sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit diduga akibat meningkatnya
destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi
megakariosit. Penyelidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa penghancuran
trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotel, limpa dan hati. Penyebab peningkatan
destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu
virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi
sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi
trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti
ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi
trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD
(Soedarmo, 2012).
c. Sistem koagulasi dan fibrinolisis
Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD. Masa
perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang
teraktivasi memajang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII,
VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan Fibrinogen
Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan
adanya penurunan aktivitas antitrombin III. Disamping itu juga dibuktikan bahwa
menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti
fibrinogen da faktor VIII. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar
fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi
juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan
dengan penurunan alpha 2 plasmin inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen.
Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa (Soedarmo, 2012) :
1. Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis
2. Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat terjadi juga DBD
tanpa syok. Pada masa dini DBD, peran DIC tidak menonjol dibandingkan
dengan perubahan plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi
syok dan asidosis maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan
24

mencolok. Syok dan DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan


memasuki syok irreversible disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ-organ
vital yang biasanya diakhiri dengan kematian.
3. Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi
trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan
mekanisme yang lebih komplek seperti trombositopenia, gangguan faktor
pembekuan, dan kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan
syok lama yang tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.
4. Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan
antitrombin III, respon pemberian heparin akan berkurang (Soedarmo, 2012).
d. Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3,
C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Terdapat
hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan derajat penyakit. Penurunan ini
menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue, aktivasi komplemen terjadi baik melalui
jalur klasik maupun jalur alternatif. Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat
bahwa penurunan kadar serum komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen
dan bukan oleh karena produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan trombosit
dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek, kebocoran plasma,
syok, dan perdarahan. Disamping itu komplemen juga merangsang monosit untuk
memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis faktor (TNF), interferon gama, interleukin
(IL-2 dan IL-1) (Soedarmo, 2012).
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita DBD ialah
(1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam, (2) adanya
kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik pada DBD derajat
ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar kuantitatif kompleks imun dengan
derajat berat penyakit (Soedarmo, 2012).
25

e. Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat peningkatan
limfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan. Pemeriksaan limfosit plasma
biru secara seri dari preparat hapus darah tepi memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi
dengue mencapai puncak pada hari ke enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara
hari keempat sampai kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada
DBD dengan demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB
merupakan campuran antara limfosit B dan limfosit T. (Soedarmo, 2012)
PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan
model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis
DBD seperti pada manusia. Hingga kini sebagaian besar masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue
pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6
bulan sampai 5 tahun. (Soedarmo, 2012)

26

Gambar 1.5 Hipotesis secondary heterologus infections ( Soegijanto, 2006 )


Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes Aegypti
atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data
dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai
peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh
sel monosit perifer (Soegijanto, 2006).
Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke
dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponenkomponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah
komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan
biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel (Soegijanto, 2006)
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari Ig G yang berfungsi
menghambat replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing antibody dan neutralizing
antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yang dibedakan berdasarkan adanya
virion determinant spesificity, yaitu (Soedarmo, 2012):
27

1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi


tetapi memacu replikasi virus
2. Antibodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus.
Antibodi non neutralisasi yang terbentuk pada infeksi primer akan menyebabkan
terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi
virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe
dengue yang berbeda cenderung menimbulkan manifestasi berat. Dasar utama hipotesis
adalah meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enhancement hypothesis)
yang berlangsung sebagai berikut (Soedarmo, 2012):
a. Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus pertama
b. Antibodi non neutralisasi baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat
pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada
permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme
aferen.
c. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi
d. Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, lumpa, dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa syok adalah jumlah sel
yang terkena infeksi
e. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Limfosit T juga memegang peranan penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan interferon
dan . Pada infeksi sekunder oleh virus dengue, Limfosit T CD4 berproliferasi dan
menghasilkan interferon . Interferon selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus
dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4 dan
28

CD8 spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator
yang akan menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan (Soedarmo, 2012).
Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang
menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan
diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke
empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN menimbulkan imunitas
protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross protectif terhadap serotip
virus yang lain (Soegijanto, 2006)

MANIFESTASI KLINIS

Demam dengue (Dengue Fever)


Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal pemyakit
biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai
bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu
demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruas (rash). Ruam timbul
pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5
berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang menghilang pada tekanan.
Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke anggota gerak dan muka .
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai
kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri di belakang bola mata, punggung, otot, sendi
dan disertai rasa menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu
yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk
kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien sehingga tidak dapat dianggap
patognomonik.
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan.
29

Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain
yang sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara serak, batuk,
epistaksis, dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak
keringat. Kelenjer limfa servikal dilaporkan memebesar pada 67-77% kasus.

Demam berdarah dengue


Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam
timggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran
darah. Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan
membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Perbedaan
gejala antara DBD dengan DD :

30

Demam dengue

Gejala klinis

(DD)

Demam berdarah dengue


(DBD)

++

Nyeri kepala

+++

Muntah

++

Mual

++

Nyeri otot

++

Ruam kulit

++

Diare

Batuk

Pilek

++

Limfadenopati

Kejang

Kesadaran menurun

++

Obstipasi

Uji torniquet positif

++

++++

Petekie

+++

Perdarahan saluran cerna

++

Hepatomegali

+++

Nyeri perut

+++

++

Trombositopenia

++++

Syok

+++

Sindrom Syok Dengue (SSD)


Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke
dalam syok yang ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepatlemah, tekanan nadi < 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih tetap sadar
31

sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Dengan diagnosis dini dan penggantian cairan
adekuat, syok biasanya teratasi dengan segera, namun bila terlambat diketahui atau
pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai penyulitnya
seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna, sehingga memperburuk
prognosis. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi dalam 2-3 hari, kadang-kadang
ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada kulit. Tanda prognostik
baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu makan. Penyulit SSD :
penyulit lain dari SSD adalah infeksi (pneumonia, sepsis, flebitis) dan terlalu banyak
cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang tidak lazim seperti ensefalopati
dan gagal hati.
DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a.

Kriteria Klinis
1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe demam
bifasik (saddleback).

Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue

a.
b.
c.
d.

2. Manifestasi perdarahan, salah satu tergantung:


Uji torniket (+)
Petechie, ekhimosis ataupun purpura
perdarahan mukosa traktus gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi
hematemesis dan melena
32

3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat dan
lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun sampai tidak
terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20 mmHg), capillary refill
b.

time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak gelisah.


Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)
2. Hemokonsentrasi ( Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20% setelah
mendapat terapi cairan).

Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria klinis


ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit.
Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO ialah :
I

Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


perdarahan ialah uji turniket +

II

Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain

III

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan dalam, tekanan nadi
menurun <20 mmHg, hipotensi,sianosis sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah

IV

Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

33

Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan


pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3
sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai
hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan peningkatan
nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada saat
suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dapat
dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun
(leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan
pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma biasa
ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan
fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT
memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD.
2. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat beberapa kelainan
yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah paru, efusi pleura, kardiomegali dan
efusi perikard, hepatomegali, cairan dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica
felea.
3. Uji serologis
-

Hemaglutination Inhibition Test (HI test)


Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang

menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer tinggi
(>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif infeksi
dengue yang baru terjadi (presumtif +)
-

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

34

IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
- NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay )
Pemeriksaan untuk DHF yang pertama kali diperkenalkan tahun 2006 oleh BioRad Laboratories, dapat mendeteksi dihari pertama panas sebelum antibody dapat
terdeteksi 5 hari kemudian.
- Isolasi virus
Merupakan cara yang paling baik untuk diagnosis laboratorium adannya infeksi
dengue karena langsung mengetahui jenis virus penyebab. Namun banyak kendala untuk
isolasi virus ini karena dibutuhkan jumlah virus yang banyak pada sampel darah, dimana
hal ini terjadi pada saat viremia yang berlangsung singkat hanya beberapa hari. Selain itu
dibutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya serta memerlukan peralatan yang
khusus dan mahal termasuk untuk identifikasi virusnya.
Viremia pada pasien dengan infeksi dengue sangatlah pendek, yaitu muncul pada
2 3 hari sebelum onset demam dan bertahan hingga 4 7 hari saat sakit. Selama periode
ini, asam nukleat virus dan antigen virus dapat terdeteksi.
Respon antibodi dapat dilihat dari 2 jenis imunoglobulin. Antibodi Ig M dapat
terdeteksi pada 3 5 hari setelah onset, meningkat cepat selama 2 minggu, dan menurun
hingga tidak terdeteksi pada 2 3 bulan. Antibodi Ig G terdeteksi rendah pada akhir
minggu pertama, meningkat kemudian, dan menetap hingga bertahun tahun. Pada
infeksi sekunder virus dengue, titer antibodi meningkat cepat. Antibodi Ig G terdeteksi
pada level tinggi, pada saat fase inisial, dan menetap hingga beberapa bulan. Antibodi Ig
M biasanya lebih rendah pada infeksi dengue sekunder. Oleh karena itu, perbandingan Ig
M/ Ig G digunakan untuk membedakan antara infeksi primer dan infeksi sekunder virus
dengue. Disebut infeksi primer jika perbandingan Ig M / Ig G lebih dari 1,2, dan disebut
infeksi sekunder jika perbandingan Ig M / Ig G kurang dari 1,2 (WHO, 2011).

DIAGNOSIS BANDING

35

Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :


a. Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
b. Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein barr
virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus
c. Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis, Rackettsial disease,
Scarlet Fever
d. Penyakit parasit : Malaria
Pada fase awal demam dari demam berdarah dengue, diagnosis banding meliputi
infeksi spektrum luas oleh virus, bakteri, dan protozoa, sama halnya dengan diagnosis
banding dari demam dengue. Adanya trombositopenia disertai dengan hemokonsentrasi
membedakan demam berdarah dengue dengan penyakit yang lainnya. Hasil yang normal
dari ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate) dapat membedakan dengue dengan infeksi
bakteri dan syok septik (WHO, 2011).
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dansebagai akibat
perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang
perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter danperawat
yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta
bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan memberikan
nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting
untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit
diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam
waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana
DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk dapat mengatasi masa
peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.

36

Jenis cairan (rekomendasi WHO 1997)


1) Kristaloid
- Larutan Ringer Laktat (RL)
- Larutan Ringer Asetat
- Larutan Nacl 0,9% (garam faali)
- Dextrosa 5% dalam RL (D5/RL)
- Dextrosa 5% dalam RA (D5/RA)
- Dextrosa 5% dalam larutan Nacl 0.9% (D5/ LGF) (catatan : untuk resusitasi
syok digunakan RL/RA, tidak boleh Larutan yang mengandung dextrosa)
2) Koloid
- Dextran 40
- Plasma
- Albumin

1. Tatalaksana kasus tersangka DBD

37

2. DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit


38

39

3. DBD derajat II dengan peningkatan Ht 20%

40

4. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

41

KOMPLIKASI
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok,
cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, maka bila syok teratasi cairan diganti dengan
cairan yang tidak mengandung HCO3-, dan jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktar ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan Nacl (0,9%) : glukosa (5%) = 3:1.
untuk mengurangi edema otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan
saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan >60
mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit. Perawatan jalan nafas
dengan pemberiaan oksigen yang adekuat. Untuk mengurangi produksi amoniak dapat
diberikan neomisin dan laktulosa. Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri
sekunder, makaa untuk mencegah dapat diberikan antibiotik profilaksis (kombinasi
ampisilin 100 mg/kgbb/hari + kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari). Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati.
b. Kelainan Ginjal
Kelainan ginjal akibat syok yang berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.
Dalam keadaan syok harus yakin benar bahwa penggantian volume intravascular telah
benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgbb/jam,
sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya furosemid 1
mg/kgbb dapat diberikan. Pemantauan tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum,
dan kreatinin. Tetapi apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga
belum dapat dikoreksi dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu
dilakukan untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.
c. Edema paru
Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena
42

perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskular, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat
penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan
mengalami distress pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan
gambaran edem paru pada foto roentgen dada. Gambaran edem paru harus dibedakan
dengan perdarahan paru.

PENCEGAHAN
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1.

Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah
malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larvasida).

2.

Tanpa insektisida

Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali

seminggu.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang

memungkinkan nyamuk bersarang.


Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.

PROGNOSIS
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan menjadi
baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan sembuh kecil dan
prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab kematian Demam Berdarah
Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto, 2001). Secara keseluruhan tidak terdapat
perbedaan antara jenis kelamin penderita demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih
43

banyak ditemukan pada anak perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut
antara lain (Rampengan, 2008) :
1.
2.
3.
4.

Syok lama
Overhidrasi
Perdarahan masif
Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang tidak syok.

KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN


- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
- Nafsu makan membaik
- Secara klinis tampak perbaikan
- Hematokrit stabil
- Tiga hari setelah syok teratasi
- Jumlah trombosit > 50.000
- Tidak dijumpai distres pernapasan
(Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010)

44

DAFTAR PUSTAKA
Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2 nd edition. WHO,
Geneva
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan Lingkungan.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Nelson waldo E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2 Edisi 15. Jakarta : EGC
Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Surabaya :
Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Surabaya : Airlangga University
Press
Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus Dengue.
Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga Surabaya
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Sumarmo PS, ( 1999 ). Masalah demam berdarah dengue di Indonesia. Dalam: Sri Rezeki HH,
Hindra IS. Demam berdarah dengue. Naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih dokter
spesialis anak & dokter spesialis penyakit dalam dalam tatalaksana kasus DBD. Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal. 1-12.
Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum Daerah Kota
Semarang.
WHO. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorraghic Fever. India : WHO

45

Anda mungkin juga menyukai