Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang
akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.
Banyak teori yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai
sekarang belum ada kesepakatan mengenai hat tersebut. Ada beberapa teori mengemukakan
mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hyperplasia.

BAB II
LAPORAN KASUS
STATUS ILMU PENYAKIT BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH
LONG CASE
Nama Mahasiswa

: Indra Pratama Dana

NIM

: 030.07.117

TandaTangan:

Dokter Pembimbing : Dr. Tri Endah Sp.U


IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap

: Rusdi

Jenis kelamin : laki - laki

Umur

: 65 tahun

Suku bangsa : WNI

Status perkawinan

: menikah

Agama

: Islam

Pekerjaan

: -

Pendidikan

:-

Alamat

: jl. Bali Matraman, Tebet

Tanggal masuk RS: 7 Mei 2013

A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, tanggal 8 Mei 2013, Jam 07.30 WIB
Keluhan Utama:
Nyeri saat berkemih
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Budi Asih pada tanggal 7 Mei 2013 dengan
keluhan nyeri saat berkemih sejak 4 bulan yang lalu. Os juga mengaku sering merasa tersendat
saat berkemih, rasa tidak tuntas setelah berkemih, dan os mengaku beberapa kali terbangun
malam untuk BAK. Os disarankan untuk dirawat, dan direncanakan untuk operasi TURP.

Penyakit Penyakit Dahulu


Os mengaku sebelumnya pernah mengalami hal seperti ini sejak sekitar bulan januari
2013, dan berobat ke poli bedah urologi, kemudian dipasang kateter. Os juga mengaku rajin
kontrol ke poli bedah untuk mengganti kateternya. Pada bulan april 2013, Os mengaku datang ke
IGD RSUD Budhi Asih karena terasa nyeri pada daerah kemaluannya yang terpasang kateter,
kemudian dilakukan penggantian kateter, dan Os dipulangkan.
Riwayat penyakit ginjal, Diabetes Melitus, Hipertensi disangkal oleh Os.
Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit ginjal, Diabetes Melitus, Hipertensi pada keluarga disangkal.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Kesan gizi

: gizi cukup

Tanda Vital
Tekanan darah

: 100/70 mmHg

Nadi

: 84x/menit

Suhu

: 36,5C

Frekuensi napas

: 20x/menit

Status Generalis
Kepala

: Normocephali, rambut distribusi merata

Mata

: Pupil

bulat isokor , Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera Ikterik (-/-),

Refleks Cahaya Langsung (+/+ ), Refleks Cahaya Tidak Langsung ( +/+ )


Hidung

: Simetris , septum deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-)

Telinga

: Normotia , liang telinga lapang, refleks cahaya membran timpani (+/+),


sekret(-/-)
3

Mulut

: Kering (-), sianosis (-), anemis (-), tonsil dan faring dalam batas normal

Leher

: Trakea ditengah, leher tidak kaku, KGB dan kelenjar thyroid tidak teraba
membesar

Thoraks

Paru
Inspeksi

: Hemithoraks simetris saat statis dan dinamis, retraksi sela iga (-),
deformitas (-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Vokal fremitus kanan dan kiri simetris


: Sonor di kedua lapang paru
: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V , 1 cm medial linea midclavicularis


sinistra

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: BJ I-II regular , murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Supel, tidak teraba massa, turgor normal


: Timpani
: Bising usus (+) normal

Ekstremitas
Atas

: Akral hangat (+/+), oedem (-/-)

Bawah

: Akral hangat (+/+), oedem (-/-)

Pemeriksaan Rectal Toucher:


4

Tonus sfingter ani baik

Mukosa rektum licin

Feses (-), lendir (-), darah (-), massa (-), nyeri (-)

Prostat teraba kenyal, simetris, tidak teraba nodul-nodul, nyeri (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
7/5/2013
Hematologi
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

Hasil
10,2
13,5
41
280

Satuan
ribu/l
g/dl
%
ribu/l

Nilai normal
3,8 - 10,6
13,2 - 17,3
40 52
150 440

Faal hemostasis
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan

Hasil
2.30
13.00

Satuan
Menit
Menit

Nilai normal
16
5 -15

Metabolisme karbohidrat
Glukosa darah CITO

Hasil
99

Satuan
mg/dL

Nilai normal
<110

D. RESUME
Seorang laki-laki datang ke Poli Bedah Urologi RSUD Budi Asih dengan keluhan nyeri
saat berkemih sejak 4 bulan yang lalu. Os juga mengaku sering merasa tersendat saat berkemih,
rasa tidak tuntas setelah berkemih, dan os mengaku beberapa kali terbangun malam untuk BAK.
Os mengaku sebelumnya pernah mengalami hal seperti ini sejak sekitar bulan januari
2013, dan berobat ke poli bedah urologi, kemudian dipasang kateter. Os juga mengaku rajin
kontrol ke poli bedah untuk mengganti kateternya. Pada bulan april 2013, Os mengaku datang ke
IGD RSUD Budhi Asih karena terasa nyeri pada daerah kemaluannya yang terpasang kateter,
kemudian dilakukan penggantian kateter, dan Os dipulangkan.
Riwayat penyakit ginjal, Diabetes Melitus, Hipertensi disangkal oleh Os,Riwayat
penyakit ginjal, Diabetes Melitus, Hipertensi pada keluarga disangkal.
5

Os disarankan untuk dirawat, dan direncanakan untuk operasi TURP.


E. DIAGNOSIS KERJA
BPH Retensi
F. DIAGNOSIS BANDING
- Batu ureter
- Striktur uretra
G. PENATALAKSANAAN
UGD

Penggantian dauer kateter

Asam mefenamat tab 3x1

Ciprofloxacin tab 2xi

Ruang perawatan

IVFD Asering 500cc/12jam

Injeksi cefoperaton sulbactam 2x1gr

Injeksi rantin 3x1

Injeksi transamin 3x500 gr

Operatif
-

Dilakukan operasi sistoskopi dan TURP tanggal 8 Mei 2013

Laporan operasi

Operator

: dr. Tri Endah, Sp.U

Diagnosis pra bedah

: BPH retensi

Diagnosis pasca Bedah

: BPH retensi

Jenis Operasi

: Sistoskopi, TURP

Laporan Operasi:

Pasien litotomi dalam spinal anestesi

Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis


6

Insersi sheath 2F lensa 30

Sistoskopi bladder neck tinggi. Trabekulasi berat, sakulasi (-), divertikel (-), massa (-),
batu (-), kedua muara ureter normal

Prostat membesar, kissing lobe (-)

Dilakukan reseksi prostat secara sistematis, perdarahan dikontrol.

Jaringan dikeluarkan dengan ellick evacuator

Sistoskopi ulang dip (-), perdarahan terkontrol

Tes BAK (+)

Pasang foley catether 3 way 24F, traksi (+), drip (+)

Operasi selesai

Instruksi post operasi

Awasi tanda vital dan produksi urin

Infus asering 500cc/12jam

Injeksi Cefoperaton sulbactam 2x1gr

Supositoria kaltropen 2x1

Injeksi rantin 3x1 ampul

Injeksi vitamin K 3x1 ampul

Injeksi transamin 3x500 gr

Tirah baring 12 jam post op

Pertahankan traksi dan drip NaCl 80 tetes/menit

Cek darah dan elektrolit post op

Kirim jaringan ke PA

Follow up
Hasil lab 8 mei 2013
Hematologi

Hasil

Satuan

Nilai normal
7

Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
LED

13,0
4,3
13,1
38
241
26

ribu/l
Juta/l
g/dl
%
ribu/l
mm/jam

3,8 - 10,6
4,4 5,9
13,2 - 17,3
40 52
150 440
0-20

Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Neutrofil batang
Neutrofil segmen
Limfosit
Monosit

Hasil
1
3
0
77
12
7

Satuan
%
%
%
%
%
%

Nilai normal
01
24
35
50 70
25 40
28

Elektrolit serum
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

Hasil
145
4,2
114

Satuan
mmol/L
mmol/L
mmol/L

Nilai normal
135 155
3,6 5,5
98 109

10 mei 2013
S

: pusing, nyeri saat berkemih

:
TD

: 110/70 mmHg

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

: 36,3C

Foley Catheter terpasang, Drip (+)


Urine bag

: kuning jernih

: post op TURP H+2

Infus asering 500cc/12jam

Injeksi cefoperaton sulbactam 2x1gr

Suppositoria katropen 2x1

Injeksi rantin 3x1 ampul


8

Injeksi vitamin K 3x1 ampul

Injeksi transamin 3x500gr ampul

11 mei 2013
S

: BAK terasa tersendat, nyeri pada ujung kemaluan

:
TD

: 110/80 mmHg

: 80x/menit

RR

: 26x/menit

: 36,6C

Foley Catheter terpasang, Drip (+)


Urine bag

: kuning jernih

: post op TURP H+3

Aff IVFD, ganti venflon

Aff drip

Injeksi cefoperaton sulbactam 2x1gr

Suppositoria katropen 2x1

Injeksi rantin 3x1 ampul

Injeksi vitamin K 3x1 ampul

Injeksi transamin 3x500gr ampul

Mobilisasi jalan

13 mei 2013
S

: terasa nyeri saat BAK

:
TD

: 140/90 mmHg

: 80x/menit

RR

: 20x/menit

: 36,5C
9

Foley Catheter terpasang


Urine bag

: kuning jernih

: post op TURP H+5

Aff kateter, observasi BAK spontan

Boleh pulang

Cefspan tab 2x100g

Nonflamin tab 3x1

Kaltropen tab 2x1

Harnal D 1x1 malam

Laxadine 3xC1

kontrol ke poli bedah urologi tanggal 20 mei 2013

H. PROGNOSIS
Ad vitam

: ad bonam

Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) adalah hiperplasia kelenjar periuretral prostat yang
akan mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.(3)
10

Anatomi Prostat
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona
perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral.
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari
sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut
hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat
berasal dari zona perifer.(7)
Etiologi BPH
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).(7)
Beberapa teori atau hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat
adalah:
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu antara
hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan pertolongan
enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang terjadinya hiperplasia pada
stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron diperlukan untuk inisiasi terjadinya
proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis) yang
akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan
hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli.

11

Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra
yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factoryaitu: basic transforming growth factor, transforming
growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.
3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkuramgnya sel yang mati
4. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa
berada dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang
mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam jaringan prostat
yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu
jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat. Terjadinya
proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi sel stroma dan
sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi berlebihan.
5. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex
hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosteron bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target cell yaitu sel prostat melewati
membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di dalam sel, testosteron direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan
reseptor sitoplasma menjadi hormone receptor complex. Kemudian hormone receptor
complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi nuclear receptor yang masuk
kedalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA.
RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
Patofisiologi BPH
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan akan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
12

dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase
penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.(7)
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran
kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala-gejala prostatismus.(7)
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase
dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan
aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh
ke dalam gagal ginjal.(7)
Gambaran Klinis
Gejala hiperplasia prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih, antara lain:
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan oleh karena penyempitan uretara pars prostatika
karena didesak oleh prostat yang membesar dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi
cukup kuat dan atau cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejalanya ialah :
1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy)
2. Pancaran miksi yang lemah (weak stream)
3. Miksi terputus (Intermittency)
4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)
5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying).

13

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaria yang tidak sempurna
pada saat miksi atau disebabkan oleh hipersensitifitas otot detrusor karena pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada vesica, sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum
penuh. Gejalanya ialah :
1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)
2. Nokturia
3. Miksi sulit ditahan (Urgency)
4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)
Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara klinis derajat
berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :
Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing <>
Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml
Grade III: Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih bagian atas + sisa urin > 150
ml.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, WHO
menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi yang disebut Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Sistem skoring
I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu
pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang
berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang
menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.
Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu: - Ringan :
skor 0-7
- Sedang : skor 8-19
- Berat : skor 20-35
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica urinaria untuk
mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan mengalami kepayahan (fatique)
sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
International Prostatic Symptom Score
14

Pertanyaan
Keluhan

Jawaban dan skor


pada

bulan Tidak

terakhir

sekali

<20% <50% 50% >50% Hampir selalu

a. Adakah anda merasa


buli-buli tidak kosong 0

bangun untuk berkemih 0

setelah berkemih
b. Berapa kali anda
berkemih lagi dalam 0
waktu 2 menit
c. Berapa kali terjadi
arus

urin

berhenti 0

sewaktu berkemih
d. Berapa kali anda
tidak dapat menahan 0
untuk berkemih
e. Beraapa kali terjadi
arus

lemah

sewaktu 0

memulai kencing
f. Berapa keli terjadi
bangun

tidur

kesulitan

anda

memulai

untuk berkemih
g. Berapa kali anda
di malam hari
Jumlah nilai :
0 = baik sekali 3 = kurang
1 = baik 4 = buruk
15

2 = kurang baik 5 = buruk sekali


Timbulnya dekompensasi vesica urinaria biasanya didahuluioleh beberapa faktor
pencetus, antara lain:
o

Volume vesica urinaria tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan

Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau
mengalami infeksi prostat akut

Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot


detrusor atau yang dapat mempersempit leher vesica urinaria, antara lain:
golongan antikolinergik atau alfa adrenergik.7

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala
obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis)., atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan intraabdominal.7
Diagnosis
a. Anamnesis : gejala obstruktif dan gejala iritatif
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan tonus spingter
ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti benjolan di dalam
rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan prostat harus diperhatikan :
1. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
16

2. Adakah asimetris
3. Adakah nodul pada prostate
4. Apakah batas atas dapat diraba
5. Sulcus medianus prostate
6. Adakah krepitasi
Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan prostat teraba membesar, konsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, permukaan rata, lobus kanan dan kiri simetris, tidak
didapatkan nodul, dan menonjol ke dalam rektum. Semakin berat derajat hiperplasia prostat,
batas atas semakin sulit untuk diraba. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat
keras dan atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu
prostat akan teraba krepitasi.
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria bagian atas kadangkadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan
nyeri ketok pada pinggang. Vesica urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah
inguinal harus mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat menyebabkan
gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior, fibrosis daerah uretra,
fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh dan teraba
masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang terdapat nyeri tekan supra
simfisis.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
1. Darah : - Ureum dan Kreatinin

Elektrolit

Blood urea nitrogen

Prostate Specific Antigen (PSA)

Gula darah

2. Urin : - Kultur urin + sensitifitas test


17

Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik

Sedimen

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman yang
menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa
antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran
kemih bagian atas. Sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya
penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada vesica urinaria.
d. Pemeriksaan pencitraan
1. Foto polos abdomen (BNO)
BNO berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa
prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan vesica urinaria yang penuh terisi
urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Selain itu juga bisa menunjukkan
adanya hidronefrosis, divertikel kandung kemih atau adanya metastasis ke tulang dari
carsinoma prostat.
2. Pielografi Intravena (IVP)
Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya:
1. kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis
2. memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi
prostat (pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah
distal yang berbentuk seperti mata kail atauhooked fish
3. penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi vesica urinaria
4. foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin
3. Sistogram retrograd
Apabila penderita sudah dipasang kateter oleh karena retensi urin, maka sistogram
retrograd dapat pula memberi gambaran indentasi.
18

4. USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TURS)


Untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran
prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan
volume vesica urinaria dan jumlah residual urine, serta mencari kelainan lain yang
mungkin ada di dalam vesica urinaria seperti batu, tumor, dan divertikel.
5. Pemeriksaan Sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urine
ditemukan mikrohematuria. Sistografi dapat memberikan gambaran kemungkinan tumor
di dalam vesica urinaria atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara
ureter, atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu juga memberi keterangan
mengenai basar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat
penonjolan prostat ke dalam uretra.
6. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacam macam potongan.

e. Pemeriksaan Lain
1. Uroflowmetri
Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh : - daya
kontraksi otot detrusor

tekanan intravesica

resistensi uretra
Angka normal laju pancaran urin ialah 10-12 ml/detik dengan puncak laju pancaran
mendekati 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 8
ml/detik dengan puncaknya sekitar 11 15 ml/detik. Semakin berat derajat obstruksi
semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.
19

2. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)


Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan pemeriksaan
tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-Griffiths Nomogram. Dengan cara ini
maka sekaligus tekanan intravesica dan laju pancaran urin dapat diukur.
3. Pemeriksaan Volume Residu Urin
Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin yang
masih tinggal atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi, dapat
pula dilakukan dengan membuat foto post voiding pada waktu membuat IVP. Pada orang
normal sisa urin biasanya kosong, sedang pada retensi urin total sisa urin dapat melebihi
kapasitas normal vesika. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya dianggap sebagai batas
indikasi untuk melakukan intervensi pada penderita prostat hipertrofi.3,6,8,10,11

Diagnosis Banding
a. Kelemahan detrusor kandung kemih
1. kelainan medula spinalis
2. neuropatia diabetes mellitus
3. pasca bedah radikal di pelvis
4. farmakologik
b. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
1. kelainan neurologik
2. neuropati perifer
3. diabetes mellitus
20

4. alkoholisme
5. farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
c. Obstruksi fungsional :
1. dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi detrusor dengan
relaksasi sfingter
2. ketidakstabilan detrusor
d. Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis
e. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
1. hiperplasia prostat jinak atau ganas
2. kelainan yang menyumbatkan uretra
3. uretralitiasis
4. uretritis akut atau kronik
5. striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis

Penatalaksanaan
Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan
penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi
berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:
- Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan penonjolan
prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.
- Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat lebih
menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100
ml.

21

- Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih
dari 100 ml
- Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat
gangguan miksi yang disebut WHO PSS (WHOProstate Symptom Score). Skor ini berdasarkan
jawaban penderita atas delapan pertanyaan mengenai miksi. Terapi non bedah dianjurkan bila
WHO PSS tetap dibawah 15. Untuk itu dianjurkan melakukan kontrol dengan menentukan WHO
PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.(3)
Pembagian derajat beratnya hiperplasia prostat derajat I-IV digunakan untuk menentukan
cara penanganan.

Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan operatif, melainkan dapat diberikan
pengobatan secara konservatif.

Derajat dua sebenarnya sudah ada indikasi untuk melakukan intervensi operatif, dan yang
sampai sekarang masih dianggap sebagai cara terpilih ialah trans uretral resection (TUR).
Kadang-kadang derajat dua penderita masih belum mau dilakukan operasi, dalam
keadaan seperti ini masih bisa dicoba dengan pengobatan konservatif.

Derajat tiga, TUR masih dapat dikerjakan oleh ahli urologi yang cukup berpengalaman
biasanya pada derajat tiga ini besar prostat sudah lebih dari 60 gram. Apabila
diperkirakan prostat sudah cukup besar sehingga reseksi tidak akan selesai dalam satu
jam maka sebaiknya dilakukan operasi terbuka.

Derajat empat tindakan pertama yang harus segera dikerjakan ialah membebaskan
penderita dari retensi urin total, dengan jalan memasang kateter atau memasang
sistostomi setelah itu baru dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melengkapi
diagnostik, kemudian terapi definitif dapat dengan TURP atau operasi terbuka.(3)
Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan
bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus). Meskipun
demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah yang mempunyai
keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah. Mengingat gejala klinik
hiperplasia prostat disebabkan oleh 3 faktor yaitu pembesaran kelenjar periuretral, menurunnya

22

elastisitas leher vesika, dan berkurangnya kekuatan detrusor, maka pengobatan gejala klinik
ditujukan untuk :
1. Menghilangkan atau mengurangi volume prostat
2. Mengurangi tonus leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat
3. Melebarkan uretra pars prostatika, menambah kekuatan detrusor.(7)
Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah menghilangkan obstruksi pada leher
vesica urinaria. Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan
endourologi yang kurang invasif.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.
2. Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek Efek
Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.
3. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi revisi, Jakarta : EGC, 1997.
4. Majalah Illmu Bedah Indonesia: ROPANASURI Vol XXV, No. 1, Januari-Maret 1997; 37
23

5. Anonim. Kumpilan Kuliah Ilmu Bedah Khusus, Jakarta : Aksara Medisina, 1997.
6. Priyanto J.E. Benigna Prostat Hiperplasi, Semarang : Sub Bagian Bedah Urologi FK UNDIP.
7. Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
8. Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan, Jakarta :
Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto Mangunkusumo, 1993.
9. Cockett A.T.K, Koshiba K : Manual of Urologic Surgery, New York, Springer Verlag, 5, 1979,
125-4
10. Reksoprodjo S. Prostat Hipertrofi, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah cetakan pertama, Jakarta :
Binarupa Aksara, 1995.
11. Tenggara T. Gambaran Klinis dan Penatalaksanaan Hipertrofi Prostat, Majalah Kedokteran
Indonesia volume: 48, Jakarta : IDI, 1998.
12. Mansjoer, A., dkk, Kapita Selekta Indonesia, Penerbit Media Asculapius, FK UI 2000; 320-3

24

Anda mungkin juga menyukai