Bulek Rika
Bulek Rika
Di susun Oleh
Nama : Erika Ambarsari
NPM : 20128300377
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di sekolah menengah
selama ini, masih dirasakan terlalu teoretis. Manfaat nyata yang bisa dirasakan oleh
peserta didik belum tampak, sehingga banyak nada miring yang terdengar di
masyarakat terkait dengan diberikannya materi matematika di sekolah. Salah satu isu
yang sering terdengar dilontarkan oleh siswa ataupun masyarakat umum adalah
untuk apa belajar matematika, toh nanti ke pasar tidak akan berbelanja dengan x
rupiah. Faktor-faktor yang menjadi penyebab pertanyaan semacam itu perlu
direnungkan.
Ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan oleh guru-guru matematika
pada umumnya, tampaknya pembelajaran yang dilaksanakan masih didominasi oleh
guru. Dalam mengajar, guru cenderung untuk menjelaskan materi terlebih dahulu,
diikuti dengan memberikan contoh-contoh soal dan pembahasannya, kemudian
dilanjutkan dengan latihan soal yang tetap dibimbing oleh guru. Dalam
menyampaikan materi pelajaran, guru cenderung mendominasi dengan metode
ceramah. Menurut pengamatan peneliti, model pembelajaran semacam ini cenderung
membuat siswa pasif, enggan untuk mengemukakan ide-idenya, kreativitas
berpikirnya tidak berkembang, mereka cenderung menerima apa yang diberikan oleh
guru dan melaksanakan apa yang diminta oleh gurunya. Dampak pelaksanaan
pembelajaran semacam ini adalah siswa merasa cepat bosan dalam belajar, siswa
sering merasa cemas setiap kali akan mendapat pelajaran matematika, karena sudah
tertanam dalam benaknya bahwa matematika itu sulit.
Proses belajar-mengajar merupakan kegiatan utama sekolah. Dalam
proses ini siswa membangun makna dan pemahaman dengan bimbingan guru.
Kegiatan belajar- mengajar. Hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan hal-hal secara lancar dan termotivasi. Suasana belajar yang
diciptakan guru harus melibatkan siswa secara aktif. Di sekolah, terutama guru
diberikan kebebasan untuk mengelola kelas yang meliputi strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran yang efektif, disesuaikan dengan karakteristik
mata pelajaran, karakteristik siswa, guru, dan sumber daya yang tersedia di
sekolah.
Namun Ada kecendrungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran
bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar
akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan
memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktivitas guru dalam memilih
kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut berupa, apakah guru akan menjelaskan
pengajaran materi bidang studi yang sudah tersusun dalam urutan tertentu atau
menggunakan materi yang terkait satu dengan yang lainnya dalam tingkat
kedalaman yang berbeda, atau materi yang terintegrasi dalam suatu kesatuan multi
disiplin
ilmu.
Pendekatan
pembelajaran
ini
sebagai
penjelasan
untuk
yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah
peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa
dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung
di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan
subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk
memahami konsep.
Pendekatan konsep adalah pendekatan yang mengarahkan peserta didik
menguasai konsep secara benar dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan konsep
(miskonsepsi). Konsep adalah klasifikasi perangsang yang memiliki ciri-ciri
tertentu yang sama. Konsep merupakan struktur mental yang diperoleh dari
pengamatan dan pengalaman. Pendekatan Konsep merupakan suatu pendekatan
pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberi kesempatan
kepada siswa untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
1.2 Rumusan Masalah
Apa Saja pendekatan dalam pembelajaran Matematika?
Apa pengertian dari Pendekatan Kontekstual (CTL)?
Bagaimana pemikiran tentang Pembelajaran Kontekstual?
Bagaimana penerapan Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran?
Apa saja komponen Pendekatan Kontekstual?
1.3 Tujuan
Menjelaskan Pengertian dari Pendekatan Induktif, Deduktif, Spiral, dan
Konstruktivisme
Menjelaskan Pengertian dari pendekatan Kontekstual, Pemecahan Masalah,
dan Realistik
Menjelaskan pengertian dari Pendekatan Kontekstual (CTL).
Menjelaskan pemikiran tentang Pembelajaran Kontekstual.
Menjelaskan penerapan Pendekatan Kontekstual dalam pembelajaran.
Menjelaskan komponen-komponen Pendekatan Kontekstual.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendekatan
Pembelajaran
(Induktif,
Deduktif,
Spiral,
dan
Konstruktivisme)
Pendekatan pembelajara atau kiat melaksanakan pembelajaran, serta
metode belajar dalam proses pembelajaran termasuk faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan belajar siswa. Pendekatan tersebut bertitik tolak pada
aspek psikologi anak, yaitu dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan anak,
kemampuan intelektual dan kemampuan lainnya, yang mendukung kemampuan
belajar. Pendekatan pembelajaran merupakan suatau konsep atau prosedur yang
digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran memerlukan satu atau lebih
metode pembelajaran.
2.1.a Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Ingris
Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan
atas fakta fakta yang kongkrit sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu
proses berpikir yang berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari
ciri ciri atau sifat sifat tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik
kesimpulan bahwa ciri ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Menurut Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat atau tidaknya
kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada
representatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan.
Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat
kepercayaan dari kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya semakin kecil
jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari
kesimpulan itu semakin kecil pula. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan
(2) {a, b}
Pendekatan
pendekatan
{a}
{a, b}
{a, b, c}
{a, b, c, d}
Banyaknya anggota
Banyaknya Himpunan
bagian
{ }, {a}
bagian
2
1
2
2
4
3
8
4
16
2n
26 atau 64;
Contoh 2: Bekerja dengan Pola Perhatikan gambar di bawah ini!.
Buatlah satu gambar berikutnya
Jawab :
Gambar berikutnya seperti gambar di bawah ini
Contoh 3 :
Pola Bilangan Selidiki jumlah
1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + ...
Jawab :
1 = 1 = 1.1
1+3 = 4 = 2.2
1+3+5 = 9 = 3.3
1+3+5+7 = 16 = 4.4
1+3+5+7+9 =25 =5.5
1+3+5+7+9+11=36 =6.6
Dengan tanpa menjumlahkan 1+3+5+7+9+11 terlebih dahulu kita sudah
dapat menduga bahwa jumlahnya adalah 6.6 = 36 Sekarang coba gunakan pola
yang kita peroleh itu untuk mendapatkan 1+3+5+7+9+11+ ...+99. Tentukan pula
bentuk umumnya?
Jawabannya adalah 50.50 = 2500. Dengan demikian bentuk umum yang dapat
2
dibuat adalah n
yang
diterima
kebenarannya
tanpa
pembuktian,
dan
pangkal
merupakan
pengertan
yang
tidak
dapat
A.
B.
Secara deduktif pembuktian kebenaran pola itu adalah sebagai berikut (induksi
matematika).
Jumlah n suku pertama adalah : 1 + 3 + 5 + ... + (2n-1) = n X n
Untuk n = 1, persamaan diatas menjadi 1 = 1 X 1. Ini benar. Kemudian, andaikan
persamaan itu benar untuk n = k, maka :
1 + 3 + 5 + ... + (2k-1) = k X k
Gambar.1
Lengkungan spiral itu terbentuk dari topik-topik yang diajarkan sejak
pembelajaran untuk konsep itu dimulai sejak pembelajaran untuk konsep itu
dimulai. Misalnya dalam kurikulum 1994. Konsep luas mulai diajarkan di kelas
III SD sampai di kelas II SMP.
a. Di kelas III SD, mula-mula dikenalkan dengan perbandingan luas
permukaan benda dengan bangun persegi atau persegipanjang, menghitung
dengan
tekanan
pada
penjelasan
tentang
pengetahuan
tersebut
dari
2. Menyediakan
yang
merangsang
menyemangati siswa.
siswa
berpikir
produktif.
Guru
harus
3. Memonitor,
belajar
matematika
bukanlah
suatu
proses
pengepakan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
mengajarkan tentang struktur matematika yang objeknya ada di dunia ini. Saya
perlu diklarifikasi
seberapa bedakah antara asesmen dan evaluasi. Menurut Webb (1992) evaluasi
dalam pendidikan adalah suatu investigasi matematis tentang nilai atau merit
tentang suatu tujuan. Termasuk di dalam evaluasi adalah sekumpulan bukti-bukti
secara sistematis untuk membantu membuat keputusan tentang (1) siswa belajar;
(2) pengembangan materi; (3) program. Wood (1987, dikutip dalam Webb, 1992)
memberikan definisi umum tentang assesmen sebagai berikut :
informasi
pengalaman belajarnya.
ini
untuk
membimbing
pengembangan
Jacobsen
dkk.
(1985)
mengidentifikasi
tahap
ketiga
dari
baru
mereka.Strategi
belajar
lebih
dipentingkan
dibandingkan hasilnya.
c) Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses
penilaian yang benar.
d) Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu
penting.
2.2.c Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Pembelajaran Kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja,
bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya. Pendekatan
Pembelajaran Kontekstual dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar,
langkahnya sebagai berikut ini.
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(hiphotesis),
pengumpulan
data
(data
gathering),
penyimpulan
(conclusion).
a) Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman.
b) Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
C.Questioning (Bertanya)
(Questioning). Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaan berbasis kontekstual.
Kegiatan bertanya berguna untuk : 1) menggali informasi, 2) menggali
pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon kepada siswa, 4) mengetahui sejauh
mana keingintahuan siswa, 5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa, 6)
pada
dasarnya
membahasakan
yang
dipikirkan,
sekumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk
pemecahan masalah, pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara
pasif melalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat keterampilan itu akan
terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi permasalahan
tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorang antara
lain adalah: Adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data
yang diberikan?. Tanpa melalui latihan, sangat sulit bagi seseorang untuk
menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa
diungkap.
2.3.d Membuat Tabel
Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam
mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang
tidak lengkap. Penggunaan table merupakan langkah yang sangat efisien untuk
melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila
muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan
mudah menggunakan data tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat
diselesaikan dengan baik.
2.3.e Memperhatikan Semua Kemungkinan Secara Sistematik
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola
dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita mungkin tidak perlu
memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi. Yang kita perhatikan
adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara yang sistematik. Yang
dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan
kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita
harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.
2.3.f Tebak dan Periksa (Guess and Chek)
Strategi menebak yang dimaksudkan di sini adalah menebak yang
didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat
melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup
yang berkaitan dengan permasalah yang dihadapi.
3
Balok dibawah ini isinya adalah 2880 cm carilah balok lainnya yang
Gambar 2
2.3.g Strategi Kerja Mundur
Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang
diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan
komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih
awal.
Penyelesaian
masalah
seperti
biasanya
dapat
dilakukan
dengan
dengan
menggunakan
strategi
lainnya.
Waktu
kita
mencoba
Gambar 3
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendekatan pembelajaran dapat merupakan suatu konsep atau prosedur
yang digunakan dalam membahas suatu bahan pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Yang pelaksanaannya memerlukan satu atau lebih metode
pembelajaran. Pendekatan deduktif suatu prosedur pembahasan konsep dengan
menggunakan penalaran deduktif, yakni dimulai dari hal yang umum diikuti
contoh-contoh yang berlaku khusus. Pendekatan induktif suatu prosedur
pembahasan konsep dengan menggunakan penalaran induktif, yaitu dimulai dari
kasus yang bersifat khusus dan diakhiri dengan kesimpulan yang berlaku umum.
Pendekatan spiral merupakan suatu prosedur pembahasan konsep yang dimulai
dengan cara sederhana, dari konkret ke abstrak, dari cara intuitif ke analisis, dari
penyelidikan eksplorasi ke penguasaan, dari tahap paling rendah hingga tahap ke
yang paling tinggi, dalam waktu yang cukup lama, dan selang-selang waktu yang
terpisah-pisah. Menurut konstruktivisme pengetahuan siswa dibangun dari hasil
konstruksi siswa itu sendiri / melalui interaksi dengan obyek, fenomena,
pengalaman dan lingkungan mereka dan konstruktivisme bertitik tolak dari
asumsi bahwa pikiran manusia melalui konstruksi berfikir, bukan melalui transfer
bagaikan komoditi yang pindah dari kepala guru ke kepala siswanya atau sesuatu
yang dapat diberikan atau diteteskan melalui komunikasi.
Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran kontekstual
merupakan konsep belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan realitas
dunia siswa sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya. Pembelajaran bahasa bukan hanya memberikan
pemahaman berupa definisi melainkan siswa dituntut untuk dapat menemukan
pengetahuannya sendiri. Guru harus memiliki strategi yang memacu siswa untuk
dapat berpikir kritis dan kreatif.
Implementasi CTL pada pembelajaran membaca, berbicara, menulis,
dan mendengarkan dapat membuat pembelajaran lebih kreatif, dan menuntut
siswa untuk lebih berpikir kritis. Artinya siswa dipacu untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan kehidupan sehari-hari. Guru harus dapat
menjadi model pada kompetensi tertentu, sehingga siswa mendapatkan contoh
atau model untuk mengambangkan konsep yang didapat.
Pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode CTL akan membuat
pembelajaran semakin menarik dan kreatif tanpa menghilangkan tujuan
pembelajaran. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran
yang inovatif sehingga siswa semakin berantusias mengikuti pembelajaran.
Kerjasama yang baik antara para pelaksana pendidikan dengan masyarakat akan
memperlancar proses pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, mengajarkan Sastra. Yogyakarta: Kota
Kembang.
Komaruddin, Erien. 2005. Panduan Kreatif Bahasa Indonesia. Bogor: Yudhistira.
Priyatni, Endah Tri. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Pembelajaran
Konteksual.
Agus, D. S. (1996)., Pembelajaran Pemecahan Masalah. Tinjauan Singkat Berdasarkan
Teori Kognitif dalam Pendidikan Humaniora dan Sains Tahun 2 Nomor 1 dan 2.
Hudoyo. (1997). Matematika. Dirjen Dikti BP3GD
Ruseffendi. E.T.(1992) Pendidikan Matematiika 3 Penddikan dan Kebudayaan Proyek
pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi,Jakarta.
dalam
Pengajaran
Matematika
untuk
Mennngkatkan
CBSA.Tarsito Bandung.
Sagala S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Ismail. (2002). Model-model Pembelajaran. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
Guru Mata Pelajaran Matematika. Direktorat Sekolah Lanjutan Pertama
Direktorat Jenderal Pendidika Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta.
Simanjuntak, Lisnawaty dkk. (1992). Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka
Cipta.
Soedjana, W. (1986). Buku materi Pokok Strategi Belajar Mengajar Matematika. PMAT
2272/2SKS/Modul 1-6. Universitas Terbuka. Jakarta: Karunika.