Anda di halaman 1dari 39

JAHITAN B-LYNCH SEBAGAI MANAJEMEN

ALTERNATIF BEDAH KONSERVATIF PADA


ATONIA UTERI

dr. I G N Suryantha, SpOG

BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/
RSUP SANGLAH DENPASAR
2012

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan postpartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu
tiga penyebab terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju.
Pencegahan, diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk
mengurangi dampak tersebut. Perawatan intrapartum harus selalu menyertakan
perawatan pencegahan perdarahan postpartum dini, identifikasi faktor risiko, dan
ketersediaan fasilitas untuk mengatasi kejadian perdarahan postpartum dini 1.
Angka kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan status
kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
persalinan2. Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai
akibat komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga
diperkirakan Angka kematian maternal di seluruh dunia sebesar 400 per 100.000
kelahiran hidup 1. Kematian maternal 98% terjadi di Negara berkembang.
Indonesia sebagai Negara berkembang, masih memiliki Angka kematian maternal
cukup tinggi.
Hasil SDKI 2002/2003 menunjukkan bahwa Angka kematian maternal di
Indonesia sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup 3. Angka kematian maternal di
Indonesia sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan Angka kematian
maternal di negara negara maju (20 per 100.000 KH) dan Angka kematian
maternal di negara negara anggota ASEAN seperti Brunei Darussalam (37 per
100.000 kelahiran hidup) dan Malaysia (41 per 100.000 kelahiran hidup) 3.
Penyebab kematian ibu cukup kompleks, dapat digolongkan atas faktorfaktor reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan dan sosio-ekonomi.
Penyebab komplikasi obstetrik langsung telah banyak diketahui dan dapat
ditangani, meskipun pencegahannya terbukti sulit. Menurut SKRT 2001,
penyebab obstetrik langsung sebesar 90%, sebagian besar perdarahan (28%),
eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Penyebab tak langsung kematian ibu berupa
kondisi kesehatan yang dideritanya misalnya Kurang Energi Kronis (KEK) 37%,
anemia (Hb < 11 g%) 40% dan penyakit kardiovaskuler 4.
1

Faktor kunci dalam manajemen bedah dari perdarahan postpartum adalah


mengenali faktor-faktor predisposisi dan kesiapan dari tim yang terdiri dari
obstetrik, anestesi, dan hematologi. Strategi profilaksis, termasuk suntikan
oksitosin setelah persalinan, telah terbukti mengurangi insiden Perdarahan
5

postpartum primer dari sebanyak 18% menjadi sekitar 5-8% . Manajemen


Perdarahan postpartum primer terdiri kompresi bimanual atau mekanis dari uterus,
obat-obatan uterotonika dan metode pembedahan, yang dikombinasikan dengan
6

langkah-langkah resusitasi . Kejadian histerektomi darurat postpartum yang


merupakan pilihan terakhir ketika semua perawatan konservatif gagal, adalah 1-3
per 1000 kelahiran

7,8,9

. Namun, histerektomi setelah Perdarahan postpartum

primer memiliki beberapa kelemahan, tak hanya mengakibatkan ketidaksuburan,


tetapi juga ada kesulitan teknis menghilangkan segmen bawah rahim dan ini
meningkatkan kemungkinan cedera pada kandung kemih atau saluran kencing.
Sebuah prosedur yang lebih konservatif, kini lebih dikenal dengan teknik
jahitan kompresi, dijelaskan pertama kali oleh B-lynch pada tahun 1997. Seiring
waktu dengan modifikasi yang lebih lanjut oleh Hayman , Cho . Teknik jahitan
kompresi ini dapat terbukti efektif dan total abdominal histerektomi atau subtotal
hendaknya dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir 10.

BAB II
ATONIA UTERI

2.1

Definisi

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah


persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan
tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri
ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari
pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas
sebagian atau lepas seluruhnya. Atonia uteri menyebabkan terjadinya perdarahan
yang cepat dan parah dan juga shock hypovolemik. Dari semua kasus perdarahan
postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh atonia uteri

11

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian
yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum,
lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan
sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah
partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan
menjempit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini
akan menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum

11

Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk


menghentikan kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan dari
vaskular uterus adalah untuk mengganggu aliran darah 800 ml / menit pada
plasenta bed
2.2

12

Faktor Risiko Atonia Uteri

Penilaian faktor risiko perdarahan postpartum pada wanita sangat penting dalam
mengidentifikasi

terjadinya

peningkatan

risiko

atonia

uteri,

sehingga

memungkinkan untuk tindakan preventif, adanya faktor risiko perdarahan


postpartum meningkatkan risiko perdarahan 2 - 4 kali lipat dibandingkan dengan

wanita tanpa faktor risiko. Dengan demikian wanita yang memiliki faktor risiko
harus persalinan di rumah sakit dengan fasilitas yang memadai untuk mengelola
perdarahan postpartum. Namun, perlu dicatat bahwa kejadian atonia uteri tak
dapat diprediksi pada wanita yang tidak mempunyai faktor risiko. Sehingga
diperlukan protokol yang ketat untuk pengelolaan perdarahan postpartum di
tempat yang menyediakan perawatan kebidanan

12

Faktor faktor predisposisi terjadinya atonia uteri

12

1. Uterus yang teregang berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat


besar (BB > 4000 gram) dan polihidramnion;
2. Kehamilan lewat waktu;
3. Partus lama;
4. Grande multipara;
5. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat);
6. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia );
7. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta);
8. Riwayat perdarahan postpartum;
9. Obesitas;
10. Umur > 35 tahun;
11. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.
2. 3 Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah

13

Manajemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk
mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan untuk
mencegah perdarahan postpartum dengan menghindari atonia uteri.

Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen aktif kala III, yaitu:
1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bayi lahir;
2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;
3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap

berkontraksi.
2.4

Manajemen Atonia Uteri

2.4.1 Manajemen Standar


2.4.1.1 Masase Uterus;
2.4.1.2. Kompresi Uterus Bimanual;
2.4.1.3 Pemberian Uterotonika.
2.4.2 Manajemen Bedah
2.4.2.1 Tampon Uterus Internal;
2.4.2.2 Pelvic Pressure Pack;
2.4.2.3 Embolisasi;
2.4.2.4 Jahitan Compression;
2.4.2.5 Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika);
2.4.2.6 Histerektomi Peripartum.

2.4.1 Manajemen Standar


2.4.1.1 Masase Uterus
Masase uterus dilakukan dengan membuat gerakan meremas yang lembut
berulang-ulang dengan satu tangan pada perut bagian bawah untuk merangsang
uterus berkontraksi. Hal ini diyakini bahwa gerakan berulang seperti ini akan
merangsang produksi prostaglandin dan menyebabkan kontraksi uterus dan
mengurangi

kehilangan

darah,

meskipun

ketidaknyaman atau bahkan menyakitkan

hal

ini

akan

mengakibatkan

14

Studi secara randomised controlled trial pada 200 perempuan di mesir,


dilakukan kelompok intervensi Masase uterus dan kelompok kontrol tidak Masase
uterus setelah persalinan aktif kala III , studi ini menunjukkan perbedaan yang

signifikan secara statistik dalam kejadian perdarahan postpartum antara kelompok


intervensi dan kelompok kontrol [risk ratio (RR) 0.52; 95% confidence interval
(CI) 0.161.67]. Berarti kehilangan darah dalam 30 menit secara signifikan lebih
rendah pada kelompok intervensi dari pada kelompok kontrol. Secara
keseluruhan, meskipun bukti sangat terbatas, Masase uterus tampaknya memiliki
beberapa keuntungan dari segi kehilangan darah ibu

14

2.4.1.2. Kompresi Uterus Bimanual


Kompresi Bimanual Eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar, bila
perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal
Kompresi Bimanual Internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan
dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai
pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan
kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi , coba kompresi aorta
abdominalis
Kompresi Aorta Abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,
genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang
tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat
hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi

2.4.1.3 Pemberian Uterotonika


Oksitosin
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada
dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi
pada dosis tinggi menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter,
jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal. Efek
samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus,
efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan

13

Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu,


mayoritas wanita dengan atonia uterus dapat menghindari intervensi bedah.
Stimulasi kontraksi uterus biasanya dicapai dengan pemijatan uterus bimanual dan
injeksi oksitosin (baik secara intramuskuler atau intravena), dengan atau tanpa
ergometrine. oksitosin melibatkan stimulasi dari segmen uterus bagian atas untuk
kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin mempunyai half-life dalam plasma
pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara kontinu diperlukan untuk
menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU dalam 500 ml larutan
kristaloid, dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250 ml / jam). Ketika
diberikan secara intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30 menit.
Sebaliknya, jika diberikan secara intramuskular mempunyai onset yang lebih
lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis berlangsung lama (hingga 60 menit)

15

Ergometrine
Berbeda dengan oksitosin, ergometrine menyebabkan kontraksi tonik yang terus
menerus melalui stimulasi reseptor -adrenergik miometrium terhadap kedua
segmen bagian atas dan bawah uterus dengan demikian dirangsang untuk
berkontraksi secara tetanik. Suntikan intramuskular dosis standar 0,25 mg dalam
permulaan aksi 2-5 menit. Metabolismenya melalui rute hepar dan half-life nya
dalam plasma adalah 30 menit. Meskipun demikian, dampak klinis dari

ergometrine berlangsung selama sekitar 3 jam. Respon oksitosin segera dan


ergometrine lebih berkelanjutan

15

Misoprostol
Misoprostol adalah suatu analog sintetik prostaglandin E1 yang mengikat secara
selektif

untuk

reseptor

prostanoid

EP-2/EP-3

miometrium,

sehingga

meningkatkan kontraktilitas uterus. Hal ini dimetabolisme melalui jalur hepar. Ini
dapat diberikan secara oral, sublingual, vagina, dubur atau melalui penempatan
intrauterin langsung. pemberian melalui rektal terkait dengan tindakan awal,
tingkat puncak yang lebih rendah dan profil efek samping yang lebih
menguntungkan bila dibandingkan dengan rute oral atau sublingual. Hasil dari
multisenter internasional, uji coba secara acak dari misoprostol oral sebagai agent
profilaksis untuk partus kala III menunjukkan kurang efektif untuk mencegah
perdarahan postpartum dibandingkan pemberian oksitosin parenteral. Lima belas
persen perempuan pada kelompok misoprostol diperlukan tambahan uterotonika
dibandingkan dengan 11% pada kelompok oksitosin. Hal ini mungkin karena
onset of action lebih lama (20-30 menit untuk mencapai tingkat puncak
serumdibandingkan dengan 3 menit untuk oksitosin). Namun, karena kenyataan
bahwa interval waktu lebih lama yang diperlukan untuk mencapai kadar puncak
serum dapat membuatnya menjadi agen lebih cocok untuk perdarahan uterus yang
berkepanjangan, dan dalam perannya sebagai terapi bukan agen profilaksis

15

Penggunaan misoprostol rektal untuk pengobatan perdarahan postpartum


yang

tidak responsif terhadap oksitosin dan ergometrine pertama kali dilaporkan

oleh

O'Brien dalam penelitian deskriptif dari 14 pasien. kontraksi uterus

dilaporkan berkelanjutan di hampir semua perempuan dalam waktu 3 menit sejak


pemberian. Namun, tidak ada kelompok kontrol sebagai pembanding. Sebuah uji
coba, A single-blinded, randomized trial dengan misoprostol 800 g melalui
rektal versus syntometrine intramuskular ditambah oksitosin dengan infus
intravena ditemukan misoprostol yang mengakibatkan penghentian perdarahan
dalam waktu 20 menit pada 30/32 kasus (93%) dibandingkan dengan 21/32(66% )
untuk agents pembanding. Review Cochrane mendukung temuan ini,

menunjukkan bahwa misoprostol secara rektal dengan dosis 800 g berguna


sebagai obat lini pertama untuk perawatan perdarahan postpartum

15

2.4.2 Manajemen Bedah


2.4.2.1 Tampon Uterus Internal
Asal-usul dari kata tampon tampaknya datang dari kata Prancis, yang membawa
konotasi plug, atau sumbatan yang dimasukkan ke luka terbuka atau rongga tubuh
untuk menghentikan aliran darah

16

Pada perdarahan postpartum, dengan memasukkan beberapa jenis tampon


uterus untuk menghentikan aliran darah. Biasanya dalam bentuk satu bungkus
kasa atau balon kateter. prosedur internal uterin tamponade telah digunakan
dengan sukses secara tersendiri atau dalam kombinasi dengan Brace jahitan untuk
mengurangi atau menghentikan perdarahan postpartum .
Prinsip Tampon Uterin
Prinsip tampon uterin dalam menghentikan perdarahan dengan membuat tekanan
intrauterin. Ini bisa dicapai dengan dua cara:
1. Dengan masuknya balon yang mengakibatkan distensi dalam rongga
uterus dan menempati seluruh ruang, sehingga menciptakan tekanan
intrauterin yang lebih besar dari pada tekanan arteri sistemik. Dengan
tidak adanya lecet, aliran darah ke dalam uterus akan berhenti saat
tekanan di balon tampon lebih besar daripada tekanan arteri sistemik;
2. Dengan penyisipan dari uterine pack yang terdiri dari gulungan kasa
yang dikemas dimasukkan ke dalam uterus dengan demikian tekanan
kapiler langsung pada perdarahan pembuluh vena atau permukaan dari
dalam uterus, sehingga dapat menghentikan perdarahan uterus

16

Tindakan Ini harus dilakukan di ruang operasi dengan anestesi dan staf
keperawatan serta persiapan transfusi darah. Wanita itu ditempatkan dalam
DaviesLloyd atau posisi lithotomy dengan kateter. Pemeriksaan dilakukan
dibawahpembiusan. kemudian prosedur tampon dicoba. Uterotonika dan
hemostatik disarankan sebagai terapi tambahan dan dapat diberikan secara
simultan

16

2.4.2.2 Pelvic Pressure Pack


Ketika farmakologis dan intervensi bedah gagal untuk memperbaiki perdarahan
postpartum, histerektomi menjadi pilihan terakhir. pelvic pressure pack pascabedah adalah konsep lama dan salah satu yang telah digunakan untuk mengontrol
perdarahan dari berbagai sumber, termasuk trauma liver, pra-eclampsia
inducedrupture hepar, kanker dubur, dan pembedahan kanker ginekologik. Pada
tahun1926, Logothetopoulos menjelaskan pengelolaan perdarahan panggul post
histerektomi yang tidak terkendali. Teknik ini kemudian disebut jamur, parasut,
17

payung, tekanan panggul, atau pack Logothetopoulos .


Singkatnya, pelvic pressure pack berasal dari bahan-bahan medis yang
umum tersedia dan sederhana dan dalam hal kontrol perdarahan berhasil dicapai
sebagian besar kasus. Jika pelvic pressure pack gagal untuk mengendalikan
perdarahan, intervensi medis, bedah dan radiologi akan diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. pelvic pressure pack akan sangat berguna di negara
berkembang di mana kemampuan pembedahan dan teknologi, seperti embolisasi
arteri selektif tidak tersedia. Pada kebanyakan kasus, pelvic pressure pack akan
mampu menghantarkan pasien yang kritis ke pemulihan pasca operasi, di mana
pemulihan hemodinamik, suhu, hematologi, dan hemostasis asam-basa dapat
dicapai

17

2.4.2.3 Embolisasi
Ketika perlakuan standar perdarahan postpartum tidak berhasil, maka,
percutaneous

transcatheter

embolisasi)dapat

dipilih.

arterial

Tujuan

embolization

utama

dari

(selanjutnya

embolisasi

adalah

disebut
untuk

menghentikan perdarahan aktif dari uterus atau jalan lahir dan untuk mencegah
perdarahan berulang. Apabila hal ini tidak mungkin, usaha terakhir adalah untuk
menutup jalan arteri iliaka internal sementara untuk membantu intervensi bedah
18

berikutnya .
Ketika embolisasi berhasil, di sisi lain, pasien bisa cepat sembuh tanpa
menjalani operasi tambahan. Embolisasi tidak hanya menyelamatkan kehidupan
pasien, tetapi juga uterus dan organ adnexa, sehingga mempertahankan kesuburan.
Prosedur ini juga bermanfaat pada pasien yang tidak dapat menerima transfusi
10

karena alasan agama atau lainnya Di rumah sakit yang mana embolisasi tersedia,
merupakan prosedur pilihan untuk perdarahan postpartum sebelum intervensi
bedah

18

2.4.2.4 Jahitan Compression


Jahitan kompresi B-Lynch akan dibahas dalam BAB III
2.4.2.5 Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika)
Sejumlah publikasi menyatakan ligasi arteri iliaka internal tersebut telah
digunakan oleh ahli bedah dengan berbagai spesialisasi di seluruh dunia. Di
Britania Raya dan Amerika Serikat, operasi itu dilaporkan sebelum 1900 dan
sejak saat itu, banyak ahli bedah sudah mempraktekkannya dan bermanfaat

19

Indikasi Ligasi Arteri Iliaka Internal


Pencegahan
Indikasi ligasi arteri iliaka internal untuk tindakan pencegahan meliputi
perdarahan post aborsi, perdarahan postpartum, atonia uteri sebelum histerektomi,
solusio plasenta dengan atonia uterus, kehamilan abdominal dengan pelvis
implantasi plasenta, plasenta akreta dengan perdarahan keras, dan sebelum total
atau subtotal histerektomi ketika semua langkah yang konservatif telah gagal

19

Pasien yang juga dianggap beresiko tinggi untuk perdarahan postpartum


berulang, plasenta previa atau mempunyai faktor-faktor risiko yang penting
mungkin menjadi kandidat untuk ligasi profilaksis iliaka internal. penilaian klinis
sangat penting dan jika ligasi profilaksis dianggap jalan terbaik, maka tidak boleh
ditunda

19

Tindakan ligasi diperlukan pada keadaan:


1. Sebelum atau setelah histerektomi untuk perdarahan postpartum;
2. Apabila terjadi perdarahan yang signifikan dari bagian bawah ligamentum
latum ;
3. Apabila ada perdarahan yang banyak dari dinding samping pelvis;
4. Jika ada perdarahan berlebihan dari sudut vagina;

11

5. Dimana terjadi perdarahan yang difus tanpa identifikasi yang jelas dari
vascular bed;
6. Ketika ada indikasi tambahan termasuk atonia uteri dimana metode
konvensional telah gagal;
7. Luka yang luas pada servix yang terjadi setelah persalinan;
8. Bila ada luka tembakan pada perut bagian bawah;
9. Dalam hal fraktur panggul dan perdarahan intraperitoneal.
Dalam keadaan seperti itu, histerektomi sendiri mungkin tidak memadai
untuk mengontrol perdarahan. ligasi arteri iliaka internal, unilateral atau bilateral,
menjadi perlu dan tidak boleh ditunda dalam situasi yang membahayakan jiwa

19

Ligasi Arteri Uterina


Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan
80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping
uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan seksio sesarea,
ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan
ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai.
Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa
uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan
menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian

13

Ligasi arteri Iliaka Interna


Identifikasi bifurkasio arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya
harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter.
12

Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi


arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan
dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua
ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.
Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum
dan sesudah ligasi risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien

13

2.4.2.6 Histerektomi Peripartum


Histerektomi emergensi peripartum adalah pilihan terakhir yang diambil bila
terjadi maternal morbiditas yang berat dan juga near miss mortality. Kajian data
selama 25 tahun terakhir menunjukkan insiden yang bervariasi, dari satu kejadian
per 3313 persalinan sampai satu kejadian per 6978 persalinan. Di Negara
berkembang kejadiannya mencapai satu per 2000 persalinan

20

Angka mortalitas maternal yang dihubungkan dengan histerektomi


emergensi berkisar 0 - 30%, dengan angka kejadian yang tertinggi pada daerah
dengan sarana rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang minimal. Namun
demikian, sekalipun pada Negara dengan angka mortalitas yang rendah, angka
morbiditasnya

dapat

tetap

tinggi

akibat

perdarahan,

transfusi

darah,

disseminatedintravascular coagulation, infeksi dan potensi cedera pada saluran


kemih bagianbawah. Perdarahan obstetri, seperti pada plasenta previa dan/atau
plasenta akreta, sudah seharusnya kasus-kasus seperti ini dirujuk ke fasilitas
dengan peralatan dan personel yang mampu memberikan pilihan histerektomi

13

20

BAB III
JAHITAN B-LYNCH

Manajemen bedah pada perdarahan postpartum termasuk ligasi dari arteri


uterina, ligasi iliaka interna, dan akhirnya abdominal histerektomi total atau
subtotal 10. Selain itu ada sebuah prosedur manajemen alternatif bedah konservatif
yang dikenal dengan teknik jahitan kompresi dan terbukti efektif untuk
mengontrol perdarahan postpartum.
Prosedur ini pertama kali dilakukan dan dijelaskan pada tahun 1997 oleh
Mr. Christopher B-Lynch, seorang konsultan obstetri, ahli bedah ginekologi ,
anggota dari the Royal College of Obstetricians and Gynaecologists of the UK,
dan anggota dari the Royal College of Surgeons of Edinburgh, bermarkas
diMilton Keynes General Hospital National Health Service (NHS) Trust (Oxford
Deanery, UK), selama menangani pasien dengan perdarahan postpartum, pasienini
menolak untuk dilakukan histerektomi
3.1

17

Prinsip

Jahitan ditujukan untuk menimbulkan kompresi vertikal berkelanjutan pada sistim


vaskuler. Pada kasus perdarahan postpartum karena plasenta previa, jahitan
kompresi segmen transversal lebih efektif
3.2

10

Bahan

Berbagai bahan jahitan telah dicoba, termasuk vicryl (polyglactin 910),


dexon(polyglycolic

asam),

PDS

(polydioxanone),

prolene

(monofilamen

polypropylene) dan nilon. Diyakini bahwa jahitan yang ideal adalah jahitan yang
kuat, berbahan monofilamen (untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya
trauma pada jaringan yang lemah pada atonia uteri), cepat diserap, dan dipasang
pada jarum melengkung yang besar untuk kemudahan penempatan jahitan. Bahan
tidak diserap atau perlahan-lahan diserap oleh usus dapat mengakibatkan jebakan,
sehingga jahitannya menjadi longgar, dan juga dapat merangsang pembentukan
adhesi. Idealnya, perlu jahitan untuk mempertahankan daya regang selama 48-72
jam, dan kemudian diserap dengan cepat. Atas dasar ini, monocryl
14

(polyglecaprone 25) telah dinyatakan oleh Price dan B-Lynch sebagai bahan
yangpaling yang sesuai untuk jahitan B-Lynch. Ethicon telah secara khusus
mengembangkan bahan prototipe untuk B-Lynch prosedur, menggunakan bahan
nomor satu monocryl (polyglecaprone 25) monofilamen dengan profil penyerapan
60% dari kekuatan aslinya pada tujuh hari dan 0% pada 21 hari. Penyerapan
selesai pada 90-120 hari. Bahan ini terdiri dari benang monocrly terlarut
sepanjang 90 cm yang terikat pada sebuah ethiguard jarum tumpul setengah
lingkaran berukuran 70 mm . Pada tujuh kasus, vicryl digunakan pada semua
kasus kecuali Kasus 1, di mana digunakan PDS. Meskipun hal ini tidak
direkomendasikan dengan alasan di atas, tidak ada komplikasi jangka panjang
yang dihadapi dalam hal ini pasien

21,22

Dua mekanisme utama penyerapan pada benang yang diserap. Bahan


benang yang berasal dari biologis seperti usus secara bertahap dicerna oleh enzim
jaringan sedangkan bahan benang yang dibuat dari polimer sintetis akan dipecah
melalui hidrolisis (air masuk ke benang yang menyebabkan rusaknya rantai
polimer) didalam cairan jaringan. Di stadium pertama proses absorbsi kekuatan
benang berangsur berkurang (beberapa minggu), kemudian pada stadium kedua
terdapat hilangnya materi benang

53

3.3

Teknik Prosedur Jahitan B-Lynch

1.

Posisi ahli bedah berdiri di sebelah kanan pasien, kita menganggap ahli
bedah tidak kidal.

2.

Laparatomi sangat penting untuk melihat keadaan uterus.


Melakukan Insisi transversal segmen bawah rahim atau Pembukaan
kembali jahitan seksio sesaria pada segmen bawah rahim untuk memeriksa
rongga uterus apakah ada sisa plasenta dan untuk membersihkannya

3.

10

Sebelum prosedur jahitan B-lynch dimulai, penting melakukan uji


efektifitas penggunaan dari teknik jahitan B-lynch.
Pasien dalam posisi Lloyd davies atau semi litotomi (kaki katak), seorang
asisten berdiri diantara kaki pasien dan secara berkala melakukan
pembersihan vagina untuk menentukan adanya perdarahan dan lainnya.
Uterus kemudian di eksteriorkan dan dilakukan kompresi bimanual (jika

15

sudah dilakukan seksio sesarea sebelumnya, lokasi tersebut ditekan


kembali), seluruh uterus kemudian dikompresi dengan meletakkan satu
tangan dengan ujung jari berada pada serviks dibagian posterior dan
tangan lainnya tepat dibawah bladder dibagian anteriornya. Jika
perdarahan berhenti dengan melakukan kompresi tersebut, maka ada
peluang baik untuk dilakukan aplikasi jahitan B-lynch yang akan bekerja
dan menghentikan perdarahan

10

Jika kriteria dari uji penggunaan jahitan B-lynch sudah didapatkan, uterus
tetap dalam keadaan eksteriorasi hingga aplikasinya lengkap. Asisten
senior

mengambil

alih

dalam

melakukan

kompresi

dan

mempertahankannya dengan dua tangan selama dilakukannya jahitan oleh


ahli bedah yang memimpin.
4.

Jahitan pertama dilakukan 3 cm di bawah incise histerotomi / seksio


sesaria pada sisi kiri pasien dan dirajut sepanjang rongga uterus untuk
menutup 3 cm diatas tepi insisi kira-kira 4 cm dari batas lateral uterus
(gambar 1a(i);

5.

Jahitan kemudian dilakukan pada bagian atas uterus dan bagian


belakangnya. Saat lokasi jahitan tepat difundus, penjahitan harus
dilakukan kurang lebih vertikal dan berada sekitar 4 cm dari kornu, tidak
ada kecenderungan terjadinya pergeseran kearah lateral menuju broad
ligamen karena uterus telah dikompresi dan jahitan melekat, sehingga
memastikan bahwa penutupan jahitan yang tepat telah dicapai dan
dipertahankan (gambar 1a);

6.

Pada bagian belakang uterus dimana penjahitan dilakukan sepanjang


dinding uterus. Tepatnya pada bidang horizontal pada tingkat insisi uterus
dari perlekatan / insersi ligament uterosakral (gambar 1b);

7.

Saat jarum menembus sisi rongga uterus dari dinding posterior, lalu
diarahkan ke dinding posterior, sehingga jahitan berada diatas fundus dan
pada sisi kanan anterior uterus. Jarum dimasukkan kembali ke rongga
uterus seperti yang dilakukan pada sisi kiri, yaitu 3 cm diatas insisi atas
dan 4 cm dari sisi lateral uterus melalui tepi atas insisi, menuju rongga

16

uterus dan keluar lagi sepanjang 3 cm dibawah tepi bawah insisi (gambar
1a (ii));
8.

Asisten mempertahankan kompresi saat benang jahitan dilekatkan dari


sudut yang berbeda untuk memastikan tekanan yang seragam dan tidak
bergeser. Kedua ujung jahitan dilakukan double throw knot untuk
keamanan dalam mempertahankan tekanan;

9.

Tekanan pada kedua ujung benang dapat dijaga selama proses penutupan
segmen bawah rahim yang diinsisi atau simpul diikat terlebih dahulu
diikuti dengan penutupan segmen bawah rahim (gambar 2c) jika ini
dipilih, hal ini sangat penting untuk memperhatikan sudut insisi
histerotomi dan posisi jahitan sebelum simpul ini diikat untuk memastikan
bahwa segmen terbawah telah tertutup dan sudut insisi tertutup rapat.
Kedua prosedur ini sama baiknya. Sangat penting untuk mengidentifikasi
sudut insisi uterus untuk meyakinkan tidak ada titik perdarahan;

10.

Pasca aplikasi dan penutupan histerotomi. Pada tahapan ini dapat terjadi
efek maksimum dari tekanan jahitan, dalam kurun waktu 24-48 jam.
Karena uterus mengkerut pada minggu pertama setelah persalinan
pervaginam / seksio sesarea, jahitan mulai kehilangan kontraksinya ,akan
tetapi proses hemostasis telah terjadi. Tidak ada alasan untuk menunda
penutupan dinding abdomen setelah aplikasi jahitan. Asisten berdiri
diantara kedua tungkai dan melakukan pembersihan pada vagina dan
meyakinkan bahwa perdarahan telah terkontrol.

17

Gambar 1a c Prosedur Teknik B-Lynch

10

Aplikasi Setelah Persalinan Normal Vagina.


Jika laparatomi diperlukan sebagai manajemen dari perdarahan atonia postpartum,
histerotomi sangat penting untuk melakukan aplikasi jahitan B-lynch. Histerotomi
dilakukan untuk mengeksplorasi rongga uterin, mengeluarkan produk-produk
konsepsi , mengevakuasi blood clot yang besar dan mendiagnosa plasentasi
abnormal, kerusakan dan perdarahan. Teknik penjahitan B-lynch dengan
modifikasinya, tanpa histerotomi akan mengakibatkan perdarahan postpartum
sekunder oleh karena itu memastikan bahwa rongga uterus benar-benar kosong.
Kemudian histerotomi bisa juga untuk menunjukkan bahwa penjahitan yang benar
dari jahitan tersebut akan memberi efek kompresi maksimum, selama dan setelah

18

penjahitan, dengan memakai teknik B-lynch , ini juga untuk menghindari


obliterasi servikal / rongga uterus yang bias menyebabkan penumpukan bekuan
darah, debris infeksi, pyometra, sepsis dan kematian. Penjahitan untuk plasentasi

abnormal 22,24,25,26.
Jahitan B-lynch bisa bermanfaat pada kasus plasenta akreta, perkreta, dan
inkreta. Kompresi jahitan transversal ke anterior bawah atau Kompartemen
posterior atau keduanya, dilakukan untuk mengontrol perdarahan. Jika ini tidak
berhasil longitudinal brace jahitan component bisa dilakuan untuk memicu proses
hemostasis

26

Seluruh uterus dikompresi dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan
menggunakan benang yang dapat diserap , mengikat pada anterior dan posterior
segmen bawah uterus sehingga integritas dan hemostasis dipelihara , sebagaimana
dibuktikan oleh laparoskopi, histerosalpingografi, USS dan MRI dan visualisasi
langsung uterus pada saat operasi sesarea elektif berikutnya

27,28

. Rongga yang

tetap terbuka ini untuk aliran darah tetap terjaga . Pyometra, yang telah dilaporkan
dalam satu kasus setelah jahitan Teknik Square dimana teknik ini menghilangkan
rongga uterus

25

. Kejadian ini belum ada laporan pada pasien yang menggunakan

teknik jahitan B-Lynch. Salah satu pengamatan yang paling penting untuk
komplikasi jahitan B-Lynch adalah involusi cepat dari uterus selama minggu
pertama pasca persalinan. Fisiologis ini mencegah proses ketegangan berlebihan
dari jahitan ke uterus.
Jahitan kompresi uterus tepat untuk perdarahan postpartum primer dan
sekunder pada atonia uteri, DIC, plasenta akreta, inkreta dan previa. Tindakan ini
tidak direkomendasikan pada perdarahan postpartum primer dan sekunder tanpa
terlebih

dahulu

menggunakan

langkah-langkah

medis

yang

telah

direkomendasikan. Memang dianjurkan sebelum dilakukan pembedahan lebih


radikal . Landasan pengelolaan pada perdarahan postpartum dengan teknik ini
adalah diagnosis dini sebelum pasien menjadi terancam. teknik jahitan B-Lynch
memperoleh kepercayaan diseluruh dunia sebagai alternatif histerektomi dalam
pengelolaan perdarahan postpartum sebagaimana ditunjukkan dalam literatur
internasional. Prosedur ini lebih cepat dan sederhana dari pada histerektomi atau
ligasi iliaka internal

29

19

3.4

Keuntungan Teknik Jahitan B-Lynch Adalah

1. Aplikasi sederhana;
2. Life saving;
3. Relatif aman;
4. Mempertahankan uterus dan fertilitas;
5. Hemostasis dapat dinilai segera setelah aplikasi;
6. Daya regang berkurang dalam 48 jam, sehingga menghindari adanya
kerusakan permanen pada uterus;
7. Uterus yang terbuka memungkinkan mengeksplorasi rongga uterus untuk
mengeluarkan produk-produk yang tertinggal dan memungkinkan penjahitan
langsung dibawah visualisasi operator.
3.5

Follow Up Setelah Aplikasi Jahitan B-Lynch

Pada follow up, tiga pasien yang menjalani postoperasi laparaskopi untuk
sterilisasi, curiga PID atau apendisitis, seorang pasien menjalani laparatomi 10
hari setelah jahitan B-lynch dilakukan ileostomi untuk alasan bedah karena curiga
obstruksi usus. MRI , histerosalpingografi yang dilakukan pada pasien tidak
menunjukkan adanya sequel intraperitoneal atau uterus, tidak ada komplikasi yang
didapat pada 5 pasien pada penelitian pertama yang dipublikasikan. Lagipula,
semua sukses dalam kehamilan & persalinan

22,30

Ada laporan komplikasi setelah aplikasi B-Lynch. Pada tahun 2004,


Grotegut melaporkan satu kasus erosi dinding uterus setelah tindakan jahitan BLynch yaitu, pada pasien dengan umur 19 tahun, primigravida, tindakan jahitan BLynch dilakukan setelah menjalani operasi sesarea yang mengalami perdarahan
sekunder

sampai

maxon(monofilamen

atonia

uteri

polyglyconate),

31

Jahitan
yang

yang

perlahan

digunakan
diserap;

adalah

karenanya,

pentingmenggunakan jahitan yang diserap dengan cepat. Pada enam minggu pasca
persalinan, jahitan menjadi menonjol melalui serviks pasien dan dikeluarkan tanpa
kesulitan. Ultrasonohysterography dilakukan enam bulan setelah operasi
menunjukkan kerusakan kecil pada dinding anterior segmen bawah uterus

31

. Efek

erosi terhadap kesuburan dan persalinan dalam jangka panjang tidak diketahui.

20

Meskipun demikian, banyak pasien pada tindak lanjut jangka panjang telah
menunjukkan kesehatan reproduksi normal

32

Partial nekrosis iskemik dari uterus terjadi 24 jam setelah prosedur juga
telah dilaporkan pada wanita 26 tahun primigravida yang menjalani operasi seksio
sesarea karena gawat janin

33

. Jahitan B-Lynch ditempatkan untuk atonia uteri

perdarahan post partum yang gagal merespon obat uterotonik. Kestabilan


hemostasis dipastikan sebelum dilakukan penutupan abdomen. Namun, pasca
operasi, dia ditemukan hipotensi dan darah mengalir dari sayatan perut, serta
ditemukan adanya gangguan pembekuan darah dan shock. Pada laparotomi, uterus
mengalami kongesti dan terdistensi antara jahitan yang menekan, memberikan
penampilan yang bergelembung. Jahitan telah terpotong dan tertanam di dinding
uterus sementara sebagian lainnya menggembung oleh darah. Ditemukan adanya
hemoperitoneum sebanyak 2 liter. Dilakukan total histerektomi bilateral dengan
ligasi arteri iliaka interna. Telah dikemukakan bahwa terjadinya koagulopati pasca
operasi akan berlanjut dengan perdarahan yang terus menerus dalam rongga
33

uterus sehingga terbentuk kantong pada dinding uterus

. Laporan ini

menekankan pada pentingnya pengawasan ketat pasien, mendeteksi dan


mengkoreksi kegagalan koagulasi pada kasus pengobatan perdarahan postpartum
dimana uterus masih utuh, meskipun telah dilakukan jahitan B-Lynch.

3.6

Laporan Seluruh Dunia Penerapan Jahitan B-Lynch

Penerapan jahitan B-lynch baru-baru ini meliputi 1300 sukses & 19 gagal dari
semua jahitan, benua india dilaporkan memiliki penerapan sukses terbesar, yaitu
lebih dari 250, diikuti oleh afrika, amerika selatan, amerika utara, 7 negara-negara
lain. Dilaporkan ada 17 kasus yang gagal karena aplikasi yang tertunda, teknik
salah,

defibrinisasi

dan

bahan

yang

tidak

sesuai.

Jahitan

monocryl

direkomendasikan karena baik dan aman untuk jaringan dan distribusi tegangan
yang seragam dan mudah untuk dilakukan. Dalam review dinyatakan teknik Blynch untuk perdarahan postpartum seharusnya menjadi pilihan bagi setiap
gynecologist. Wohlmith,dkk mempublikasikan hasil dari penelitian dengan 91
%tingkat kesuksesan. Sukses kumulatif didunia 98%

21

10

B-Lynch (1997) melaporkan 5 kasus dimana teknik jahitan ini telah


berhasil digunakan untuk mengendalikan perdarahan postpartum berat. Pal M
(1998) melaporkan 6 kasus perdarahan postpartum primer selama operasi sesarea
pada primigravida yang memperoleh jahitan B-Lynch. Tidak satu pun dari mereka
yang memerlukan transfusi darah atau mengalami DIC. Pemulihan pasca operasi
seluruhnya terjadi dengan baik. Demikian pula, Mazhar S B (2003) melaporkan
dua kasus perdarahan postpartum yang berhasil dikelola dengan jahitan kompresi

34,35,36

Teknik jahitan kompresi uterus seperti teknik jahitan B-Lynch pertama


kali dijelaskan pada tahun 1997 (B. Lynch , 1997) dan sejak itu banyak publikasi
tentang kesuksesan penerapan teknik ini telah muncul di berbagai jurnal.
Modifikasi asli teknik ini muncul seperti jahitan Square Cho (Cho, 2000) dan
Teknik modifikasi Hayman's B-Lynch (Hayman , 2002)

23,24,34

Sejak diperkenalkannya teknik jahitan B-Lynch pada tahun 1997, telah ada
10 pelaporan dan lebih dari 46 kasus. Publikasi asli B-Lynch melaporkan kasus
yang berhasil 5, 4 dengan primer perdarahan postpartum (2 setelah persalinan
spontan pervaginam, 1 elektif dan 1 setelah operasi sesarea emergensi) yang
kelima kasus adalah kasus perdarahan postpartum sekunder

34

. Operasi berhasil

pada semua kasus tanpa komplikasi, dan 4 dari 5 pasien telah menjadi hamil . Dua
persalinan spontan pervaginam dan yang lain 2 operasi seksio sesarea elektif.
Pemeriksaan uterus bekas seksio sesarea tidak menunjukkan kelainan.
Ferguson (2000) di Virginia USA menggunakan teknik ini dan berhasil
dalam 2 kasus kehamilan kembar dimana perdarahan postpartum terjadi akibat
atonia uteri setelah seksio sesarea.

Perdarahan terjadi setelah gagal

dalam

merespon pengobatan medis dan

ligasi arteri uterina bilateral

dengan

37

menggunakan teknik O'Leary . Pasca operasi dilakukan histerosalpingografi


tidak menunjukkan adanya cacat pada uterus . Magnetic Resonance Imaging
(MRI) menunjukkan arsitektur dan rongga uterus normal. Meskipun ada
kekhawatiran tentang kerusakan sekunder anatomi uterus ke tingkat parah akibat
teknik kompresi uterus, hal ini tidak ditemukan. Mereka menjelaskan bahwa
beberapa perempuan ditindaklanjuti tidak memiliki cacat uterus. Hasil ini

22

mungkin disebabkan karena adanya involusi cepat dari uterus dalam minggu
pertama pasca persalinan

27

Dacus (2000) di South Carolina telah menggunakan teknik B-Lynch


terhadap 4 pasien untuk mengontrol perdarahan postpartum sekunder akibat atonia
uterus . Teknik ini berhasil pada semua kasus dan tidak ada pasien kembali ke
rumah sakit untuk perdarahan berulang. Mereka menggambarkan teknik ini
sebagai teknik bedah yang sederhana untuk manajemen perdarahan post partum
yang memungkinkan uterus tetap terjaga

38

Smith dan Basket (2003) di Kanada menambahkan 7 lebih kasus. 3 dari 7


kasus; mereka mencoba prosedur bedah lainnya sebelum aplikasi jahitan B-Lynch
termasuk ligasi arteri bilateral pada uterus dan ovarium
haemostaticsquare jahitans

24

dan uterine packing

39

, multiple

40

. Teknik B-lynch kemudian

digunakandalam semua kasus dan sukses pada 6 dari 7 kasus. Mereka melaporkan
1 kasus gagal setelah jahitan B-Lynch pada pasien dengan plasenta previa
kemudian dilakukan histerektomi dan terjadi DIC. Kemungkinan teknik untuk
plasenta previa tidak diikuti, yang mana diterapkan aplikasi jahitan angka 8 pada
segmen bawah uterus. Jahitan ini ditempatkan di awal, anterior atau posterior atau
keduanya, sebelum penerapan teknik B-Lynch

34

Teknik jahitan B-Lynch untuk profilaksis pada pasien dengan risiko


perdarahan pertama kali dianjurkan oleh B-Lynch dan Kalu (2002). Mereka
menggunakan jahitan B-Lynch pada kehamilan triplet saat seksio sesarea dengan
hasil yang sukses. Teknik yang sama juga dapat bermanfaat pada pasien dengan
risiko tinggi seperti plasenta previa atau akreta. Sangat penting diberikan
informconsent termasuk penjelasan tentang untung dan rugi dari tindakan pada
semuapasien

41

Gabungan teknik jahitan B-Lynch dan balon kateter Intrauterine yang


dianjurkan oleh Danso (2002) dilakukan pada pasien setelah seksio sesarea yang
kehilangan 2 liter darah. Tidak ada respon terhadap pemijatan uterus maupun
untuk intramyometrial carboprost. Setelah teknik jahitan B-Lynch diterapkan,
perdarahan berkurang secara signifikan. balloon kateter three way itu dimasukkan
ke dalam uterus melalui vagina dan dipenuhi dengan air sampai 70 ml untuk

23

memungkinkan tamponade. salah satu keuntungan dari prosedur gabungan ini


adalah untuk mengukur volume darah yang mengalir ke dalam vagina

42

Mazhar (2003) di Pakistan melaporkan 2 kasus yang berhasil. Kasus


pertama plasenta previa totalis dengan kehamilan 32 minggu dan Kasus kedua
dilakukan operasi emergensi seksio sesarea pada umur kehamilan 37 minggu pada
hipertensi tidak terkontrol dengan letak sungsang. Kedua pasien diperkirakan
mengalami kehilangan darah 1500 ml dan terjadi atonia uteri . jahitan B-Lynch
diaplikasikan dan berhasil setelah gagal ecbolics and pressurepacking

36

. Pal

(2003) di India baru-baru ini menerapkan teknik ini dan suksesdalam 6 kasus
perdarahan postpartum akibat atonia uteri setelah seksio sesarea

35

52

Shakila Yasmin (1999)

, menerbitkan sebuah laporan kasus di mana

jahitan B-Lynch diaplikasikan sebagai langkah terakhir sebelum histerektomi,


ketika ligasi uterus bilateral, ovarium dan arteri iliaka internal gagal. Anjali Gupta
43

, melaporkan kasus plasenta perkreta yang menyebabkan uterus pecah spontan

pada akhir kehamilan dan dilakukan tindakan jahitan B-Lynch bersama-sama


dengan ligasi arteri uterus bilateral.
Pilihan pengobatan untuk plasenta inkreta secara umum adalah
histerektomi, tetapi berbagai metode konservatif untuk menjaga kesuburan uterus
di masa depan telah dianjurkan. Faktor seperti usia pasien, kesuburan, derajat dan
luasnya implantasi plasenta, jumlah kehilangan darah serta kondisi pasien
menentukan apakah pengelolaan konservatif layak untuk dicoba pada beberapa
kasus plasenta inkreta. Menyisakan seluruh plasenta dengan atau tanpa terapi
methotrexate juga telah dicoba akan tetapi metode konservatif ini dapat
melibatkan risiko perdarahan dan infeksi. Demikian pula, kuret dalam yang diikuti
dengan langkah devascularisation, reseksi dari bagian yang rusak atau menjahit
dengan kuat pada situs implantasi juga telah dicoba

44

Jahitan B-Lynch telah sukses dikombinasikan dengan metode lain seperti


penempatan balon intrauterin

42

. Dalam seri kasus ini, sebuah tabung Sengstaken -

Blackmore digunakan. Tabung itu dimasukkan ke dalam rongga uterus dan


diisidengan 150 ml larutan salin sebelum dilakukan jahitan B-Lynch. Metode
pembedahan lainnya juga dikombinasikan dengan jahitan B-Lynch, dengan hasil
yang bervariasi yang telah dijelaskan sebelumnya, termasuk ligasi arteri uterina,

24

ligasi pembuluh darah ovarium dan oversewing dari tempat plasenta

32

. Namun,

dalam kasus ini, tidak ada metode bedah lain digunakan bersama dengan B-Lynch
prosedur. Operator bedah melanjutkan dengan histerektomi ketika dengan
prosedur B-Lynch gagal untuk mengendalikan perdarahan.
3.7

Metode Lain

3.7.1 Metode Jahitan U


Beberapa prosedur melibatkan kompresi dengan jahitan seperti penahan untuk
11,15,23,45

mempertahankan uterus setelah perdarahan dengan atonia


kombinasi dengan intrauterine balon kateter

, juga dengan

46

. Yang lain menjelaskan beberapa

jahitan persegi dan jahitan vertikal ke dalam segmen bawah rahim


dikombinasikan dengan jahitan penetrasi miring pada korpus atau beberapa
jahitan vertikal

24,47,48,49

Teknik jahitan U dikembangkan untuk digunakan dalam situasi darurat.


Dalam review pada tujuh kasus menunjukkan efektivitas teknik ini selama 32
bulan dalam mengendalikan perdarahan postpartum atonia uteri dan keselamatan
yang ditunjukkan oleh tidak adanya komplikasi yang terjadi

50

Aplikasi jahitan U
Benang Vicryl 0 Yang dapat diserap dan sebuah jarum XLH melengkung
digunakan secara manual untuk menjahit. Untuk melakukan jahitan tunggal U,
jarum disisipkan di dinding ventral uterus, dilanjutkan melalui dinding posterior
dan kemudian kembali ke ventral dinding tempat benang itu bergabung dengan
simpul ganda (Gambar 2a dan b). Sementara ahli bedah yang memimpin mengikat
jahitan, yang lain membantu dilakukannya kompresi uterus bimanual. Jumlah
jahitan yang dibutuhkan tergantung pada ukuran uterus dan banyaknya
perdarahan. Secara umum, memakai 6-16 jahitan U pada barisan horizontal
sepanjang uterus (Gambar 2), mulai dari fundus dan berakhir di serviks. Jadi, kirakira 2-4 cm jaringan dipadatkan dalam setiap jahitan. Antibiotik diberikan pada
semua kasus. Ini dilanjutkan pasca operasi selama 5 hari

25

50

Gambar 2 teknik Jahitan U

50

3.7.2 Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho)


Teknik ini diperkenalkan oleh Cho JI pada tahun 2000

24

. Tujuan dari teknik ini

adalah untuk mendekati dinding uterus anterior dan posterior sehingga tidak ada
ruang sisa pada rongga uterus. Demikian juga perdarahan dari endometrium
karena atonia uteri atau plasenta bed terkontrol karena tekanan

22

Teknik ini dilakukan di tempat yang banyak perdarahan pada seluruh


dinding uterus, dari lapisan serosa dinding anterior ke dinding posterior, melalui
rongga uterus, teknik jahitan ini berbentuk angka 7 atau angka 8 dengan
menggunakan jarum bedah lurus, benang chromic atraumatic nomor 1. beberapa
jahitan kemudian dimasukkan sehingga tidak ada ruang sisa pada rongga uterus.
Jika perdarahan disebabkan oleh atonia uterus, empat sampai lima jahitan persegi
ditempatkan secara merata seluruh uterus dari fundus ke segmen yang lebih
rendah. Jika perdarahan itu karena plasenta akreta, dengan sumber perdarahan dari
tempat plasenta, jahitan difokuskan pada dua sampai tiga tempat sumber
perdarahan yang banyak. Dengan menjahit beberapa daerah dengan metode ini,
perdarahan dapat dikendalikan dengan menekan dinding uterus anterior dan
posterior. Jika perdarahan terjadi di segmen bawah uterus karena plasenta previa,
hemostasis dilakukan pada beberapa tempat dengan jahitan persegi disisipkan
setelah mendorong kandung kemih ke bawah

22

Pada kasus ini, 23 perempuan yang mengalami perdarahan setelah operasi


seksio sesarea dengan rata-rata kehilangan darah antara 1000 dan 3000 ml,

26

hemostasis dicapai pada semua kasus dan histerektomi dapat dihindari. Semua
wanita menstruasi kembali normal dan empat dari mereka menjadi hamil.
Pemeriksaan rongga uterus dalam enam kasus menggunakan histeroskopi atau
22

histerosalpingografi tidak menunjukkan kelainan

Namun teknik ini dapat menyebabkan risiko pada rongga uterus dengan
25

perkembangan selanjutnya menjadi pyometra


dibandingkan dengn teknik jahitan B-Lynch

. Teknik ini juga kurang berhasil

51

3.7.3 Modifikasi Teknik B-Lynch Oleh Hayman


Modifikasi teknik B-Lynch oleh Hayman (2002)

23

, memiliki keunggulan, teknik

yang sederhana dan cepat, untuk melakukannya tidak memerlukan uterus dibuka.
Menggunakan jarum lurus Dexon nomor 2, jahitan dilakukan tusukan pada
seluruh dinding uterus , di atas refleksi kandung kemih, dari dinding anterior (3
cm di bawah dan 2 cm medial tepi bawah rongga uterus) ke posterior dinding
uterus

22

Gambar 3 Teknik Hayman

10

Gambar 4 Teknik Cho multiple square

27

10

BAB IV
RINGKASAN

Dari seluruh teknik prosedur jahitan kompresi yang disebutkan diatas


teknik B-lynch telah direkomendasikan oleh Triennial Confidential di inggris.
Tidak adanya hasil yang buruk yang dilaporkan pada teknik bedah B-lynch.
Bahkan tidak ada laporan kematian ibu yang menjalani intervensi radiologi atau
jahitan B-lynch dalam penanganan perdarahan postpartum yang dilaporkan oleh
10

Triennial Confidential Enquiry States 2000-2002 .


Penting untuk diingat bahwa jika pasien diketahui mempunyai resiko
perdarahan postpartum, harus dilakukan dengan koordinasi antar departemen,
seluruh staf selalu waspada sehingga pembedahan konservatif bisa dilakukan
dengan cepat jika dibutuhkan, pasien yang beresiko adalah pasien obesitas,
kardiomiopati, koagulopati, plasenta abnormal, polihidramnion dan kepercayaan
tertentu yang menolak transfusi darah

10

Jahitan B-Lynch telah berkembang menjadi metode pembedahan alternatif


yang berharga untuk mengendalikan perdarahan postpartum akibat atonia uteri
yang menyebabkan kompresi efektif dari plasenta bed. Kompresi uterus langsung
mengontrol perdarahan dari plasenta bed, pada kasus plasenta inkreta Jahitan BLynch dapat dilakukan setelah menghilangkan sedikit demi sedikit jaringan
plasenta. Jahitan B-Lynch Ini muncul menjadi prosedur yang sederhana, efektif,
dan secara relatif dapat menyelamatkan nyawa yang dapat diterapkan dengan
sedikit keahlian. Efektivitas jahitan B-Lynch diuji setelah dilakukan kompresi
bimanual uterus. Jika kompresi dapat mengontrol perdarahan, kemungkinan
bahwa jahitan B-Lynch akan bekerja. Efek dapat dilihat langsung pada penerapan
jahitan B-Lynch

44

28

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal mortality in 2000. Department of Reproductive Health and


Research WHO, 2003.
2. Saifudin AB. Issues in training for essential maternal healthcare in Indonesia.
Medical Journal of Indonesia Vol 6 No. 3, 1997: 140 148.
3. UNFPA, SAFE Research study and impacts. Maternal mortality update
2004,delivery into good hands. New York, UNFPA; 2004.
4. Depkes RI, Dirjen Binkesmas. Prinsip Pengelolaan Program KIA. Dalam:
Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWSKIA). 2004. Hal. 1-11.
5. Prendiville W, Elbourne D. Care during the third stage of labour. In:
ChalmersI, Enkin M, Keirse MJNC (ed). Effective Care in Pregnancy
andChildbirth.Oxford: Oxford University Press, 1998, 11451169.
6. Prendiville

WJ,

Elbourne

D,

McDonald

S.

Active

versus

expectantmanagement in the third stage of labour. Cochrane Database of


SystematicReviews 2000, Issue 3. Art No: CD000007. DOI: 10.1002/
14651858.CD000007.
7. Engelsen IB, Albrechtsen S, Iversen OE. Peripartum hysterectomyincidenceand maternal morbidity. Acta Obstet Gynecol Scand 2001;80:409
412.
8. Francois K, Ortiz J, Harris C, Foley MR, Elliott JP. Is peripartum
hysterectomy more common in multiple gestations? Obstet
Gynecol2005;105:13691372.
9. Wingprawat S, Chittacharoen A, Suthutvoravut S. Risk factors for
emergencyperipartum Sesareaean hysterectomy. Int J Gynaecol Obstet
2005;90: 136 137.
10. B-Lynch

C,

Keith

L.G.,

Lalonde

A.B.,

Karoshi

(2006)

st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 287-98


11. Anderson J, Etches D, Smith D. Postpartum haemorrhage. In Damos JR,
Eisinger SH, eds. Advanced Life Support in Obstetrics (ALSO) provider

29

course manual. Kansas: American Academy of Family Physicians, 2000:1


15
12. Nelson GS, Birch C. Compression jahitans for uterine atony and
hemorrhagefollowing Sesareaean delivery. Int J Gynecol Obstet
2006;92:248250.
13. Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention
andManagement of postpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.
14. Hofmeyr GJ, Abdel-Aleem H, Abdel-Aleem MA, 2008.Uterine massage
forpreventing postpartum haemorrhage (Review) In : The Cochrane
Library,Issue 3
15. B-Lynch

C,

Keith

L.G.,

Lalonde

A.B.,

Karoshi

(2006)

st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 256-61.


16. B-Lynch

C,

Keith

L.G.,

Lalonde

A.B.,

Karoshi

(2006)

st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 263-67.


17. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum
st

Hemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 308-11.


18. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006)
st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 277-86


19. B-Lynch

C,

Keith

L.G.,

Lalonde

A.B.,

Karoshi

(2006)

st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 299-307


20. B-Lynch

C,

Keith

L.G.,

Lalonde

A.B.,

Karoshi

(2006)

st

PostpartumHemorrhage 1 Published. Sapiens Publishing,UK. 312-15.


21. Koh E, Devendra K, Tan L K B-Lynch jahitan for the treatment of
uterineatony Singapore Med J 2009; 50(7) : 693
22. El-Hammamy E, B-Lynch C. A worldwide review of the uses of the
uterinecompression jahitan techniques as alternative tohysterectomy in the
management of severe post-partum haemorrhage. J Obstet Gynaecol
2005;25:1439
23. Hayman RG, Arulkumaran S, Steer PJ. Uterine compression jahitans:
surgicalmanagement of post partum hemorrhage. Obstet Gynecol 2002;
99:5026
24. Cho JH, Jun HS, Lee CN. Hemostatic suturing technique for uterine
bleedingduring cesarean delivery. Obstet Gynecol 2000;96: 12931

30

25. Ochoa M, Allaire AD, Stitely ML. Pyometra after hemostatic square
jahitantechnique. Obstet Gynecol 2002;99:5069
26. B-Lynch C, Cowen M.J. A new non-radical surgical treatment of massivepost
partum hemorrhage. Contemp Rev Obstet Gynaecol 1997; March:1924
C. B-Lynch
27. Ferguson JE, Bourgeois FJ, Underwood PB. 2000. B-Lynch jahitan
forpostpartum haemorrhage. Obstetrics and Gynecology 95(6 Pt 2):1020
1022.
28. Basket TF. 2003. Emergency obstetric hysterectomy. BJOG:An International
Journal of Obstetrics and Gynaecology 23(4),353 355.
29. Hebisch G, Huch A. 2002. Vaginal uterine artery ligation avoids high
bloodloss and puerperal hysterectomy in postpartum hemorrhage. Obstetrics
andGynecology 2002; 100(3): 574 578.
30. Tsitpakidis C, Lalonde A, Danso D, B-Lynch C. Long term anatomical
andclinical observations of the effects of the B-Lynch uterine compression
jahitan for the management of post partum hemorrhage ten years on. J
Obstet Gynaecol 2006; in press
31. Grotegut CA, Larsen FW, Jones MR, Livingston E. Erosion of a BLynchjahitan through the uterine wall: a case report. J Reprod Med 2004;
49: 849-52.
32. Wohlmuth CT, Gumbs J, Quebral-Ivie J. B-Lynch jahitan: a case series. Int J
Fertil Womens Med 2005; 50:164-73.
33. Joshi MV, Shrivastava M. Partial ischaemic necrosis of the uterus following
auterine brace compression jahitan. BJOG 2004; 111:279-80.
34. B-Lynch C, Coker A, Lawal AH, Abu J, Cowen MJ. 1997. The
BLynchsurgical

technique

for

the

control

of

massive

postpartum

haemorrhage: An alternative to hysterectomy? Five cases reported. British


Journal ofObstetrics and Gynaecology 104:372 375.
35. Pal M, Biswas A K , Bhattacharya SM. (2003) B-Lynch Brace suturing
inprimary

postpartum

haemorrhage

during

Obst.Gynaecol Res.2003 Oct;29(5): 317-20

31

sesareaean

section.

36. Majhar S B , Yasmin S, Guljar S. ( 2003) Management of massive


postpartumhemorrhage by B-Lynch brace jahitan. J Coll physicians Surg.
Pak. 2003Jan; 13(1): 51-2
37. OLeary JA. 1986. Stop of haemorrhage with uterine artery ligation.
Contemporary Obestetrics and Gynaecology 28:13 16
38. Dacus JV, Busowski MT, Busowski JD, Smilthson S, Masters K and Sibai
BM. 2000. Surgical treatment of uterine atony employing the BLynchtechnique. Journal of Maternal-Fetal Medicine 9(3):194 196.
39. Abd Rabbo SA. 1994. Step-wise uterine devascularization: a novel
techniquefor management of uncontrollable postpartum haemorrhage with
the preservation of the uterus. American Journal of Obstetrics and
Gynaecology171:694 700
40. Maier RC. 1993. Control of postpartum haemorrhage with uterine packing.
American Journal of Obstetrics and Gynecology 169:317 321.
41. Kalu E, Wayne C, Croucher C, Findley I, Manyonda I. 2002.
Tripletpregnancy in a Jehovahs Witness: recombinant human erythroietin
and iron supplementation for minimising the risks of excessive blood loss.
BJOG:AnInternational Journal of Obstetrics and Gynaecology 109:723
725.
42. Danso

D,

Reginald

intrauterineballoon

P.

2002.

catheter

Combined

triumphs

B-lynch

over

jahitan

massive

with

postpartum

haemorrhage. BJOG:AnInternational Journal of Obstetrics and Gynaecology


109(8):963.
43. Gupta Anjali, Nanda Smriti, Dahiya Pushpa, Chauhan Meennakshi, Sangwan
Krishna Placenta percreta causing spontaneous uterine rupture in
latepregnancy: conservative surgical management. Australian and New
Zealandjournal of Obstetrics and gynaecology August 2003 Vol 43 issue 4
p-334
44. Chaudhary P1, Sharma S2, Yadav R3, Dhaubhadel P4 B-Lynch Brace
jahitanfor

conservative

surgical

management

for

placenta

increta.

KathmanduUniversity Medical Journal (2003) Vol. 2, No. 2, Issue 6, 149-151


45. Bhal K, Bhal N, Mulik V, Shankar L. The uterine compression jahitan
avaluable

approach

to

control

major

haemorrhage

segmentsesareaean section.J Obstet Gynaecol 2005;25:10-14.

at

lower

32

46. Nelson WL, OBrien JM. The uterine sandwich for persistent uterine
atony:combining the B-Lynch compression jahitan and an intrauterine
Bakriballoon. Am J Obstet Gynecol 2007;196:e9e10.
47. Tjalma

WAA,

Jacquemyn

Y.

uterus-saving

procedure

for

postpartumhaemorrhage. Int J Gynaecol Obstet 2004;86:396397.


48. Hwu YM, Chen CP, Chen HS, Su TH. Parallel vertical compression
jahitans:a technique to control bleeding from placenta praevia or akreta
during sesareaean section. Br J Obstet Gynaecol 2005;112:14201423.
49. Ouahba J, Piketty M, Huel C, Azarian M, Feraud O, Luton D, Sibony O, Oury
JF. Uterine compression jahitans for postpartum bleeding with uterine atony.
Br J Obstet Gynaecol 2007;114:619622.
50. Hackethal1,*, D. Brueggmann1, F. Oehmke1, H.-R. Tinneberg1, M.T.
Zygmunt2 and K. Muenstedt1 Uterine compression U-jahitans in
primarypostpartum hemorrhage after Cesarean section: fertility preservation
with a simple and effective technique Hum. Reprod. Advance Access
publishedNovember 17, 2007
51. Smith KL, Baskett TF. 2003. Uterine compression jahitans as an
alternativeto hysterectomy for severe postpartum haemorrhage. Journal of
Obstetricsand Gynaecology Canada. 2003;25(3): 197 200.
52. Shakila Yasmin ( 2003) B-Lynch brace jahitan as an alternative
tohysterectomy for severe PPH. Pakistan J Med Res Sep 2003 ; 42(3) : 146148
53. David, L. Dunn The Wound Closure Manual. Ethicon, inc a Johnson
& Johnson company

33

Anda mungkin juga menyukai