Referat Infeksi Virus Pada Mata Bagian Luar Isi
Referat Infeksi Virus Pada Mata Bagian Luar Isi
I.
Pendahuluan
Sebagaimana organ lain yang terpapar oleh lingkungan luar, permukaan mata
bereplikasi di dalam sel, dan mengkode protein yang dapat membentuk selubung
protektif yang mengelilingi virus tersebut. . Virus tidak mampu bereplikasi dengan
fisi biner. Untuk dapat mengekspresikan informasi genetik, virus harus menjalani
proses transkripsi dan translasi di dalam sel hidup. 3, 5
Virus adalah suatu unit infeksius yang sangat kecil (diameter 10-400 nm),
mengandung satu atau dua rantai genom asam nukleat dan
protein kapsid ,
dengan atau tanpa selubung (envelope). Hanya dapat mengandung satu jenis asam
nukleat (DNA atau RNA), dengan dinding protein kapsid yang berfungsi
menstabilkan asam nukleat virus terhadap lingkungan ekstrasel serta memudahkan
perlekatan dan penetrasi dengan sel inang. 3,4
Virus diklasifikasikan berdasarkan faktor genetik, fisikokimia, dan biologis.
Faktor yang menentukan klasifikasi virus antara lain ukuran dan strukturnya, serta
metode replikasi dari genom asam nukleatnya. 5
Tabel 2.1 dan 2.2 merupakan daftar klasifikasi virus yang dapat menyebabkan
infeksi pada mata.
Tabel 2.1 Klasifikasi Virus DNA Penyebab Infeksi pada Mata
Karakteristik
dsDNA
Virus
Berselubung
Poxvirus
Iridovirus
Herpesvirus
Tidak berselubung
ssDNA
Tidak berselubung
Sumber : Tabbara 3
Adenovirus
Papovavirus
Hepadnavirus
Parvovirus
Beberapa famili virus memiliki selubung dua lapis lemak yang melingkupi
protein kapsid, yang sangat rentan terhadap kerusakan oleh sinar ultraviolet,
deterjen, alkohol, dan larutan antiseptik. Virus seperti HSV dan HIV yang
memiliki selubung ini, cenderung sangat rentan terhadap lingkungan luar dan
waktu hidupnya hanya sebentar di luar sel. Virus berselubung sulit untuk
ditransmisikan lewat alat medis atau penularan secara tidak langsung. Biasanya
penularan terjadi lewat kontak langsung, berbeda dengan virus tidak berselubung
yang lebih kuat terhadap ancaman lingkungan luar, misalnya adenovirus. 4
Virus
Reovirus
Burnavirus
Pada hewan
Genom positif
Genom negatif
Genom tidak bersegmen
Genom bersegmen
Berselubung, DNA step
Tidak berselubung
Togavirus
Koronavirus
Paramyxovirus
Rhabdovirus
Filovirus
Orthomyxovirus
Bunyavirus
Arenavirus
Retrovirus
Picornavirus
Calicivirus
Virus Influenza
Virus demam Rift Valley
HIV
Poliovirus,
Virus
Coxsackie,
enterovirus 70, Rhinovirus
Sumber : Tabbara 3
2.
Pelepas
an
virus
baru
Prote
in
selu
bung
Prote
Sintes
is
protei
n awal
Enz
im
Transk
ripsi
awal
Fusi dengan
membran sel
untuk
penetrasi
Gambar 2.1
R
N
A
D
N
A
in
kapsi
dTrans
kripsi
lanjut
Sin
tes
is
DN
A
Sintes
is
protei
n
lanjut
Unco
Dating
N
A
Membran
sel
Virus penyebab
Herpes simplex
Varicella-zoster
Herpes simplex
Molluscum contagiosum
Adenovirus
Herpes simplex
Herpes simplex
Epstein-Barr
Mumps
Herpesvirus adalah jenis virus dengan genom dsDNA , dikelilingi oleh protein
kapsid ikosahedral, dan berselubung envelope glikoprotein. Jenis herpesvirus yang
menyebabkan infeksi pada mata antara lain : HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV,
Kaposi Sarcoma-associated herpesvirus (KSHV). Semua herpesvirus mengalami
masa laten pada sel inang. HSV-1, HSV-2, dan VZV akan mengalami fase laten
pada serabut ganglion dorsalis (serabut ganglion trigeminal), sementara EBV pada
sel limfosit B. 3,4
2.4.1.1.1 Virus Herpes Simplex
Virus Herpes simplex (HSV) merupakan virus DNA , mempunyai kapsid
ikosahedral, dan berselubung. Selubung HSV mengandung paling sedikit 8
glikoprotein. Matriks atau tegumen yang berhubungan dengan selubung maupun
kapsid, paling sedikit terdiri dari 15-20 protein (Gambar 2.2) 6
DNA
Laten
Reaktiv
asi
Gangli
on
spinal
Neuron
sensori
k
a
Sel
Epitel
Infeksi Primer
Infeksi Rekuren
Gambar 2.3 Siklus hidup virus herpes simpleks (a) Infeksi primer; (b) Fase laten; (c)
Reinfeksi sel epitel yang menyebabkan lesi rekuren.
Sumber: Lachman 7
Infeksi virus herpes simpleks sangat sering terjadi pada manusia, dan
merupakan penyebab kebutaan karena infeksi kornea yang tertinggi pada negara
maju. Penularan terjadi melalui kontak langsung dengan lesi terinfeksi, dan
neonatus yang lahir pervaginam dari ibu dengan infeksi genital. Manifestasi pada
mata, dapat terjadi pada infeksi primer maupun rekuren. 4,8
2.4.1.1.1.1 Infeksi HSV Okular Primer
Infeksi primer HSV merupakan pertama kalinya penderita terinfeksi oleh virus.
Biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, serta cenderung subklinis
sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Bermanifestasi secara tipikal sebagai
blefarokonjungtivitis,
maupun
keratokonjungtivitis
akut.
Inflamasi
pada
Paling sering disebabkan oleh HSV-1, dan jarang oleh HSV-2. Infeksi HSV
rekuren disebabkan oleh reaktivasi virus laten pada ganglion sensorik, yang dapat
dicetuskan oleh faktor-faktor ,antara lain : demam, perubahan hormonal, paparan
sinar ultraviolet, stres psikologis, dan trauma pada mata. Selanjutnya terjadi
transpor virus ke ujung serabut saraf sensorik, dan akhirnya timbul manifestasi
pada permukaan okular. 4,8
2.4.1.1.2 Virus Varicella-zoster (VZV)
Merupakan human -herpesvirus yang menyebabkan dua penyakit : varicella
dan zoster. VZV mengalami fase laten dan dapat tereaktivasi dalam keadaan
imunosupresi (drug-induced, virus-induced, penuaan).3
Transmisi pada infeksi primer dapat terjadi lewat kontak langsung pada lesi
terinfeksi, maupun droplet sekret respiratorik. Pada infeksi primer, jarang terjadi
keterlibatan mata. Manifestasi primer sebagai konjungtivitis folikular, dan
terkadang sebagai lesi vesikular pada konjungtiva bulbar dan margo palpebra. 4
2.4.1.1.3 Virus Epstein-barr (EBV)
Virus ini mengalami fase laten pada sel limfosit B dan mukosa traktus
respiratorius sepanjang hidup manusia yang terinfeksi. Keterlibatan pada mata
jarang terjadi.
folikuler pada lebih dari 38% pasien mononukleosis infeksiosa, keratitis epitelial,
iritis akut, dan korioretinitis. 3,4
2.4.1.2 Adenovirus
Adalah virus bergenom dsDNA, dengan protein kapsid ikosahedral, tidak
berselubung. Merupakan virus dengan spektrum penyakit yang luas, terbagi
menjadi 6 subgrup A-F. Subgrup D berkaitan erat dengan keratokonjungtivitis
epidemika. 3,4
Pada penelitian Tabarra, dkk. di Arab Saudi, penyebab keratitis adenoviral
tertinggi adalah oleh tipe 3, 8, dan 37. Transmisi melalu kontak dekat dengan
sekret mata maupun traktus respiratorius terinfeksi.. 4, 8, 9
2.4.1.3 Poxvirus
Merupakan famili besar virus dsDNA, dengan protein kapsid berbentuk ovoid
maupun balok, dan berselubung. Poxvirus yang paling sering bermanifestasi pada
mata antara lain virus Molluscum contagiosum . 3
10
menginduksi destruksi sel tertentu seperti sel Muller atau epitel pigmen retina.
Mekanisme kedua, yaitu transformasi sel inang, misalnya terjadi pada
transformasi sel B yang diinduksi EBV, atau transformasi sel T yang diinduksi
infeksi HTLV. Pada mekanisme ketiga, virus dapat menghilangkan fungsi sel,
tanpa menyebabkan kematian pada sel tersebut. 3
Kedua mekanisme terakhir melibatkan sistem imun. Imunopatologi merupakan
akibat yang sering terjadi pada infeksi virus. Produksi antibodi, formasi kompleks
antigen-antibodi, induksi sel T sitotoksik, sel NK, dapat berakibat kerusakan pada
sel inang. 3
III.2 Infeksi Virus pada Bagian Luar Mata
3.2.1 Infeksi Kelopak Mata dan Adneksa
III.2.1.1
Virus Herpes simplex (HSV)
Infeksi HSV pada kelopak mata secara khas bermanifestasi sebagai vesikel
multipel pada dasar yang eritem, edema, dan menimbul. Infeksi biasanya terbatas
pada margo palpebra, namun
11
Infeksi primer dan rekuren dapat dibedakan dengan melihat peningkatan titer
inisial dan titer kedua yang diambil 4-6 minggu setelah pengambilan sampel
pertama. Jika ditemukan jumlah yang dapat diabaikan pada titer pertama, dan
peningkatan pada titer kedua, dapat dipastikan merupakan infeksi primer.
Sementara jika ditemukan jumlah fluktuatif yang acak pada titer pertama dan
kedua, infeksi tersebut merupakan infeksi rekuren.5
III.2.1.2
Virus Varicella-zoster
Cacar air (chicken pox) merupakan bentuk primer pada infeksi VZV.
Merupakan infeksi exanthematosa difus yang ringan, terjadi pada hampir 3 juta
anak per tahun di Amerika Serikat. Puncak insidensi terjadi pada usia 5 9 tahun.
Karakteristiknya adalah ruam papulovesikular, demam, malaise, anoreksia, dan
letargis. Ruam awalnya berupa papula kecil kemerahan yang menjadi vesikel
bening di atas dasar eritem, yang akhirnya akan pecah. Daerah predileksinya
adalah badan, wajah, kulit kepala, dan ekstremitas proksimal. 5
Komplikasi okular jarang terjadi. Kelopak mata dapat terpengaruh oleh lesi
vesikular yang menjadi nekrotik atau terinfeksi sekunder.
Vesikel pada
Molluscum contagiosum
Lesi pada palpebra berupa erupsi papular multipel, kecil, berwarna merah
muda dan berumbilikasi pada kulit dan membran mukosa. Lesi molluscum
contagiosum pada palpebra dapat menyebabkan konjungtivitis folikular iritatif
kronis, dengan keratitis pungtata, panus vaskular pada superior kornea, dan oklusi
sikatriks pungtata. Lesi terletak beberapa milimeter dari margo palpebra, dan
masih dapat menyebabkan konjungtivitis folikular. 10
III.2.2 Infeksi Konjungtiva
Konjungtivitis viral merupakan penyakit pada mata yang sangat sering terjadi.
Sejumlah virus telah diketahui sebagai penyebabnya, antara lain : Virus DNA
(Adenovirus, HSV, VZV, EBV, CMV, variola dan vaccinia, Molluscum
contagiosum virus); Virus RNA (Picornavirus, Paramyxovirus, Togavirus, dan
Flavivirus) . 11
12
Tanda klinis yang khas dari konjungtivitis viral adalah reaksi folikular dari
konjungtiva. Tanda ini juga terdapat pada konjungtivitis klamidial dan toksisitas
topikal. Folikel merupakan tampilan makroskopis dari agregat limfosit yang
dikelilingi oleh plasma dan sel Mast pada stroma konjungtiva stroma. Ketika
terjadi pertambahan ukuran dari folikel, klaster sel-sel imun menggeser pembuluh
darah ke perifer. Maka temuan secara mikroskopik didapatkan penonjolan putih
kekuningan dengan pembuluh darah yang berdilatasi pada bagian perifernya. 11
III.2.2.1
Adenovirus
Secara umum diagnosis keratokonjungtivitis adenoviral dapat ditegakkan
13
11
(a)
(b)
Gambar 3.1 (a) Konjungtivitis folikular akut pada infeksi Adenovirus tipe 3 dan 7
(b) Keratokonjungtivitis epidemika
Sumber : Seal 16
III.2.2.2
Virus Herpes-simplex
Konjungtivitis dapat merupakan komponen infeksi primer maupun rekuren
virus herpes simplex. Biasanya merupakan kondisi yang ringan, kecuali pada
neonatus, dapat berakibat fatal dan harus ditangani segera. Konjungtivitis herpetik
jarang berdiri sendiri tanpa lesi di tempat lain. 11
Berikut ini adalah perbedaan antara konjungtivitis herpes simplex dengan
adenoviral, yaitu : (1) Vesikel pada margo palpebra dan konjungtiva, atau ulkus
pada konjungtiva bulbar pada infeksi HSV ; (2) Keratitis epitelial dendritik pada
infeksi HSV; (3) Membran konjungtiva atau pseudomembran pada konjungtivitis
adenoviral.
14
Virus ini ditularkan melalui droplet sekret saluran napas atas. Merupakan agen
penyebab sindroma mononukleosis infeksiosa, yang ditandai oleh demam, nyeri
tenggorokan, limfadenopati, limfositosis, poliartritits, miositis, dan terkadang
konjungtivitis folikular. Manifestasi okular EBV termasuk episkleritis, perdarahan
subkonjungtiva, uveitis , dan keratitis. 11
III.2.2.4
Picornavirus
Acute Hemorrhagic Conjunctivitis (AHC) disebabkan oleh enterovirus tipe 70,
coxsackie virus varian A24, dan adenovirus tipe 11. Karakteristik infeksi ini
adalah onset tiba-tiba dari konjungtivitis folikular dengan bintik-bintik perdarahan
pada konjungtiva tarsal dan bulbar.4 Masa inkubasi berlangsung 18 36 jam ,
dengan onset tiba-tiba pada satu mata, diikuti mata sebelahnya pada hari yang
sama. Palpebra membengkak, fotofobia, iritasi, dan terdapat sekret seromukosa
yang menjadi cair pada hari kedua. Terdapat limfadenopati preaurikular pada 65%
pasien. Folikel kecil timbul pada konjungtiva temporal inferior dan menetap
selama 10 hari. Konjungtiva bulbi edema dan memperlihatkan perdarahan
subkonjungtiva yang dimulai pada daerah temporal superior (Gambar 3.2). 5
Gambar 3.2
III.2.2.5
Paramyxovirus
Yang tergabung dalam famili paramyxovirus antara lain : virus cacar (measles),
15
Manifestasi klinisnya bervariasi, baik yang disebabkan infeksi itu sendiri dan
juga reaksi imun yang terjadi, dapat melibatkan semua lapisan kornea. Penyakit
pada kornea yang diakibatkan HSV antara dapat dilihat pada tabel 3.1. 12
Tabel 3.1 Klasifikasi Keratitis HSV
No.
I.
II.
III.
IV.
Keratitis HSV terjadi pada infeksi rekuren, sangat jarang pada infeksi primer.
Keratitis herpetik rekuren khas terjadi unilateral, hanya 3 % yang bermanifestasi
bilateral. Biasanya lesi bilateral terjadi pada usia muda, dan memiliki riwayat
atopi. Patogenesis dan pilihan terapi berdasarkan lesi pada infeksi HSV, dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Patogenesis dan Terapi Sesuai Lesi pada Infeksi HSV
Manifestasi klinik
Keratitis epitel
infeksiosa
Keratitis stromal
nekrotikans
Keratitis stroma
non-nekrotikans
Patogenesis
Terapi
Replikasi virus pada epitel ; Debridement ;Asiklovir 3% topikal
respon imun pada stroma ; lesi 5 kali per hari; Asiklovir p.o 5 x
bercabang
dengan
bulbus 400 mg (10 hari);kontraindikasi
terminalis
kortikosteroid.
Invasi langsung virus terhadap Toksik antiviral topikal, lebih
stroma; reaksi imun berat
dipilih antiviral sistemik; sensitif
terhadap kortikosteroid topikal
Mediasi komplemen Ag-Ab; Prednisolon 1% e.d setiap 2 jam
reaksi hipersensitivitas tipe (tappering off dalam 1-2 minggu)
lambat
Asiklovir profilaksis 2 x
400 mg
16
cair dan tipis. Awalnya lesi berupa vesikel kecil pada epitel, lesi ini sangat penting
untuk dikenali karena mengindikasikan suatu keratitis infeksiosa yang harus
ditangani dengan segera. Dalam 24 jam vesikel tersebut akan membentuk lesi
dendritik dan/atau lesi geografik. Pada pasien dengan gangguan fungsi imun lesi
vesikel akan menetap, tidak akan terjadi lesi dendritik maupun geografik. 12
3.2.3.1.2 Keratitis Stromal
Merupakan penyebab utama kebutaan pada infeksi kornea di negara maju.
Keratitis stromal HSV dapat bersifat nekrotikans maupun non-nekrotikans
(Gambar 3.4a, 3.4b) Terjadi pada 20 48 % dari infeksi HSV rekuren. 4, 12
Keratitis herpetik interstitial (non-nekrotikans), bermanifestasi sebagai
kekeruhan pada kornea yang unifokal maupun multifokal, tanpa adanya ulkus
(Gambar 3.3b). Disebabkan oleh inflamasi karena adanya antigen virus di dalam
stroma, yang mencetuskan reaksi komplemen antigen-antibodi. Bentuk spesifik
dari infiltrasi stroma adalah cincin Wessely, dengan epitel yang biasanya masih
intak di atasnya. 4, 12
Keratitis herpetik nekrotikans timbul sebagai akibat dari inflamasi supuratif
kornea. Perjalanan penyakitnya cepat dan progresif. Terjadi melalui invasi
langsung stroma oleh virus, dimana reaksi imun akan terjadi di dalam stroma,
yang menimbulkan kerusakan berat pada stroma. 4,12
Pengobatan yang tepat adalah dengan pemberian antivirus dan antiinflamasi dosis tinggi. Tanda klinisnya antara lain nekrosis, ulserasi, dan
infiltrasi stromal padat dengan defek epitelial di atasnya. Tanda ini dapat
menyerupai keratitis bakterial atau fungal. 4,12
17
Gambar 3.5
18
Endotelitis difus lebih jarang terjadi. Tanda yang dapat ditemukan adalah
presipitat keratik pada seluruh kornea, dengan edema stroma di atasnya. Pada
endotelitis linear, dapat ditemukan presipitat keratik berbentuk garis pada endotel
kornea, yang berjalan dari limbus ke arah sentral. Biasanya disertai edema stroma
dan epitel perifer di antara presipitat keratik dan limbus. 12
III.2.3.2
herpes zoster okular akut (HZO). Manifestasi tersebut dapat timbul dalam bentuk
keratitis
pungtata
epitelial,
pseudodendritik,
infiltrat
stromal
anterior,
Gambar 3.6
Pada bentuk infiltrat stromal anterior, terdapat lesi multipel dari infiltrat yang
berkabut, granular dan kering tepat di bawah lapisan Bowman yang terjadi dalam
10 hari. 13
19
Plak mukus kornea secara khas dapat ditemukan beberapa bulan setelah onset
HZO pada mata yang tenang, atau dengan keratitis minimal. Plak berupa lesi
berwarna putih keabuan yang kasar dan menimbul pada permukaan, berupa sel-sel
epitel yang edema. 13
Keratitis diskiformis (Gambar 3.7) terjadi beberapa minggu atau bulan setelah
HZO akut. Merupakan lesi berbentuk piringan (disk) dari stroma yang edema
dengan infiltrat minimal dan epitel yang intak. 13
Keratopati neurotropik adalah hilangnya sensasi kornea dengan hilangnya
integritas epitelial dan kerusakan epitelial. Biasanya terjadi satu bulan pertama
setelah infeksi akut. 13
Keratopati paparan , disebabkan oleh perubahan sikatrik dari palpebra yang
terjadi setelah infeksi HZO. Beberapa faktor penyebabnya antara lain: kontraktur
pada kulit, penebalan palpebra, iregularitas, ektropion, disfungi kelenjar meibom,
dan abrasi karena bulumata. 13
Keratitis interstitial dikarakterisasi oleh deposit lipid parasentral atau periferal
pada meridian horisontal. Keratitis ini dapat mengalami progresi untuk
20
Memiliki
efek
imunokompromis. 14
3.3.5 Asiklovir
nefrotoksik
dan
trombositopenia
pada
pasien
21
Asiklovir
efektif pada virus : HSV-1, HSV-2, VZV, dan virus Epstein-Barr. Sitomegalovirus
(CMV), resisten terhadap Asiklovir, karena virus ini telah mengalami perubahan
pada enzim timidin kinase. 14, 15
Administrasi dapat secara sistemik (intravena, oral), maupun topikal. Obat
terdistribusi ke seluruh tubuh, melewati cairan serebrospinal. Asiklovir dapat
terakumulasi dalam tubuh pada pasien dengan gagal ginjal. Pada pemberian
topikal, dapat terjadi iritasi lokal. 15
3.3.6 Famsiklovir
Sebagai pengobatan infeksi herpes zoster akut yang tidak terkomplikasi karena
telah terbukti meringankan gejala dan tanda infeksi herpes zoster akut, serta
menurunkan durasi neuralgia pasca herpes bila diadministrasikan saat stadium
akut. Dosis rekomendasinya adalah 500 mg , tiga kali sehari, selama 7 hari, secara
sistemik. 14
3.3.7 Gansiklovir
Serupa dengan asiklovir, gansiklovir juga dikonversi menjadi nukleosid
trifosfat oleh enzim virus dan sel terinfeksi, dan secara kompetitif menghambat
polimerase DNA sehingga mengurangi kecepatan sintesis DNA CMV. Obat ini
bersifat karsinogenik, embriotoksik, serta teratogenik pada hewan percobaan. 15
3.3.8 Cidofovir
Merupakan obat ketiga yang disetujui sebagai terapi retinitis CMV, dan hanya
diakui sebagai pengobatan penyakit tersebut. Cidofovir aktif terhadap herpesvirus,
poxvirus, poliomavirus, papillomavirus, dan adenovirus. Mekanisme kerjanya
adalah dengan menginhibisi sintesis DNA. 15
3.3.9 Foskarnet
Penggunaannya terbatas pada retinitis sitomegalik. Obat menghambat
polimerase DNA dan RNA secara reversibel, yang mengakhiri elongasi rantai.
22
anemia,
mual,
demam,
hipokalsemia,
hipomagnesemia,