Anda di halaman 1dari 16

I.

PENDAHULUAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang
merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti
apa fungsi apendiks sebenarnya. Apendisiti dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan, namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Sabiston, 2001;
Soybel, 2003).
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kirakira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Apendiks menghasilkan lender 1-2 ml
per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke
sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran tersebut , tampaknya merupakan salah satu penyebab
timbulnya apendisitis. Jaringan limfoid yang mula-mula tampak pada usia 2 minggu akan
meningkat jumlahnya secara bertahap hingga mencapai puncaknya antara usia 12-20 tahun (200
buah) dimana kejadian apendisitis juga mengalami puncaknya pada kisaran usia ini. Setelah usia
30 tahun jaringan limfoid akan berkurang hingga setengahnya dan akan terus berkurang hingga
menghilang setelah usia di atas 60 tahun. Apendiks juga mensekresi immunoglobulin (Ig A) yang
diproduksi oleh GALT (gut associated lymphoid tissues), yang sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi (berperan dalam sistem imun). Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan limfe yang
terdapat pada apendiks kecil sekali bila dibandingkan yang ada pada saluran cerna lain (Soybel,
2003; Debas, 2004).
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik
(Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai
cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum
lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik

mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya : riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Apendisitis merupakan peradangan yang mengenai semua lapisan dinding organ
apendiks vermikularis yang terletak di abdomen kuadran kanan bawah . Apendisitis dapat
terjadi pada setiap usia, tetapi paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda (Price,
2006). Apendisitis akut dapat ditandai dengan rasa tidak nyaman yang ringan di daerah
periumbilikus yang disertai anoreksia, mual, muntah dan nyeri tekan pada abdomen kuadran
kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal dalam atau nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah (Kumar et al., 2007).
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai
faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing
askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
(Sjamsuhidayat, 2005).
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Di antaranya adalah obstruksi
yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya
timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur,
benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.
Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh
parasit E. histolytica (Aleq, 2011).
Penyebab dan faktor resiko appendisitis akut : (Longo, 2011)
1

Obstruksi (sumbatan) lumen abdomen


a Hiperplasia jaringan limfe
b Fekalit

c Tumor apendiks
d Cacing Ascaris sp
2
a
b
c
3
a

Erosi mukosa apendiks


Entamoeba hystolitica
Eschercia coli
Streptococcus sp
Gaya hidup
Konsumsi makanan rendah serat
b Konstipasi meningkatkan tekanan intrasekal sumbatan fungsional apendiks
peningkatan pertumbuhan kuman flora normal

Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang,
dan dinding apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang,
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
adanya gangguan pembuluh darah. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan
terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali
menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami
peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi (Sjamsuhidajat, 2005).
C. Epidemiologi
Kejadian apendisitis akut merupakan salah satu emergensi bedah abdomen yang umum
terjadi dan dapat terjadi pada setiap kelompok umur, tetapi umumnya pada usia 20-30 tahun.
Apendisitis merupakan penyakit urutan keempat terbanyak di Indonesia pada tahun 2006
setelah dyspepsia, gastritis dan duodenitis, serta penyakit sistem pencernaan yang lainnya.
Jumlah pasien rawat inap karena penyakit apendisitis ini sebanyak 28.949 pasien dan pasien
rawat jalan mencapai 34.386 pasien. Insiden tertinggi diketahui terjadi pada laki-laki usia
10-14 tahun dan perempuan usia 15-19 tahun dengan resiko lebih banyak terjadi pada lakilaki dibandingkan perempuan. Kejadian apendisitis jarang terjadi pada bayi dan anak-anak
di bawah 2 tahun (Eylin, 2009).
D. Patogenesis
Apendisitis merupakan peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan dinding
organ. Patogenesis utama apendisitis diduga karena adanya penyumbatan lumen appendiks
yang disebabkan oleh fekalit (feses keras yang terutama disebabkan oleh serat). Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan.


Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal.
Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan terjadinya oklusi arteria terminalis
(end-artery) apendikularis. Adanya oklusi tersebut menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang
ditandai nyeri epigastrium (Price & Wilson, 2006).
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal ini akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding
sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium. Keadaan ini dapat
menimbulkan nyeri pada adomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut (Price
& Wilson, 2006).
Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Apabila dinding appendiks rapuh,
maka akan terjadi perforasi. Stadium ini disebut apendisitis perforasi (Price & Wilson,
2006).
Apabila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga muncul infiltrat appendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang (Price & Wilson, 2006).

E. Patofisiologi

Obstruksi Lumen (fekalit, tumor, makanan)


Mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan
Peningkatan tekanan intra lumen apendiks
Aliran darah berkurang
Edema dan ulserasi mukosa

Apendisitis akut

Terputusnya aliran darah

Nyeri epigastrium

Obstruksi vena, edema bertambah, bakteri dapat menembus dinding


Peradangan peritoneum
Infark dinding apendiks
Gangren

Apendisitis supuratif akut


Nyeri abdomen kanan bawah
Apendisitis gangrenosa

Dinding apendiks rapuh


Infiltrat

Perforasi

Infiltrat apendikularis

Apendisitis perforasi
Gambar 1. Mekanisme apendisitis akut

F. Penegakan Diagnosis
1 Anamnesis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual muntah, dan pada umumnya nafsu makan
menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke
titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga
merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di
daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan
obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5
-38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.
Berikut gejala yang timbul tersebut.
a

Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung


oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada
saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.

Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala

dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan


rektum

akan

menjadi

lebih

cepat

dan

berulang-ulang

(diare).

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga
biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut beberapa keadaan dimana gejala
apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
a

Pada anak-anak gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian
akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena

ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun


b

pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.


Pada orang tua berusia lanjut gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga

lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
Pada wanita gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang
gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi,
menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil
dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan
muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini.
Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral,
sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal
kanan.

Pemeriksaan fisik
a Inspeksi
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang
perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran
spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.
b

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer
Palpasi
Tanda-tanda khas yang didapatkan pada palpasi appendisitis yaitu:
Rovsings sign

Positif jika dilakukan palpasi dengan


tekanan pada kuadran kiri bawah dan

Psoas sign atau Obraztsovas sign

timbul nyeri pada sisi kanan.


Pasien dibaringkan pada sisi kiri,
kemudian dilakukan ekstensi dari
panggul kanan. Positif jika timbul

Obturator sign

nyeri pada kanan bawah.


Pada pasien dilakukan fleksi panggul
dan dilakukan rotasi internal pada
panggul. Positif jika timbul nyeri

Dunphys sign

pada hipogastrium atau vagina.


Pertambahan nyeri pada tertis kanan

Ten Horn sign

bawah dengan batuk


Nyeri yang timbul saat dilakukan

traksi lembut pada korda spermatic


Kocher (Kosher)s sign

kanan
Nyeri pada awalnya pada daerah
epigastrium

atau

sekitar

pusat,

kemudian berpindah ke kuadran


Sitkovskiy (Rosenstein)s sign

kanan bawah.
Nyeri yang semakin bertambah pada
perut kuadran kanan bawah saat

Bartomier-Michelsons sign

pasien dibaringkan pada sisi kiri


Nyeri yang semakin bertambah pada
kuadran kanan bawah pada pasien
dibaringkan
dibandingkan

Aure-Rozanovas sign

pada

sisi

dengan

kiri
posisi

terlentang
Bertambahnya nyeri dengan jari
pada petit trianglekanan (akan positif
Shchetkin-Bloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas.

Blumberg sign

Palpasi pada kuadran kanan bawah


kemudian dilepaskan tiba-tiba
Tabel 1. Sign of Appendicitis (Brunicardi, 2010)
c

Auskultasi
Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata

Pemeriksaan penunjang
a Pemeriksaan Laboratorium
1 Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus
appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular
2

infiltrat, LED akan meningkat


Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding
seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang

hampir sama dengan appendicitis


Pemeriksaan Colok Dubur

Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan
c

didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.


Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai

penyebab

appendicitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.


USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan
sebagainya. Pemeriksaan USG mempunyai sensitivitas 80% dan spesifitas 100%

(Puylaert, 1987)
Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada

jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.


CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam
abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix

Skor Alvarado
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado.
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis (Brunicardi, 2010)

The Modified Alvarado Score


Skor
Gejala
Perpindahan nyeri dari ulu hati 1

Tanda

Pemeriksaan

ke perut kanan bawah


Mual-Muntah
Anoreksia
Nyeri di perut kanan bawah
Nyeri lepas
Demam diatas 37,5 C
Leukositosis

1
1
2
1
1
2

Hitung jenis leukosit shift to

Lab
the left
Total
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

10

1-4

: sangat mungkin bukan apendisitis akut

5-7

: sangat mungkin apendisitis akut

8-10 : pasti apendisitis akut

Tabel 2. The Modified Alvarado score (Brunicardi, 2010)


G. Penatalaksanaan
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan
dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi (Temple, 1995). Penggunaan
ligasi ganda pada setelah appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah
diserap tubuh. Ligasi yang biasa dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (zstich atau tobacco sac) dan ligasi ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse
string. Ligasi ganda digunakan pada saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan
aman, sehingga yang dilakukan adalah meligasi ganda tunggul dengan dua baris
jahitan. Dengan peningkatan penggunaan laparoskopi dan peningkatan teknik laparoskopik,
apendektomi laparoskopik menjadi lebih sering. Prosedur ini sudah terbukti menghasilkan
nyeri pasca bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi

luka yang lebih rendah, akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan
pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada
pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita. Beberapa studi mengatakan bahwa
laparoskopi meningkatkan kemampuan dokter bedah untuk operasi (Birnbaum, 2000).
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis
insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,
melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral
garis yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan umbilikus
(Skandalakis, 2004).

Lanz transverse incision


Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat,
insisi transversal pada garis miklavikulamidinguinal.

Mempunyai

keuntungan

kosmetik yang lebih baik dari pada insisi


grid iron (Russell, 2004)
Rutherford Morissons

incision (insisi

suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak
di parasekal atau retrosekal dan terfiksir
(Patnalk, 2001).
Low Midline Incision
Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan terjadi peritonitis umum
(Patnalk, 2001)..

Insisi paramedian kanan bawah


Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5
cm di bawah umbilikus sampai di atas pubis
(Patnalk, 2001).

Tabel 4. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

III.
1

KESIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan yang mengenai semua lapisan dinding organ


apendiks vermikularis yang terletak di abdomen kuadran kanan bawah. Klasifikasi

apendisitis terbagi menjadi dua yaitu apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Apendisitis akut adalah salah satu kegawat-daruratan abdomen yang membutuhkan
tindakan operasi segera, yang dapat ditandai dengan rasa tidak nyaman yang ringan di
daerah periumbilikus yang disertai anoreksia, mual, muntah dan nyeri tekan pada
abdomen kuadran kanan bawah yang dalam beberapa jam berubah menjadi rasa pegal

dalam atau nyeri di abdomen kuadran kanan bawah.


Diagnosis apendisitis akut perlu ditegakkan dengan mengenali tanda dan gejala dini

penyakit tersebut.
Penatalaksanaan apendisitis akut adalah operasi yang dinamakan appendectomy yang
harus dilakukan segera untuk mencegah terjadinya perforasi.

DAFTAR PUSTAKA
Aleq, Mochamad Sander. 2011. Apendisitis Akut: Bagaimana Seharusnya Dokter Umum
Dan Perawat Dapat Mengenali Tanda Dan Gejala Lebih Dini Penyakit Ini?. Volume 2, Nomor 1.
ISSN: 2086-3071
Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000 May; 215:
337e48.
Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartzs Principles of Surgery. 9 th Ed.
USA: McGrawHill Companies. 2010.
Debas, H.T. 2004. Appendix. Gastrointestinal Surgery. USA : Springer.
Eylin. 2009. Karakteristik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus Apendisitis
Berdasarkan Data Registasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo pada Tahun 2003-2007.
Skripsi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Undonesia
Jong, Wim de dan R. Sjamsuhidayat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. EGC :
Jakarta
Kumar, V., R.S. Cotran and S.L. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC. hal : 660-661
Longo,Dan L.2011.Horrisons Principle of internal medicine. USA : The McGraw-Hill
Companies
Patnalk VG, Singla RK, Bansal VK. 2001. Surgical Incisions-Their Anatomical Basis. J
Anat. Soc. India 50(2) 170-178.
Price, S.A. and L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Puylaert JB, Rutgers PH, Lalisang RI, et all. A prospective study ofultrasonography in the
diagnosis of appendicitis. N Engl J Med 1987 Sep 10; 317: 666e9.
Reksoprodjo, S dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta.
Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. 2004. Editors. Bailey and Loves Short
Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold.
Sabiston, D.C. 2001. Appendix. Textbook of Surgery, Ed. 6. Philadelphia : WB. Saunders.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. 2004. Skandalakis Surgical
Anatomy. USA: McGrawHill.

Soybel, D.I. 2003. Appendix. Essential Practice of Surgery. Basic, Science and Clinical
Evidence. USA : Springer.
Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in adults. A
prospective study. Ann Surg 1995 Mar; 221: 278-81.

Anda mungkin juga menyukai