Anda di halaman 1dari 5

Sejarah dan Perkembangan Hukum Internasional

Hukum internasional sebenarnya sudah sejak lama dikenal eksisitensinya, yaitu pada
zaman Romawi Kuno. Orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis hukum, yaitu Ius Ceville
dan Ius Gentium, Ius Ceville adalah hukum nasional yang berlaku bagi masyarakat Romawi,
dimanapun mereka berada, sedangkan Ius Gentium adalah hukum yang diterapkan bagi orang
asing, yang bukan berkebangsaan Romawi.
Dalam perkembangannya, Ius Gentium berubah menjadi Ius Inter Gentium yang lebih
dikenal juga dengan Volkenrecth (Jerman), Droit de Gens (Perancis) dan kemudian juga dikenal
sebagai Law of Nations (Inggris). (Kusumaatmadja, 1999 ; 4)
Sesungguhnya, hukum internasional modern mulai berkembang pesat pada abad XVI, yaitu
sejak ditandatanganinya Perjanjian Westphalia 1648, yang mengakhiri perang 30 tahun (thirty
years war) di Eropa. Sejak saat itulah, mulai muncul negara-negara yang bercirikan kebangsaan,
kewilayahan atau territorial, kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat. Dalam kondisi
semacam inilah sangat dimungkinkan tumbuh dan berkembangnya prinsip-prinsip dan kaidahkaidah hukum internasional. (Phartiana, 2003 ; 41)
Perkembangan hukum internasional modern ini, juga dipengaruhi oleh karya-karya tokoh
kenamaan Eropa, yang terbagi menjadi dua aliran utama, yaitu golongan Naturalis dan golongan
Positivis.
Menurut golongan Naturalis, prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan
berasal dari buatan manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa dan yang dapat ditemui oleh akal sehat. Hukum harus dicari, dan bukan dibuat.
Golongan Naturalis mendasarkan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam yang bersumber dari
ajaran Tuhan. Tokoh terkemuka dari golongan ini adalah Hugo de Groot atau Grotius, Fransisco
de Vittoria, Fransisco Suarez dan Alberico Gentillis. (Mauna, 2003 ; 6)
Sementara itu, menurut golongan Positivis, hukum yang mengatur hubungan antar negara
adalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar
hukum internasional adalah kesepakatan bersama antara negara-negara yang diwujudkan dalam
perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Seperti yang dinyatakan oleh JeanJacques Rousseau dalam bukunya Du Contract Social, La loi cest lexpression de la Volonte

Generale, bahwa hukum adalah pernyataan kehendak bersama. Tokoh lain yang menganut aliran
Positivis ini, antara lain Cornelius van Bynkershoek, Prof. Ricard Zouche dan Emerich de Vattel
Pada abad XIX, hukum internasional berkembang dengan cepat, karena adanya faktorfaktor penunjang, antara lain : (1) Setelah Kongres Wina 1815, negara-negara Eropa berjanji
untuk selalu menggunakan prinsip-prinsip hukum internasional dalam hubungannya satu sama
lain, (2). Banyak dibuatnya perjanjian-perjanjian (law-making treaties) di bidang perang,
netralitas, peradilan dan arbitrase, (3). Berkembangnya perundingan-perundingan multilateral
yang juga melahirkan ketentuan-ketentuan hukum baru.
Di abad XX, hukum internasional mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena
dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut: (1). Banyaknya negara-negara baru yang lahir sebagai
akibat dekolonisasi dan meningkatnya hubungan antar negara, (2). Kemajuan pesat teknologi dan
ilmu pengetahuan yang mengharuskan dibuatnya ketentuan-ketentuan baru yang mengatur
kerjasama antar negara di berbagai bidang, (3). Banyaknya perjanjian-perjanjian internasional
yang dibuat, baik bersifat bilateral, regional maupun bersifat global, (4). Bermunculannya
organisasi-organisasi internasional, seperti Perserikatan Bangsa Bangsa dan berbagai organ
subsidernya, serta Badan-badan Khusus dalam kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
menyiapkan ketentuan-ketentuan baru dalam berbagai bidang. (Mauna, 2003; 7)
REFERENSI
Ardiwisastra Yudha Bhakti, 2003, Hukum Internasional, Bunga Rampai, Alumni, Bandung
Brownlie Ian, 1999, Principles of Public International Law, Fourth Edition, Clarendon Press, Oxford
Burhantsani, Muhammad, 1990; Hukum dan Hubungan Internasional, Yogyakarta : Penerbit Liberty.
Kusamaatmadja Mochtar, 1999, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan ke-9, Putra Abardin
Mauna Boer, 2003, Hukum Internasional; Pengertian, Peran dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,
Cetakan ke-4, PT. Alumni, Bandung
Phartiana I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar maju, Bandung
Situni F. A. Whisnu, 1989, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Penerbit
Mandar Maju, Bandung

Pada masa Romawi kuno, hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan
tidak mengalami perkembangan karena masyarakat bangsa-bangsa adalah satu
imperium, yaitu Imperium Romawi. Sumbangan utama bangsa Romawi bagi
perkembangan hukum pada umumnya dan sedikit sekali bagi perkembangan
hukum internasional. Pada masa Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius
Naturale dan Ius Gentium. Ius Gentium (hukum masyarakat) menunjukkan hukum
yang merupakan sub dari hukum alam (Ius Naturale). Pengertian Ius Gentium
hanya dapat di kaitkan dengan dunia manusia sedangkan Ius naturale (hukum
alam) meliputi seluruh penomena alam. Sumbangan bangsa Romawi terhadap
hukum pada umumnya yaitu dengan adanya the Corpus Juris Civilis, pada masa
Kaisar Justinianus. Konsep-konsep dan asas-asas hukum perdata yang kemudian
diterima dalam hukum internasional seperti occupation, servitut, bona fides, pacta
sunt servanda.
Pada masa kekuasaan Romawi, hukum internasional tidak mengalami
perkembangan Hal ini disebabkan karena adanya Imperium Romawi Suci (Holly
Roman Empire), yang tidak memungkinkan timbulnya suatu bangsa merdeka
yang berdiri sendiri, serta adanya struktur masyarakat eropa barat yang bersifat
feodal, yang melekat pada hierarki otoritas yang menghambat munculnya negaranegara merdeka, oleh karenanya tidak diperlukan hukum yang mengatur
hubungan antar bangsa-bangsa.
j.g 8-9
Menurut Vinoggradoff, pada masa itu telah ada hukum intermunicipal,
yaitu kaidah-kaidah kebiasaan yang berlaku dalam hubungan antar negara-negara
kota, seperti ketentuan mengenai utusan, pernyataan perang, perbudakan tawanan
perang. Kaidah-kaidah intermunicipal juga diterapkan bagi masyarakat tetangga
dari negara kota. Namun kaidah intermunicipal sangat dipengrauhi oleh pengaruh
agama, sehingga tidak ada pemisahan yang tegas antara hukum. Moral, keadilan,
dan agama. J.G. Starke, Hukum Internasional 1 ( Jakarta: Sinar Grafika, 2001) 9
Pembedaan golongan penduduk Yunani menjadi 2 (dua) yaitu : orang
Yunani dan orang bukan Yunani (Barbar). Pada masa itu juga, telah dikenal
ketentuan perwasitan dan wakil-wakil dagang (konsul). Sumbangan yang
terpenting bagi hukum internasional adalah konsep hukum alam, konsep ini
kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh orang-orang Romawi.

13
berharga hingga sekarang. Emmerich De Vattel (1714-1767) memperkenalkan
prinsip persamaan antar negara-negara.
b). Pada abad ke-19
Hukum internasional berkembang lebih jauh lagi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan ini adalah adanya kebangkitan negara-negara baru,
baik di dalam maupun di luar benua Eropa, Moderenisasi sarana angkutan dunia,
penemuan-penemuan baru, terutama di bidang persenjataan militer untuk
perang. Kesemuanya itu menimbulkan kebutuhan akan adanya sistem hukum
internasional yang bersifat tegas untuk mengatur hubungan-hubungan
internasional tersebut. Pada abad ini juga mengalami perkembangan kaidahkaidah tentang perang dan netralitas, serta meningkatnya penyelesaian perkaraperkara internasional melalui lembaga Arbitrase internasional. Praktek negaranegara juga mulai terbiasa dengan pembuatan traktat-traktat untuk mengatur
hubungan-hubungan antar negara. Hasil karya para ahli hukum, lebih
memusatkan perhatian pada praktek yang berlaku dan menyampingkan konsep
hukum alam, meskipun tidak meninggalkan pada reason dan justice, terutama
apabila sesuatu hal tidak diatur oleh traktat atau kebiasaan.
34
c). Abad ke-20 dan Dewasa ini
Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup penting Pada
abad ini mulai dibentuk Permanent of Court Arbitration pada Konferensi Hague
1899 dan 1907. Pembentukan Permanent Court of International Justice sebagai
pengadilan yudisial internasional pada tahun 1921, pengadilan ini kemudian
digantikan oleh International Court of Justice tahun 1948 hingga sekarang.
Terbentuk juga organisasi internasional yang fungsinya menyerupai
pemerintahan dunia untuk tujuan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia,
seperti Liga Bangsa Bangsa, yang kemudian digantikan oleh Perserikatan BangsaBangsa. Adanya perluasan ruang lingkup traktat multiulateral tidak saja dibidang
sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak dan kebebasankebesasan fundamental individu. Para ahli hukum internasional lebih memusatkan
perhatian pada praktek-praktek dan putusan-putusan pengadilan.
35
Beberapa persoalan hukum internasional yang kerap kali timbul dalam
hubungan internasional antara lain adalah klaim ganti kerugian yang menimpa
warga negara suatu negara di negara lain, penerimaan dan pengusiran warga asing
oleh suatu negara, persoalan nasionalitas, pemberlakuan extrateritorial beberapa
perundangan nasional, penafsiran perjanjian internasional, serta pemberlakuan
34 Idem, hlm. 8
35 Ibid, hlm. 14-15

14
suatu perjanjian yang rumit diberlakukan sebagian besar negara di bidang
perdagangan, keuangan, pengangkutan, penerbangan, energi nuklir. Pelanggran
hukum internasional yang berakibat perang, perlucutan senjata dan perdagangan

senjata ilegal. (Ibid: 18). Berbagai persoalan di atas menunjukkan bahwa hukum
internasional tetap diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan yang terjadi
dalam hubungan internasional Hukum iunternasional diharapkan dapat mengatur
dan memberikan penyelesaian hukum yang tepat dan adil sehingga dapat diakui
dan diterima oleh negara-negara atau pihak-pihak yang bertikai, tidak
bertentangan dengan perundangan nasional suatu negara, dalam suatu tatanan
sistim hukum internasional yang bersifat global.

Rebecca M. M Wallace, Hukum Internasional, Semarang: Sweet & Maxwell, 1986),


hlm. 9 36

34 Idem, hlm. 8
35 Ibid, hlm. 14-15
30 Tontowi Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung :Refika
Aditama, 2006, hlm. 34
31 Idem, hlm. 34
32 Idem, hlm. 40
33 J.G Starke, Op. cit, hlm.13

Anda mungkin juga menyukai