Kegiatan inti dalam MQK adalah lomba baca kitab kuning dan debat
bahasa Arab, lomba baca kitab kuning merupakan perlombaan yang
menitikberatkan bagaimana menyampaikan pesan teks kitab arab
gundul dengan cara menerjemahkan dengan bahasa Indonesia yang
baik dan benar, serta pengetahuan dan wawasan tentang kajian itu
sendiri, baik menyangkut kaidah-kaidah arab atau pun kandungan
hukum yang terkandung di dalamnya. Ada sembilan majelis yang
diperlombakan dengan tiga tingkatan (marhalah), yaitu majelis Fiqh,
Nahwu, Akhlak, Tarikh, Tafsir, Hadist, Ushul Fiqh, dan Balaghah. MQK
menjadi barometer bagi dunia Pondok Pesantren di Nusantara dalam
mengukur kualitas pendidikan, di samping menjadi ajang
silaturrahmi dan berbagi pengalaman. Idealnya, even ini menjadi
wahana berharga dalam pengembangan Pondok Pesantren Aceh di
masa yang akan datang.
Di samping menjadi tempat pelaksanaan MQKN V, hal menarik lain
dari Kota Jambi adalah sungai Batang Hari yang panjangnya
mencapai 800 km, dan termasuk sungai terpanjang di pulau
Sumatera. Sungai dengan lebar kira kira 650 m ini menggunakan
alat penyebrangan sampan yang disebut dengan ketek. Saya pun
tidak tahu persis mengapa disebut ketek, mungkin karena suara
mesinnya, demikian dibenarkan oleh salah seorang warga yang
saya tanya saat menyebrang. Sekali penyebrangan ongkosnya
hanya dua ribu rupiah, ongkos ini berlaku untuk semua baik tamu
atau penduduk asli. Para nahkoda ketek tidak pernah menaikkan
ongkos meskipun mereka tahu bahwa penumpangnya adalah tamu.
Pelajaran penting lain dari Kota Tanah Pilih Besako Betuah adalah
perhatian Pemerintah Daerah terhadap pendidikan Agama dan
Keagamaan, Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) benar benar
memberikan perhatian bagi pendidikan Agama, meskipun Anggaran
dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) hanya 3,2 Trilyun, berbeda
jauh dengan APBA yang berjumlah 13,3 Trilyun. Jika dibandingkan
dengan Aceh. Tentunya dengan APBA yang begitu melimpah
Pemerintah Aceh hendaknya dapat memberikan kontribusi yang
lebih besar bagi pengembangan pendidikan Agama di Aceh.
Hal lain yang membuat HBA begitu peduli pada Pendidikan Agama
di Jambi karena HBA adalah alumni Pondok Pesantren, tepatnya
alumni Pesantren Asad (tempat dimana MQKN diselenggarakan),
karena pengabdiannya pada almamater HBA mengerahkan segenap
jajarannya untuk membantu menyukseskan penyelenggaraan MQK
Nasional Kelima, bahkan dua dari tiga Liaison officer (LO) yang
bertugas mendampingi kafilah Aceh adalah pegawai Badan