Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Batu empedu atau gallstones adalah timbunan kristal di dalam kandung


empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut
koledokolitiasis.1
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila
batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran
klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai
yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).1
Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala
dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain.1
Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG,
maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya
peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi
morbiditas dan mortalitas.1
Penyakit hati non-alkoholik atau Non-alcoholic fatty liver disease
(selanjutnya disingkat NAFLD) adalah spektrum kelainan hati yang mirip dengan
penyakit hati alkoholik, yang terjadi pada penderita yang tidak mengkonsumsi
alkohol. Spektrum kelainan hati pada NAFLD adalah meliputi steatosis
(perlemakan), steatohepatitis (perlemakan dan peradangan hati, Non-alcoholic
steatohepatitis / NASH), fibrosis hati dan sirosis hati.
Sebagian besar penderita NAFLD adalah disebabkan atau berhubungan
erat dengan satu atau beberapa komponen sindroma metabolik (SM), yaitu
resistensi insulin, intoleransi glukosa atau diabetes mellitus; obesitas sentral;

dislipidemia; dan hipertensi.

Sehingga dapat dianggap NAFLD merupakan

kelainan hati sebagai manifestasi hati pada penderita SM


Pada masa kini prevalensi NAFLD diseluruh dunia terjadi peningkatan
dengan pesat, selaras dengan peningkatan prevalensi obesitas, hiperlipidemia dan
diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) di populasi umum
Gejala klinik dari NAFLD seringkali tidak khas, dapat tanpa gejala
(asimtomatik) atau dengan gejala, diantaranya keluhan pada perut dan
gangguan toleransi fisik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan obesitas
sentral, hepatomegali, dan hipertensi.

7,8

Pada praktek klinik sehari-hari dan pada populasi umum diagnosis


NAFLD ditetapkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, pemeriksaan
laboratorium SM, uji faal hati dan pemeriksaan USG hati. Pemeriksaan
laboratorium

untuk diagnosis SM meliputi kadar trigliserid darah puasa,

kolesterol HDL darah puasa, dan gula darah puasa. Pemeriksaan laboratorium
uji faal hati yang umum diperiksa adalah kadar AST dan ALT dalam darah.
Cholelithiasis maupun fatty liver memiliki prognosis yang baik namun
kedua penyakit ini bisa memburuk dan mengancam jiwa, cholelithiasis bisa
membesar dan dapat disertai infeksi bila tidak ditangani dengan segera dan tepat,
sedangkan fatty liver bisa berkembang menjadi sirosis yang dapat berlanjut
kepada keganasan hepar. Oleh karena itu, Sangat penting bagi para pelayan
kesehatan untuk mengetahui lebih dalam tentang abortus iminens agar mampu
menegakkan diagnosis dan kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai
dan akurat, serta mencegah komplikasi.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. CHOLELITHIASIS
II.1.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI
II.1.1.1. Anatomi
Vesica Fellea
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk
buah advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung
empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati
oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami
distensi akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum
menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.2
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum.
Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir
inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior
abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan
dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan
kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang berjalan
dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus
hepatikus komunis membentuk duktus koledokus.4
Duktus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3
mm. Dinding lumennya mengandung katup berbentuk spiral
disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan empedu

masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya.


Saluran empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum
hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas
bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu
intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut
kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi empedu
melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan selanjutnya ke
duktus hepatikus di hilus.2
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing
antara 1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi,
bergantung pada letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus
berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan
dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di
sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh
otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam
duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat
yang sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi
dapat juga terpisah.2
Pendarahan
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang
a.hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah langsung ke dalam
vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga
berjalan antara hati dan kandung empedu.4
Pembuluh limfe dan persarafan
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici
cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini,
pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici

coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari


plexus coeliacus.4
II.1.1.2. Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu,
normalnya antara 600-1200 ml/hari.Kandung empedu mampu
menyimpan sekitar 45 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di akan
mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung
empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang
kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan
mengurangi volumenya 80-90%.3
Empedu

dialirkan

sebagai

akibat

kontraksi

dan

pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali


dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak
menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos
yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental
ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu
penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas
ini disebabkan oleh dua hal yaitu :3
- Hormonal :Zat lemak yang terdapat pada makanan
setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa
sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon
ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung
empedu.

- Neurogen :Stimulasi vagal yang berhubungan dengan


fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan
refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi
dari kandung empedu.
- Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai
ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada
keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu
akan tetap keluar walaupun sedikit.
Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis
maupun hormonal memegang peran penting dalam perkembangan
inti batu.3
A. Empedu
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan
elektrolit yang secara normal disekresi oleh hepatosit. Garam
empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh
hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya
dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan.
Menurut Guyton &Hall, 2007 empedu melakukan dua fungsi
penting yaitu :3
- Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan
dan absorpsi lemak, karena asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pancreas serta asam empedu

membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang


dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
- Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan
beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara
lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh
sel- sel hati.
II.1.2. DEFINISI
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Batu
empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu
material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu
(kolelitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada
kedua-duanya.1
II.1.3. ETIOLOGI
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui
dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting
tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.5
a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita
batu empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap
dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui
sepenuhnya)

untuk

membentuk

batu

empedu.

Sedangkan

perubahan komposisi lainnya yaitu yang menyebabkan batu


pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover.
Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah
sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia.2

Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan


campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering
b.

ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis.


Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan
supersaturasi

progresif,

perubahan

komposisi

kimia,

dan

pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung


empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan
sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan
c.

kandung empedu.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan
unsur

sel

atau

bakteri

presipitasi/pengendapan.

dapat

Infeksi

berperan
lebih

timbul

sebagai
akibat

pusat
dari

terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu.


II.1.4. PATOFISIOLOGI
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan
jarang pada saluran empedu dan diklasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya
adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan
empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu
empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi
progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan
pembentukan mucus.7,8

Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu.


Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan
pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan
pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu,
terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu,
terlalu banyak sekresi kolesterol dalam terlalu banyak sekresi kolesterol
dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol
sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan
inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.7,8
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus
melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus,
batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial
atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu
terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau
tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus
sistikus.7,8
A. Batu Kolesterol
Pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase :7,8
1. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah
komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan
tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu
ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan
kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam
empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan
supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai

1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap. Kadar kolesterol
akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut :
- Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu dan
lecithin jauh lebih banyak.
- Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga
terjadi supersaturasi.
- Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet)
- Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan
tinggi.
- Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada
gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan
sirkulasi enterohepatik).
- Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan
kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya
melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol.
Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya
sampai tiga tahun.
2. Fase Pembentukan inti batu
Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen.
Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat
atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal
dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio
dengan asam empedu.
2.

Fase pertumbuhan batu

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup
waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana
kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti
batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila
konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat
supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut.
Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan,
pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal
vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu
kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu
akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.
B. Batu bilirubin/Batu pigmen
Batu bilirubin /pigmen biasanya terjadi akibat proses hemolitik
atau infestasi E.Coli atau ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang
dapat mengubah bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi Kristal
kalsium bilirubin.7,8
Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok :7,8
a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi)
b. Batu pigmen murni (batu non infeksi)
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase :7,8
1. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena
pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit
Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi
konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi

karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia


Coli.
2. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel
bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki
melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan
dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam
mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.
II.1.5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama pada kolelitiasis tanpa komplikasi adalah kolik bilier,
yang disebabkan oleh obstruksi collum kandung empedu akibat adanya
batu. Terjadi nyeri hebat dan episodik yang terletak di epigastrium atau
kuadran kanan atas. Nyeri sering dirasakan pada saat makan atau pada
waktu malam. Pasien biasanya mengeluh nyerinya menjalar sampai ke
punggung yang disertai nausea dan vomiting. Apabila terjadi komplikasi
kolesistitis akut, tanda awalnya adalah kolik bilier dan terdapat nyeri kolik
yang persisten pada abdomen kuadran kanan atas. Kadar bilirubin
meningkat sampai 4 mg per desiliter pada kolelitiasis tanpa komplikasi.
Sedangkan Frank Jaundice biasanya tidak dijumpai kecuali pada keadaan
terjadinya Mirizzis syndrome (obstruksi kandung empedu akibat
penekanan eksternal oleh batu dalam gallbladder atau duktus sistikus),
concomitant koledokolitiasis dan komplikasi lain sperti perforasi
gallbladder.2
A. Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak
memberikan gejala (asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut
akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun

dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua


pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan
jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang
benar-benar mempunyai batu empedu asimtomatik akan merasakan
gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5
tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin
dalam semua pasien dengan batu empedu asimtomatik.2,8
B. Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung
lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit
setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih,
disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.2,7,8
Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar
pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi
transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat
pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan
inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari,
berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama
timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan,
ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai
angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia
yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.2,7,8

II.1.6. DIAGNOSIS
II.1.6.1. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah
asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang
kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang
simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah
kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan
kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri
kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.7
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau
ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat
penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan
antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.7,8
II.1.6.2. Pemeriksaan Fisik
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau
umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pankretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum
maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas
panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.7

II.1.6.3. Pemeriksaan Penunjang


A.
Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya
tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi yaitu apabila terdapatnya batu
pada duktus sistikus menyebabkan inflamasi dan fibrosis
disekitar

duktus

koledokus

sehingga

menekan

duktus

koledokus akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum.7


Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh
batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat
sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.2
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat
Oksalat Transaminase ) dan aspartat aminotransferase ( SGPT
= Serum Glutamat Piruvat Transaminase )

merupakan

enzym yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam


hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan kelainan sel
hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran
empedu terutama obstruksi saluran empedu.2
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran
empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan
obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan
sintesis enzym ini.2
Pemeriksaan fungsi hepar menunjukkan tanda-tanda
obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya
meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan
peningkatan kadar bilirubin.2
Waktu protombin biasanya akan memanjang karena
absorbsi vitamin K tergantung dari cairan empedu yang masuk

ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan


pemberian vitamin K secara parenteral.2
B. Pemeriksaan radiologis
o Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan
gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.
Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang
membesar atau hidrops, kandung empedu kadang
terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar,
di fleksura hepatica.7

gambar 2: Foto rongent pada kolelitiasis (Diambil dari7)

o Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas


dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga
dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat
pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi
karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan
USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu
kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada
dengan palpasi biasa.7

Gambar 3. Kolelitiasis pada USG (Diambil dari9)


o Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan
cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi
oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,

kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus,


dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan
kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.7
o Kolangiografi transhepatik perkutan
Merupakan cara yang baik untuk mengetahui
adanya obstruksi dibagian atas kalau salurannya
melebar, meskipun saluran yang ukurannya normal
dapat dimasuki oleh jarum baru yang "kecil sekali".
Gangguan pembekuan, asites dan kolangitis merupakan
kontraindikasi.7
o Kolangiopankreatografi endoskopi retrograde
(ERCP=Endoscopic

retrograde

cholangio

pankreatograft)
Kanulasi duktus koledokus dan/atau duktus
pankreatikus melalui ampula Vater dapat diselesaikan
secara endoskopis. Lesi obstruksi bagian bawah dapat
diperagakan. Pada beberapa kasus tertentu dapat
diperoleh informasi tambahan yang berharga, misalnya
tumor ampula, erosis batu melalu ampula, karsinoma
yang menembus duodenum dan sebagainya) Tehnik ini
lebih sulit dan lebih mahal dibandingkan kolangiografi
transhepatik. Kolangitis dan pankreatitis merupakan
komplikasi

yang

mungkin

terjadi.

Pasien

yang

salurannya tak melebar atau mempunyai kontraindikasi


sebaiknya dilakukan kolangiografi transhepatik, ERCP
semakin menarik karena adanya potensi yang baik
untuk mengobati penyebab penyumbatan tersebut

(misalnya: sfingterotomi untuk jenis batu duktus


koledokus yang tertinggal).7
o CT scan
CT scan dapat memperlihatkan saluran empedu
yang melebar, massa hepatik dan massa retroperitoneal
(misalnya, massa pankreatik). Bila hasil ultrasound
masih meragukan, maka biasanya dilakukan CT scan.7
II.1.7. TATALAKSANA
Penatalaksanaan dari batu empedu tergantung dari stadium
penyakit. Saat batu tersebut menjadi simptomatik maka intervensi
operatif diperlukan. Biasanya yang dipakai ialah kolesistektomi. Akan
tetapi, pengobatan batu dapat dimulai dari obat-obatan yang
digunakan tunggal atau kombinasi yaitu terapi oral garam empedu
(asam ursodeoksikolat), dilusi kontak dan ESWL. Terapi tersebut akan
berprognosis baik apabila batu kecil < 1 cm dengan tinggi kandungan
kolesterol.7,8
II.1.7.1. Konservatif
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa
komplikasi tidak dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu
empedu asimptomatik ialah:7,8
-

Pasien dengan batu empedu > 2cm


Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi

yang resikko tinggi keganasan


Pasien dengan cedera medula spinalis yang

berefek ke perut.
II.1.7.2. Disolusi batu empedu
Agen disolusi yang digunakan ialah asam ursodioksikolat.
Pada manusia, penggunaan jangka panjang dari agen ini akan

mengurangi saturasi kolesterol pada empedu yaitu dengan


mengurangi sekresi kolesterol dan efek deterjen dari asam empedu
pada kandung empedu. Desaturasi dari empedu mencegah
kristalisasi.7,8
Dosis lazim yang digunakan ialah 8-10 mg/kgBB terbagi
dalam 2-3 dosis harian akan mempercepat disolusi. Intervensi ini
membutuhkan waktu 6-18 bulan dan berhasil bila batu yang
terdapat ialah kecil dan murni batu kolesterol.7,8
II.1.7.3. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini
hanya

terbatas

untuk

pasien

yang

benar-benar

telah

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL


memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksilat.7,8
II.1.7.4. Operatif
A.
Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan
pasien dengan batu empedu simtomatik. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang
terjadi, meliputi trauma duktus empedu, perdarahan, dan
infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada
pasien yang menjalani kolesistektomi terbuka pada tahun
1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada
pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 %
sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian
mencapai 0,5 %.2,6

B.

Kolesistektomi laparoskopik

Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi


lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih
baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan biaya
yang lebih murah. Indikasi pembedahan batu kandung
empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain
adalah yang menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2 cm,
sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut dibanding
dengan batu yang lebih kecil. Kontra indikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat
dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan,
pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus
biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan,
namun

umumnya

berkisar

antara

0,51%.

Dengan

menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih


baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas
normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot
abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas
olahraga.6
Beberapa pasien dapat mengalami gejala sindrom
pasca

kolesistektomi

seperti

dispepsia,

diare

yang

kemungkinan disebabkan oleh sekresi berlebihan dari garam


empedu, nyeri bilier yang disebabkan oleh spasme sfingter
oddi.6

II.1.8. PROGNOSIS
Prognosis nya adalah tergantung dari besar atau kecilnya
ukuran batu empedu, karena akan menentukan penatalaksanaannya,

serta ada atau tidak dan berat atau ringannya komplikasi. Namun,
adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di
dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat,
hasil yang didapatkan biasanya baik.8

Anda mungkin juga menyukai