Anda di halaman 1dari 7

Mutia Mustika Sari

LEARNING ISSUE
1. Anatomi Telinga
1.1. Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga
tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan
gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah
melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat
sendi temporal mandibular (Kumar dan Clark, 2005). Kanalis auditorius eksternus
panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan
fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit
tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal
mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin
yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan
bagi kulit (Audiolab, 2004).
1.2. Anatomi Telinga Tengah
Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa.
Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas.
Menurut Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler di bagian dalam. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran
yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di
dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana
timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada
tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah (Hall dan Colman, 1987).

1.3. Anatomi Telinga Dalam


Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat ini
adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea. Ruang
yang mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala
ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal pada
foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina
spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang
disebut membrana Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus
koklearis). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh
jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan

Mutia Mustika Sari


organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus
Reuniens. Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organel-organel
yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris
sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang berisi kirakira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu
jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen
menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia
yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membrana
tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh limbus (Liston dan Duvall, 1997).

2. Fisiologi Pendengaran Normal


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai
membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulangtulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan
foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan
melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah
bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong
ke arah luar (Tortora dan Derrickson, 2009). Menurut Ismail, pada waktu istirahat, ujung sel
rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu
menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya
perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus
vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di
otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.

3. Fisiologi Gangguan Pendengaran

Mutia Mustika Sari


Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas
tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan
telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau
otosklerosis (Kliegman, Behrman, Jenson, dan Stanton, 2004). Tuli sensorineural melibatkan
kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian
obat-obat ototoksik seperti seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Selain
tuli konduksi dan sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli
baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi
tulang (Lassman, Levine dan Greenfield, 1997).

4. Gangguan Pendengaran
4.1. Definisi Gangguan Pendengaran
Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan
pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran
terbagi menjadi ringan, sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat.

4.2. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran

4.3. Jenis Gangguan Pendengaran


Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Menurut
Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat
masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran
sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan,
tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Menurut
WHO-SEARO (South East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (Colombo, 2002)

Mutia Mustika Sari


faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK), tuli
sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop.
4.4. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai
telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal
telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda,
dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan
pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis
(N.VIII).
4.5. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada
gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita
biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang
normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita
gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana
gaduh dibanding suasana sunyi.
4.6. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif
dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini
adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis
sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis),
kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama.
Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam
(Miyoso, Mewengkang dan Aritomoyo, 1985).

PRESBIKUSIS
Presbikusis juga dikenal sebagai kehilangan pendengaran neurosensori yang ditandai
dengan disfungsi unsur sensorik telinga simetris (sel-sel rambut) atau struktur telinga (serat
saraf koklear). Lebih kurang 40% dari populasi lansia mengalami gangguan pendengaran
(presbikusis), biasanya lebih berat pada pria (Maryam,et al 2008).
Beberapa peneliti menyokong terjadinya perubahan degenerasi pada telinga dalam yang
mengakibatkan penurunan sel ganglion pada nukleus koklea ventral, genikulatum medial,
oliari kompleks superior yang mengakibatkan penurunan fungsi sel. Selain itu juga terdapat

Mutia Mustika Sari


akumulasi produk metabolisme penurunan aktifitas enzim yang berperan dalam penurunan
fungsi sel. Penurunan sel ganglion menyebabkan perubahan pada sel rambut dan stria
vaskularis dan penurunan aktifitas sel rambut. Gangguan proses metabolisme vital pada
koklea menyebabkan perubahan berarti pda sel sensori, perubahan elastisitas duktus koklea
dan ligamentum spiralis yang selanjutnya menyebabkan penurunan sensitifitas pendengaran
yang mengiringi proses menua.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendengaran Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi
insiden kehilangan pendengaran sensorineural meningkat seiring pertambahan usia. Faktor
yang mempengaruhi pendengaran adalah terpajan suara bising, diet tinggi kolesterol,
hipertensi, faktor-faktor metabolik, dan hereditas. Tanda dan gejala adalah sulit memahami
orang yang berbicara dengan suara bernada tinggi, sulit mendengar di percakapan kelompok
dan tempat yang banyak suara latar yang bising, sulit membedakan bunyi s dan th.
Presbikusis ditambah dengan situasi ketika percakapan yang berlangsung kurang mendukung
dapat menyebabkan lansia mengalami gangguan komunikasi (Fatimah, 2010).

A. Klasifikasi presbiakusis berdasarkan Kelainan Histopatologi dan Audiometri


1. Presbiakusis tipe sensoris
Penurunan pendengaran terjadi pada awalnya di frekuensi tinggi dan bersifat bilateral
simetris sehingga frekuensi percakapan tidak terganggu. Skor diskriminasi bicara pada
awalnya cukup baik. Kemudian ambang dengar dengan secara kontinu menurun terus hingga
mengenai frekuensi rendah sehingga mengakibatkan kesulitan komunikasi karena adanya
kesulitan membedakan konsonan. Proses ini berjalan progresif dalam kurun waktu lama.
Secara histologis ditemukan degenerasi organ korti pada daerah basiler kemudian
berjalan progresif ke arah apikal tetapi hanya sebatas panjang 15 mm dari basal koklea
sehingga tidak mempengaruhi pendengaran pada frekuensi bicara. Perubahan pertama berupa
flattening dan distorsi organ kortiyang akhirnya sel rambut menghilang dan atrofi sel
penyokong akibatnya sel sensori organ korti menjadi suatu masa yang undifferentiated
sepanjang membrana basalis pada ujung basal koklea.
2. Presbiakusis tipe Neural
Keluhan utama yaitu sulit mengartikan/ mengikuti pembicaraan pada audiometri
tampak penurunan pendengaran sedang yang hampir sama untuk seluruh frekuensi.
Berkurangnya skor diskriminasi bicara dengan mabang dengar nada murni yang stabil disebut
phonemic regression.
Secara histologis tampak atrofi sel ganglion spiralis dan organ korti, kehilangan
neuron tampak pada seluruh koklea terutama daerah basiler tetapu sangat sedikit sehingga
tidak terlihat adanya penurunan pendengaran pada frekuensi tinggi, bila daerah apikal juga
terkena maka frekuensi pembicaraan akan sangat terhambat.

Mutia Mustika Sari


Pada presbikusis neural, terjadi pula kehilangan neuron secara umum berupa
perubahan SSP yang difus dan berhubungan dengan defisit lain seprti kelemahan, penurunan
perhatian dan konsentrasi.
3. Presbikusis tipe strial/metabolik
Pada audiometri tampak penurunan pendengaran dengan gambaran flat pada seluruh
frekuensi karena melibatkan seluruh daerah koklea dan diskriminasi bicara dipertahankan
dengan baik. Secara histologis padakoklea terlihat atrofi didaerah stria vaskularis. Stria
vaskularis berfungsi untuk keseimbangan kimia dan bioelektrik serta metabolic pada koklea.
Selain itu tampak degenarasi kistik dari elemen stria dan atrofi ligamen spiralis. Proses ini
sangat lambat dan diturunkan secara genetik.
4. Presbiakusis tipe Konduksi koklear/mekanikal
Pada tipe ini terjadi penebalan dan pengerasan membrana basalis koklea sehingga
mengakibatkan penurunan mobilitas yang menyebabkan gambaran penurunan pendengaran
dengan pola menurun pada frekuensi tinggi secara lurus pada pemeriksaan audiometri disertai
penurunan skor diskriminasi bicara. Secara histologis tampak hialinisasi dari kalsifikasi
membrana basalis, degenerasi kistik elemen strial, atrofi ligamen spiral, pengurangan
selularitas ligamen secara progresif.
Perubahan yang terjadi akibat presbiakusis ditemukan pada kedua sisi telinga, faktor
penyebab sebagian besar adalah faktor genetik. Ditemukan mutasi genetik pada DNA
mitokondrial. Penurunan perfusi pada koklea berhubungan dengan bertambahnya umur yang
mengakibatkan formasi dari metabolit oksigen rekatif memberikan efek pada struktur neural
telinga dalam yang dapat menyebabkan kerusakan DNA mitokondrial. Kerusakan ini
mengakibatkan penuruna fosforilasi oksidatif pada fungsi neural dan perubahan anatomi
telinga dalam. Kerusakan ini juga menyebabkan terjadinya apoptosis sel di daerah telinga
dalam.

B. Karakteristik
Stadium awal presbiakusis ditandai dengan penurunan kurva ambang dengar pada
frekuensi di atas 2000Hz. Dalam kehidupan sehari-hari gangguan dengar biasanya tidak
terasa sampai pada saat ambang dengar pada frekuensi bicara (500-2000Hz) mencapai
intensitas rata-rata lebih dari 20dB.
Sehingga pada saat awal percakapan tida terhambat karena pada saat ini baru
mengenai frekuensi yang lebih tinggi dari frekuensi bicara. Lambat laun frekuensi bicara
akan terkena sehingga timbul kesulitan untuk membedakan konsonan kata dan kesulitan
dalam pengertian pembicaraan yang makin lama makin berat dan suatu saat tidak dapat
mendengar sama sekali.

Mutia Mustika Sari


C. Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan audiometri. Gejala klinis presbiakusis
bervariasi. Biasanya penderita akan mengalami kesulitan untuk mengerti pembicaraan yang
dikatakan secara cepat, kata-kata yang tidak familiar atau lebih kompleks, serta pembicaraan
pada lingkungan bising. Pemeriksaan klinis umumnya berupa pemeriksaan otoskopi untuk
melihat kanalus akustikus eksternus dan membrana timpani, tidak ditemukan adanya
kelainan. Diagnosa presbiakusis dapat ditegakkan bila etiologi gangguan dengar yang lain
dapat disingkirkan.

D. Penatalaksanaan
Presbiakusis tidak dapat disembuhkan. Gangguan dengar pada presbiakusis adalah tipe
sensorineural dan tujuan penatalaksanaannya adalah untuk memperbaiki kmampuan
pendengaran dengan menggunakan alat bantu dengar. Alat bantu dengar diperlukan bila
penurunan pendengaran >40 dB. Selain itu dapat digunakan assistive listening devices, alat
ini merupakan amplifikasi sederhana yang mengirimkan sinyal pada ruangan dngan
menggunakan headset.
Pada orang tua penurunan pendengaran sering disertai dengan penurunan diskriminasi
bicara akibat perubahan SSP oleh proses menua yang mengakibatkan perubahan watak seprti
mudah tersinggung, penurunan perhatian, konsentrasi, cepat emosi dan berkurangnya daya
ingat. Dengan demikian tidak semua penderita presbiakusis dapat diatasi dengan baik
menggunakan alat bantu dengar, pada keadaan tidak dapat diatasi dengan alat bantu dengar,
gangguan daya sosial dan penuruna aktifitas mental dapat menyebabkan depresi dan paranoid
sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan latihan mendengar dengan lip reading.
Selain itu penting melakukan physiologic counseling yaitu memperbaiki mental penderita.
Pada penderita yang mengalami perubahan koklea tetapi ganglia spiralis dan jaras
sentral masih baik dapat dilakukan koklea implant.

DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/56506/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22165/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21550/4/Chapter%20II.pdf
Dewi, Yussy Afriani.2009. Presbiakusis.
content/uploads/2009/05/presbiakusis.pdf

Tersedia

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-

Anda mungkin juga menyukai