KASUS
: Ny. F
: 065168-2014
: 36 tahun
: Baran Jurang 2/6 Baran Ambarawa Kab. Semarang
: Swasta
: Islam
: SLTP
: 10 September 2014
I.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 10 September 2014 pukul 12.00
1. Keluhan utama :
Timbul flek dari jalan lahir sejak 5 hari yg lalu.
2. Keluhan tambahan :
Pusing (-) Lemas (-) Mual (-) Muntah(-)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
PB datang ke poli dengan keluhan flek berwarna kecoklatan sejak 5 hari yang lalu,
keluar sedikit, pasien mengaku tidak menggunakan pembalut, sudah pernah diobati
dengan menggunakan obat dari dokter di tempat bekerja tapi flek tidak berkurang,
brongkol-brongkol (-), nyeri perut bawah hilang timbul.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama
= disangkal
Riwayat jatuh
= disangkal
Hipertensi
= disangkal
Diabetes mellitus
= disangkal
Alergi obat
= disangkal
Asma
= disangkal
5. Riwayat Operasi
Belum pernah mengalami operasi sebelumnya
6. Riwayat Haid
HPHT : 25 Juli 2014
HPL : 3 Mei 2015
Menarche usia 15 tahun, Siklus: 28 hari, Lama haid: 7hari
7. Riwayat Pernikahan
1 kali selama 7 tahun.
8. Riwayat KB
1
Disangkal
9. Riwayat Obstetrik
G2P1A0
Anak I : aterm, spontan, di bidan, 2700 gr, perempuan usia 6 tahun.
Anak II : hamil ini, usia kehamilan 6 minggu.
I.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 10 September 2014 pukul
12.00 WIB.
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
o Tekanan Darah : 117/83 mmHg
o Nadi
: 86 x/menit
o Respiration Rate : 20 x/menit
o Suhu
: 36,2
4. Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan
: 158 cm
5. Status generalis
a. Kepala : bentuk mesosefal
b. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
c. Thoraks :
o Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, nyeri
tekan (-)
- Perkusi
: konfigurasi jantung dalam batas normal
- Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan
o Pulmo :
- Inspeksi : statis, dinamis, retraksi (-)
- Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/o Abdomen :
- Inspeksi : datar, striae gravidarum (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Ekstremitas
Edema
Akral dingin
Superior
-/-/-
Inferior
-/-/-
6. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri = 1 jari diatas simfisis pubis
7. Vaginal Toucher
- Vulva dan vagina tidak ada kelainan
2
Nilai
12,4
39,9
9,2
305
4,29
93,0
31,1
28,9
12,1
7,6
2,6
0,6
6,0
27,9
Nilai Normal
11.5 16.5
85,0
0,105
11,4
4,00
1,00
B
(+)
1,0-4,5
Granulosit%
37 45
4,0 10,0
150 440
3,8 5,4
82 98
32 36
27
10 16
7 11
0,4-3,1
2-4
25-40
0,4-3,1
2-4
PCT
0,2-0,5
PDW
10-18
Clothing time
35
Bleeding time
Golongan darah
Tes kehamilan
I.5. Diagnosis
G1P0A0, 17 tahun, UK 10 minggu dengan Abortus Imminens
I.6. Penatalaksanaan
2. Non Farmakologi:
3
- Tirah baring
- Mengurangi aktifitas
- Menghindari posisi jongkok
2. Farmakologi:
- Infus RL 20 tpm
- Spasmolit 3 x 1
- Progeston 3 x 1
- Injeksi efotax 1 x 1 gr
I.7. FOLLOW UP
1. Tanggal 11 September 2014 (05.00)
Keluhan:
Perdarahan pervaginam (-), nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 37 0C
Pemeriksaan Obstetri :
-
USG
-
TERAPI
1. Non Farmakologi:
- Tirah baring
- Mengurangi aktifitas
- Menghindari posisi jongkok
2. Farmakologi:
- Infus RL 20 tpm
- Spasmolit 3 x 1
- Progeston 3 x 1
- Injeksi efotax 1 x 1 gr
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus imminens disebut juga abortus membakat, dimana terjadi perdarahan
pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa disertai
dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Perdarahan pada abortus imminens
seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.
Dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau
nyeri pinggang bawah (Wiknjosastro,2007).
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya pembukaan
serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound pada panggul menunjukkan
ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong amnion kosong,
servik tertutup, dan masih teKdapat janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah
dengan tirah baring dan memberikan obat-obatan (Wiknjosastro,2007).
Usia Ibu
Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
Kejadian abortus sebelumnya
Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan congenital atau defek
genetik
Pengaruh orang tua
Kelainan genetik orang tua
Komplikasi medis (Saifudin, 2004)
adalah
mengancam,
tetapi
masih
ada
kemungkinan
untuk
Abortus komplit
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20
mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan
b. Abortus Provokatus
6
medis
Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan karena
indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau melanggar hokum
(Cunningham, 2007).
Abortus complete dan abortus incomplete (Mochtar, 2007)
2.4 Epidemiologi
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran
normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki
kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan.
Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak
kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus
spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis dan
kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian
abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan
karena kelainan pada kromosom (Mansjoer,2001).
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum dan
50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom, abortus
spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi
kafein selama kehamilan (Mansjoer, 2001).
2.5 Etiologi
Abortus spontan meiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya saling terkait.
Abnsormalita dari kromosom adalah etiologi yang paling sering menyebabkan
abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama, lalu insiden menurun
pada trimester kedua sekitar 20-30 %, dan 5-10 % pada trimester ketiga. Penyebab
yang lain dari aborsi dengan persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi,
factor endokrin, factor immunologi, dan penyakit sistemik pada ibu. Dan ada banyak
pula penyebab yang belum diketahui hingga sampai saat in (Cunningham, 2007).
Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian janin,
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
1. hasil konsepsi
kelainan perkembangan dapat dipengaruhi oleh faktor endogen seperti kelainan
kromosom ( trisomi dan popiplidi)
2. fakor ibu antara lain :
Infeksi : Mycoplasma,Ureaplasma,dll
Kelainan darah
Faktor imunologis
2.6 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang
terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus
dan mengawali adanya proses abortus.
banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak.
Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol
(Mochtar, 2007).
2.7 Diagnosis
Diagnosis abortus imminens ditegakan antara lain:
Tanda-tanda hamil muda
Perdarahan melalui OUE (+)
Riwayat menstruasi
rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek (bercak-bercak darah) hingga
perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk menilai apakah perdarahan semakin
berkurang atau bahkan semakin memburuk. Adanya gumpalan darah atau jaringan
merupakan tanda bahwa abortus berjalan dengan progresif. Bila ditemukan nyeri perlu
dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut berlangsung (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan lokasi nyeri.
Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan vaginal toucher , tentukan
perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan serviks atau keluar melalui OUE
(Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks karenanya bila
nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik perlu
dipertimbangkan. Jika ditemukan UOI telah membuka, kemungkinan yang terjadi adalah
abortus insipiens, inkomplit maupun abortus komplit. Pemeriksaan pada uterus juga perlu
dilakukan, tentukan besar, konsistensi uterus serta pada adneksa, adakah nyeri tekan atau
massa. Bila didapatkan adanya sekret vagina abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan
biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari penyebab
terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya selanjutnya. Pemeriksaan
penunjang yang dapat kita lakukan antara lain :
1. - HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht
3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi
4. Pemeriksaan kadar progesteron serum
10
Uterus
Gejala/
Diagnosis
Tindakan
Sesuai
Tanda
Kram perut
Abortus
Observasi
hingga
dengan
bawah uterus
Imminens
perdarahan,
Sedang
usia gestasi
lunak
Bercak
Serviks
Tertutup
istirahat,
hindarkan
Sedikit
Limbung /
Kehamilan
coitus
Laparotomi
membesar
pingsan
ektopik
dan parsial
yang
salpingektomi
terganggu
atau
salpingestomi
porsio
Masa adneksa
Cairan bebas
Sedang
Tertutup
Lebih kecil
intra abdomen
Sedikit/tanpa
/terbuka
dari usia
nyeri perut
gestasi
bawah
kecuali
Riwayat
perdarahan
ekspulsi hasil
berlanjut atau
Terbuka
hingga
Abortus
Tidak perlu
komplit
terapi spesifik
Sesuai usia
konsepsi
Kram atau
Abortus
kehamilan
nyeri perut
insipiens
massif/
bawah belum
banyak
terjadi ekspulsi
hasil konsepsi
Kram atau
Abortus
nyeri perut
inkomplit
terjadi infeksi
Evakuasi
evakuasi
bawah ekspulsi
sebagian hasil
Terbuka
Lunak dan
konsepsi
Mual/muntah
Abortus
Evakuasi
11
lebih besar
Kram perut
dari usia
bawah
gestasi
Sindroma mirip
mola
tatalaksana
mola
preeklamsia
Tak ada janin
keluar jaringan
seperti anggur
(Saifudin, 2002)
2.8 Diagnosa Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu ( KET )
Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya sedikit sedangkan
pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian bawah perut dan
pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET biasanya lebih hebat.
Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG dapat dikerjakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa
kehamilan ektopik yang belum terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala
gejala hamil muda atau abortus imminens (Mansjoer, 2001)
2. Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat dibandingkan dengan
masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan adanya hiperemis gravidarum. Ini
disebabkan oleh adanya kadar HCG yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan
USG akan didapatkan gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance )
(Mansjoer, 2001)
3. Kelainan serviks
Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan
yang
disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan dengan
spekulum , pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam menegakan
diagnosis (Mansjoer, 2001).
2.9 Prognosis
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan.
Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules mules
disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut,
maka sering diikuti dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR. Prognosis
12
Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak
2.10 Penatalaksanaan
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan
berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang untuk koitus
selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak melakukan aktifitas
fisik yang berlebihan
2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial. Hormon
progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan adanya kekurangan
hormon progesterone
3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
4. bila perdarahan :
berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain
(Cunningham, 2007)
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1.
Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian transfusi darah erforasi
2.
Perforasi uterus
13
Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan tanda tanda
abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3.
Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik ) dan
karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2004)
BAB III
14
PEMBAHASAN
Abortus berdasarkan definisinya adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin belum
mencapai 500 gr.
Keluhan utama pada abortus adalah perdarahan pervaginan, dimana pada pasien ini.
Ny s , 38 th datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 1 bulan, disertai keluhan
tambahan berupa rasa mules. Serta pada pemeriksaan fisik, tidak terdapat dilatasi servik.
Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor maternal
dan faktor hasil konsepsi . pada pasien ini penyebabnya masih perlu dicari. Dari faktor
konsepsi, kelainan perkembangan maupun pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin maupun cacat , tetapi dari hasil pemeriksaan USG tidak didapati kelainan.
Penyebab lain bisa berupa kelainan kromosom , dari beberapa penelitian tamapak bhwa 5060% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi.
Pada pasien ini adanya kelainan kromoson pada janinnya yang menjadi penyebab abortus
tidak dapat dibuktikan sebab tidak dilakukan pemeriksaan.
Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain adalah
infeksi. Pada pasien ini didapatkan riwayat keputihan yang merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya abortus terjadinya abortus. Faktor-faktor lain yang bisa menjadi penyebab
abortus ,seperti adanya gangguan endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan
maupun riwayat trauma tidak ditemukan pada pasien ini.
Berdasarkan keluhan utama pasien berupa perdarahan pervaginam, pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, selain abortus perlu juga dicurigai adanya KET dan mola hidatidosa
sebagai diagnosis banding.
Kehamilan ekopik terganggu, gejala awalnya berupa amenore seperti pada kehamilan
biasa dan kemudian terjadi perdarahan pervaginam, Tetapi hal ini dapat disingkirkan sebab
tidak terdapatnya tanda-tanda akut abdomen yang merupakan tanda klasik pada KET dan
pada pemeriksaan fisik tdak ditemukan nyeri goyang portio dan pada pemeriksaan USG
didapati bvahwa hasil konsepsi berada dalam kavum uteri sehingga diagnosis banding KET
dapat disingkirkan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Pada
awalnya gejala yang timbul mirip pada kehamilan biasa, terjadi perdarahan. Tetapi diagnosa
15
ini dapat disangkal, karena pada pasien ini terdapat tanda-tanda kehamilan pasti, seperti
terdapatnya gerakan janin dan adanya BJJ, serta tidak ditemukannya snow flake pattern pada
pemeriksaan USG.
Penanganan abortus imminens yang utama adalah tirah baring (bed rest), Pemberian
antibiotika di sini adalah untuk mengatasi infeksi tidak untuk mencegah terjadinya abortus.
Pemberian analgetik berupa asam mefenamat. Dan pemberian inbion sebagai terapi suportif.
Pemberian hormon progesteron pada abortus imminens masih merupakan kontroversi sebab
keberhasilan dalam penggunaan obat ini sering mengakibatkan tidak lebih dari keadaan
missed abortion.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
16
KESIMPULAN
Pada kasus perdarahan pada masa kehamilan , dengan usia kehamilan dibawah 20
minggu. Selain dicurigai sebagai abortusvtapi perlu juga dipikirkan adanya KET dan mola
hodatidosa.
Pada abortus imminens, perlu penanganan yang adekuat, dimana proses kehamilan
dapat dipertahankan, dan sebisa mungkin dapat dicegah menjai berlanjut. Masih perlu juga
dicari penyebab abortusnya, supaya dapat mencegah terjadinya abortus habitualis pada
kehamilan selanjutnya.
SARAN
Penanganan yang adekuat dari para tenaga medis (bidan/dokter) dalam melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang sehingga dapat memberikan
penatalaksanaan yang adekuat sehingga dapat mempengaruhi prognosanya.
DAFTAR PUSTAKA
17
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford
Connecticut. 2007:856-877
Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17
Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147
Perdarahan
dalam
kehamilan,
persalinan
dan
masa
nifas
http://srobgyn.www3.50megs.com/mnh/Obs4.html;
Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua.
Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Latest
Research
spontaneous
Abortion.
Diakses
dari
http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdf
Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.com
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001;
260-265.
18