Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama
Register
Usia
Alamat
Pekerjaan
Agama
Pendidikan
Tanggal masuk Rawat Inap

: Ny. F
: 065168-2014
: 36 tahun
: Baran Jurang 2/6 Baran Ambarawa Kab. Semarang
: Swasta
: Islam
: SLTP
: 10 September 2014

I.2. Anamnesis
Anamnesis dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 10 September 2014 pukul 12.00
1. Keluhan utama :
Timbul flek dari jalan lahir sejak 5 hari yg lalu.
2. Keluhan tambahan :
Pusing (-) Lemas (-) Mual (-) Muntah(-)
3. Riwayat Penyakit Sekarang
PB datang ke poli dengan keluhan flek berwarna kecoklatan sejak 5 hari yang lalu,
keluar sedikit, pasien mengaku tidak menggunakan pembalut, sudah pernah diobati
dengan menggunakan obat dari dokter di tempat bekerja tapi flek tidak berkurang,
brongkol-brongkol (-), nyeri perut bawah hilang timbul.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama

= disangkal

Riwayat jatuh

= disangkal

Hipertensi

= disangkal

Diabetes mellitus

= disangkal

Alergi obat

= disangkal

Asma

= disangkal

5. Riwayat Operasi
Belum pernah mengalami operasi sebelumnya
6. Riwayat Haid
HPHT : 25 Juli 2014
HPL : 3 Mei 2015
Menarche usia 15 tahun, Siklus: 28 hari, Lama haid: 7hari
7. Riwayat Pernikahan
1 kali selama 7 tahun.
8. Riwayat KB
1

Disangkal
9. Riwayat Obstetrik
G2P1A0
Anak I : aterm, spontan, di bidan, 2700 gr, perempuan usia 6 tahun.
Anak II : hamil ini, usia kehamilan 6 minggu.
I.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal Bougenville tanggal 10 September 2014 pukul
12.00 WIB.
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
o Tekanan Darah : 117/83 mmHg
o Nadi
: 86 x/menit
o Respiration Rate : 20 x/menit
o Suhu
: 36,2
4. Berat badan
: 50 kg
Tinggi badan
: 158 cm
5. Status generalis
a. Kepala : bentuk mesosefal
b. Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
pupil bulat isokor (3 mm / 3 mm).
c. Thoraks :
o Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, nyeri
tekan (-)
- Perkusi
: konfigurasi jantung dalam batas normal
- Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan
o Pulmo :
- Inspeksi : statis, dinamis, retraksi (-)
- Palpasi
: stem fremitus kanan = kiri
- Perkusi : sonor seluruh lapang paru
- Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/o Abdomen :
- Inspeksi : datar, striae gravidarum (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) normal
o Ekstremitas
Edema
Akral dingin

Superior
-/-/-

Inferior
-/-/-

6. Pemeriksaan Obstetri
Tinggi fundus uteri = 1 jari diatas simfisis pubis
7. Vaginal Toucher
- Vulva dan vagina tidak ada kelainan
2

- Portio permukaan licin, letak posterior, tebal, lunak.


- Darah (+), Prongkol-prongkol (-)
- Nyeri goyang portio (-)
- OUE : tertutup, teraba jaringan (-).
I.4. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi (10 September 2014) pukul 17.52 WIB
Darah Rutin
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCHC
MCH
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Granulosit
Limfosit%
Monosit%

Nilai
12,4
39,9
9,2
305
4,29
93,0
31,1
28,9
12,1
7,6
2,6
0,6
6,0
27,9

Nilai Normal
11.5 16.5

85,0
0,105
11,4
4,00
1,00
B
(+)

1,0-4,5

Granulosit%

37 45
4,0 10,0
150 440
3,8 5,4
82 98
32 36
27
10 16
7 11
0,4-3,1
2-4
25-40
0,4-3,1
2-4

PCT

0,2-0,5

PDW

10-18

Clothing time

35

Bleeding time
Golongan darah
Tes kehamilan
I.5. Diagnosis
G1P0A0, 17 tahun, UK 10 minggu dengan Abortus Imminens

I.6. Penatalaksanaan
2. Non Farmakologi:
3

- Tirah baring
- Mengurangi aktifitas
- Menghindari posisi jongkok
2. Farmakologi:
- Infus RL 20 tpm
- Spasmolit 3 x 1
- Progeston 3 x 1
- Injeksi efotax 1 x 1 gr
I.7. FOLLOW UP
1. Tanggal 11 September 2014 (05.00)
Keluhan:
Perdarahan pervaginam (-), nyeri perut (-), pusing (-), mual/muntah (-), demam (-)
KU: Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
- TD : 100/70 mmHg
- Nadi : 84 x/menit
- RR : 20 x/menit
- T : 37 0C
Pemeriksaan Obstetri :
-

Tinggi fundus uteri : 1 jari diatas simfisis pubis


Vaginal Toucher : tidak dilakukan

USG
-

Gestasional sakus (+), hasil konsepsi berada di intrauterin

TERAPI
1. Non Farmakologi:
- Tirah baring
- Mengurangi aktifitas
- Menghindari posisi jongkok
2. Farmakologi:
- Infus RL 20 tpm
- Spasmolit 3 x 1
- Progeston 3 x 1
- Injeksi efotax 1 x 1 gr

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abortus imminens disebut juga abortus membakat, dimana terjadi perdarahan
pervaginam pada kehamilan <20 minggu dengan atau tanpa kontraksi uterus tanpa disertai
dilatasi serviks dan tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Perdarahan pada abortus imminens
seringkali hanya sedikit, namun hal tersebut berlangsung beberapa hari atau minggu.
Dapat atau tanpa disertai rasa mulas ringan, sama dengan pada waktu menstruasi atau
nyeri pinggang bawah (Wiknjosastro,2007).
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan tidak adanya pembukaan
serviks. Sementara pemeriksaan dengan real time ultrasound pada panggul menunjukkan
ukuran kantong amnion normal, jantung janin berdenyut, dan kantong amnion kosong,
servik tertutup, dan masih teKdapat janin utuh. Keluarnya fetus masih dapat dicegah
dengan tirah baring dan memberikan obat-obatan (Wiknjosastro,2007).

2.2 Faktor resiko


Angka kejadian abortus imminens dipengaruhi oleh berbagai faktor :
-

Usia Ibu
Faktor yang berkaitan dengan kehamilan
Jumlah kehamilan dengan janin aterm sebelumnya
Kejadian abortus sebelumnya
Riwayat hamil dengan janin yang mengalami kelainan congenital atau defek
genetik
Pengaruh orang tua
Kelainan genetik orang tua
Komplikasi medis (Saifudin, 2004)

2.3 Klasifikasi Abortus


a. Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanis ataupun medialis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
Biasanya disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
5

- Abortus imminens (threaned abortion)


Pengertian abortus imminens adalah perdarahan yang berasal dari intra uterine
sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu dengan atau tanpa kontraksi,
tanpa dilatasi cerviks, dan tanpa ekspulsi hasil konsepsi. Abortus imminens
sifatnya

adalah

mengancam,

tetapi

masih

ada

kemungkinan

untuk

mempertahankan hasil konsepsi. Abortus imminens ditegakan pada wanita


yang hamil dengan gejala perdarahan pervaginam yang timbul dalam waktu
kehamilan trimester pertama.
Perdarahan pada abortus imminens lebih ringan , namun dapat menetap dalam
beberapa hari sampai dengan beberapa minggu. Hal ini akan mengakitkan
gangguan terhadap hasil konsepsi berupa persalinan preterm, berat badan lahir
rendah serta kematian prenatal
-

Abortus insipiens (inivitable)


Merupakan suatu abortus yang sedang berlangsung, ditandai dengan
perdarahan pervaginam <20 minggu dengan adanya pembukaan serviks,
namun tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Pada keadaan ini didapatkan juga
nyeri perut bagian bawah atau nyeri kolik uterus yang hebat.
Pemeriksaan vagina pada kelainan ini memperlihatkan dilatasi ostium
serviks dengan bagian kantong konsepsi menonjol. Hasil pemeriksaan USG
mungkin didapatkan jantung janin masih berdenyut, kantong gestasi kosong
(5-6,5 minggu), uterus kosong (3-5 minggu) atau perdarahan subkhorionik
banyak di bagian bawah. Kehamilan biasanya tidak dapat dipertahankan lagi
dan pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum disusul dengan kerokan.
-

Abortus komplit
Adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan kurang dari 20
mingguatau berat badan kurang dari 500 gram dan

masih terdapat hasil

konsepsi yang tertinggal di dalam uterus.


Abortus inkomplet
Adalah pengeluaran hasil konsepsi. Pada penderita ditemukan perdarahan
sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil. Selain
ini, tidak ada lagi gejala kehamilan dan uji kehamilan menjadi negatif. Pada
pemeriksaan USG didapatkan uterus yang kosong (Sastrawinata, 2008).

b. Abortus Provokatus
6

Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat


tindakan baik menggunakan alat maupun obat-obatan. Jenis abortus provokatus
dibagi berdasarkan alasan melakukan abortus adalah :
- Abortus terapeutik adalah abortus provokatus yang dilakukan atas indikasi
-

medis
Abortus kriminalis adalah abortus provokatus yang dilakukan bukan karena
indikasi medis tetapi perbuatan yang tidak legal atau melanggar hokum
(Cunningham, 2007).
Abortus complete dan abortus incomplete (Mochtar, 2007)

Abortus imminens, abortus insipiens, dan miss abortion (Mochtar, 2007)


7

2.4 Epidemiologi
Insiden aborsi dipengarui oleh umur ibu dan riwayat obstetriknya seperti kelahiran
normal sebelumnya, riwayat abortus spontan, dan kelahiran dengan anak memiliki
kelainan genetik. Frekuensi abortus diperkirakan sekitar 10-15 % dari semua kehamilan.
Namun, frekuensi angka kejadian sebenarnya dapat lebih tinggi lagi karena banyak
kejadian yang tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi; juga karena abortus
spontan hanya disertai gejala ringan, sehingga tidak memerlukan pertolongan medis dan
kejadian ini hanya dianggap sebagai haid yang terlambat. Delapan puluh persen kejadian
abortus terjadi pada usia kehamilan sebelum 12 minggu. Hal ini banyak disebabkan
karena kelainan pada kromosom (Mansjoer,2001).
Dari 1.000 kejadian abortus spontan, setengahnya merupakan blighted ovum dan
50-60 % dikarenakan abnormalitas kromosom. Disamping kelainan kromosom, abortus
spontan juga disebabkan oleh penggunaan obat dan faktor lingkungan, seperti konsumsi
kafein selama kehamilan (Mansjoer, 2001).

2.5 Etiologi
Abortus spontan meiliki banyak etiologi yang satu dan lainnya saling terkait.
Abnsormalita dari kromosom adalah etiologi yang paling sering menyebabkan
abortus, 50% angka kejadian abortus pada trimester pertama, lalu insiden menurun
pada trimester kedua sekitar 20-30 %, dan 5-10 % pada trimester ketiga. Penyebab
yang lain dari aborsi dengan persentasi yang kecil adalah infeksi, kelainan anatomi,
factor endokrin, factor immunologi, dan penyakit sistemik pada ibu. Dan ada banyak
pula penyebab yang belum diketahui hingga sampai saat in (Cunningham, 2007).
Pada kehamilan muda, abortus tidak jarang didahului oleh kematian janin,
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
1. hasil konsepsi
kelainan perkembangan dapat dipengaruhi oleh faktor endogen seperti kelainan
kromosom ( trisomi dan popiplidi)
2. fakor ibu antara lain :

Infeksi : Mycoplasma,Ureaplasma,dll

Penyakit kronis : Celiac sprue (sindrom malabsorbsi)

Gangguan endokrin : diabetes melitus

Kelainan alat reproduksi

Kelainan darah

Pengaruh obat-obatan : tembakau,alcohol, kafein

Faktor lingkungan : radiasi

Faktor imunologis

Trauma fisik (Saifudin, 2004)

2.6 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang
terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus
dan mengawali adanya proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu


Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi
chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi
masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam

terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.


Pada kehamilan 8-14 minggu
Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban telebih
dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih
tertinggal dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam

banyak.
Pada kehmilan minggu ke 14-22 :
Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menimbulkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak.
Perdarahan pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol
(Mochtar, 2007).

2.7 Diagnosis
Diagnosis abortus imminens ditegakan antara lain:
Tanda-tanda hamil muda
Perdarahan melalui OUE (+)

Uterus membesar sesuai usia kehamilan


Servis belum membuka
Sehingga untuk menegakan diagnosis abortus imminens kita perlu memperhatikan :

Riwayat menstruasi

Riwayat penggunaan obat-obatan dan zat

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat operasi terutama pada uterus dan adneksa

Riwayat obstetrik dan ginekologis dahulu (Sastrawinata, 2008).


Pada abortus spontan biasanya disertai dengan perdarahan pervaginam dengan atau tanpa

rasa mules. Perdarahan pervaginam dapat hanya berupa flek (bercak-bercak darah) hingga
perdarahan banyak. Hal in sangat penting untuk menilai apakah perdarahan semakin
berkurang atau bahkan semakin memburuk. Adanya gumpalan darah atau jaringan
merupakan tanda bahwa abortus berjalan dengan progresif. Bila ditemukan nyeri perlu
dicatat letak dan lamanya nyeri tersebut berlangsung (Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan fisik, abdomen perlu diperiksa untuk menentukan lokasi nyeri.
Sumber dicari dengan pemeriksaan inspekulo dan pemeriksaan vaginal toucher , tentukan
perdarahan berasal dari dinding vagina, permukaan serviks atau keluar melalui OUE
(Sastrawinata, 2008).
Pada pemeriksaan dalam, lakukan pemeriksaan pergerakan serviks karenanya bila
nyeri pada pergerakan serviks (+), maka kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik perlu
dipertimbangkan. Jika ditemukan UOI telah membuka, kemungkinan yang terjadi adalah
abortus insipiens, inkomplit maupun abortus komplit. Pemeriksaan pada uterus juga perlu
dilakukan, tentukan besar, konsistensi uterus serta pada adneksa, adakah nyeri tekan atau
massa. Bila didapatkan adanya sekret vagina abdominal, sebaiknya dibuat pemeriksaan
biologisnya (Saifudin, 2004).
Pada kasus abortus, selain menghentikan perdarahannya, perlu dicari penyebab
terjadinya abortus dan menentukan sikap dalam penanganannya selanjutnya. Pemeriksaan
penunjang yang dapat kita lakukan antara lain :
1. - HCG
2. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht
3. Pemeriksaan golongan darah dan skrining antibodi
4. Pemeriksaan kadar progesteron serum

10

5. USG (Saifudin, 2002)


Perdarahan

Uterus

Gejala/

Diagnosis

Tindakan

Sesuai

Tanda
Kram perut

Abortus

Observasi

hingga

dengan

bawah uterus

Imminens

perdarahan,

Sedang

usia gestasi

lunak

Bercak

Serviks
Tertutup

istirahat,
hindarkan

Sedikit

Limbung /

Kehamilan

coitus
Laparotomi

membesar

pingsan

ektopik

dan parsial

yang

salpingektomi

terganggu

atau

dari normal Nyeri perut


bawah
Nyeri goyang

salpingestomi

porsio
Masa adneksa
Cairan bebas

Sedang

Tertutup

Lebih kecil

intra abdomen
Sedikit/tanpa

/terbuka

dari usia

nyeri perut

gestasi

bawah

kecuali

Riwayat

perdarahan

ekspulsi hasil

berlanjut atau

Terbuka

hingga

Abortus

Tidak perlu

komplit

terapi spesifik

Sesuai usia

konsepsi
Kram atau

Abortus

kehamilan

nyeri perut

insipiens

massif/

bawah belum

banyak

terjadi ekspulsi
hasil konsepsi
Kram atau

Abortus

nyeri perut

inkomplit

terjadi infeksi
Evakuasi

evakuasi

bawah ekspulsi
sebagian hasil
Terbuka

Lunak dan

konsepsi
Mual/muntah

Abortus

Evakuasi
11

lebih besar

Kram perut

dari usia

bawah

gestasi

Sindroma mirip

mola

tatalaksana
mola

preeklamsia
Tak ada janin
keluar jaringan
seperti anggur
(Saifudin, 2002)
2.8 Diagnosa Banding
1. Kehamilan ektopik terganggu ( KET )
Pada KET ditemukan amenore, perdarahan pervaginam, biasanya sedikit sedangkan
pada abortus biasanya perdarahan cukup banyak, nyeri bagian bawah perut dan
pembesaran di belakang uterus. Tetapi nyerri pada KET biasanya lebih hebat.
Pemeriksaan seperti kuldosintesis dan USG dapat dikerjakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding ini. Sebelum timbul KET, suatu kehamilan ektopik hanya berupa
kehamilan ektopik yang belum terganggu. Pada keadaan ini yang ditemui berupa gejala
gejala hamil muda atau abortus imminens (Mansjoer, 2001)
2. Mola Hidatidosa
Pada mola hidatidosa, uterus biasanya membesar lebih cepat dibandingkan dengan
masa kehamilannya, dan kadang disertai dengan adanya hiperemis gravidarum. Ini
disebabkan oleh adanya kadar HCG yang tinggi di dalam darah. Pada pemeriksaan
USG akan didapatkan gambaran seperti badai salju ( snowform like appearance )
(Mansjoer, 2001)
3. Kelainan serviks
Karsinoma serviks uteri ,polipus serviks dan sebagainya. Perdarahan

yang

disebabkan oleh hal ini dapat menyerupai abortus imminens. Pemeriksaan dengan
spekulum , pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat membantu dalam menegakan
diagnosis (Mansjoer, 2001).
2.9 Prognosis
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan.
Prognosisnya menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules mules
disertai dengan perdarahan dan pembukaan serviks. Jika kehamilan terus berlanjut,
maka sering diikuti dengan persalinan preterm, plasenta previa, dan IUGR. Prognosis
12

ditentukan lamanya perdarahan , jika perdarahan berlangsung lama, mules- mules


yang disertai pendataran serviks menandakan prognosis yang buruk Prognosis buruk
bila dijumpai pada pemeriksaan USG adanya :
-

Kantong kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan dan tidak

adanya kutub janin


Perdarahan retrochorionic yang luas ( >25 % ukuran kantung kehamilan )
DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ) (Mochtar, 2007).

2.10 Penatalaksanaan
Penanganan abortus iminens terdiri atas :
1. Istirahat tirah baring, tujuannya agar aliran darah ke uterus lebih lancar dan
berkurangnya rangsangan mekanik sehimgga perdarahan berhenti, dilarang untuk koitus
selama 2 minggu . Pemberian sedatif juga bisa diberikan, dan tidak melakukan aktifitas
fisik yang berlebihan
2. Pemberian progesteron pada abortuis imminens masih bersifat controversial. Hormon
progesterone dapat diberikan jika pada pemeriksaan didapatkan adanya kekurangan
hormon progesterone
3. Pemeriksaan USG perlu untuk menentukan viabilitas janin
4. bila perdarahan :
berhenti : lakukan asuhan antenatal terjadwal dan penilaian ulang
bila terjadi perdarahan lagi.
Berlangsung lama : nilai kembali kondisi janin. Konfirmasikan
kemungkinan adanya penyebab lain

( hamil ektopik atau mola )

(Cunningham, 2007)
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah :
1.

Perdarahan masif
Dapat diatasi dengan membersihkan uterus dari sisa sisa hasil konsepsi dan jika perlu
pemberian transfusi darah erforasi

2.

Perforasi uterus

13

Dapat terjadi terutama pada uterus dalam hiperetrofleksi . Jika ditemukan tanda tanda
abdomen akut perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka operasi atau perlu dilakukan histerektomi.
3.

Infeksi dalam uterus atau sekitarnya


Dapat terjadi pada abortus dan dapat menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan
peritonium. Apabila terjadi peritonitis umum atau sepsis dapat disertai dengan
terjadinya syok. Penanganan bisa diberikan antibiotik pilihan dan dilakukan laparotomi
4.

Syok
Syok pada abortus biasanya bisa terjadi karena perdarahan ( syok hemoragik ) dan
karena infeksi berat ( syok septik ) (Saifuddin, 2004)

BAB III
14

PEMBAHASAN
Abortus berdasarkan definisinya adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup diluar kandungan, dengan usia kurang dari 20 minggu dan berat janin belum
mencapai 500 gr.
Keluhan utama pada abortus adalah perdarahan pervaginan, dimana pada pasien ini.
Ny s , 38 th datang dengan keluhan perdarahan pervaginam sejak 1 bulan, disertai keluhan
tambahan berupa rasa mules. Serta pada pemeriksaan fisik, tidak terdapat dilatasi servik.
Penyebab abortus secara garis besar terbagi menjadi dua berdasarkan faktor maternal
dan faktor hasil konsepsi . pada pasien ini penyebabnya masih perlu dicari. Dari faktor
konsepsi, kelainan perkembangan maupun pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan
kematian janin maupun cacat , tetapi dari hasil pemeriksaan USG tidak didapati kelainan.
Penyebab lain bisa berupa kelainan kromosom , dari beberapa penelitian tamapak bhwa 5060% dari abortus dini spontan berhubungan dengan anomali kromosom pada saat konsepsi.
Pada pasien ini adanya kelainan kromoson pada janinnya yang menjadi penyebab abortus
tidak dapat dibuktikan sebab tidak dilakukan pemeriksaan.
Faktor maternal yang memungkinkan menjadi penyebab abortus, antara lain adalah
infeksi. Pada pasien ini didapatkan riwayat keputihan yang merupakan salah satu faktor
resiko terjadinya abortus terjadinya abortus. Faktor-faktor lain yang bisa menjadi penyebab
abortus ,seperti adanya gangguan endokrin, riwayat penyakit kronis, penggunaan obat-obatan
maupun riwayat trauma tidak ditemukan pada pasien ini.
Berdasarkan keluhan utama pasien berupa perdarahan pervaginam, pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, selain abortus perlu juga dicurigai adanya KET dan mola hidatidosa
sebagai diagnosis banding.
Kehamilan ekopik terganggu, gejala awalnya berupa amenore seperti pada kehamilan
biasa dan kemudian terjadi perdarahan pervaginam, Tetapi hal ini dapat disingkirkan sebab
tidak terdapatnya tanda-tanda akut abdomen yang merupakan tanda klasik pada KET dan
pada pemeriksaan fisik tdak ditemukan nyeri goyang portio dan pada pemeriksaan USG
didapati bvahwa hasil konsepsi berada dalam kavum uteri sehingga diagnosis banding KET
dapat disingkirkan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik. Pada
awalnya gejala yang timbul mirip pada kehamilan biasa, terjadi perdarahan. Tetapi diagnosa

15

ini dapat disangkal, karena pada pasien ini terdapat tanda-tanda kehamilan pasti, seperti
terdapatnya gerakan janin dan adanya BJJ, serta tidak ditemukannya snow flake pattern pada
pemeriksaan USG.
Penanganan abortus imminens yang utama adalah tirah baring (bed rest), Pemberian
antibiotika di sini adalah untuk mengatasi infeksi tidak untuk mencegah terjadinya abortus.
Pemberian analgetik berupa asam mefenamat. Dan pemberian inbion sebagai terapi suportif.
Pemberian hormon progesteron pada abortus imminens masih merupakan kontroversi sebab
keberhasilan dalam penggunaan obat ini sering mengakibatkan tidak lebih dari keadaan
missed abortion.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
16

KESIMPULAN
Pada kasus perdarahan pada masa kehamilan , dengan usia kehamilan dibawah 20
minggu. Selain dicurigai sebagai abortusvtapi perlu juga dipikirkan adanya KET dan mola
hodatidosa.
Pada abortus imminens, perlu penanganan yang adekuat, dimana proses kehamilan
dapat dipertahankan, dan sebisa mungkin dapat dicegah menjai berlanjut. Masih perlu juga
dicari penyebab abortusnya, supaya dapat mencegah terjadinya abortus habitualis pada
kehamilan selanjutnya.

SARAN
Penanganan yang adekuat dari para tenaga medis (bidan/dokter) dalam melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang sehingga dapat memberikan
penatalaksanaan yang adekuat sehingga dapat mempengaruhi prognosanya.

DAFTAR PUSTAKA

17

Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford
Connecticut. 2007:856-877
Sastrawinata, Sulaeman, Prof. Obstetri Patologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung 2008:11-17
Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147
Perdarahan

dalam

kehamilan,

persalinan

dan

masa

nifas

http://srobgyn.www3.50megs.com/mnh/Obs4.html;
Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua.
Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Latest

Research

spontaneous

Abortion.

Diakses

dari

http://www.fertilitysolution.com/PDF/abort.pdf
Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.com
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta 2002
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
ketiga. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001;
260-265.

18

Anda mungkin juga menyukai