Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
klinisnya. Istilah gangguan mood, yang dalam edisi Diagnostic and Statistical
Manual of Menial Disorders (DSM) sebelumnya dikenal sebagai gangguan
afektif. saat ini lebih disukai karena istilah ini mengacu pada keadaan emosi yang
menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional
sementara. Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom (bukannya
penyakit terpisah), yang terdiri atasse-kelompok tanda dan gejalayang bertahan
selamaberminggu-minggu
hingga
berbulan - bulan,
yang menunjukkan
flingof ideas, tidur berkurang, harga diri meningkat. serta gagasan kebesaran.
Pasien dengan mood menurun menunjukkan hilangnya energi dan minat. rasa
bersalah. sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan. serta pikiran mengenai
kematian atau bunuh diri. Gejala atau tanda lain mencakup perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan. serta fungsi vegetatif (cth.. tidur.
nafsu makan, aktivitas seksual, serta ritme biologis lainnya). Gangguan ini
hampirselalu menimbulkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan.
Pasien yang hanya menderita episode depresif berat dikatakan memiliki
gangguan depresif berat atau depresi unipolar. Pasien dengan episode manik
maupun depresifatau pasien dengan episode manik saja dikatakan memiliki
gangguan bipolar. Istilah mania unipolar, mania murni, atau mania euforik
kadang-kadang digunakan untuk pasien bipolar yang tidak memiliki episode
EPIDEMIOLOGI
berbeda
antara
laki-laki
dan
perempuan.
serta
model
perilaku
Gangguan depresif
Gangguan depresif berat (MDD, Major
Defresif Disorder)
Rekuren dengan episode
pulih sempurna, bersama
dengan gangguan distimk
Rekuren, tanpa episode pulih sempurna
bersama gangguan distimik (defresi ganda)
Gangguan distimik
Gangguan bipolar
Gangguan bipolar I
0,4 %,6%
Gangguan bipolar II
Sekitar 0,5%
Gangguan bipolar I atau Bipolar II,
5-15% dengan gangguan bipolar
dengan siklus cepat
Gangguan siklotimik
0,4-1,0%
Data dari American Psychiatric Association Diagnostic arid Statistical
Mariual of Mental Disorders. 4thed text rev. Washington DC
American Psychiatric Association; topyrigth 2000, dengan ijin.
awitan antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat dapat juga dimulai
pada masa kanak-kanak atau usia tua. Data epidemiologis terkini mengesankan
bahwa insiden gangguan depresif mayor mungkin meningkat di antara orang
berusia di bawah 20 tahun. Hal ini mungkin berkaitan dengan meningkatnya
pengguna-an alkohol serta penyalahgunaan obat pada kelompok usia ini.
Status Pernikahan
Gangguan depresif berat paling sering terjadi pada orang tanpa hubungan
antarpersonal yang dekat atau pada orang yang mengalami perceraian atau
perpisahan. Gangguan bipolar I lebih lazim terjadi pada orang lajang dan orang
yang bercerai daripada yang menikah. tetapi perbedaan ini dapat mencerminkan
awitan dini serta karakteristik akibat perpecahan perkawinan pada gangguan
Faktor Sosioekonomi dan Kebudayaan
Tidak ada hubungan yang ditemukan antara status sosioekonomi dan
gangguan depresif berat. Insiden yang lebih besar rata-rata pada gangguan bipolar
I ditemukan pada kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi, tetapi hal ini dapat
disebabkan praktik diagnosis yang bias karena gangguan bipolar didiagnosis
berlebihan. Depresi lebih lazim di daerah pedesaan daripada daerah perkotaan.
Gangguan bipolar I lebih lazim pada orang yang tidak lulus akademi daripada
lulusan akademi. suatu bukti yang dapat jugamenunjukkan awitan usia yang
relatif dini pada gangguan ini. Prevalensi gangguan mood tidak berbeda antar-ras.
Meskipun demikian. terdapat kecenderungan pemeriksa kurang mendiagnosis
gangguan mood serta mendiagnosis berlebihan skizofrenia pada pasien yang
memiliki ras atau latar belakang budaya yang berbeda dengan pemeriksa itu
sendiri.
ETIOLOGI
Faktor Biologis
Banyak
penelitian
melaporkan
abnormalitas
metabolil
amin
Ncurokimia
Lain.
Walaupun
data
belum
meyakinkan,
respons
yang
tumpul
terhadap
peningkatan
sekresi
hormon
pembesaran
venlrikcl
lebih
jarang
pada
pasien
dengan
juga menunjukkan bahwa orang tua biologis anak adopsi yang memiliki
gangguan mood memiliki prevalensi gangguan mood yang serupa dengan
prevalensi orang tua anak bukan adopsi yang memiliki gangguan mood.
Prevalensi gangguan mood pada orang tua adopsi serupa dengan prevalensi dasar
pada populasi umum.
Studi Anak Kembar
Studi anak kembar menunjukkan bahwa angka konkofdansi untuk
gangguan bipolar I pada kembar monozigot adalah 33 sampai 90 %, bergantung
pada studi tertentu; untuk gangguan depresif berat, angka konkordansi pada
kembar monozigot sekitar 50%. Sebaliknya, angka konkordansi pada kembar
dizigol sekitarS sampai 25 persen untuk gangguan bipolar 1 dan 10 sampai 25
persen untuk gangguan depresi berat.
Studi Keterkaitan
Ketersediaan teknik modem biologi molekular, termasuk polimorfisme
panjang fragmen restriksi, telah menghasilkan banyak studi. sebagian besar tidak
dapat diambil kesimpulan. Hubungan antara gangguan mood, terutama gangguan
bipolar I dan penanda genetik telah dilaporkan untuk kromosom 5, II, 18, dan X.
Gen reseptor D, terletak pada kromosom 5. Gen untuk tirosin hidroksilase, yaitu
enzim yang membatasi laju sintesiskatekolamin, terletak pada kromosom 11.
Pada satu studi, penanda pada kromosom 18 ditemukan di 28 keluarga inti
dengan gangguan bipolar.
KROMOSOM SEBELAS DAN GANGGUAN BIPOLAR I
Pada tahun 1987, satu studi melaporkan hubungan antaragangguan
bipolar I di antara anggota keluarga Ordo Lama Amish dan penanda genetik pada
lengan pendek kromosom 11. Dengan perluasan keturunan berikutnya dan
timbulnya gangguan bipolar I pada anggota keluarga yang sebelumnya tidak
terkena, penerapan hubungan statistik dihentikan. Peristiwa ini secara efektif
menggambarkan derajat kehati-hatian yang harus digunakan dalam melakukan
dan menginterpretasikan studi keterkaitan genetik pada gangguan jiwa.
KROMOSOM X DAN GANGGUAN BIPOLAR I
Keterkaitan telah lama diduga antara gangguan bipolar I dan regio pada
pola kepribadian apapun. dapat dan mengalami depresi di bawah situasi yang
sesuai. Orang dengan gangguan kepribadian tertentuobsesifkompulsif, histrionik,
dan borderline mungkinmemiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi
daripada orang dengan gangguan kepribadian anlisosial atau paranoid. Gangguan
kepribadian paranoid dapat menggunakan mekanisme defensi proyeksi dan
mekanisme ekstemalisasi lainnya untuk melindungi diri mereka dari kemarahan
di dalam dirinya. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan
kepribadian tcrtentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I di kemudian
hari; meskipun demikian, orang dengan gangguan distimik dan siklotimik memiliki risiko mengalami gangguan depresi berat atau gangguan bipolar I di
kemudian hari.
Faktor Psikodinamik Depresi
Pernahaman psikodinamik depresi yang dijelaskan Sigmund Freud dan
dikembangkan Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik mengenai
depresi. Teori ini mcliputi 4 poin penting: (1) gangguan hubungan ibu-bayi
selama fase oral (10 sampai 18 bulan pertamakehidupan) menjadi predisposisi
kerentanan selanjutnyaterhadapdepresi; (2) depresi dapat terkait dengan
kehilangan objek yang nyata atau khayalan; (3) introyeksi objek yang meninggal
adalah mekanisme pertahanan yang dilakukan untuk menghadapi penderitaan
akibat kehilangan objek; dan (4) kehilangan objek dianggap sebagai campuran
cinta dan benci sehingga rasa marah diarahkan ke dalam diri sendiri.
Melanie Klein memahami depresi melibatkan ekspresi agresi terhadap
orang-orang yang dicintai, seperti yang dikemukakan Freud. Edward Bibring
menganggap depresi sebagai fenomena yang tcrjadi ketika seseorang menyadari
ketidaksesuaian antara idealisme yang sangat tinggi dan ketidakmampuan
memenuhi tujuan tersebut. Edith Jacobson melihat keadaan depresi serupa dengan
anak yang tidak berkekuatan dan tidak berdaya yang menjadi korban penyiksaan
orang tua. Anak merasakan dirinya seperti yangdiidentifikasi sesuai dengan aspek
negatif
orang
tua
yang
menyiksa,
sedangkan
sifat
sadis
orang
tua
sendiri. Dia menyebut orang yang menjadi tujuan hidup orang yang mengalami
depresi sebagai hal lain yang dominan. dapat berupaprinsip, idealisme, atau suatu
institusi. serta individu lain. Depresi terjadi ketika pasien menyadari bahwa orang
atau idealisme yang menjadi tujuan hidup mereka tidak akan pernah membcri
respons sesuai dengan tcrpenuhinya keinginan mereka. Konsep Heinz Kohut
mengenai depresi berasal dari teori psikologis diri, bertumpu pada asumsi bahwa
diri yang sedang berkembang memiliki kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi
orang tua untuk memberikan anak rasa harga diri dan keutuhan diri yang positif.
Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi. akan terdapat kehilangan masih harga diri
yang muncul sebagai depresi. John Bowlby meyakini bahwa kelekatan dini yang
rusak dan perpisahan traumatik di masa kanak-kanak adalah predisposisi depresiKehilangan pada orang dewasadikatakan menghidupkan kembali kehilangan
masa kanak yang traumatik sehingga mempresipitasi episode depresi saat dewasa.
Faktor Psikodinamik Mania
Sebagian besar teori mania memandang episode manik sebagai
pertahanan terhadap depresi yang mendasari. Contohnya. Karl Abraham meyakini
bahwaepisode manik dapat mencerminkan ketidakmampuan menoleransi suatu
tragedi perkembangan, misalnya kehilangan orang tua. Keadaan manik juga dapat
terjadi akibat superego yang bersifat tirani, yang menghasilkan kritik diri yang
tidak dapat ditoleransi yang kemudian digantikan kepuasan diri yang bersifat
cuforia. Bertram Lewin menganggap ego pasien manik dibanjiri impuls yang
menyenangkan seperti seks atau impuls yang ditakuti seperti agresi. Klein juga
memandang mania sebagai reaksi defensi terhadap depresi dengan menggunakan
defense manik seperti omnipoten, schingga orang tersebut memiliki waham
kebesaran.
Formulasi Lain Depresi
Teori Kognitif. Menurut teori kognitif, depresi terjadi akibat distorsi
kognitif spesifik yang terdapat pada seseorang yang rentan terhadap depresi.
Distorsi tersebut, yang disebut sebagai depressogenic schemata, merupakan
cetakan kognitif yang menerima data internal maupun eksternal dengan cara yang
diubah oleh pengalaman sebelumnya. Beck memberikan postulat trias kognitif
depresi yang terdiri atas: (l)pandangan mengenai diri aturan-diri yang negatif,
(2) mengenai lingkungankecenderungan mengalami dunia sebagai sesuatu yang
memusuhi dan menunlut, dan (3) mengenai masadepanharapan mengenai
penderitaan dan kegagalan. Terapi mencakup modifikasi distorsi ini.
Ketidakberdayaan yang Dipelajari
Teori ketidakberdayaan yang dipelajari pada depresi menghubungkan
fenomena depresif dengan pengalaman peristiwa yang tidak dapat dikendalikan.
Contohnya, ketika anjing di laboralorium terpajan syok listrik dan tidak dapat
melarikan diri, anjing tersebut akan menunjukkan perilaku yang berbeda dengan
anjing yang tidak pernah terpajan peristiwa yang tidak dapat dikendalikan
tersebut. Setelah pajanan terhadap syok listrik, anjing itu tidak akan menembus
batas
untuk
menghentikan
arus
listrik
ketika
ditempatkan
padasituasi
agitasi psikomotor
(7) keterlibatan yang berlebihan di dalam aktivitas yang
menyenangkan dan berpotensi tinggi memiliki akibat
menyakitkan (cth., terlibat di dalam kegiatan berbelanja yang
tidak bisa ditahan, tindakan seksual yang tidak bijaksana, atau
investasi bisnis yang bodoh)
C. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran.
D. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata
fungsi pekerjaan maupun aktivitas atau hubungan sosial yang biasa
dengan orang lain, atau memerlukan rawat inapuntuk mencegah
mencelakakan diri sendiri atau orang lain,atau terdapat ciri psikotik.
E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung suatuzat (cth.,
obat yang disalahgunakan, obat, atau terapi lain)atau kondisi medis
umum (cth., hipertiroidisme).
Catatan: Episode menyerupai manik yang secara nyata disebabkan
terapi antidepresan somatik (cth., obat, terapielektrokonvulsif, terapi
cahaya) sebaiknya tidak dimasukkanke dalam diagnosis gangguan
bipolar I.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder. 4,h ed. Text rev. Washington, DC: American
Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin.
pasien yang memiliki dua atau lebih episode gangguan depresif berat dibenarkan
karena perjalanan gangguan yang tidak jelas pada pasien yang hanya mengalami
episode tunggal. Sejumlah studi melaporkan data yang konsisten dengan dugaan
bahwa depresi berat melingkupi suatu populasi gangguan yang heterogen. Satu
tipe studi mengkaji stabilitas diagnosis depresi berat pada pasien selama beberapa
waktu. Studi tersebut menemukan bahwa 25 sampai 50% pasien kemudian
digolongkan kembali ternyata mengalami
Tabel 12.1-4 Kriteria DSM-IV-TR Episode Hipomanik
A. Periode terpisah mood yang secara persisten meningkat,ekspansif,
atau iritabel, berlangsung hingga setidaknya4 hari,yang secara nyata
berbeda dari mood nondepresi yang biasa.
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau Iebih) gejala berikut
telah ada (empat gejala jika mood hanya iritabel) dan
signifikan:
(1) harga diri yang membumbung atau rasa kebesaran
(2) berkurangnya kebutuhan tidur (cth., merasa telah beristirahat
setelah tidur hanya 3 jam)
(3) Iebih banyak berbicara daripada biasanya atau ada tekanan
Gangguan Bipolar 1
DSM-IV-TR berisi daftar kriteria terpisah episode manik (Tabel 12.1-3).
Kriteria DSM-IV-TR membutuhkan adanya suatu periode mood abnormal yang
khas dan bertahan sedikitnya selama I minggu dan mencakup diagnosis gangguan
bipolar 1 yang terpisah untuk satu episode manik dan jenis episode berulang
khusus, berdasarkan gejala episode terkini.
Ringan: Cejala sedikit, jika ada, lebih banyak daripada gejala yang
diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dan gejala hanya
menimbulkan hendaya ringan fungsi pekerjaan atau pada aktivitas
sosial yang biasa atau hubungan dengan orang lain. Sedang: Cejala
atau hendaya fungsional di antara "ringan" dan "berat".
Berat tanpa ciri psikotik: Sejumlah gejala lebih banyak dari gejala
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, dan gejala secara
nyata mengganggu fungsi pekerjaan atau mengganggu aktivitas sosial
yang biasa atau hubungan dengan orang lain.
Berat dengan ciri psikotik: Waham atau halusinasi. Jika mungkin,
tentukan apakah ciri psikotik kongruen mood atau tidak kongruen
mood:
Ciri psikotik kongruen mood: Waham atau halusinasi yang
seluruh isinya konsisten dengan tema depresif khas yaitu
ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah, penyakit, kematian,
nihilisme, atau hukuman yang pantas.
Ciri psikotik tidak kongruen mood: Waham atau halusinasi
yang isinya tidak meliputi tema depresif khas yaitu
ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah, penyakit, kematian,
nihilisme, atau hukuman yang pantas. Waham yang termasuk
adalah gejala seperti waham kejar (tidak terkait langsung
dengan tema depresi), insersi pikiran, siarpikiran, dan waham
kendali.
Dalam remisi parsial: Cejala episode depresi berat ada tetapi kriteria
tidak terpenuhi secara lengkap, atau terdapat periode tanpa gejala
episode depresi berat yang bermakna dan bertahan kurang dari 2
bulan setelah akhir episode depresif berat (jika episode depresif berat
tumpang tindih dengan gangguan distimik, hanya ditegakkan
diagnosis gangguan distimik jika semua kriteria episode depresif
berat tidak lagi terpenuhi).
Dalam remisi penuh: Selama 2 bulan terakhir, tidak ada tanda atau
gejala gangguan.
Tidak tergolongkan.
Dari American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder. 4th ed. Text rev. Washington, DC:
American Psychiatric Association; copyright 2000, dengan izin
GangguanBipolar II
Kriteria diagnostik gangguan bipolar 11 menentukan keparahan. frekuensi,
serta
lama
gejala
hipomanik
tertentu.
Kriteria
diagnostik
episode
Sebuah
tinjauan
literaturyang
membandingkan
gangguan
yang tinggi serta keparahan gejala ansietas pada pasien dengan ciri atipikal pada
sejumlah riset dikaitkan dengan kecenderungan salah digolongkan sebagai
gangguan ansietas bukannya gangguan mood. Pasien dengan ciri atipikal juga
dapat cenderung mengalami perjalanan gangguan yang lama, diagnosis gangguan
bipolar I, atau pola musiman pada gangguan mereka. Implikasi terapi utama pada
pasien dengan ciri atipikal adalah bahwa mereka cenderung metnberikan respons
terhadap inhibitor monoamin oksidase (MAOI) daripada obat trisiklik.
Saat ini, signifikansi ciri atipikal inasih tetap kontroversial, seperti juga
respons terapi MAOI yang lebih dipilih. Lebih lagi, tidak adanya kriteria
diagnostik spesifik membatasi kemampuan peneliti untuk mengkaji validitas
kriteria serta prevalensi gangguan serta untuk memastikan keberadaan faktor
biologis atau psiko-logis lain yang dapat membedakannya dengan polagejala lain.
Ciri atipikal DSM-IV-TR dapat diterapkan pada episode depresif berat
terkini, gangguan bipolar 1, gangguan bipolar II, atau gangguan distimik
Dengan Ciri Katatonik
Keputusan untuk memasukkan klasifikasi khusus ciri katatonik di dalam
kategori
gangguan
wooc/didorongoleh2
faktor.
Pertamakarenapengarang
Penentu
Perjalanan
Longitudinal.DSM-IV-TRmemasukkan
penyakit medis yang telah ada, misalnya diabetes, hipertensi, penyakit paru
obstruktif kronik, dan penyakit jantung. Gejala vegetatif lainnya adalah
menstruasi abnormal dan menurunnya minat serta kinerja di dalam aktivitas
seksual. Masalah seksuai kadang-kadang dapat menyebabkan salah merujuk,
misalnya konseling pernikahan dan terapi seks, ketika klinisi gagal me-ngenali
gangguan depresif yang mendasari. Ansietas (termasuk serangan panik).
penyalahgunaan alkohol, dan keluhan somatik (misalnya konstipasi dan sakit
kepala) sering mempersulit terapi depresi. Sekitar 50% pasien menunjukkan
adanya variasi gejala diurnal yang bertambah parah di pagi hari dan berkurang di
sore hari. Gejala kognitif mencakup laporan subjektif adanya ketidak-mampuan
berkonsentrasi (84 persen pasien di satu studi) serta hendaya dalam berpikir (67
persen pasien pada studi lain).
Depresi pada Anak dan Remaja
Fobia sekolah dan me-nempel terus pada orang tua dapat merupakan
gejala depresi pada anak. Buruknya kinerja di sekolah, penyalahgunaan zat,
perilaku antisosial, berganti-ganti pasangan seksual, bolos sekolah, dan melarikan
diri dapat menjadi gejala depresi pada remaja. (Topik ini akan dibahas lebih lanjut
dalam Bab 45).
Depresi pada Orang Lanjut Usia
Depresi lebih sering ditemukan pada orang lanjut usia daripada depresi
pada populasi umum. Berbagai studi melaporkan angka prevalensi berkisar dari
25 sampai hampir 50 %, Walaupun persentase kasus ini yang disebabkan
gangguan depresif berat tidak pasti. Sejumlah studi melaporkan data yang
menunjukkan bahwa depresi pada orang lanjut usia dapat berkaitan dengan status
sosioekomoni yang rendah. kematian pasangan, penyakit fisik yang juga sedang
ada, serta isolasi sosial. Studi lain menunjukkan bahwa depresi pada orang lanjut
usia kurang terdiagnosis dan tidak diobati. Terutamamungkin oleh dokterumum.
Tidak dikenalinya depresi pada orang lanjut usia dapat terjadi karena gangguan
lebih sering muncul dengan keluhan somatik pada kelompok usia yang lebih tua
dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih muda. Lebih jauh lagi,
diskriminasi terhadap usia dapat memengaruhi dan membuat mereka lebih
menerima gejala depresif sebagai hal yang normal pada pasien lanjut usia.
Episode Manik
Mood yang meningkat, ekspansif, atau iritabel adalah tanda khas episode
manik. Moodyang meningkat bersifat euforik dan sering menular serta bahkan
dapat menyebabkan penyangkalan counter-transferentid penyakit tersebut oleh
klinisi yang tidak ber-pengalaman. Walaupun orang yang tidak terlibat mungkin
tidak mengenali sifat mood pasien yang tidak biasa, orang yang mengenai pasien
menyadari bahwa hal tersebut tidak normal. Sebalik-nya, mood dapat iritabel,
khususnya ketika rencana seseorang yang ambisius dengan terang-terangan
dirintangi. Pasien sering menunjukkan perubahan mood yang dominan dari
euforia pada awal perjalanan penyakit menjadi iritabilitas di kemudian hari.
Terapi pasien manik di bangsal perawatan dapat dipersulit dengan
pengujian
mereka
terhadap
batasan
peraturan
bangsal,
ke-cenderungan
mencakup psikosis, penyalahgunaan alkohol atau zat lain, upaya bunuh diri,
masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala gangguan obsesif-kompulsif,
berbagai keluhan somatik, iritabilitas yang jelas sehingga mengakibatkan
perkelahian, dan perilaku antisosial lain. Walaupun banyak gejala ini ditemukan
pada remaja normal, gejala yang berat atau terus-menerus ada harus membuat
klinisi mempertimbangkan gangguan bipolar I sebagai diagnosis banding.
Gangguan Bipolar II
Gambaran klinis gangguan bipolar II adalah gambaran klinis pada
gangguan depresif berat ditambah dengan gambaran klinis episode hipomanik.
Walaupun data terbatas, sejumlah kecil studimenunjukkan bahwa gangguan
bipolar II dikaitkan dengan gang-guan perkawinan serta dengan awitan pada usia
yang lebih dini daripada gangguan bipolar I. Bukti juga menunjukkan bahwa
pasien dengan gangguan bipolar II memiliki risiko lebih tinggi untuk berusaha
dan melaksanakan bunuh diri daripada pasien dengan gangguan bipolar I serta
gangguan depresif berat.
Gangguan yang Timbul Bersamaan
Ansietas. Pada gangguan ansietas, DSM-IV-TR mencatat adanya
gangguan campuran ansietas-depresi. Gejala ansietas yang signifikan dapat dan
sering timbul bersama dengan gejala depresi yang signifikan. Apakah pasien yang
menunjukkan gejala ansietas dan depresi bermakna dipengaruhi dua proses
penyakit yang khas atau satu proses penyakit yang mengakibatkan kedua
rangkaian gejala, belum diketahui. Kedua jenis pasien tersebut dapat merupakan
kelompok pasien dengan gangguan campuran ansietas-depresi.
Ketergantungan Alkohol. Ketergantungan alkohol sering timbul bersama
dengan gangguan mood. Pasien dengan gangguan depresif berat dan pasien
dengan gangguan bipolar I cenderung memenuhi kriteria diagnostik gangguan
penggunaan alkohol. Data yang tersedia menunjukkan bahwa ketergantungan
alkohol pada perempuan lebih terkait dengan diagnosis depresi yang juga ada
daripada ketergantungan alkohol pada laki-laki. Sebaliknya. data genetik dan
keluarga mengenai laki-laki yang mengalami gangguan mood dan ketergantungan
alkohol menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung menderita dua proses
pasien ini untuk ditangani karena penarikan diri secara sosial dan aktivitas umum
yang berkurang.
Pembicaraan. Banyak pasien depresi yang mengalami penurunan laju
dan volume bicara; mereka memberikanjawab-an terhadap pertanyaan yang
hanya membutuhkan satu kata dan tampak terlambat menjawab pertanyaan.
Pemeriksa dapat menunggu hingga 2 atau 3 menit sebelum pertanyaannya
dijawab.
Gangguan Persepsi. Pasien depresi dengan waham atau halusinasi
dikatakan memiliki episode depresif berat dengan gambaran psikotik. Bahkan bila
tidak ditemukan waham atau halusinasi, beberapa klinisi menggunakan istilah
depresi psikotik terhadap pasien yang secara umum mengalami depresitidak
bersuara, tidak mandi, membuang kotoran sembarangan. Pasien tersebut lebih
baik dijelaskan memiliki ciri katatonik.
Waham dan halusinasi yang sesuai dengan mood depresi dikatakan
kongruen mood. Waham yang kongruen mood pada pasien depresi mencakup rasa
bersalah, berdosa, tidak berharga, miskin, gagal, dikejar, serta mengalami
penyakit somatik terminal (seperti kanker dan otak yang ''membusuk"). Waham
dan halusinasi pada pasien dengan gangguan mood tidak kongruen tidak sesuai
dengan mood depresi. Waham yang tidak kongruen mood pada orang depresi
meliputi tema kebesaran berupa kekuatan, pengetahuan, dan rasa berharga yang
berlebihanmisalnya, ke-yakinan bahwa seseorang disiksa karena ia merupakan
seorang Juruselamat. Walaupun relatif jarang, halusinasi dapat terjadi saat episode
depresi berat dengan ciri psikotik.
Isi Pikir. Pasien depresi umttmnya memiliki pandangan negatif mengenai
dunia dan diri mereka. Isi pikir mereka biasanya mencakup pikiran berulang yang
tidak bersifat waham mengenai kehilangan, rasa bersalah, bunuh diri, dan
kematian. Sekitar 10 persen pasien depresi memiliki gejala nyata gangguan
pikiran, biasanya berupa bloking pikiran dan sangat miskin isi pikir.
Sensorium dan Kognisi
ORIENTASI. Hampir seluruh pasien depresi masih memiliki orientasi
terhadap waktu. tempat, dan orang, Walaupun beberapa pasien mungkin tidak
memiliki cukup energi atau minat untuk menjawab pertanyaan mengenai hal ini
selama wawancara.
Memori. Sekitar 50 hingga 75 persen pasien depresi memiliki hendaya
kognitif. kadang-kadang disebut dengan istilah pseudo-demensia depresif. Pasien
ini sering mengeluh konsentrasi terganggu dan mudah lupa.
Kontrol Impuls. Sekitar 10 hingga 15 persen pasien depresi melakukan
bunuh diri dan sekitar dua pertiga pasien memiliki ide bunuh diri. Pasien depresi
dengan ciri psikotik sering berpikir untuk membunuh orang lain sehubungan
dengan sistem waham-nya, tapi kebanyakan pasien depresi seringnya tidak
mempunyai motivasi atau kekuatan untuk bertindak secara impulsif atau kasar.
Pasien dengan gangguan depresif berisiko lebih tinggi ter-hadap bunuh diri saat
keadaan mereka membaik dan memperoleh kembali energi yang dibutuhkan
untuk merancang dan melakukan usaha bunuh diri (bunuh diri paradoks).
Peresepan antidepresan dalam jumlah besar kepada pasien depresi merupakan
tindakan klinis yang tidak bijak. terutama obat trisiklik, saat pasien di-pulangkan
dari rumah sakit.
Daya Nilai dan Tilikan. Daya nilai pasien paling baik di-periksa dengan
memperhatikan tindakan pasien di masa lalu serta perilaku mereka saat
wavvancara. Tilikan pasien depresi terhadap kelainan yang mereka alami
biasanya berlebihan; pasien melebih-lebihkan gejala, gangguan, dan masalah
hidup mereka. Sulit untuk meyakinkan pasien bahwa dapat terjadi perbaikan.
Taraf Dapat Dipercaya. Dalam wavvancara dan pem-bicaraan, pasien
depresi melebih-lebihkan hal yang buruk dan menutupi hal yang baik. Kesalahan
klinis yang sering terjadi adalah begitu saja mempercayai pasien yang mengaku
bahwa pengobatan antidepresan sebelumnya tidak berhasil. Pernyataan mereka
mungkin salah dan mereka mencari konfirmasi dari tempat lain. Psikiater
sebaiknya tidak melihat informasi pasien yangsalah ini sebagai kebohongan yang
dibuat-buat; penyampaian informasi yang membantu mungkin mustahil pada
seseorang dengan pikiran depresi.
Skala Penilaian Objektif Depresi. Skala penilaian objek-tif depresi dapat
berguna dalam praktik klinis untuk pencalatan keadaan klinis pasien depresi.
ZUNC. Skala Penilaian Depresi Zung adalah skala pelaporan 20 hal. Nilai
normal adalah 34 ke bawah; keadaan depresi adalah 50 ke atas. Nilai ini
memberikan indeks keseluruhan intensitas gejala pasien depresif, termasuk
ekspresi afektif depresi.
RASKIN. Skala Penilaian Depresi Raskin adalah skala penilaian klinis
yang mengukur keparahan depresi pada pasien, seperti yang dilaporkan pasien
dan diamati pemeriksa, dengan skala 5 poin yang mencakup tiga dimensi: laporan
verbal, perilaku yang terlihat, dan gejala yang menyertai. Skala ini memiliki
kisaran 3 hingga 13; nilai normal adalah 3 dan nilai depresi adalah 7 ke atas.
HAMILTON. Skala Penilaian Depresi Hamilton (HAM-D) merupakan
skala depresi yang digunakan secara luas dengan 24 hal. yang masing-masing
bemilai 0 hingga 4 atau 0 hingga 2, dengan total nilai 0 hingga 76. Klinisi
mengevaluasi jawaban pasien terhadap pertanyaan mengenai rasa bersalah,
pikiran bunuh diri kebiasaan tidur, dan gejala lain depresi. Angkadidapatkan
melalui penilaian klinis.
Episode Manik
CAMBARAN UMUM. Pasien manik tereksitasi, banyak bicara," kadang
menghibur, dan seringnya hiperaktif. Pada suatu waktu, mereka secara umum
psikotik dan terdisorganisasi serta mem-butuhkan pengikatan dan suntikan
intramuskular obat sedatif.
MOOD, AFEK,
DAN
mereka mungkin juga iritabel, khususnya ketika muncul mania. Pasien ini juga
memiliki toleransi rendah terhadap frus-trasi, yang dapat mengarahkan ke rasa
marah dan bermusuhan. Pasien manik dapat labil secara emosi, berganti dari
tertawa ke iritabilitas ke depresi dalam hitungan menit atau jam.
PEMBICARAAN. Pasien manik tidak dapat disela ketika mereka sedang
berbicara, dan mereka sering menjadi/dianggap peng-ganggu bagi orang-orang di
sekeliling mereka. Pembicaraan mereka sering terganggu. Ketika mania menjadi
lebih intens, pembicaraan menjadi semakin keras, semakin cepat, dan sulit
diartikan, kemudian diisi dengan lelucon, sajak, bermain dengan kata-kata, serta
tidak relevan ketika keadaan mania semakin meningkat. Masih pada tingkat
DANTILIKAN.
khas pasien manik. Mereka dapat melanggar hukum dalam hal kartu kredit,
aktivitas seksual, serta keuangan dan kadang-kadang melibatkan keluarga mereka
di dalam ke-hancuran keuangan mereka. Pasien manik juga memiiiki sedikit
tilikan terhadap gangguan mereka.
TARAF DAPAT DIPERCAYA. Pasien manik dikenal tidak dapat dipercaya
informasinya. Oleh karenaberbohong dan menipu lazim pada mania, klinisi yang
tidak berpengalaman mungkin mengobati pasien manik dengan sikap
meremehkan yang tidak sesuai.
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Depresif Berat
Gangguan Medis. Diagnosis gangguan mood pada DSM-IV-TR karena
keadaan medis menggambarkan gangguan mood yang disebabkan keadaan medis
nonpsikiatri. Diagnosis gangguan mood yang diinduksi zat pada DSM-IV-TR
menggambarkan gangguan mood yang disebabkan suatu zat. Kedua kategori
diagnostik ini didiskusikan pada Bagian 12.3.
Kegagalan
memperoleh
riwayat
klinis
yang
baik
atau
untuk
Tumor
regio
diensefalik
dan
temporal
khususnyacende-rung
Klinisi
biasanya
dapat
membedakan
dengan
dicantumkannya
diagnosis
gangguan
depresif-ansietas
campuran dalam DSM-IV-TR. Hasil DST abnormal, adanya latensi REM pada
EEG tidur, dan hasil negatif uji infus laktat menyokong diagnosis gangguan
depresif berat pada kasus yang terutama merepotkan.
BERKABUNG TANPA PENYULIT. Berkabung tanpa penyulit tidak
dianggap sebagai gangguan jiwa, Walaupun sekitar sepertiga suami/istri yang
berkabung untuk suatu waktu memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif
berat. Beberapa pasien yang berkabung tanpa penyulit mengalami gangguan
depresif berat tetapi diagnosis tidak ditegakkan kecuali perbaikan rasa berduka
tidak terjadi; pembedaan didasarkan pada keparahan dan lama gejala. Pada
gangguan depresif berat, gejala lazim berkabung yang timbul yang tidak membaik
merupakan preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga, gagasan bunuh diri,
perasaan bahwa seseorang telah melakukan suatu tindakan (bukan hanya
kelalaian) yang menyebabkan pasangannya meninggal, mumifikasi (menyimpan
barang-barang orang yang meninggal tetap di tempatnya), dan reaksi peringatan
tahunan tertentu yang parah, yang kadang-kadang mencakup upaya bunuh diri.
Gangguan Bipolar I
Ketika pasien dengan gangguan bipolar I memiliki episode depresif,
diagnosis bandingnya sama dengan pasien yang diper-timbangkan untuk
diagnosis gangguan depresif berat. Meskipun demikian, ketika seorang pasien
adalah pasien manik, diagnosis bandingnya mencakup gangguan bipolar I,
gangguan bipolar II, gangguan siklotimik, gangguan mood yang disebabkan
keadaan medis umum, serta gangguan mood yang diinduksi zat. Untuk gejala
manik, gangguan kepribadian ambang, narsisistik, his-trionik, dan antisosial,
memerlukan pertimbangan khusus.
Skizofrenia. Sejumlah hal penting telah dipublikasikan mengenai
kesulitan klinis dalam membedakan episode manik dengan skizofrenia. Walaupun
sulit, diagnosis banding mungkin dapat ditegakkan dengan sedikit pedoman
klinis. Keriangan, elasi, dan mood yang dapat menular lebih lazim pada episode
manik dibandingkan skizofrenia. Kombinasi mood manik, bicara cepat dan
bertekanan, serta hiperaktivitas lebih berat ke arah diagnosis episode manik.
Awitan pada episode manik sering cepat dan dirasakan sebagai perubahan nyata
perilaku pasien sebelumnya. Setengah dari pasien dengan gangguan bipolar I
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan mood. Ciri katatonik mungkin
merupakan fase depresif gangguan bipolar 1. Ketika mengevaluasi pasien dengan
katatonia, klinisi harus teliti mencari riwayat episode manik atau depresif dan
mencari riwayat gangguan mood di dalam keluarga. Gejala manik padaorangorang dari kelompok minoritas (terutama kulit hitam serta Hispanik) sering
disalahdiagnosis sebagai gejala skizofrenik.
Keadaan Medis. Berlawanan dengan gejala depresif, yang ada pada
hampir semua gangguan psikiatri, gejala manik lebih khas, Walaupun gejala
tersebut dapat ditimbulkan oleh kisaran luas keadaan medis dan neurologis serta
zat (Tabel 12.1-5). Terapi antidepresan juga dapat dikaitkan dengan cetusan mania
pada sejumlah pasien.
Gangguan Bipolar II
Diagnosis banding pasien yang sedang dievaluasi untuk gangguan mood
harus mencakup gangguan mood lain, gangguan psikotik, serta gangguan
ambang. Pembedaan antara gangguan depresif berat dengan gangguan bipolar I
dan pada sisi lain gangguan bipolar II bertumpu pada evaluasi klinis episode lirmania. Klinisi tidak boleh keliru antara eutimia pada pasien depresi kronis dengan
episode hipomanik atau manik. Pasien gangguan kepribadian ambang sering
mengalami gangguan hidup yang berat, serupa dengan pasien ganguan bipolar II,
karera episode multipel gejala gangguan mood yang bermakna.
PERJALANAN GANGGUAN DAN PROGNOSIS
Banyak studi mengenai perjalanan gangguan dan prognosis gangguan
mood menyimpulkan secara umum bahwa gangguan mood cenderung memiliki
perjalanan gangguan yang lama dan juga pasien cenderung kambuh. Walaupun
gangguan mood sering dianggap jinak, sebaliknya dengan skizofrenia, gangguan
mood menyebabkan kerusakan mencolok pada pasien yang mengalami-nya.
Kesimpulan lazim lain studi tersebut adalah bahwa stresor kehidupan lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya.
Temuan ini telah diartikan untuk menunjukkan bahwa stres pikososial mungkin
memainkan peranan di dalam penyebab awal gangguan mood dan bahwa,
Walaupun episode awal dapat membaik, perubahan biologi otak yang bertahan
lama memberikan pasien risiko yang lebih tinggi untuk mengalami episode
berikutnya.
Gangguan Depresif Berat
Perjalanan Gangguan
AWITAN. Sekitar 50 % pasien yang mengalami episode pertama
gangguan depresif berat memiliki gejala depresif yang bermakna sebelum episode
pertama yang diidentifikasi. Satu impiikasi observasi ini adalah bahwa
identifikasi awal dan terapi gejala awal dapat mencegah timbulnya episode
depresif penuh. Walaupun gejala mungkin telah ada, pasien dengan gangguan
depresif berat biasanya tidak memiliki gangguan kepribadian pramorbid. Episode
depresif pertama terjadi di usia 40"pada sekitar 50 % pasien. Awitan yang lebih
lambat terkait dengan tidak adanya riwayat gangguan mood di dalam keluarga,
gangguan kepribadian, dan penyalahgunaan alkohol.
LAMA GANGGUAN. Episode depresif yang tidak diobati akan bertahan 613 bulan; sebagian besar episode yang diobati bertahan sekitar selama 3 bulan.
Putus obat antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu mengakibatkan
kekambuhan gejala. Ketika perjalanan gangguan berkembang, pasien cenderung
mengalami episode lebih sering yang bertahan lebih lama. Selama periode 20
tahun, jumlah rerata episode adalah lima atau enam.
PERKEMBANGAN EPISODE MANIK. Sekitar 5-10% pasien dengan
diagnosis awal gangguan depresif berat mengalami episode manik 6 sampai 10
tahun setelah episode depresif pertama. Usia rerata perubahan ini adalah 32 tahun
dan sering terjadi setelah dua atau empat episode depresif. Walaupun data tidak
konsisten dan kontroversial, sejumlah klinisi melaporkan bahwa depresi pada
pasien
yang
kemudian
diklasifikasikan
memiliki
gangguan
bipolar
antara 6 sampai 9 bulan. Lima hingga 15 persen orang dengan gangguan bipolar
memiliki empat episode atau lebih tiap tahun dan dapat diklasifikasikan sebagai
siklus cepat.
GANGGUAN BIPOLAR I PADA ANAK DAN ORANG TUA. Gangguan bipolar
I dapat terjadi baik pada orang tua atau orang yang sangat muda. Insiden
gangguan bipolar I pada anak dan remaja sekitar 1 persen dan awitan bisa terjadi
sedini 8 tahun. Diagnosis yang salah yang biasa ditegakkan adalah skizofrenia
dan gangguan defian oposisional.
Gangguan bipolar I dengan awitan yang sedemikian dini ber-kaitan
dengan prognosis buruk. Gejala manik lazim terdapat pada orang lanjut usia
Walaupun kisaran penyebabnya luas dan mencakup keadaan medis nonpsikiatri,
demensia, delirium, serta gangguan bipolar I. Data yang tersedia saat ini
menunjukkan bahwa awitan gangguan bipolar I yang sesungguhnya pada orang
lanjut usia relatif tidak lazim.
Prognosis. Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang
lebih buruk dibandingkan pasien dengan gangguan depresif berat Sekitar 40
sampai 50 persen pasien gangguan bipolar I dapat mengalami episode manik
kedua dalam 2 tahun sejak episode pertama. Walaupun profilaksis litium
(Eskalith) memperbaiki perjalanan gangguan serta prognosis gangguan bipolar I,
kemungkinan hanya 50 sampai 60 % pasien memperoleh kendali bermakna
gejalanya terhadap litium. Satu studi pemantauan lanjutan 4 tahun pada pasien
dengan
gangguan
bipolar
menemukan
Meskipun
diagnosisnyastabil,
demikian,
seperti
yang
data
pendahuluan
ditunjukkan
oleh
menunjukkan
bahwa
kemungkinan
tinggi
GAMBAR 12.1-1
Gambar perjalanan gangguan mood. Prototipe suatu grafik kehidupan.
(Dengan izin Robert M, Post, M.D)
TERAPI
Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan padabebe-rapa
tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik
lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan tidak
hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan pasien di masamendatang juga
harus dimulai. Walaupun terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan
psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual, peristiwa hidup yang penuh
tekanan juga dikaitkan dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien
dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus menurunkan jumlah dan
keparahan stresor di dalam kehidupan pasien.
Secara keseluruhan, terapi gangguan mood cukup berhasil. Terapi spesifik
saat ini tersedia untuk episode depresif dan manik, dan data yang tersedia
menunjukkan bahwa terapi profilaksis juga efektif. Oleh karenaprognosis untuk
setiap episode baik, optimisme selalu dibutuhkan dan diinginkan oleh pasien
maupun keluarga pasien, bahkan jika hasil terapi awal tidak menjanjikan.
Meskipun demikian, gangguan mood adaiah gangguan kronik dan psikiater harus
memberi saran kepada pasien dan keluarganya mengenai strategi terapi di masa
mendatang.
Rawat inap
Keputusan pertama dan yang paling penting yang harus dibuat seorang
dokter adaiah apakah pasien harus dirawat di rumah sakit atau sebaiknya dicoba
terapi rawat jalan. Indikasi yang jeias untuk rawat inap adaiah kebutuhan
prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh,dan kemampuan pasien
yang rr.enurun drastis untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat
gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem dukungan pasien yang biasa
juga merupakan indikasi rawat inap.
Seorang dokter dapat mengobati depresi ringan atau hipo-mania dengan
aman di tempat praktiknya jika ia dapat sering mengevaluasi pasien. Tanda klinis
berupa daya nilai terganggu, berat badan turun, atau insomnia, harus minimal.
Sistem dukungan pasien harus kuat, tidak boleh terlalu terlibat atau menjauh dari
pasien. Setiap perubahan yang merugikan terhadap gejala pasien atau perilaku
atau sikap sistem dukungan pasien mungkin cukup untuk membawa pasien pada
rawat inap.
Pasien dengan gangguan mood sering tidak ingin masuk rumah sakit
dengan sukarela dan mungkin harus dipaksa masuk. Pasien seperti ini sering tidak
mampu
membuat
keputusan
karena
pikiran
mereka
berjalan
lambat,
khususnya
interpersonal.
Data
mungkin
mengenai
membantu
efektivitas
menyelesaikan
terapi
masalah
interpersonal
dalam
tetapi
hanya
dalam
konteks
pengertiannya
terhadap
atau
berguna untuk menjelaskan kepada pasien bahwa tidur dan nafsu makan akan
membaik lebih dahulu, diikuti perasaan energi memulih, serta rasa depresi,
sayangnya, akan menjadi gejala terakhir yang berubah.
Dokter harus selalu mempertimbangkan risiko bunuh diri pada pasien
dengan gangguan mood. Sebagian besar antidepresan bersifat letal jika diminum
dalam jumlah banyak. Tidaklah bijaksana untuk memberikan resep dalam jumlah
besar bagi sebagian besar pasien dengan gangguan mood ketika mereka keluar
dari rumah sakit, kecuali jika orang lain mengawasi pemberian obat.
ALTERNATIF TERAPI OBAT. Dua terapi organik yang merupa-kan
alternatif farmakoterapi adalah terapi elektokonvulsif dan foto-terapi. Terapi
elektokonvulsif umumnya digunakan ketika pasien tidak memberikan respons
terhadap farmakoterapi atau tidak dapat menoleransi farmakoterapi atau situasi
klinis sedemikianberatnya sehingga diperlukan perbaikan cepat melalui
penggunaan terapi elektokonvulsif. Walaupun penggunaan terapi elektokonvulsif
sering dibatasi tiga situasi, terapi elektokonvulsif merupakan terapi antidepresan
yang efektif dan secara masuk akal dapat diper-timbangkan sebagai terapi pilihan
bagi sejumlah pasien, seperti pasien depresi usia lanjut. Fototerapi merupakan
terapi baru yang telah digunakan pada pasien dengan pola musiman untuk
gangguan mood mereka. Fototerapi bisa digunakan secara tersendiri pada kasus
gangguan mood ringan dengan pola musiman. Untuk pasien dengan gangguan
yang berat, fototerapi dapat digunakan dalam kombinasi dengan farmakoterapi,
Walaupun studi efektivitas kombinasi ini belum memberikan hasil yang pasti.
OBAT YANG TERSEDIA. SSRl adalah obat antidepresan yang paling
luas digunakan di Amerika Serikat. Obat ini adalah agen pilihan karena efektif,
mudah digunakan, efek simpangnya relatif lebih sedikit bahkan pada dosis tinggi.
Karena ditoleransi dengan baik, SSRI diresepkan dokter untuk berbagai bidang.
Dari agen yang lebih baru, citalopram (Celexa), escitalopram (Lexapro),
buproprion, venlafaksin (Effexor), fiuovoxamin (Luvox), dan nefazodon telah
digunakan luas oleh psikiater. Semua agen ini lebih aman daripada obat trisiklik
dan tetrasiklik serta MAOI. selain itu masing-masing obat ini juga terlihat sama
efektif terhadap depresi pada percobaan klinis. Obat trisiklik dan tetrasiklik.
aman, Walaupun obat-obat ini juga bisa bersifat letal jika dikonsumsi overdosis
dalam kombinasi dengan alkohol atau obat lain. Kekhawatiran lain mengenai
antidepresan adalah keamanannya bagi jantung. Sekali lagi, obat trisiklik dan
tetrasiklik umumnya paling tidak aman. Hipotensi merupakan efek simpang
potensial banyak antidepresan, amoksapin (Asendin), maprotilin (Ludiomil),
nortriptilin, dan trazodon dikaitkan dengan lebih sedikit hipotensi. Satu rangkaian
efek simpang yang dengan tidak sesuai diabaikan banyak klinisi adalah efek
simpang seksual antidepresan. Hampir semua antidepresan, kecuali nefazodon
dan mirtazapin, dikaitkan dengan menurunnya libido, disfungsi ereksi, atau
anorgasmia. Obat-obat serotonergik mungkin lebih erat dikaitkan dengan efek
simpang seksual daripada senyawa noradrenergik.
INTERAKSL OBAT. Kekhawatiran meningkat lainnya di antara klinisi
dalam meresepkan obat untuk gangguan atau keadan depresi adalah kemungkinan
interaksi obat, terutama mengacu pada enzim sitokrom hepatik P450(CYP).
Sistem isoenzim CYP terlibat di dalam metabolisme sebagian besar obat, tetapi
sejumlah orang secara genetik memiliki risiko mengalami konsentrasi obat yang
tinggi di dalam darah yang dimetabolisme salah satu enzim CYP, seperti CYP
2D6.
TERAPI TIPE SPESIFIK. Sejumlah tipe klinis episode depresif berat dapat
memiliki berbagai respons terhadap antidepresan tertentu. Contohnya, pasien
gangguan depresif berat dengan ciri atipikal (kadang-kadang disebut disforia
histeroid) dapat lebih berespons terhadap terapi dengan MAOI. Dua kelompok
spesifik lainnya adalah pasien gangguan bipolar 1 depresi dan pasien episode
depresif berat dengan ciri psikotik.
Litium adalah agen farmakologis lini pertamayang potensial di dalam
tatalaksana depresi pada pasien gangguan bipolar I dan pada sejumlah pasien
gangguan depresif berat dengan periodisitas yang nyata. Pasien gangguan bipolar
1 yang diterapi dengan antidepresan konvensional harus diobservasi secara teliti
untuk timbulnya gejala manik.
Antidepresan saja tampaknya tidak efektif dalam tatalaksana episode
depresif berat dengan ciri psikotik. Satu pengecualian mungkin amoksapin,
klinisi
biasa-nya
menggunakan
kombinasi
antidepresan
dan
antipsikotik. Sejumlah studi jugatelah menunjukkan bahwa terapi elektokonvulsif efektif untuk indikasi inimungkin lebih efektif daripada farmakoterapi.
PEDOMAN KLINIS UMUM. Kesalahan klinis yang paling lazim terjadi
yang menyebabkan ketidakberhasilan percobaan obat antidepresan adalah
penggunaan dosis yang terlalu rendah dalam waktu yang terlalu singkat. Kecuali
terjadi efek simpang, dosis antidepresan harus dinaikkan sampai kadar maksimum
yang direkomendasikan dan dipertahankan pada kadar tersebut setidaknya selama
4 atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dianggap tidak berhasil. Atau, jika
pasien membaik secara klinis pada dosis obat yang rendah, dosis ini sebaiknya
tidak dinaikkan kecuali perbaikan klinis berhenti sebelum keuntungan maksimal
diperoleh. Ketika pasien tidak mulai memberikan respons terhadap dosis obat
yang sesuai setelah 2 atau 3 minggu, klinisi dapat memutuskan untuk
mendapatkan konsentrasi plasma obat jika tersedia uji untuk obat tertentu yang
sedang digunakan. Uji ini dapat menunjukkan ketidakpatuhan atau disposisi
farmako-kinetik yang tidak biasa pada obat itu dan dengan demikian dapat
disarankan dosis alternatif.
LAMA PEMAKAIAN
DAN
digunakan sebagai tambahan obat antidepresan pada gangguan depresif berat dan
gangguan bipolar I.
-Triptofan. Gejala sindrom ini mencakup lelah, mialgia, napas pendek, ruam,
GAMBAR 12.1-2
Algoritma untuk menatalaksana pasien dengan gangguan depresif berat. ECT,
terapi elektokonvulsif; SSRI, selective reuptake serotonin inhibitor, TCA,
antidepresan trisiklik. (dicetak ulang dengan izin Preskorn SH, Burke M. Somatic
therapy for major depressive disorder; selection of antidepressant. / Clin
Psychiatry 1992;53 [9 Suppl):10)
perlahan. Imipramin atau trimipramin (Surmontil) dan MAOI tidak boleh
digunakan dalam kombinasi karena insiden efek toksiknya yang tinggi, termasuk
gelisah, pusing, tremor, kedutan otot, berkeringat, kejang, hiperpireksia, dan
kadang-kadang kematian.
Ketika pasien telah mendapatkan obat trisiklik atau tetrasiklik, dokter
harus membagi empat dosis obat tersebut selama 5 sampai 7 hari dan kemudian
dengan perlahan menambahkan MAOI pada regimen tersebut. Ketika pasien
mendapatkan MAOI, dokter harus menghentikan obat tersebut selama 2 minggu
dan kemudian memulai kedua obat secara bersamaan. Alasan strategi ini adalah
bahwa MAOI secara ireversibel menghambat monoamin oksidase sehingga
membutuhkan sekitar 2 minggu untuk memperoleh kadaraktivitas MAOI normal
setelah penggunaan MAOI. Gambar 12.1-2 menyediakan algoritma terapi yang
bermanfaat.
Gangguan Bipolar I. Litium, divalproeks (Depakote), dan oianzapin
(Zyprexa) adalah satu-satunya terapi yang disetujui FDA untuk fase manik
gangguan bipolar tetapi karbamazepin (Tegretol) juga merupakan terapi
yangberhasil baik. Gabapentin (Neurontin) dan lamotrigin (Lamictal) adalah
terapi yang men-janjikan untuk pasien yang refrakter atau tidak menoleransi
terapi. Efektivitas dua agen yang disebutkan terakhir belum di-tegakkan dengan
baik tetapi penggunaan klinisnya meluas. Topiramat (Topamax) adalah
antikonvulsan lain yang menunjuk-kan keuntungan pada pasien bipolar. ECT
sangat efektif pada semua fase gangguan bipolar. Karbamazepin, divalproeks, dan
asam valproat (Depakene) tampak lebih efektif daripada litium untuk tatalaksana
mania campuran atau disforik, siklus cepat, serta mania psikotik, dan untuk
tatalaksana pasien dengan riwayat episode manik multipel atau penyalahgunaan
zat komorbid.
Terapi episode manik akut sering membutuhkan penggunaan tambahan
obatsedatif poten. Obat-obat yang sering digunakan di awal terapi termasuk
klonazepam (1 mg setiap 4 sampai 6 jam) dan lorazepam (Ativan) (2 mg setiap 4
sampai 6 jam). Haloperidol (Haldol) (2 sampai 10 mg/hari), oianzapin (2,6
sampai 10 mg/ hari), dan risperidon (Risperdal) (0,5 sampai 6 mg/hari) juga digunakan. Antipsikotik atipikal (cth., olanzepin [Zyprexa] [10 sampai 15 mg/hari])
sering digunakan sebagai monoterapi untuk pengendalian akut dan dapat
bersifatantimanik intrinsik. Dokter haras berupaya menurunkan dosis agen
tambahan ini ketika pasien sudah stabil.
Pasien yang tidak memberikan respons adekuat terhadap satu penstabil
mood (mood stabilizer) akanbaik dengan terapi kombi-nasi. Litium dan asam
valproat lazim digunakan bersama. Pening-katan neurotoksisitas merupakan
risiko tetapi kombinasinya aman. Kombinasi lain mencakup litium ditambah
karena obat ini dapat menyebabkan defek tabung saraf padajanin yang sedang
berkembang. Obat ini dapat menyebabkan trombositopenia dan meningkatkan
kadar transaminase, keduanya biasanya ringan dan dapat pulih sendiri tetapi
memerlukan pengawasan darah yang lebih ketat. Toksisitas hati yang fatal
dilapor-kan hanya pada anak berusia di bawah 10 tahun yang memperoleh
berbagai antikonvulsan. Efek simpang yang khas mencakup rambut rontok (yang
dapat diterapi dengan zinc dan selenium), tremor, berat badan meningkat, dan
sedasi. Gangguan gastrointestinal lazim terjadi tetapi dapat diminimalkan dengan
menggunakan tablet berselaput enterik (Depakote) dan dititrasi secara bertahap.
Asam valproat dapat diberikan pada pengendalian gejala akut dengan
memberikan 20 mg/kg dalam dosis terbagi. Strategi ini juga menghasilkan tingkat
terapeutik dan dapat memperbaiki gejala dalam 7 hari. Untuk pasien rawat jalan,
pasien yang lebih rapuh secara fisik atau pasien yang lebih ringan sakitnya, obat
dapat dimulai pada 250 sampai 750 mg/hari dan secara bertahap dititrasi sampai
kadar terapeutik. Kadarnya di dalam darah dapat diperiksa setelah tiga hari pada
dosis tertentu.
Karbamazepin. Karbamazepin biasanya dititrasi untuk me-nilai respons
dan bukan untuk mengukur kadarnya di dalam darah, Walaupun banyak klinisi
menitrasi untuk mencapai kadar 4 sampai 12 u.g/mL. Evaluasi praterapi harus
mencakup uji fungsi hati dan hitung jenis darah lengkap serta elektrokardiogram,
elektrolit, retikulosit, dan tes kehamilan. Efeksamping mencakup mual, sedasi,
dan ataksia. Toksisitas hati, hiponatremia, atau supresi sumsum tulang dapat
terjadi. Ruam terjadi pada 10 persen pasien. Ruam eksfoiiatif (sindrom Stevens
Johnson) jarang terjadi tetapi dapat fatai. Obat dapat dimulai dengan 200 mg
sampai 600 mg/hari dengan penyesuaian setiap 5 hari berdasarkan respons klinis.
Perbaikan dapat dilihat dalam 7 sampai 14 hari setelah dosis terapeutik dicapai.
Interaksi obat mempersulit penggunaan karbamazepin dan mungkin mengubah
statusnya menjadi obat lini kedua. Obat ini merupakan penginduksi enzim yang
poten dan dapat menurunkan kadar psikotropika lain, seperti haloperidol.
Karbamazepin
menginduksi
metabolismenya
sendiri
(autoinduksi)
dan
berat
badan
berlebih
rata-rata
kehilangan
persen
berat
(Isoptin,
Calan),
nimodipin
(Nimotop),
klonidin
(Catapres),
gangguan bipolar 1.
SIKLUS CEPAT. Berkembangnya siklus cepat pada pasien dengan
gangguan bipolar 1 disebabkan karena penggunaan anti-depresan konvensional,
terutama obat trisiklik, dan dengan adanya hipotiroidisme. Di samping
penggunaan terapi tiroidyaitu, levotiroksin (T4) (Levothroid) 0,3 sampai 0,5
mg per hari sejumlah peneliti dan klinisi telah melaporkan hasil positif awal
penggunaan agen psikofarmakologis lain, termasuk buproprion dan nimodipin.
RUMATAN.
Keputusan
memberi
rumatan
pada
pasien
dengan
neurotik).
Gangguan
distimik
dibedakan
dengan
gangguan
depresif
berat
hostilitas,
serta
preokupasi
diri.
Mekanisme
defensi
menunjukkan fluktuasi saat dan di luar depresi berat, inti kriteria DSM-IV-TR
gangguan distimik cenderung menekankan pada disfungsi vegetatif, sedangkan
Kriteria B alternatif gangguan distimik (Tabel 12.2-2) pada lampiran DSM-IV-TR
memasukkan gejala kognitif.
Varian Distimik. Distimia lazim ditemukan pada pasien dengan gangguan
fisik yang menyebabkan ketidakmampuan kronis, terutama orang tua. Depresi
yang mirip dengan distimia yang bertahan selama 6 bulan atau lebih juga
ditemukan pada kondisi neurologis seperti stroke. Menurut konferensi WHO terkini, keadaan ini memperburuk prognosis penyakit neurologis yang mendasari,
sehingga perlu farmakoterapi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding gangguan distimik sangat identik dengan diagnosis
banding gangguan depresif berat. Banyak substansi dan penyakit medis dapat
menyebabkan gejala depresif kronis. Dua gangguan yang terutama penting untuk
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan distimik adalah
gangguan depresif ringan dan gangguan depresif singkat berulang.
Gangguan Depresif Ringan. Gangguan depresif ringan (didiskusikan
pada Bagian 12.3) ditandai dengan episode gejala depresif yang lebih ringan
daripada gejala yang ditemukan pada gangguan depresif berat. Perbedaan antara
gangguan distimik dengan gangguan depresif ringan terutama adalah sifat
episodik gejala gangguan depresif ringan. Antara episode, pasien gangguan
depresif ringan memiliki mood eutimik, sedangkan pasien gangguan distimik
tidak memiliki periode eutimik.
Gangguan Depresif Singkat Berulang. Gangguan depresif singkat
berulang (didiskusikan pada Bagian 12.3) ditandai dengan periode singkat
(kurang dari 2 minggu) timbulnya episode depresif. Pasien dengan gangguan ini
akan memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif berat jika episodenya
bertahan iebih lama. Pasien gangguan depresi singkat berulang berbeda dengan
pasien gangguan distimik dalam dua hal: Pasien gangguan depresi singkat
berulang memiliki gangguan episodik dan keparahan gejalanya lebih berat.
Depresi Ganda. Sekitar 40 persen pasien dengan gangguan depresif berat
juga memenuhi kriteria gangguan distimik, suatu kombinasi yang sering disebut
depresi ganda. Data yang tersedia menyokong kesimpulan bahwa pasien depresi
ganda memiliki prognosis lebih buruk daripada pasien dengan hanya gangguan
depresif berat. Terapi pasien depresi ganda harus diarahkan pada kedua gangguan
karena perbaikan gejala gangguan depresif berat tetap meninggalkan pasien
dengan hendaya psikiatri yang bermakna.
Penyalahgunaan Alkohol dan Zat. Pasien dengan gangguan distimik
umumnya memenuhi kriteria diagnostik gangguan terkait zat. Komorbiditas ini
dapat menjadi logis: Pasien dengan gangguan distimik cenderung membentuk
metode koping untuk keadaan depresi kronisnya. Sehingga, mereka cenderung
meng-gunakan alkohol atau stimulan seperti kokain atau marijuana, pilihannya
mungkin terutama bergantung pada konteks sosial pasien. Adanya diagnosis
komorbid penyalahgunaan zat membuat dilema diagnostik untuk klinisi;
penggunaan banyak zat jangka panjang dapat menimbulkan gambaran gejala yang
tidak dapat dibedakan dengan gangguan distimik.
Perjalanan Gangguan dan Prognosis
Sekitar 50 persen pasien dengan gangguan distimik mengalami awitan
gejalayang tidak disadari sebelum usia25 tahun. Walaupun awitannya dini, pasien
sering mengalami gejala selama satu dekade sebelum meminta bantuan psikiatri
dan dapat menganggap gangguan distimik awitan dini sebagai bagian dari
kehidupan. Pasien dengan awitan dini memiliki risiko mengalami gangguan
depresif berat maupun gangguan bipolar I dalam perjalanan gang-guannya. Studi
pada pasien dengan diagnosis gangguan distimik menunjukkan bahwa sekitar 20
persen berkembang menjadi gangguan depresif berat, 15 persen menjadi
gangguan bipolar II, dan kurang dari 5 persen menjadi gangguan bipolar I.
Prognosis pasien dengan gangguan distimik bervariasi. Agen antidepresif
(contohnya, fluoxetine [Prozac], dan bupropion [Wellbutrin]) dan jenis
psikoterapi khusus (contohnya, terapi perilaku dan kognitif) memiliki pengaruh
positif pada perjalanan dan prognosis gangguan distimik. Data yang tersedia
mengenai terapi yang sebelumnya tersedia menunjukkan bahwa hanya 10 sampai
15 persen pasien mengalami remisi I tahun setelah diagnosis awal. Sekitar 25
ambivalen dengan orang tua, teman, dan orang lain di dalam kehidupan pasien
saat ini diperiksa. Pengertian pasien mengenai cara mereka mencoba memuaskan
kebutuhan akan persetujuan dari luar yang berlebihan untuk melawan harga diri
yang rendah dan superego yang kasar adalah tujuan penting di dalam terapi.
Gangguan distimik meliputi suatu keadaan depresi kronis yang bagi
orang-orang tertentu menjadi jalan hidup mereka. Orang-orang ini secara sadar
mengalami diri mereka sendiri berada pada rasa kasihan dari objek internal
penyiksa
yang
tidak
biasanyadikonseptualisasi
berhenti
sebagai
menyiksa.
superego
Agensi
yang
kasar,
internal,
yang
mengkritisinya,
dengan durasi yang lebih singkat daripadayang ditemukan pada gangguan bipolar
II. Sekitar setengah dari semua pasien dengan gangguan siklotimik memiliki
gejala depresi sebagai gejala utama, dan pasien seperti ini paling cenderung
mencari bantuan psikiatri ketika sedang depresi. Beberapa pasien dengan
gangguan siklotimik terutama memiliki gejala hipomanik dan cenderung lebih
jarang berkonsul-tasi dengan psikiater daripada pasien depresi. Hampir semua
pasien dengan gangguan siklotimik memiliki periode gejala campuran dengan
iritabilitas yang nyata.
Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang di-temui oleh
psikiater tidak berhasil di dalam kehidupan profesional maupun sosial karena
gangguan mereka tetapi sejumlah kecil pasien berhasil, terutama mereka yang
bekerja untuk waktu yang lama dan tidur hanya sedikit. Kemampuan sejumlah
orangmengen-dalikan gejala gangguan bergantung pada berbagai atribut individual, sosial, dan budaya.
Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik sulit. Siklus
gangguan cenderung jauh lebih singkat daripada siklus di dalam gangguan bipolar
I. Di dalam gangguan siklotimik, perubahan mood terjadi tidak tentu dan
mendadak serta kadang-kadang terjadi dalam beberapa jam. Periode mood normal
dan sifat perubahan mood yang tidak dapat diduga menimbulkan stres yang hebat.
Pasien sering merasa mood mereka tidak dapat di-kendalikan. Pada periode
iritabel dan campuran, mereka dapat terlibat di dalam perseteruan tanpa pencetus
dengan teman, kelu-arga, atau pekerja.
Penyalahgunaan alkohol dan zat lain lazim ditemukan pada pasien
gangguan siklotimik, yang menggunakan zat baik untuk mengobati diri sendiri
(dengan alkohol, benzodiazepin, dan marijuana) atau bahkan untuk memperoleh
rangsangan lebih lanjut (dengan kokain, amfetamtn, dan halusi-nogen) ketika
mereka dalam keadaan manik. Sekitar 5 sampai 10 persen pasien dengan
gangguan siklotimik mengalami keter-gantungan zat. Orang-orang dengan
gangguan ini sering memiliki riwayat perpindahan geografis, keterlibatan dalam
pemujaan religius, dan pencinta seni.
Diagnosis Banding
Terapi
Terapi Biologis. Obat penstabil mood dan antimanik adalah terapi lini
pertama bagi pasien dengan gangguan siklotimik. Walaupun data percobaan
terbatas pada studi dengan litium, agen antimanik lain contohnya, karbamazepin
dan valproat (Depakene)dilaporkan efektif. Dosis dan konsentrasi plasma agen
ini harus sama dengan dosis dan konsentrasi plasma pada gangguan bipolar I.
Terapi antidepresan pada pasien depresi dengan gangguan siklotimik harus
diberikan secara hati-hati karena pasien ini memiliki peningkatan kerentanan
Penyebab
gangguan
depresif
ringan
tidak
diketahui.
Pertimbangan penyebab yang sama yang diberikan pada gangguan depresif berat
harus dipikirkan. Secara spesifik, teori biologis me-libatkan aktivitas sistem amin
biogenik serotonergik dan noradre-nergik serta aksis tiroid dan neuroendokrin
adrenal. Teori psiko-logis berpusat pada masalah kehilangan, rasa bersalah, dan
superego yang bersifat menghukum.
Diagnosis dan Gambaran Klinis. Gambaran klinis gangguan depresif
ringan identik dengan gambaran klinis gangguan depresif berat, kecuali pada
gangguan depresif ringan gejalanya lebih ringan. Gejala pusat kedua gangguan ini
samamood depresi. Periode kesedihan sebagai bagian dari per-ubahan di dalam
kehidupan seharusnya tidak dikelirukan dengan gangguan depresif ringan.
Diagnosis Banding. Diagnosis banding gangguan depresif ringan sama
dengan diagnosis banding gangguan depresif berat. Hal yang penting untuk
diagnosis banding gangguan depresif ringan adalah gangguan distimik serta
gangguan depresif singkat berulang. Gangguan distimik ditandai dengan adanya
gejala depresi kronis, sedangkan gangguan depresif singkat berulang ditandai
dengan beberapa episode singkat gejala depresif berat
Perjalanan Gangguan dan Prognosis. Tidak ada data pasti mengenai
perjalanan gangguan dan prognosis gangguan depresif ringan, tetapi gangguan
depresif ringan, mungkin seperti gangguan depresif berat, memiliki perjalanan
gangguan yang lama yang mungkin memerlukan terapi jangka panjang. Proporsi
bermakna pasien dengan gangguan depresif ringan mungkin memiliki risiko
terjadinyagangguan moodlain, termasukgangguan distimik, gangguan bipolar 1,
gangguan bipolar II, dan gangguan depresif berat.
Terapi. Terapi gangguan depresif ringan dapat mencakup psikoterapi,
dan
Gambaran
Klinis.
Gambaran
klinis
gangguan
beruiang
dapat
dimasukkan
dalam
subkelompokmenurut
gejala
berat,
bahkan
jika
siklik,
harus
mendorong
klinisi
yang luas adalah sekitar 25 persen Walaupun gambaran pasti insiden harus
menunggu studi terkontrol menggunakan kriteria DSM-IV-TR.
Kebermaknaan
Prognostik.
Pasien
dengan
gangguan
depresif
mungkin memulihkan gejala depresif pada sejumlah pasien tetapi hasil campuran
studi mencerminkan ketidakmampuan saat ini untuk membedakan pasien yang
akan berespons dengan pasien yang tidak akan berespons.
GANGGUAN BIPOLAR YANG TIDAK TERGOLONGKAN
Jika pasien menunjukkan gejala depresifdan manik sebagai ciri utama
gangguan mereka dan tidak memenuhi kriteria diagnostik gangguan mood lain
atau gangguan jiwa DSM-IV-TR lain, diagnosis yang paling tepat adalah
gangguan bipolar yang tidak ter-golongkan.
DEPRESI ATIPIKAL
Depresi atipikal mengacu pada kelelahan yang tumpang tindih dengan
riwayat ansietas somatik dan fobia, bersama dengan ke-balikan tanda vegetatif
(moorf memburukdi sore hari, insomnia, kecenderungan tidur berlebihan dan
makan berlebihan), sehingga berat badan bertambah bukannya menurun.
Gangguan tidur ter-jadi saat setengah malam pertama pada banyak orang dengan
gangguan depresif atipikal, sehingga iritabilitas, hipersomnolen, dan kelelahan di
siang hari dapat ditemukan. Temperamen pasien ditandai dengan ciri sensitif yang
terinhibisi. SSRI mungkin dapat menolong; meskipun demikian, MAOI
tanpaknya menunjukkan spesifisitas untuk pasien seperti itu. Pasien lain dapat
dibantu dengan psikostimulan seperti amfetamin.
GANGGUAN MOOD SEKUNDER
Gangguan mood sekunder terdiri atas dua kategori luas yang harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding setiap pasien dengan gejala gangguan
mood. Kedua kategori tersebut adalah (1) gangguan moot/akibat keadaanmedis
umurc dan (2) gangguan mood yang diinduksi zat.
Gangguan Mood Akibat Keadaan Medis Umum
Ketika gejala manik dan depresif terdapat pada seorang pasien dengan
keadaan medis umum, menghubungkan gejala depresi baik dengan keadaan
medis umum atau dengan gangguan mood dapat menjadisulit. Banyak keadaan
medis umum yang menunjukkan gejala depresif, seperti tidur yang buruk,
berkurangnya nafsu makan, dan Ielah. Kategori ini didiskusikan dengan ekstensit
Gangguan Ansietas
13.1 Ikhtisar
Gangguan ansietas merupakan keadaan psikiatri yang paling sering
ditemukan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Studi menunjukkan bahwa
gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan pelayanan kesehatan, dan
hendaya fungsional. Pe-mahaman neuroanatomi dan biologi molekular ansietas
menjanji-kan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih spesifik
(dengan demikian lebih efektif) di masa mendatang.
GEJALA ANSIETAS
Pengalaman ansietas memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi
fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau
ketakutan. Selain pengaruh viseral dan motorik, ansietas memengaruhi pikiran,
persepsi, dan pembelajaran. Ansietas cenderung menimbulkan kebingungan dan
distorsi persepsi, tidak hanya persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti
peristiwa. Distorsi ini dapat mengganggu proses pembelajaran dengan
menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu kemampuan
menghubungkan satu hal dengan hal lain yaitu membuat asosiasi.
Aspek penttng emosi adalah efeknya pada selektivitas per-hatian.
Orangyangmengaiami ansietas cenderung meraperhatikan hal tertentu di dalam
lingkungannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan
bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan.
Jikakeliru dalam membenarkan rasa takutnya, mereka akan meningkatkan
ansietas dengan respons yang selektif dan membentuk lingkaran setan ansietas,
persepsi yang mengalami distorsi, dan ansietas yang meningkat. Jikasebaliknya,
mereka dengan keliru menentramkan diri mereka dengan pikiran selektif, ansietas
yang tepat dapat berkurang, dan mereka dapat gagal mengambil tindakan
pertahanan yang perlu.
ANSIETAS PATOLOGIS
Epidemiologi
Gangguan ansietas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling
sering ditemukan. National Comorbidity Study melaporkan bahwa satu di antara