Anda di halaman 1dari 3

Sekilas tentang Kaidah Fiqhiyah dan Kaidah Ushuliyah

Qowaid ( )merupakan bentu jama dari qoidah ( )yang berarti alas


bangunan, aturan, undang-undang dan contoh, sehingga dapat diartikan bahwa
qowaid adalah kaidah-kaidah yang dijadikan pedoman dalam rangka menggali
hukum syara. Qowaid bersifat universal yang diikuti suatu hukum juzi
(parsial/sebagian). Sedangkan fiqh adalah ilmu yang mempelajari hukum-hukum
syara yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci dan distimbathkan melalui
ijtihad yang emerlukan analisa dan perenungan yang dalam. Fiqih merupakan
hasil dari qowaid hukum tersebut. Qowaidah terbagi menjadi dua, yaitu qaidah
fiqiyah dan qaidah ushuliyah.

Qaidah fiqhiyah adalah suatu perkara kulli ( )yang bersuaian dengan


juziyah (). Maksudnya ialah dasar-dasar fiqh yang bersifat umum dan
ringkas berbentuk undang-undang yang berisi hukum syara yang umum
terhadap peristiwa yang temasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.
Sedangkan ruang lingkup dalam kaidah fiqhiyah tersebut antara lain,

( Kaidah yang bersifat mendasar)

Ada lima macam kaidah yang bersifat mendasar, antara lain

Kaidah yang berkaitan dengan fungsi tujuan. Contoh dari kaidah ini ialah niat,
niat adalah hal pertama yang harus dipenuhi dalam menjalankan hukum syara.
Apabila niatnya tidak sesuai, maka tidak sah perbuatan itu. Tidaklah sah apabila
sudah memasuki waktu maghrib tetapi niat sholatnya adalah sholat asar.
Kaidah yang berkaitan dengan keyakinan. Maksudnya ialah suatu perbuatan
syara dapat menjadi sah atau batal apabila terjadi keragua-raguan karena lupa.
Misalnya, ketika sholat isya, kita ragu apakah sudah genap empat rakaat atau
belum, kalau ia yakin sudah genap empat rakaat lalu ia salam, maka sah
sholatnya. Sedangkan apabila ia ragu lalu tetap saja salam, maka sholatnya
tidaklah sah.
Kaidah yang berkaitan dengan kondisi yang menyulitkan. Misalkan ketika kita
sedang melalukan sebuah perjalanan yang mana perjalanan tersebut
menyulitkan kita untuk melaksanakan sholat pada waktunya. Maka sholat dapat
kita gabung dengan waktu sholat lain.
Kaidah yang berkaitan dengan kondisi yang membahayakan. Dalam kondisi
yang membahayakan sedang tidak ada opsi lain selain harus berbuat yang tidak

sesuai dengan hukum syara, maka deperbolehkan baginya untuk melakukan


perbuatan itu. Misalnya ketika berada di hutan gua, tidak ada sesuatupun yang
bisa dimakan kecuali tikus, sedangkan kalau tidak makan maka ia tidak akan
bertahan hidup, maka tikus boleh dimakan.
Kaidah yang berkaitan dengan adat. Sesuatu yang telah dijalankan manusia
dengan sadar dan dibarengi dengan akal sehat dan tidak bertentangan dengan
syari, maka dapat dijadikan hukum. Urf atau adat hanya dibatasi untuk kegiatan
muamalah saja.

Kaidah yang menyeluruh diterima oleh madzab-madzab. Kaidah ini memilki


cakupan-cakupan yang lebih sedikit daripada kaidah dasar di atas. Contohnya
adalah dalam kegiatan muamalah hak-hak mendapatkan suatu hasil disebabkan
karena telah berani menanggung kerugian. Selain itu juga tentang keadaan
darurat.

Kaidah yang dilaksanakan pada sebagian madzab atau tidak semua madzab
membahasnya. Contohnya adalah tentang rukhsoh yang diperselisihkan di
madzab syafii dan hambali tidak di hanafi. Dan dirinci di maliki.

Kaidah yang diperselisihkan dalam satu madzab. Kaidah ini diperselisihkan


hanya pada satu furu (cabang) tidak pada furu yang lain.

Lalu perbedaan antara ushul fiqh dan qowaid fiqhiyah adalah


Qowaidah fiqhiyah Ushul fiqh
Sebagai wasilah antara dalil dan hukum

Parameter untuk istimbath hukum

Kaidah mayoritas yang dapat diaplikasikan sebagian juzi Kaidah kulliyah yang
dapat dilaksanakan secara menyeluruh

Kumpulan hukum-hukum serupa yang mempunyai illat yang sama


untuk mengeluarkan hukum syara amali

Jalan

Lahir setelah furu Lahir sebelum eksistensi furu

Setelah kaidah fiqhiyah ialah kaidah ushuliyah luhgowiyah (


). Kata asal berarti peraturan umum, dalam hal ini ialah melaksanakan
ketentuan oleh syara kecuali dalam keadaan terpaksa. Kaidah yang berkaitan
dengan kebahasaan sangatlah penting karena sebagai media yang menggali
kandungan makna dan hukum yang tertuang dalam nash Al-Quran dan AlSunnah. Sehingga hal ini adalah modal yang utama dalam mengeluarkan produk
fiqh.

Adapun metode-metode dalam kaidah kebahasaan ini, antara lain:

Metode mutakallimin, metode ini dikembangkan assyariah dan syafiiyah,


yaitu memproduksi kaidah-kaidah serta mengeluarkan qanun (peraturan)
ushuliyah dari lafadz bahasa Arab serta uslub-uslub bahasa Arab
Metode anhaf, dikembangkan oleh hanafiyah, yaitu mengadakan induksi
terhadap pendapat-pendapat imam sebelumnya dan menyimpulkan makna dan
batasan yang mereka pergunakan sehingga metode ini mengambil konklusi.
Metode percampuran antara mutakallimin dan anhaf.

Tujuan dari mempelajari kaidah-kaidah ushuliyah ini adalah agar kita tahu
prinsip-prinsip umum fiqh, sehingga lebih mudah dalam menerapkan hukum.
Dalam memahami materi kita harus lebih arif sesuai dengan waktu dan tempat.
Menguasai hukum memudahkan kita dalam masalah-masalah yang
diperdebatkan. Kaidah ini juga berfungsi untuk mendidik dan mempermudah
orang yang berbakat dalam fiqh untuk melakukan analogi, tahrij dan memahami
hukum dengan mengeluarkan dari tempatnya.

Qowaidah ushuliyah, qowaidah fiqhiyah, fiqh, ushul fiqh tidak dapat terpisahkan,
qowaidah ushuliyah, qowaidah fiqhiyah ushul fiqh adalah ilmu yang berbicara
tentang fiqh sehingga menghasilkan fiqh.

Demikian sebagian yang saya pahami tentang kaidah ushuliyah dan kaidah
fiqhiyah, semoga bermanfaat, koreksi dan tambahan pengetahuan sangat saya
harapkan demi tercapainya pengetahuan yang lebih mendalam lagi

Anda mungkin juga menyukai