Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KELOMPOK

HASIL KAJIAN
MANAJEMEN KEPERAWATAN
DI UNIT PELAYANAN JIWA GERIATRI WISMA DEWI KUNTHI
RSJ Prof. dr. SOEROJO MAGELANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Manajemen Keperawatan

Disusun Oleh :
1. Octavia Nur Aini Wahyudi

(070115b062)

2. Putri Ahadiyah

(070115b063)

3. Enggar Puspa Andari

(070115b029)

4. Titin Nurhasanah

(070115b084)

5. Nurma Afriliana Ulva

(070115b058)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Praktik Manajment Keperawatan di Wisma Dewi Kunthi Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing:

Magelang, Agustus 2016


Pembimbing Klinik Rumah Sakit

Pembimbing Akademik

(Siswanto, S.Kep., Ns, M.Kep)

(M. Imron Rosidi, S.Kep.,Ns., M.Kep)

Mengetahui,
Kepala Ruanga Wisma Dewi Kunthi

(Triayati, S.Kep)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang menyelenggarakan
pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis,
serta pengobatan penyakit yang diderita oleh klien. Hal ini menunjukkan bahwa
rumah sakit sebagai suatu organisasi yang kompleks dan merupakan komponen
yang penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat serta
dijadikan sebagai tempat bagi mencari dan menerima pelayanan kesehatan.
Selain fungsi di atas, rumah sakit juga dijadikan sebagai tempat pendidikan
klinik untuk mahasiswa kedokteran, mahasiswa keperawatan dan berbagai
tenaga profesi lainnya.
Salah satu fungsi dari rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan
kesehatan dengan tujuan memelihara kesehatan masyarakat seoptimal mungkin.
Hal ini menunjukkan bahwa keperawatan merupakan bagian integral yang tidak
dapat dipisahkan dari upaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Sehingga
apabila asuhan keperawatandiaplikasikan secara optimal akan memberikan
kontribusi yang positif bagi pelayanan dan pengembangan rumah sakit. Karena
sistem pelayanan keperawatan menjadi salah satu faktor penentu dari mutu dan
citra rumah sakit.
Dalam era globalisasi dan perkembangan ilmu serta teknologi kesehatan
menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang
optimal. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengembangkan
model praktik keperawatan profesional (MPKP). Manajemen menurut
Nursalam (2007) merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalankan suatu kegiatan di organisasi, di dalam manajemen tersebut
mencakup kegiatan POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling)
terhadap staff, saranadan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi. Keempat
fungsi tersebut saling berhubungan dan memerlukan ketrampilan-ketrampilan
teknis, hubungan antar manusia, konseptual yang mendukung asuhan
keperawatan yang bermutu, berdaya guna dan berhasil guna bagi masyarakat.
Menejemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staff
keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara professional.

Seorang

manajer

keperawatan

dituntut

mampu

untuk

merencanakan,

mengorganisasi, memimpin, dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang


tersedia untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang seefektif dan
seefisien mungkin bagi individu, keluarga dan masyarakat (Nursalam, 2007).
Hal ini menunjukkan bahwa manajemen keperawatan mendapat prioritas utama
dalam pengembangan keperawatan di masa depan, dikarenakan berkaitan
dengan tuntutan profesi dan tuntutan global bahwa setiap perkembangan serta
perubahan memerlukan pengelolaan secara profesional dengan memperhatikan
setiap perubahan yang terjadi. Dalam manajemen tersebut mencakup kegiatan
koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan prasarana dalam mencapai
tujuan organisasi (Grant & Massey, 1999).
MPKP (Model Praktek Keperawatan Profesional) di Indonesia pertama
kali dikembangkan oleh FIK-UI-RSUPNCM pada tahun 1997 oleh Sitorus.
Model ini merupakan penataan struktur dan proses pemberian asuhan
keperawatan pada tingkat ruang rawat sehingga memungkinkan pemberian
asuhan keperawatan secara profesional. Pada aspek struktur ditetapkan jumlah
tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai dengan kebutuhan
menjadi hal yang penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan
kebutuhan klien, tidak ada waktu perawat untuk melakukan tindakan
keperawatan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan (renpra). Akibatnya waktu perawat hanya cukup untuk melakukan
tindakan kolaborasi.
Disamping jumlah perawat, perlu ditetapkan pula jenis tenaga di suatu
ruang rawat yaitu kepala ruangan, Perawat Primer (PP) dan Perawat Asosiet
(PA) sehingga peran dan fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan
kemampuannya dan terdapat tanggung jawab yang jelas dalam sistem
pemberian asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang bersifat terapi
keperawatan dilakukan oleh PP karena bentuk tindakannya lebih pada interaksi,
adaptasi dan peningkatan kemandirian klien, yang memerlukan konsep dan
landasan teori yang tinggi. Bila pengaturan tugas ini tidak ada, menyebabkan
PP tidak mempunyai waktu untuk melakukan tindakan tersebut tetapi waktunya

tersita untuk melakukan tindakan yang seharusnya dapat dilakukan oleh PA.
Dengan dilakukannya pengaturan ini, maka PP bertanggung jawab atas semua
asuhan keperawatan yang dilakukan oleh tim pada sekelompok klien.
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan
sebagai suatu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara profesional,
sehingga diharapkan keduanya saling menopang. Sebagaimana yang terjadi di
dalam proses keperawatan, proses dalam manajamen keperawatan juga terdiri
dari pengumpulan data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi hasil. Pada aspek struktur ditetapkan juga standar rencana
keperawatan, hal ini ditetapkan karena berdasarkan observasi waktu yang
dibutuhkan untuk menulis rencana keperawatan sangat menyita waktu karena
fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia. Dengan adanya
standar rencana keperawatan, naka PP hanya melakukan validasi terhadap
diagnosa keperawatan klien berdasarkan pengkajian yang dilakukan. Validasi
standar renpra diharapkan dapat dilakukan oleh sarjana keperawatan/Ners
karena mereka sudah dibekali dengan konsep dan teori yang cukup untuk
mampu melakukan analisis dan sintesis pada standar rencana keperawatan.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan
primer. Penetapan metode ini didasarkan pada beberapa alasan, antara lain: 1).
Pada metode keperawatan primer pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat, 2). Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni
karena apabila menggunakan metode itu secara murni dibutuhkan jumlah S1
keperawatan/Ners dalam jumlah yang lebih banyak, 3). Saat ini terdapat
beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang berbeda-beda,
maka konsep metode tim menjadi penting sehingga perawat dengan
kemampuan yang lebih tinggi dapat mengarahkan dan membimbing perawat
lain dibawah tanggung jawabnya, 4). Metode tim tidak digunakan secara murni
karena pada metode ini tanggung jawab tentang asuhan keperawatan
terfragmentasi pada berbagai anggota tim, sehingga sukar menunjukkan
akuntabilitas tenaga keperawatan.
Mahasiswa Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Ngudi Waluyo Ungaran dituntut untuk dapat mengaplikasikan langsung


pengetahuan manajerialnya di Wisma Dewi Kunthi RSJ Prof. dr. Soerojo
Magelang dengan arahan dari pembimbing akademik maupun dari pembimbing
klinik di lapangan. Dengan adanya praktek dilapangan diharapkan mahasiswa
mampu menerapkan ilmu yang sudah didapat dan mampu mengelola ruang
perawatan dengan pendekatan proses manajemen.
A. TujuanPraktik
1. Tujuan Umum:
Setelah melaksanakan praktek manajemen keperawatan, mahasiswa mampu
melakukan dasar pengelolaan unit pelayanan keperawatan sesuai dengan
konsep dan langkah-langkah manajemen keperawatan.
2. Tujuan Khusus:
Setelah menyelesaiakan kegiatan pembelajaran klinik manajemen keperawatan
mahasiswa mampu:
a. Melakukan kajian situasi di unit pelayanan sebagai dasar untuk menyusun
rencana strategis dan operasional unit.
b. Menyusun rancangan strategis dan

operasional

unit

pelayanan

keperawatan berdasarkan kajian bersama-sama penanggung jawab unit.


c. Mengorganisasikan pelayanan keperawatan sesuai kondisi unit.
d. Melakukan pengelolaan dan pengarahan staf.
e. Melakukan fungsi kontrol dan evaluasi program.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Proses Manajemen
Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui upaya
orang lain (P. Siagian, 2009). Sedangkan manajemen keperawatan adalah proses
pelaksanaan keperawatan melalui upaya staf keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman kepada pasien, keluarga dan
masyarakat.

Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamin dan roaktif dalam


menjalan suatu kegiatan di organisasi. Did alam manajemen tersebut mencakup
kegiatan POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling) terhadap staf,
sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam, 2007).
Sedangkan menurut Suyanto (2008) manajemen adalah sebagai suatu proses
dapat dipelajari dari fungsi-fungsi manajemen yang dilaksnakan oleh seorang
manajer. Adapun yang dimaksud fungsi manajemen adalah langkah-langkah
penting yang wajib dikerjakan oleh seorang manajer untuk mencapai tujuan.
1.

Proses Manajemen Keperawatan


Proses manajemen adalah daur beberap gugusan kegiatan dasar yang
berhubungan secara integral, yang dilaksanakan didalam manajemen secara
umum, yaitu proses perencanaan, proses pengorganisasian, proses
pelaksanaan dan proses pengendalian, dalam rngka mencapai sesuatu tujuan
secara ekonomis. Sesunggunya keempat proses itu merupakabn hasil
ikhtisar dari berbagai pendapat praktisi dan ahli mengenai manajemen
(Wikipedia, 2013).
Proses manajemen keperawatan dilakukan dengan pendekatan sistem
terbuka, dimana masing-masing komponen saling berhubungan, berinteraksi
dan dipengaruhi oleh lingkungan terdiri dari lima elemen. Elemen
manajemen keperawatan, dalam sistem terbuka terdiri dari :
a.

Input

: input dar proses manajemen keperawatan anatara lain

informasi, personal, peralatan dan fasilitas.


b.

Proses

: proses adalah kelompok manajer atau dari tingkat pengelola

keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana yang mempunyai


tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan,

dan

pengawasan

dalam

pelaksanaan

pelayanan

keperawatan.
c.

Output :

dari

proses

majemen

keperawatan

adalah

asuhan

keperawatan, pengembangan staf dan riset.


d.

Kontrol : dalam proses manajemen keperawatan termasuk anatara lain


budger keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat, standar
prosedur, dan akreditasi.

e.

Umpan balik

: proses manajemen keperawatan berupa laporan

finansial dari hasil audit keperawatan.


2.

Prinsip Yang Mendasari Manajemen Keperawatan


Menurut

Suyanto

(2008)

prinsip

yang

mendasari

manajemen

keperawatan yaitu :
a.

Manajemen keperawatan seyogyanya berlandaskan perencaan, karena


melakui fungsi erencanaan pimpinan dapat menurunkan resiko
kesalahan, memudahkan pemecahan masalah.

b.

Manajemen keperawatan dilaksanakan melalui penggunaan waktu yang


efektif. Manajer keperawatan yang menghargai waktu akan menyusun
perencanaan yang terprogram dengan baik dan melaksakan kegiatan
sesuai waktu yang telah ditentukan

c.

Manajen keperawatan melibatkan para pengambilan keputusan.


Berbagai situasi maupun permasalahan yang terjadi saat mengelola
kegiatan keperawatan memerlukan keterlibatan pengambilan keputusan
diberbagai tingkatan manajerial.

d.

Memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan pasien merupakan fokus


perhatian manajer keperawatan dengan mempertimbangkan apa yang
pasien lihat, fikir, yakini dan ingini. Kepuasan pasien merupakan poin
utama dari seluruh tujuan keperawatan.

e.

Pengarahan merupakan elemen kegiatan manajemen keperawatan yang


meliputi proses pendelagian, supervisi, koordinasi dan pengendalian
pelaksaan rencana yang telah diorganisasikan.

f.

Devisi keperawatan yang baik dapat memotivasi perawat untuk


memperlihatkan penampilan kerja yang terbaik.

g.

Manajemen keperawatan menggunakan komunikasi yang efektif.

h.

Pengembangan staf penting untuk dilksanakan sebagai upaya persiapan


perawat pelaksana menduduki posisi yang lebih tinggi atau untuk
peningkatan pengetahuan dan keterampilan perawat.

i.

Pengendalian merupakan elemen manajemen keperawatan yang


meliputi : penilaian pelaksaan rencaana yang telah dibuat, pemberian
intruksi,

menetapkan

standar

dan

membandingkannya

dengan

penampilan serta memperbaiki kekurangan yang terjadi.


3.

Kerangka Konsep dan Filosofi


Manajemen keperawatan dalam memberikan arah kepada pencapaian
tujuan serta menghadapi masalah-masalah manajerial dimana mendatang
perlu untuk merumuskan kerangka konsep, keyakinan dasar, filosofi dan
tujuan manajemen keperawatan.
a.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep manajemen keperawatan adalah manajemen
partisipatif yang berlandaskan kepada paradigma keperawatan yaitu
manusia, keperawatan, kesehataan dan lingkungan. Kerangka konsep
manajemen keperawatan ini perlu dipahami sehingga para manjer
keperawatan

akan

dapat

menatalksanakan

pekerjaannya

guna

menunjang praktik keperawatan. Adapun kerangka konsep manajemen


keperawatan adalah sebagai berikut :
1) Manusia akan tertarik dan terikat pada pekerjaannya dan akan
memberikan uaya yang selayaknya dia diberikan.
2) Jika diberikan informasi yang bermanfaat dan layak, individu akan
membuat keputusan terbaik.
3) Tujuan kelompok akan lebih mudah dicapai kelompok.
4) Setia individu memiliki karakteristik latar belakang motivasi, minat
dan cara untuk mencapai tujuan.
5) Fungsi koordinasi dan pengenalian amat penting dalam pencapaian
tujuan.
6) Persamaan kualifikasi harus dipertimbangkan dalam pembagian
kewenangan dan tanggung jawab.
7) Individu memiliki hak dan tanggung jawab untuk membagi dan
mendelegasikan kewenangannya pada mereka yang terbaik dalam
organisasi.
8) Pengetahuan dan keterampilan amat diperlukan dalam pengambilan
keputusan yang profesional
9) Semua sistem berfungsi untuk mencapai tujuan dan merupakan
tanggung jawab bersama untuk secara terus menurus (Suyanto,

2008).
4.

Filosofi Manajemen Keperawatan


a.

Manajemen keperawatan memiliki filosofi sebagai berikut :


1) Mengerjakan hari ini lebih baik dari pada hari esok.
2) Manajerial keperawatan merupakan fungsi utama pimpinan
keperawatan.
3) Meningkatkan mutu kinerja perawat.
4) Perawat memerlukan pendidikan berkelanjutan.
5) Proses keperawatan menjamin perubahan tingkat kesehatan hingga
mencaai keadaan fungsi optimal.
6) Tim keperawatan bertanggung jawab dan bertanggung gugat untuk
setiap tindakan keperawatan yang diberikan.
7) Menghargai pasien dan haknya untuk mendapatkan asuhan
keperawatan yang bermutu.
8) Perawat adalah advokat pasien.
9) Perawat berkewajiban untuk memberikan pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarga (Suryanto, 2008).

b.

Misi
Menurut Nursalam (2007) misi manajemen keperawatan adalah :
1) Menyediakan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien dalam
membantu kesehatan pasien yang optimal setelah pulang dari
rumah sakit.
2) Membantu mengembangkan dan mendorong suasana yang
kondusif bagi pasien dan staf keperawatan atau non keperawatan.
3) Mengajarkan, mengarahkan, dan membantu dalam kegiatan
profesional keperawatan.
4) Turut serta dan bekerja sama dengan semua anggota tim kesehatan
yang ada di rumah sakit atau tempat kerja.
Inti konsep konsep manajmen saat ini dan yang akan datang, adalah
keseimbangan antara visi, misi dan motivasi yang jelas dalam mencapai
tujuan organisasi yang telah di tetapkan. Proses keperawatan yaitu
pengakuan masyarakat atau profesi lain tentang eksisitensi profesi

keperawatan, partisipasi provesi keperwatan dalam pembangunan


kesehatan, dan citra profesi keperawatan. Penjabaran visi dan misi
dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit, menurut Gillies (1989)
dalam Nursalam 2002 dikutif dari filosofi pelayanan keperawatan di
Rumah Sakit Pedeleton Memoria, New Orleans, Lousiana, USA adalah
sebagai berikut :
a.

Mengaflikasikan kerangka konsep dan acuan dalam pelaksanaan


asuhan keperawatan.

b.

Mengevluasi asuhan keperawatan yang diberikan.

c.

Menerapkan strategi dalam menigkatkan kualitas dan pelayanan


yang efisien kepada semua konsumen.

d.

Meningkatkn hubungan yang baik dengan semua tim kesehatan


menilai kualitas pelayanan yang diberikan berdasarkan standar
kriteria yang ada.

e.

Mengintegrasikan berbagai disipplin ilmu dalam menilai dan


memberikan intervensi kepeearawatan kepada pasien.

f.

Meningkatkan pendidikan berkelnjutan (formal maupun non


formal) bagi perawat dalam usaha meningkatkan kinerjanya.

g.

Berpartisipasi secara aktif dalam upaya perubahan model asuhak


keperwatan dan peningkatan kualitas pelayanan.

h.

Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan melibatkan


staff dalam setiap pengambilan keputusan yang menyangkut
tentang asuhan keperawatan.

i.

Memberikan

penghargaan

kepada

staff

yang

dianggap

berprestasi.
j.

Konsisiten untuk selalu meningkatkan produksi atau pelayanan


yang terbaik.

k.

Meningkatkan

pandangan

masyarakat

tentang

profesi

klinis.

Manajer

keperawatan.
c.

Lingkungan manajmen keperawatan


Keperawatan

merupakan

disiplin

praktis

keperawatan yang efektif seyogyanya memahami dan memfasilitasi

pekerjaan perawat pelaksana. Menurut Suyanto (2008) manajer


keperawatan megelola kegiatan keperawatan meliputi :
1) Menetapkan penggunaan proses keperawatan.
2) Mengetahui intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan
diagnosa.
3) Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan
oleh perawat.
4) Menerima akuntabilitas hasil kegiatan keperawatan.
B. Komponen Fungsi Manajemen Keperawatan
1.

Pengorganisasian
Suatu rencana yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebagai hasil
penyelenggaraan fungsi organik perencanaan, dilaksanakan oleh sekelompok
orang yang tergabung dalam satuan-satuan kerja tertentu. Dipelukan berbagai
pengaturan yang menetapkan bukan saja wadah tempat berbagai kegiatan
akan diselenggarakan, tetapi juga tata krama yang harus di taati oleh setiap
orang dalam organisasi dengan orang-orang lain, baik dalam satu satuan kerja
tertentu maupun antara kelompok yang telah ada.
a.

Pengetian
Pengorganisasi adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh
organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan
organisasi dengan mengintegrasikan semua sumber daya (potensi) yang
dimiliki oleh sebua organisasi. Istilah organisasi mempunyai dua
pengertian umum. Pertama organisasi diartikan sebagai suatu lembaga
atau kelompok fungsional, misalnya sebuah rumah sakit, puskesmas,
sebuah perkumpulan, badan-badan pemerintahan dan lain sebagainya.
Kedua, merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana
pekerjaan diatur dan dialokasikan di antara para anggota, sehingga
tujuan organisasi itu dapat tercapai secara efektif. Sedangkan organisasi
itu sendiri diartikan sebagai kumpulan orang dengan sistem kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama. Dalam sistem kerjasama secara jelas

diatur siapa menjalankan apa, siapa bertanggung jawab atas siapa, arus
komunikasi dn memfokuskan sumber daya pada tujuan.
Agar organisasi dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan
secara fektif, maka dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian
tugas dan tanggung jawab orang-orang atau karyawaman yang akan
melakukan kegiatan masing-masing.
Dalam penyelenggaraan fungsi pengorganisasian, terdapat lima
pertanyaan yang harus terjawab dengan baik, antara lain adalah :
1) Pertama : Siapa melakukan apa ? Dalam rangka pengorganisasian
harus terdapat kegiatan menciptakan atau merumuskan klasifikasi
jabatan, analisis pekerjaan, deskripsi pekerjaan. Analisis ini akan
dapat dapat ditafsirkan jumlah orang yang dibutuhkan dengan
tingkat kepastian yang tinggi. Ketidakjelasan jawaban tentang hal
ini dapat berakibat pada eraneka ragam kesulitan, seperti jumlah
tenaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan, atau tenaga kerja yang
ada tidak mencukupi persyaratan kualitatif, atau tenaga kerja yang
ada tidak mencukupi persyaratan kualitatif dan penempatan orang
yang tidak sesuai dengan tuntutan tugasnya, dan lainnya. Ada dua
hal sorotan pandangan, untuk menentukan analisis penmpatan
orang yaitu kemampuan teknis dan kemampuan manajerial.
Kemampuan teknis biasanya tercermin pada ketrampilan tertentu,
ketrampilan

teknis

dituntut

dari

mereka

yang

ditugaskan

menyelenggarakan berbagai kegaiatan operasional. Kemampuan


manajerial dituntut dari mereka yang menduduki berbagai jenjang
jabatan kepemimpinan dalam organisasi.
2) Kedua : Siapa bertanggung jawab kepada siapa ? Suatu organisasi
terdiri dari satuan-satuan kerja tertentu. Artinya, organiasasi harus
menggambarkan pembagian tugas, wewenang, dan tanggung
jawabnya,

antara

lain

demi

kepentingan

koodinasi

daan

sinkronisasi, mutlak perlu terdapat kejelasan tentang hal-hal


tersebut. Ketidakjelasan tentang wewenang dan tanggung jawab
akan berakibat pada tumpang tindih dan duplikasi kegiatan yang

menimbulkan berbagai jenis konfiluk dan pemborosan yang tidak


akan perna dapat diselesaikan.
3) Ketiga : Siapa yang berhubungan dengan siapa dan dala hal apa ?
interaksi anatara berbagai satuan kerja pasti dan memang harus
terjadi. Interaksi timbul karena adanya saling ketergantungan
anatara satu satuan kerja dengan satun kerja lainnya. Tidak ada
satuan kerja yang demikian tinggi tingkat otoominya sehingga ia
tidak usah berinteraksi dengan yang lain. Karena saling
ketergantungan dalam hubungan berbagai satuan kerja itu,
hubungan dan interaksi yang terjadi haruslah didasarkan pada
pendekatan yanag simbiosis muatualisme.
4) Keempat : Saluran komunikasi apa yang terdapat dalam organisasi,
bagaimana cra memanfaatkannya, dan untuk kepentingan apa ?
Lancar tidaknya jalannya roda suatu organissi sangat tergantung
pada bentuk dan jenis saluran komunikasi yang terdapat dalam
organisasi tersebut. Ditinjau dari segi arahnya, komunikasi dalam
suatu organisasi berlangsung secara vertikal, horizontal, dan
diagonal. Komuniasi yang bersifat vertikal terjadi anatara atasan
dengan para bawahannya yang digunakan untuk berbagai
kepentingan, seperti penyampaian keputusan, perintah, instruksi,
informasi, petunjuk, naham pembinaan, pengarahan, pedoaman
kerja, pujian, teguran, dan sebagainya. Sebaliknya, komunikasi
vertikal ke atas, yaitu antara para bawahan dengan pompinannya,
terjadi dalam hal penyampaian kaporan, informasi, saran, masalah,
keluhan, dan hal-hal lain yang dipandang perlu diketahui oleh
atasan yang bersangkutan. Komunikasi horizontal terjadi antara
orang-oran yang menduduki jabatan sitingkat, tetapi terlibat
pelaksanaan kegiatan yang berbeda. Komunikasi horizontal terjadi
untuk kepentingan penyampaian informasi, permintaan bahan,
tukar menukar pengalaman, yang kesemuanya bermanfaat untuk
kepentingan koordinasi dan sinkronasi kegiatan organisasional.
Komunikasi diagnonal terjadi anatara sekelompok orang yang

berada pada jenjan hierarki yang lebih tinggi dengan sekelompok


orang yang berada pada jenjang hierarki yang lebih rendah, tetapi
terlebit dlam penanganan kegiatan yang sejenisnya. Contohnya
ialah penyampaian berbagai hal seperti kebijakan kepegawaian,
petunjuk operasional, penyampaian informasi, permintaan kaporan
dan sebagainya. Agara pesan dapat disampaikn dengan cara yang
paling efektif, sumber pesan harus memutuskan bentuk sarana dan
wahana yang hendak digunakannya dalam penyampaian pesan
tersebut.
b.

Prinsip - Prinsip Organisasi


Cara lain yang daat digunakan untuk menyelenggarakan fungsi
pengorganisasian iala dengan mengetahui dan meerapkan prinsipprinsip organisasi. Fungsi pengorganisasian harus dilihat tidak hanya
sebagai maslah teknis yang berkaitan dengan penentuan struktur dengan
kotak-kotaknya dan penggambatan pembagian tugas yang sifatnya
mekanistik, melainkan berkaitan erat dengan sikap dan perilaku para
anggotannya dalam emanfaatan organisasi tersebut.
Prinsip-prinsip dalam manajemen bersifat lentur dalam arti bahwa
perlu di pertimbangkan sesuai dengan kondisi-kondisi khusus dan
situasi-situasi yang bezrubah. Menurut Henry Fayol, seorang pencetus
teori manajemen yan berasal dari Perancis, prinsip-prinsip umum
manajemen ini terdiri dari :
1) Kejelasan Tujuan Yang Ingin Dicapai
Setiap organisasi yang bergerak di bidang apapun didirikan
oleh seorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan
tertentu. Tujuan tersebut harus jelas bagi semua orang yang terlibat
dalam usaha pencapaiannya, kejelasan tujuan bukanlah merupakan
jaminan bahwa perjalanan organisasi akan mulus. Akan tetapi,
tanpa tujuan yang jelas pasti organisasi akan menghadapo berbagai
maslah. Adanya tujuan yang jelas biasanya membantu para manajer
dalam organisasi untuk memperhitungkn tindakan apa yang perlu

diambil dalam mengatasi keadan yang tidak menguntungkan berkat


pengetahuan

manajeril,

pengalaman,

dan

kemampuannya

menggunakan gaya kepemimpinn yang dipandang paling tepat.


Sebaliknya pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan gaya
kepemimpinan tidak akan banyak manfaatnya apabila tidak
diketahui dengan jelas ke arah mana organisasi akan dibawah.
2) Pemahaman Tujuan Oleh Para Anggota Organisasi
Seorang memasuki berbagai jenis organisasi sebagai cara yang
dipandangnya paling efektif untuk memuaskan berbagai kepentingn
dan

kebutuhannya.

Kesemuannya

itu

diarahkan

kepada

peningkatan mutu hidup orang yang bersangkutan. Telah umum


pula diakui bahwa alasan utama seseorang memasuki berbagai jenis
organisasi adalah pemuasan kepentingan dan kebutuhan yang
biasanya bersifat individulistis, bhkn juga mungkin egoistis. Akan
tetapi keanggotaan seseorang dalam satu organisasu menuntutnya
melakukan berbagai penyesuaian. Salah satu bentuk penyesuian
yang sangat fundamental sifatnya ialah kesedian membawahkan
kepentingan pribadi kepada kepentingn organisasi. Artinya, untuk
menjadi seorang anggota organisasi yang baik seseorang harus
terlebi dahulu mengetahui dan memahami secara tepat tujuan yang
ingin dicapai oleh organisasi sebagi keseluruhan.
3) Penerimaan Tujuan Oleh Para Anggota Organisasi
Pemahaman tujuan organisasi saja tidak cukup. Agar
mempunyai makna yang positif, tujuan yang dipahami harus
meningkat menjadi sesuatu yang diterim oleh para anggota
organisasi sebagai tujuan yang layak. Misalnya jika tujuan suatu
organisasi dimaksudkan sebagai cara untuk peningkatan taraf idup
manusia, dengan perwujudannya yang pada umumnya terlbih pada
berbagai kebutuhan kebendaan, para anggota organisasi dapat
menilai tujuan itunsebagai tujuan ynag pantas untuk diusahakan
pencapaiannya. Penerimaan demikian menjadi sangat penting
karena ia merupakan motivasi kuat bagi para anggota organisasi

untuk menunjukkan sikap, tindak lanjut, dan perilaku positif yang


biasanya tercermin pada prestasi kerja yang seusai dengann
harapan organisasi yang bersangkutan.
4) Kesatuan Arah
Usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi harus
dikelola dengan pendekatan kesisteman. Artinya, manajemen dalam
organisasi menggerakkan organisasi sebagai satu kesatuan yang
bulat meskipun didalamnya terdapat beraneka ragam satuan kerja
dengan tugasnya yang spesialistis dan teknis. Dengan demikian,
apapun yang terjadi dalam organisasi dan kegiatan apa pun yang
dilakukan semuanya ditujukan pada hanyasatu arah, yaitu
tercapainya tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hanya
dengan demikian, organisasi akan bekerja tidak hanya secara
efisien, efektif, dan produkti, tetapi juga yang didalamnya tumbuh
dan terpelihara interaksi yang positif antara orang-orang dan antar
berbagai satuan kerja.
5) Kesatuan perintah
Dalam setiap organisasi terdapat berbagai tingkat dan jenjang
jabatan manajerial. Jika atasan yang lebih tinggi ingin memberikan
perintah atau hal-hal lain kepada para bawahan yang berada
beberapa tangga di bawah dalam hierarki organisasi, seyogyanya
hal itu dilakukan melalui atsan langsung orang yang bersangkutan.
Paling sedikit dengan sepengetahuan atasan langsung tersebut.
Inilah arti yang tepat dari prinsip kesatuan perintah. Dalam
perasionalisasinya, penerapan prinsip kesatuan perintah biasanya
dilaksanakan berdasarkan pendekatan one step down. Artinya,
seorang manajer memberikan perintah kepada orang yang setingkat
lebih rendah dari padanya yang meneruskannya ke tingkat yang
lebih bawah lagi apabila hal itu diperlukan. Dengan demikian dapat
dicegah kesimpangsiuran, bukan hanya dalam pemberian perintah
tetapi juga dalam hal pertanggung jawaban. Dampak positif dari
penerapan prinsip ini terlihat tidak hanya dalam hal adanya

kepastian perintah yang diterima oleh seseorang, tetapi juga


berkaitan langsung dengan pembinaan perilaku para bawahan yang
bersangkutan.
6) Fungsionalisasi
Pada dasarnya prinsip ini berarti bahwa dalam setiap organissi
terdapat satuan kerja tertentu yang secara fungsional bertanggung
jawab atas penyelesaian tugas-tugas tertentu pula. Penerapan
prinsip ini sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan antara
lain : 1) mencegah timbulnya tumpang tindih; 2) mencegah
timbulnya duplikasi; 3) mempermudah pelaksanaan koordinasi
antar satuan kerja karena satuan kerja; 4) memperlancar jalannya
pengawaaasan.
7) Deliniasi Berbagai Tugas
Yaitu adanya perumusan yang jelas dari uraian tugas, bukan
hanya dari satuan-satuan kerja yang dapat dipetik dengan
penerapan prinsip ini ialah bahwa setiap orang mengetahui hal-hal
yang harus dikerjakannya, dengan siapa ia perlu berinteraksi,
sarana kerja apa yang diperlukan, dan kepada siapa ia
mempertanggung

jawabkan

hasil

pekerjaannya.

Disamping

kekurangan diatas, adamanfaat lain yang dapat dipetik yang


sifatnya psikologis dan adanya keseimbangan antara wewenang
dan tanggung jawab.
8) Pembagian Tugas
Tugas tugas yang harus dikerjakan dalam organisasi
beraneka ragam. Bagaimanapun struktur organisasi disusun, dasar
pemikirannya ialah bahwa struktur diciptakan untuk menampung
semua tugas, semua tugas yang harus dikerjakan harus terbagi
habis sesuai tujuan organisasi. Ada dua hal penting dalam
pembagian tugas, yaitu : 1) semua tugas harus jelas wadahnya dan
jangan sampai ada tugas yang tidak diketahui dengan pasti kemana;
2) jangan sampai terjadi bahwa ada kegiatan tertentu yang menjadi

rebutan dan diwadahi oleh lebih dari satu satuan kerja. Perlu
diperhatikan pula bahwa karena organisasi merupakan perwadahan
interaksi antara orang orang atau secara satuan satuan kerja
tertentu, sifat dan kecenderungan para anggota organisasi bertindak
dengan cara tertentu tidak bisa diabaikan begitu saja.
9) Kesederhanaan Struktur
Struktur organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kebutuhan dan usaha koordinasi dapat berjalan
dengan lancer. Perlu disadari bahwa jika di satu pihak susunan
organisasi lebih rumit dari yang diperlukan sesungguhnya, akan
terjadi pemborosan tenaga, ruang, dan peralatan karena aka nada
satuan satuan kerja yang tidak mempunyai cukup kegiatan.
Sebaliknya jika struktur organisasi terlalu sederhana, ada dua
kemungkinan besar dapat timbul, yaitu tidak semua tugas yang
harus dilaksanakan secara wajar dan satuan satuan kerja akan
dibebani dengan tugas tugas yang mungkin dirasakan terlalu
berat. Jika tidak semua tugas melembaga secara wajar, terpaksa
ditempuh cara-cara penyelesaian yang tidak konvensional seperti
pembentukan panitia ada hoc untuk penyelesaiannya.
10) Pola Dasar Organisasi Yang Relatif Permanen
Organisasi selalu menghadapi berbagai jenis perunbahan, baik
karena factor-faktor eksternal. Berbagai factor itu dapat berakibat
pada pemekaran organisasi. Misalnya karena perluasan usaha,
timbulnya tugas baru, bertambahnya tenaga kerja yang dikaryakan,
bertambahnya beban tugas yang harus dipikul dan sebagainya.
Sebaliknya jika terjadi kemunduran factor tadi maka mungkin akan
terjadi mengecilnya organisasi. Fleksibilitas dalam penentuan
struktur organisasi, sangat penting utnuk mengingat bahwa
perubahan itu pasti terjadi dan harus dihadapi, tetapi hal itu
tentunya tidak harus mengubah pola dasar struktur organisasi.
Artinya, prinsip-prinsip dasar pengorganisasian tetap perlu
dipegang teguh.

11) Adanya Pola Pendelegasian Wewenang


Salah satu faktor penentu efektifitas manajerial seseorang
terletak pada kemampuannya mengenali situasi organisasi yang
dipimpinnya yang pada gilirannya memungkinkan manajer yang
bersangkutan untuk menentukan pola pendelegasian wewenang
kepada para bawahannya, dalam hubungan inin perlu ditekankan
bahwa pola pendelegasian apa pun yang digunakan dalam satu
organisasi, pada analisis terakhir manajer yang mendelegasikan
wewenang itu pulalah yang bertanggung jawab atas keberhasilan
atau

kegagalan

dalam

pelaksanaan

pekerjaan

yang

didelegasikannya itu.
12) Rentang Pengawasan
Merupakan hal yang sangat sukar dan bahkan tidak mungkin
untuk menentukan secara aksiomatik jumlah orang yang dapat
diawasi oleh seorang manajer secara efektif dalam melaksanakan
semua jenis kegiatan di semua jenis organisasi. Yang

jelas

kemampuan seorang manajer melakukan pengawasan selalu


terbatas. Akan tetapi, dengan keterbatasan kemampuan itu dapat
dinyatakan bahwa rentang pengawasan bersifat elastis. Artinya,
jumlah bawahan yang dapat diawasi secara efektif oleh seorang
manajer berbeda pada satu situasi ke situasi yang lain dan dari satu
organisasi ke organisasi yang lain.
13) Jaminan Pekerjaan
Setiap karyawan ingin memperoleh kepastian bahwa ia akan
mendapat perlakuan yang rasional, objektif, dan manusiawi dalam
kehidupan organisasionalnya. Artinya, para manajer diharapkan
untuk tidak memperlakukan para bawahannya dengan semenamena, misalnya melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa dasar
yang sangat kuat. Dengan perkataan lain, selama seseorang
melakukan tugasnya sesuai dengan berbagai ketentuan yang
berlaku dalam organisasi, ada jaminan seseorang tidak akan

kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber mata pencahariannya


yang pada gilirannya memungkinkannya memuaskan berbagai
kebutuhan terutama yang bersifat kebendaan dan sosial.
14) Keseimbangan Antara Jasa dan Imbalan
Dengan memasuki suatu organisasi sebagai tempat berkarya,
seseorang dapat menyatakan kesediaannya utuk

menyerahkan

sebagian waktunya organisasi dari melakukan berbagai kegiatan


yang di percayakan kepadanya. Dalam melakukan pekerjaannya,
yang

bersangkutan

diharapkan

mengerahkan

kemampuan,

pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya. Sebaliknya,


dengan berbuat demikian, ia mengharapkan imbalan yang sesuai
dengan pengorbanan yang diberikannya itu.
c.

Pengorganisasian Perawatan Pasien


Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional
(MPKP) dalam keperawatan.
1) Metode kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang
pertama kali digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut
merupakan metode pemberian asuhan keperawatan yang paling
banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan memberikan
asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat
bergantung pada kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya
kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari
berbagai jenis program meningkat dan banyak lulusan bekerja di
rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut
dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan dari
perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode kasus:
1. Kebutuhan pasien terpenuhi.
2. Pasien merasa puas.
3. Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

Kekurangan metode kasus:


1.

Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang


terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara
menyeluruh.

2.

Membutuhkan banyak tenaga.

3.

Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga


tugas rutin yang sederhana terlewatkan.

4.

Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat


penaggung jawab klien bertugas.

2) Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat
diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua
klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap
perawat dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang
dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut
bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode
fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas
apabila jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan
kepuasan asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1. Sederhana.
2. Efisien.
3. Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah
5.

selesai tugas.
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang

6.

kurangberpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.


Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau

peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.


Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1. Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan
2.

kurang menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik.


Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi.

3.

Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada


satu perawat yang mengetahui tentang satu klien secara

4.

komprehensif, kecuali mungkin kepala ruangan.


Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang
puas terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena
seringkali klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang

5.

hal-hal yang ditanyakan.


Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya
dengan perawat.
Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional

beberapa perawat pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan


keefektifan

metode

tersebut

dalam

memberikan

asuhan

keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950 metode tim


digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).
3) Metode tim
Metode

tim

merupakan

metode

pemberian

asuhan

keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin


sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap
anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan sehingga menimbulkan rasa
tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus,
2006) :
a) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus
dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab
ketua tim adalah :
1. Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra.
2. Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis.

3.

Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap


anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui

4.

konferensi.
Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai

serta mendokumentasikannya.
b) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra
terjamin. Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui
berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis yang merupakan
pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
d) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim
akan berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk
itu kepala ruang diharapkan telah :
1. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf.
2. Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan.
3. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
4.

kepemimpinan.
Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode

5.
6.

tim keperawatan.
Menjadi narasumber bagi ketua tim.
Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui

riset keperawatan.
7. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Kelebihan metode ini adalah:
1. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
2. Pasien dilayani secara komfrehesif.
3. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
4. Tercipta kerja sama yang baik .
5. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
6. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda
dengan aman dan efektif.
Kekurangan metode ini:
Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga
pakar mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus,
2006). Selain itu:
1.

Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan

2.

menjadi tanggung jawabnya.


Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan

kimunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu


3.

sehingga kelanncaran tugas terhambat.


Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu

4.

atau ketua tim.


Akontabilitas dalam tim kabur.

4) Metode Perawat Primer


Menurrut Gillies (1989) Keperawatan primer merupakan
suatu metode pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat
hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara klien dan
seorang

perawat

tertentu

yang

bertanggungjawab

dalam

perencanaan, pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan klien,


selama klien dirawat. (Sitorus, 2006). Pada metode keperawatan
primer perawat yang bertanggung jawab terhadap pemberian
asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse)
disingkat dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu
akuntabilitas, otonomi, otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu
kontinuitas, komunikasi, kolaborasi, koordinasi, dan komitmen.
(Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan
bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat
dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan melakukan
wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan
asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan
klien. Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di
delegasikan

kepada

bertanggungjawab

perawat

terhadap

lain

asuhan

(associated
keperawatan

nurse).

PP

klien

dan

menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter,


dan staff keperawatan. (Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk
memberikan

asuhan

keperawatan,

tetapi

juga

mempunyai

kewengangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial,


kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain.

Dengan diberikannya kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat


yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan. Metode
keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap
klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus,
2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih
dihargai sebagai manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara
individu, asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan tercapainya
layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
a) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam
perencanaan dan koordinasi asuhan keperawatan.
b) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien.
c) PP bertanggung jawab selama 24 jam.
d) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal.
e) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat
berjalan paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan
bagi PP untuk pengembangan diri melalui implementasi ilmu
pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena adanya otonomi dalam
membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien. Staf medis
juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan
komprehensif. (Sitorus, 2006). Informasi dapat diperoleh dari satu
perawat yang benar-benar mengetahui keadaan klien. Keuntungan
yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus
memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus
merupakan perawat yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006).Di negara
maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah
seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan
kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995),
Kozier et al (1997) seorang PP bertanggung jawab untuk membuat
keputusan yang terkait dengan asuhan keperawatan klien oleh

karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana


keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode perawat primer:
1. Mendorong kemandirian perawat.
2. Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat.
3. Berkomunikasi langsung dengan Dokter.
4. Perawatan adalah perawatan komfrehensif.
5. Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau
6.
7.

diterapkan.
Memberikan kepuasan kerja bagi perawat.
Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima
asuhan keperawatan.

Kelemahan metode perawat primer:


1.
2.
3.
d.

Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat


Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

Uraian Tugas
Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari
lima komponen (sub sistem) yaitu (Huber, 2010):
1) Nilai nilai profesional (Profesional Values)
Nilai-nilai professional menjadi komponen utama pada praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai professional ini merupakan inti
dari MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien,
menghargai klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus
tetap ditingkatkan dalam suatu proses keperawatan.
2) Pendekatan manajemen (Management Approach)
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia harus melakukan pendekatan
penyelesaian masalah, sehingga dapat diidentifikasi masalah klien,
dan nantinya dapat diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk
masalah klien.
3) Hubungan profesional (Profesional Relationship)
Asuhan kesehatan yang diberikan kepada klien melibatkan
beberapa anggota tim kesehatan yang mana focus pemberian
asuhan kesehatan adalah klien. Karena banyaknya anggota tim
kesehatan yang terlibat, maka perlu adanya kesepakatan mengenai
hubungan kolaborasi dalam pemberian asuhan kesehatan tersebut.

4) Sistem pemberian asuhan keperawatan (Care Delivery System)


Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang
profesional, digunakan beberapa metode pemberian asuhan
keperawatan, misalnya metode kasus, fungsional, tim, dan
keperawatan primer, serta manajemen kasus. Dalam praktik
keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan professional adalah metode yang
menggunakan the breath of keperawatan primer.
5) Kompensasi dan penghargaan (Compensation & Reward).
Pada suatu profesi, seorang professional mempunyai hak atas
kompensasi

dan

penghargaan.

Kompensasi

yang

didapat

merupakan imbalan dari kewajiban profesi yang terlebih dahulu


harus dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang diberikan pada
MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada
kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah pelayanan
profesional.
e.

Klasifikasi Pasien
Pasien diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi yang dibagi
dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat ketergantungan klien
(Douglas, 1984) :
1)

Kategori I : Perawatan mandiri/self care


Klien memerlukan 1-2 jam perawatan langsung per 24 jam. Kegiatan
sehari-hari dapat dilakukan sendiri, penampilan secara umum baik, tidak ada
reaksi emosional, pasien memerlukan orientasi waktu, tempat dan pergantian
shift, tindakan pengobatan biasanya ringan dan sederhana.

2)

Kategori II : Perawatan sedang/partial/intermediate care


Klien memerlukan 3-4 jam perawatan langsung per 24 jam. Kegiatan
sehari-hari untuk makan dibantu, mengatur posisi waktu makan, memberi
dorongan agar mau makan, eliminasi dan kebutuhan diri juga dibantu atau
menyiapkan alat untuk ke kamar mandi. Penampilan pasien sakit sedang.
Tindakan perawatan pada pasien ini monitor tanda-tanda vital, periksa urin
reduksi, fungsi fisiologis, status emosional, kelancaran drainase atau infus.
Pasien memerlukan bantuan pendidikan kesehatan untuk mendukung emosi 5
10 menit/shift. Tindakan dan pengobatan 20 30 menit/shift atau 30 60
menit/shift dengan mengobservasi efek samping obat atau reaksi alergi.

3)

Kategori III : Perawatan total/intensive care

Klien memerlukan 5-7 jam perawatan langsung per 24 jam.


Kebutuhan sehari-hari tidak bisa dilakukan sendiri, semua dibantu
oleh perawat, penampilan sakit berat. Pasien memerlukan observasi
terus menerus.
f.

Standar Asuhan Keperawatan


Perawat yang bertugas di pelayanan (rumah sakit) baik pemerintah
maupun swasta, harus melaksanakan standar asuhan keperawatan yang
ada di rumah sakit. Hal ini disahkan berdasarkan SK Dirjen Yan Med
No. YM.00.03.2.6.7637 yang disusun sebagai berikut :
Standar 1

: Falsafah keperawatan.

Standar 2

: Tujuan asuhan keperawatan.

Standar 3

: Pengkajian keperawatan.

Standar 4

: Diagnosis keperawatan.

Standar 5

: Perencanaan keperawatan.

Standar 6

: Intervensi keperawatan.

Standar 7

: Evaluasi keperawatan.

Standar 8

: Catatan asuhan keperawatan.

BAB III
HASIL PENGKAJIAN
A. Pengkajian Aspek Manajerial
I.

Fungsi Pengorganisasian
a.

Struktur Organisasi
1) Struktur organisasi rumah sakit
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang di Wisma
Dewi Kunthi, kepala ruang mengatakan bahwa di ruangan sudah
ada struktur organisasi rumah sakit dan sudah terpasang. Dalam
struktur organisasi ruangan tidak ada kendala. Struktur organisasi
di rumah sakit sudah berjalan sesuai dengan kemampuan masingmasing petugas / staf rumah sakit. Sedangkan hasil observasi di

dapatkan hasil bahwa struktur organisasi rumah sakit terpasang di


dinding ruangan.
2) Struktur organisasi keperawatan
TIM
KESEHATAN
PSIKIATER
DOKTER UMUM
PSIKOLOG

KONSULEN
KEPALA RUANG
Triyati., S.Kep

KABID KEPERAWATAN
KOMITE KEPERAWATAN

KETUA TIM 1

KETUA TIM 2

Nanik Yunianti., S.Kep

Nur Hidayah., SST

PERAWAT PELAKSANA

PERAWAT PELAKSANA

1.
2.
3.
4.
5.

Siti Nurjanah, AMK


Mediawanti, AMK
Indah Rahmawati, AMK
Nurmadani, AMK
Wahyu Khanifati, AMK

b.

Pengorganisasian Perawatan Pasien

1. Poniyem, AMK
2. Indah Susilawati, S.Kep
3. Ermawati, AMK
4. Penny Retnowati, AMK

Berdasarkan hasil wanwancara pada tanggal 29 Juli 2016 dengan


kepala ruang di Wisma Dewi Kunthi metode yang digunakan adalah
metode penugasan tim. Setiap tim bertanggung jawab terhadap
sejumlah pasien. Pengorganisasian di Wisma Dewi Kunthi dengan
SP2KP terdiri dari :
Struktur organisasi adalah susunan komponen-kompenen dalam
suatu organisasi. Pada pengertian struktur organissi menunjukkan
adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi
atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan.
Struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan. Struktur
organissi ruang SP2KP menunjukkan sistem penugasan tim primer
keperawatan. Ruang SP2KP dipimpin oleh kepala ruanga yang

membawahi dua atau lebih ketua tim. Ketua tim berperan sebagai
perawat primer membawahi beberapa perawat pelaksana yang
memberikan

asuhan

keperawatan

secara

menyeluruh

kepada

sekelompok pasien.
1.

Kepala ruang membagi perawat yang ada menjadi dua tim dan tiap
tim diketuai masing-masing oleh seorang ketua tim yang dipilih
dari ruangan, namun setelah tahun 2012 sampai sekarang, ketua tim
dipilih oleh Kabid Keperawatan.

2.

Kepala ruang bekerjasama dengan ketu tim mengatur jadwal dinas


(pagi, sore, malam).

3.

Kepaka ruang membagi klien untuk masing-masing tim.

4.

Apabila suatu ketika satu tim kekurangan perawat pelaksana karena


kondisi tertentu, kepala ruang dapat memindahkan perawat
pelaksana dari tim ke tim yang mengalami kekurangan anggota.

5.

Kepala ruang menunjukkan penanggung jawab shift sore, malam,


dan shift pagi apabila karena suatu hal kepala ruang sedang tidak
bertugas. Untuk itu yang dipilih adalah perawat yang paling
komppeten dari perawat yang ada sebagai pengganti kepala ruang
adalah ketua tim, sedangkan jika ketua tim berhalangan, tugasnya
digantikan oleh anggota tim (perawat pelaksna) yang paling
kompeten diantara anggota tim.

6.

Ketua tim menetapkan perawat pelaksana untuk masing-masing


pasien.

7.

Ketua tim mengendalikan asuhan keperawatan yang diberikan


kepada klien baik yang diterapkan oleh dirinya maupun perawat
pelaksana anggota timnya.

8.

Kolaborasi dengan tim kesehatan jiwa lain dilakukan oleh ketua


tim. Bila ketua tim sedang tidak bertugas maka tanggung jawabnya
didelegasikan kepada perawat paling expert yang ada dalam tim.

9.

Perawat pelaksana melakukan asuhan keperawatan kepada klien


yang menjadi tanggung jawabnya.
Dari hasil observasi didapatkan di Wisma Dewi Kunthi bahwa

metode yang digunakan adalah metode tim.


c.

Uraian Tugas
Uraian Tugas (JobDescription) personil di SP2KP
1) Kepala Ruang
a)

Management Approach
1.

Perencanaan

Dalam

perencanaan

kepala ruang menyusun visi, misi, filosofi, dan rencana


jangka pendek harian, bulanan dan tahunan.
2.

Pengorganisasian

Kepala

ruang

menyusun

struktur organisasi, jadwal dinas, dan membuat daftar


alokasi pasien. Pre dan post conference bisa dilakukan
dimana saja meskipun tidak secara formal. Terdapat SOP
mengenai pelaksanaan pre dan post conference yang harus
dilakukan setiap hari secara formal yang diikuti oleh
semua pegawai ruangan.
3.

Pengarahan

Kepala

ruang

memimpin jalannya operan, dan menciptakan motivasi,


dan mengatur pendeleasian serta melakukan supervisi
secara situsional yang tidak terikat dengan waktu.
4.

Pengendalian

: Kepala ruang mengevaluasi

indikator mutu, melakukan audit dokumentasi setiap tiga


bulan, jarang melakukan survei kepuasan ; pasien,
keluarga,

perawat,

dan

tenaga

kesehatan

lainnya,

melakukan survei masalah kesehatan atau keperawatan.


b) Compensatory Reward
Kepala ruang melakukan penilaian kinerja ketua tim dan
perawat pelaksana, dan merencanakan atau melaksanakan
pengembangan staf.
c)

Profesional Relationship
Kepala ruang memimpin rapat keperawatan DRK (Diskusi
Refleksi Kasus) terakhir pada bulan Mei 2016, setelah itu DRK
belum berjalan secara optimal dan tidak didatangi oleh Ka Unit

Pelayanan Rawat Inap I sebagai Koordinator Pengembangan


Pelayanan Keperawatan RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang atau
pun tim psiakter apabila membahas mengenai kasus kejiwaan,
implementasi dari kelompok manajemen sebelumnya belum
berjalan secara optimal. Dari hasil observasi pada 29 Juli 2016
belum adanya papan penjadwalan pelaksanaan DRK dan tidak
ditemukan dokumentasi mengenai DRK yang baru.
d) Patient Care Delivery
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan ; konsep diri dan harga diri rendah, perilaku
kekerasan, halusinasi, waham, resiko bunuh diri, dn defisit
perawatan diri.
2) Ketua Tim
a)

Management Approach
1.

Perencanaan
ketua tim
bulanan

Dalam

perencanaan

menyusun rencana jangka pendek harian,


yaitu

mengajukan

permintaan

kebutuhan

operasional seperti kebutuhan ruangan dan kebutuhan


operasional pasien sehari - hari. Katim memasukkan
kegiatan pre dan post conference di jadwal rencana
kegiatan harian ruangan.
2.

Pengorganisasian

: Ketua tim menyusun jadwal

dinas bersama kepala ruang, dan membagi alokasi pasien


kepada perawat pelaksana. Belum berjalannya secara
maksimal pre dan post conference karena minimnya
tenaga perawat di Wisma Dewi Kunthi. Pre dan post
conference dilakukan sekaligus dengan operan.
3.

Pengarahan

: Ketua tim melakukan

supervisi yakni 1x sebulan kepada anggota timnya. Ketua


tim memimpin pre dan post conference, menciptakan
iklim motivasi di timnya, dan mengatur pendelegasian
dalam tim serta melakukan supervisi kepada anggota

timnya
4.

Pengendalian

Ketua

tim

mengobservasi

pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien yang


dilakukan perawat pelaksana, dan memberikan umpan
balik pada perawat pelaksana.
b) Compensatory Reward
Ketua tim melakukan penilaian kinerja perawat pelaksana.
c)

Profesional Relationship
Ketua tim memimpin DRK (Diskusi Refleksi Kasus)
terakhir pada bulan Mei 2016, setelah itu DRK belum berjalan
secara optimal dengan tidak didatangi oleh Ka Unit Pelayanan
Rawat Inap I sebagai Koordinator Pengembangan Pelayanan
Keperawatan RSJ Prof. dr. Soerojo Magelang dan tim psikiater
apabila membahas mengenai masalah kejiwaan. Selain itu di
rumah sakit juga belum adanya SOP mengenai pelaksanaan
DRK sehingga pelaksanaannya belum optimal.

d) Patient Care Delivery


Jumlah pasien di Wisma Dewi Kunthi sebanyak 14 pasien,
ketua tim mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan ; konsep diri dan harga diri rendah,
perilaku kekerasan, halusinasi, waham, resiko bunuh diri, dan
defisit perawatan diri.
3) Perawat Pelaksana
a) Management Approach
Dalam perencaan perawat pelaksana sudah terlihat
menyusun rencana jangka pendek (rencana harian) hal ini
tercatat dalam buku hariann dan asuhan keperawatan. Dan dari
hasi oservasi terlihat bahwa belum maksimalnya buku rencana
harian tersebut.
b) Profesional Relationship
Kepatuhan perawat pelaksana dalam kegiatan interaksi, dan
TAK masih rencah.

c)

Patient Care Delivery


Jumlah pasien di Wisma Dewi Kunthi sebanyak 14 pasien,
perawat pelaksana mampu melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan ; konsep diri dan harga diri
rendah, perilaku kekerasan, halusinasi, waham, resiko bunuh
diri, dan defisit perawatan diri.

d.

Klasifikasi Pasien
1) Tingkat Klasifikasi/Katogori Pasien
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada 29
Juli 2016 di Wisma Dewi Kunthi didapatkan bahwa pasien
berjumlah 14 pasien dimana yang minimal care sebanyak 1 pasien,
dan partial care 10 pasien, sedangkan total care 3 pasien. Ruangan
sudah memiliki klasifikasi pasien dimana kllasifikasi tersebut
berupa nomor, nama pasien, registrasi.kelas, umur/pendidikan,
alamat, tanggal masuk RS, tanggal masuk bangsal.
2) Uraian Setiap Kategori
Berdasarkan hasil wawancara pada 29 Juli 2016 dengan kepala
ruangan di Wisma Dewi Kunthi didapatkan bahwa pasien
berjumlah 14 pasien dimana yang minimal care sebanyak 1 pasien,
dan partial care 10 pasien, sedangkan total care 3 pasien. Uraian
setiap kategori sudah ada, namun masih ada kekurangan dalam
uraian setiap kategori tersebut dimana setiap pasien belum
mempunyai

jawal

yang

terstruktur

diruangan,

sehingga

dimungkinkan pasien tidak melakukan jadwal yang telah


ditetapkan.
Namun berdasarkan hasil wawancara tidak dapat diterapkan
uraian tugas setiap pasien, kepala ruang mengatakan dalam
melakukan tugas kesadaran sendiri.
e.

Kualitas dan Kuantitas Pendokumentasian Proses Keperawatan


1) Format pengkajian
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang di Wisma
Dewi Kunthi didapatkan bahwa pengkajian anamnesa dilakukan

saat klien berada di IGD, ataupun UPI di ruangan hanya


menggunakan pengkajian lanjutan. Sedangkan jika pasien dari Poli
maka anamnesa dilakukan di ruangan yang sudah sesuai dengan
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang meliputi : alasan masuk,
faktor presipitasi dan predisposisi, hubungan sosial, konsep diri,
kondisi fisik, status mental, mekanisme koping, kebutuhan
persiapan pulang, pengetahuan pasien dan terapi yang diberikan,
tetapi berdasarkan hasil observasi masih ada beberapa penglakian
yang kuraang lengkap seperti pengkajian genogram, konsep diri,
dan status mental.
2) Format Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil observasi didapatkan hasil pada aspek
diagnosa sudah lengkap sudah sesuai dengan kondisi pasien,
dimana diagnosa keperawatan sudah sesuai dengan SOP yaitu
diagnosa aktual dan resiko.
3) Format Perencanaan
Berdasarkan hasil observasi penulisan perencanaan tindakan
keperawatan sudah berupa format SP (Strategi Pelaksanaan) sesuai
dengan masalah keperawatan pasien.
4) Format Impelementasi
Berdasarkan

hasil

wawancara

dengan

kepala

ruang

mengatakan interaksi tidak harus secara formal, interaksi di


lakukan bila ada rencana tindakan dan di lakukan pendokumentasi
di nursing note. Berdasarkan wawancara dengan Ka Unit
Pelayanan Rawat Inap I pada tanggal 03 Agusstus 2016
mengatakan bahwa tidak ada bedanya interaksi diruang geriatri
dengan ruang lain.
Berdasarkan hasil observasi selama lima hari dari tanggal 2530 Juli 2016 didapatkan bahwa dari beberapa perawat yang dinas
tidak melakukan interaksi SP (Strategi Pelaksanaan) yang telah
direncanakan kepada pasien sesuai dengan SOP kepada 14 pasien
yang dirawat di Wisma Dewi Kunthi, dan kegiatan TAK tidak rutin

dilakukan sesuai jadwal ini dibuktikan dengan hasil observasi pada


tanggal 28-29 Juli 2016 jam 15.00-18.00 WIB perawat yang dinas
sore tidak melakukan kegiatan TAK kepada beberapa pasien.
Namun perawat pelaksana tetap mendokumentasikan sesuai dengan
aspek implementasi SP (Strategi Pelaksanaan) yang direncanakan
pada pasien.
5) Format Evaluasi
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang, terdapat
dua catatan perkembangan pasien yang perlu di dokumentasikan,
yang pertama di Catatan Perkembangan Terintegrasi (CPPT)
dilakukan SOAP satu kali dalam 24jam sedangkan untuk di
nursing note dilakukan selama tiga kali dalam 24jam.
Berdasarkan hasil observasi beberapa dokumentasi asuhan
keperawatan

didapatkan

hasil

bahwa

evaluasi

tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan SOP


yang ada.

BAB IV
SIKLUS PEMECAHAN MASALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah kajian yang dilakukan terhadap suatu organisasi yang sedemikian rupa sehingga diperoleh keterangan
akurat tentang berbagai faktor kekuatan, kelemahan, kesempatan, atau peluang hambatan atau ancaman yang dimiliki atau yang
dihadapi oleh organisai. Dengan anlisis ini akan diketahui dengan berbagai persiapan yang perlu dilakukan sehingga perencanaan
yang akan dibuat dapat lebih realistis

Aspek Yang
Dikaji
Pelaksanaan
kegiatan

interaksi

Strategi
Pelaksanaan

Strenght
(Kelebihan)
1. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kepala
ruang sudah ada rencana
keperawatan interaksi sesuai
dinas perawat.
2. Berdasarkan hasil observasi
terdapat SOP interaksi SP
(Strategi Pelaksanaan).

Weaknes (Kekurangan)
1. Belum dilakukannya secara

Opportunity
(Peluang)
1.

optimal kegiatan interaksi.


2. Terdapat interaksi perawat
yang belum sesuai dengan
SOP.
3. Kepatuhan pelaksanaan
uraian tugas tentang
interaksi kurang.

2.

Interaksi berjalan

1. Kualitas asuhan

baik maka Average

keperawatan

Length Of Stay

yang

(ALOS) semakin

sesuai

pendek sehingga

standar

keuntungan rumah

masalah pasien

sakit meningkat.
Interaksi berjalan

tidak

baik maka
penggunaan Bed
Occupancy Ratio
(BOR) dalam
3.

Threat
(Ancaman)

sebulan menurun.
Interaksi berjalan
baik maka angka
infeksi nosokomial
dan resiko jatuh
menurun.

tidak
dengan
maka

terselesaikan
dengan tuntas.

B. Identifikasi Masalah dan Analisa Data


NO
DATA FOKUS
MASALAH
1.
Hasil Wawancara :
Kurang optimalnya pelaksanaan implementasi keperawatan
a. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang di
interaksi sesuai dengan SOP
Wisma Dewi Kunthi pada tanggal 29 Juli 2016,
mengatakan

pelaksanaan

interaksi

SP

(Strategi

Pelaksanaan) tidak harus secara formal. Interaksi di


lakukan bila ada rencana tindakan dan di lakukan
pendokumentasi di catatan nursing note.
b. Berdasarkan wawancara dengan pengelola pasien RSJ
pada tanggal 03 Agusstus 2016 mengatakan bahwa tidak
ada bedanya interaksi diruang geriatri dengan ruang lain.
c. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruang sudah
ada rencana keperawatan interaksi.
Hasil observasi:
a. Berdasarkan hasil observasi selama 5 hari ( 25-30 Juli
2016), interaksi terhadap pasien belum dilakukan secara
optimal oleh perawat sesuai SOP.
b. Sudah adanya SOP mengenai interaksi.
c. Berdasarkan observasi kegiatan interaksi hanya dalam
bentuk interaksi umum seperti menanyakan keadaan dan

menyuruh melakukan kegiatan sehari-hari.

C. Priorotas Masalah
NO

MASALAH

PRORITAS MASALAH
IMPORTANCY

JUMLA

PRIORITAS

P
1

Kurang

optimalnya

pelaksanaan 3

S
3

RI

DU

SB

PB

PC

H
1xTxR
132

MASALAH

implementasi keperawatan interaksi sesuai


dengan SOP
Keterangan :
P
: Prevalence (besarnya masalah)
S
: Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
RI
: Rate of increase (kenaikan besarnya masalah)
DU
: Degree of unmeet need (derajat keinginan yang tidak terpenuhi)
SB
: Social benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
PB
: Public concern (rasa perihatin terhadap masalah)
PC
: Political climate (suasana politik)
T
: Technology
R
: Resources availability (sumber daya)

D. Alternatif Cara Penyelesian Masalah


PENYEBAB MASALAH
1. Kurangnya pemahaman perawat mengenai pentingnya interaksi.
2. Kurangnya motivasi perawat tentang pentingnya melakukan
interaksi.
3. Pelaksanaan interaksi kurang optimal.

RENCANA PENYELESAIAN MASALAH


1. Sosialisasi atau review kembali mengenai
interaksi.
2. Melakukan

pendampingan

supervisi

SOP

tersetruktur

pelaksanaan kegiatan interaksi.


3. Mendemonstrasikan melakukan interaksi sesuai dengan

SOP.

E. Diagram Fishbone
Penyebab :

Kedisiplinan
Belum

optimal

supervisi

perlaksanaan interaksi

implementasi

rencana harian interaksi belum


dilakukan

Kurang

optimalnya

pelaksanaan implementasi
keperawatan

interaksi

sesuai dengan SOP

Belum

optimalnya

sosialisasi SOP pelaksanaan


kegiatan interaksi

Kurang

kesadarannya

perawat

untuk

melakukan interaksi

F. Rencana Pelaksanaan Pemecahan Masalah (POA)


No
1.

Rencana Tindakan

Metode

Sosialisasi atau review kembali


mengenai

SOP

interaksi

Wisma Dewi Kunthi.

di

DISKUSI

Sasaran

Bahan dan

Waktu

Tempat

Pelaksana

Kepala ruang,

Alat
Instrumen

Agustus

Wisma

Octavia Nur

2016

Dewi

Aini Wahyudi

Ketua tim serta


perawat
pelaksana

Kunthi

2.

Melakukan

pendampingan

supervisi

DISKUSI

tersetruktur

pelaksanaan kegiatan interaksi.


3.

Mendemonstrasikan melakukan
interaksi SP sesuai dengan SOP

ROLE PLAY

Ketua tim dan

Instrumen

Wisma

Octavia Nur

perawat

Dewi

Aini Wahyudi

pelaksana

Kunthi

Kepala ruang,

Instrumen dan

Agustus

Wisma

Octavia Nur

Ketua tim serta

SOP

2016

Dewi

Aini Wahyudi

perawat

Kunthi

pelaksana

G. Laporan Pelaksanaan
1.

Kurangnya pemahaman perawat pentingnya interaksi.


Untuk menyelesaikan penyebab masalah tersebut, maka dilakukan implementasi sesuai dengan rencana penyelesaian masalah yang
telah dibuat sebelumnya, implementasi dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2016, yang dijabarkan sebagai berikut :

No
1.

Rencana Tindakan
Sosialisasi atau review

Waktu
15

Tempat
Wisma

Peserta
Kepala

Hasil
Proses sosialisasi mengenai

Ket
Tidak semua

Pelaksana
Octavia

kembali

Agustus

Dewi

Ruang,

SOP

2016

Kunthi

mengenai

SOP

interaksi di Wisma Dewi


Kunthi.

interaksi

berjalan

staff

Nur

lancar,

perawat

mengikuti

Wahyudi

Ketua Tim, dengan


Perawat
Pelaksana

pelaksana

memahami

Aini

sosialisasi atau

tentang pentingnya interaksi

review

setiap harinya

mengenai SOP
interaksi

2.

Kurangnya motivasi perawat tentang pentingnya melakukan interaksi.


Untuk menyelesaikan penyebab masalah tersebut, maka dilakukan implementasi sesuai dengan rencana penyelesaian masalah yang
telah dibuat sebelumnya, implementasi dilakukan pada tanggal 16 Juli 2016, yang dijabarkan sebagai berikut :

No
1.

Rencana Tindakan
Pendampingan
supervise

Waktu
16

Tempat
Wisma

Peserta
Perawat

tersetruktur

Agustus

Dewi

Pelaksana

2016

Kunthi

pelaksanaan

kegiatan interaksi.

Proses

Hasil
Ket
pendampingan Tidak semua

Pelaksana
Octavia

supervisi interaksi berjalan staff perawat

Nur

dengan

Wahyudi

lancar,

pelaksana
interaksi

perawat mengikuti
melakukan supervisi

dengan

pasien pelaksanaan

sesuai dengan SOP namun interaksi


masih ada beberapa item
yang tidak urut.

Aini

3.

Pelaksanaan interaksi kurang optimal.


Untuk menyelesaikan penyebab masalah tersebut, maka dilakukan implementasi sesuai dengan rencana penyelesaian masalah yang
telah dibuat sebelumnya, implementasi dilakukan pada tanggal 15 Juli 2016, yang dijabarkan sebagai berikut :

H.

No
1.

Rencana Tindakan
Mendemonstrasikan
melakukan

interaksi

SP

Waktu
15

Tempat
Wisma

Agustus

Dewi

Perawat

2016

Kunthi

Pelaksana

sesuai dengan SOP

Peserta
Ketua Tim, Proses
pasien

Hasil
interaksi

Ket
Pelaksana
kepada Tidak semua Octavia

berjalan

dengan staff

Nur

lancar. perawat pelaksana mengikuti

Aini

Wahyudi

ikut terlibat dalam interaksi simulasi


sesuai dengan SOP.

interaksi
sesuai dengan
SOP

Rencana Tindak Lanjut


No
1

Masalah
Kurang optimalnya

Rencana Tindak Lanjut


Melaksanakan interaksi sesuai

Sasaran
Kepala Ruang,

Tempat
Wisma Dewi

Waktu
Dalam waktu

Penanggung Jawab
Kepala Ruang Wisma

pelaksanaan

dengan SOP interaksi sesuai

Ketua Tim,

Kunthi

kegiatan

Dewi Kunthi

implementasi

masalah pasien.

Perawat

sehari-hari

keperawatan
2

interaksi sesuai
dengan SOP

Kepala ruang dan ketua tim

Kepala Ruang,

Wisma Dewi

Dalam waktu

Kepala Ruang Wisma

Kunthi

kegiatan

Dewi Kunthi

melakukan

monitoring,

Ketua Tim,

mengevaluasi

pelaksanaan

Perawat

interaksi.

sehari-hari

Pembuatan pentingnya interaksi

Kepala Ruang,

Wisma Dewi

Dalam waktu

Kepala Ruang Wisma

dengan pasien khususnya lansia.

Ketua Tim,

Kunthi

kegiatan

Dewi Kunthi

Perawat

sehari-hari

I.

Evaluasi
1. Pelaksanaan pendokumentasian implementasi asuhan keperawatan interaksi
a.

Faktor Pendukung dan Penghambat


a)

Pendukung
1) Perawat kooperatif saat mengikuti sosialisasi, pelaksanaan,
dan evaluasi interaksi.
2) Kepala Ruang, Ketua Tim, dan Perawat Pelaksana mengikuti
sosialisasi sampai selesai.

b)

Penghambat
1) Tidak semua Perawat Pelaksana menghadiri dalam sosialisasi
interaksi.

2. Evaluasi
a. Evaluasi Struktur
Adanya koordinasi dengan kepala ruang, ketua tim, dan perawat
pelaksana, serta pembimbing klinik dan pembimbing akademik selama
proses pelaksanaan perbaikan kualitas pelaksanaan kegiatan interaksi di
Wisma Dewi Kunthi.
b. Evaluasi Proses
1) Mengumpulkan sumber pustaka tentang petunjuk pelaksanaan
kegiatan interaksi.
2) Mensosialisasikan pelaksanaan kegiatan interaksi.
3) Melakukan pendampingan pelaksanaan kegiatan interaksi, melakukan
evaluasi dan menyepakati Rencana Tindak Lanjut bersama kepala
ruang, ketua tim dan perawat pelaksana.
c. Evaluasi Akhir
1) Dari hasil uji coba selama 3 hari (tanggal 15, 16, 17 Agustus 2016)
didapatkan data bahwa 65% perawat pelaksana telah melakukan
kegiatan interaksi sesuai dengan petunjuk pelaksanaan kegiatan
interaksi yang telah ada namun masih tidak urut sesuai dengan
langkah-langkah SOP.

Anda mungkin juga menyukai