Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KULIT

PSORIASIS DAN DERMATITIS

Oleh : Kelompok 4
Leni Dirgahayu (C12114319)

Andi Nurfadilah Rezky (C12114006)

Nurul Fadillah Asran (C12114313)

Sulaeha (C12114003)

Dwi Utari (C12114001)

Velicia M.V.G. Tjen (C12114504)

Rismawati Samad (C12114037)

Bahri (C12114701)

Venna Melinda K. (C12114507)

Ayu Lestari (C12114309)

Nurmiyanti Nur (12114032)

Nurhidayah M (C12114020)

Fitri Widya Ningsih (C12114040)


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga makalah tentang Asuhan Keperawatan Gangguan Kulit
pada Psoriasis dan Dermatitis untuk mata kuliah indra khusus dapat terselesaikan
dengan baik. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing kepada kami sebagai
mahasiswa program studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasnuddin.
Makalah ini dibuat untuk mengetahui materi tentang asuhan keperawatan
gangguan kulit pada psoriasis dan dermatitis. Makalah ini diharapkan dapat
memudahkan kita dalam mempelajari kembali tentang cara merawat pasien yang
mengalami penyakit psoriasis dan dermatitis.
Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari cara penulisan
maupun isi dari makalah ini, karenanya kami siap menerima baik kritik maupun
saran dari dosen pembimbing dan pembaca demi tercapainya kesempurnaan
dalam pembuatan berikutnya.
Kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini, kami sampaikan penghargaan dan terima kasih. Semoga Tuhan yang
Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan bimbingannya kepada kita semua.
Makassar, 9 Mei 2016

Kelompok 4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................. 3
BAB I Pendahuluan..................................................................................... 4
A.

Latar Belakang.................................................................................. 4

B.

Rumusan Masalah.............................................................................. 5

C.

Tujuan Penulisan................................................................................ 5

BAB II Tinjauan Pustaka...............................................................................6


A.

Psoriasis.......................................................................................... 6

B.

Dermatitis...................................................................................... 14

BAB III Penutup....................................................................................... 29


A.

Kesimpulan.................................................................................... 29

B.

Saran............................................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 30

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Psoriasis dan Dermatitis merupakan penyakit yang menyerang kulit.
Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis resedif yang
ditandai dengan plak kemerahan yang berbatas tegas dan ditutupi oleh sisik
tebal berwarna putih. Di Amerika serikat prevalensi psoriasis sekitar 2 %
populasi. Puncak penyakit ini terjadi pada usia 20-30 tahun dan 50-60 tahun,
namun dapat terjadi pada semua usia (UCSF, 2010).
Djuanda (2010) dalam Nurarif & Kusuma (2015) menjelaskan
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan
gejala klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kroniks. Jika tidak menangani dermatitis secara cepat dapat
mengakibatkan gatal. Penyakit ini terjadi karena beberapa hal,, diantaranya
akibat kerja.
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja
terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Prevelensi
dermatitis kontak di Indonesia sangat bervariasi.
Berdasarkan masalah yang terjadi pada psoriasis dan dermatitis maka
perlu diketahui bagaimana penyakit tersebut, agar dapat menjadi pedoman
untuk menghindari penyakit tersebut.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Bagaimana Etiologi psoriasis dan dermatitis?


Bagaimana manifestasi klinis psoriasis dan dermatitis?
Bagaimana patofisiologi psoriasis dan dermatitis?
Bagaimana ASKEP psoriasis dan dermatitis?

C. Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.

Untuk mengetahui Etiologi psoriasis dan dermatitis!


Untuk mengetahui manifestasi klinis psoriasis dan dermatitis!
Untuk mengetahui patofisiologi psoriasis dan dermatitis!
Untuk mengetahui ASKEP psoriasis dan dermatitis!

BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Psoriasis

1. Definisi
Psoriasis berasal dari bahasa Yunani psora yang berarti gatal,
ketombe, ruam, meskipun sebagian besar pasien tidak mengeluhkan rasa
gatal. Psoriasis merupakan

penyakit multifaktor dengan beberapa

predisposisi seperti faktor genetic, lingkungan, inflamasi (dimediasi proses


imunologis), serta beberapa faktor

penyerta seperti obesitas, trauma,

infeksi, serta defisiensi bentuk aktif vitamin D3 (Yuliastuti, 2015).


Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum
dijumpai, bersifat rekuren

dan melibatkan beberapa faktor. Psoriasis

ditandai dengan plak eritematosa yang berbatas tegas dengan skuama


berlapis berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah
ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosacral,
bokong dan genetalia (Yuliastuti, 2015).
2. Etiologi
Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis inflamatorik dengan
faktor genetic yang kuat dengan ciri gangguan perkembangan dan
diferensiasi epidermis, abnormalitas pembuluh darah, faktor imunologis

dan biokimiawi, serta fungsi neurologis. Penyebab dasarnya belum


diketahui pasti. Dahulu diduga berkaitan dengan gangguan gangguan
primer keratinosit, namun berbagai penelitan telah mengetahui adanya
peran imunologis (Yuliastuti, 2015).
3. Manifestasi klinis
Psoriasis merupakan penyakit

inflamatorik

kronik

dengan

manifestasi klinis pada kulit dan kuku. Lesi kulit biasanya merupakan plak
eritematosa oval, berbatas tegas, meninggi, dengan skuama berwarna
keperakan, hasil proliferasi epidermis maturasi prematur dan kornifikasi
inkomplet keratinosit dengan retensi nuclei di stratum korneum
(parakeratosis) (Yuliastuti, 2015).
Manifestasi klinis psoriasis diberbagai organ (Yuliastuti, 2015):
a. Kuku
Perubahan kuku muncul pada sekitar 40% pasien dengan psoriasis.
Lekukan kuku (nail pitting) merupakan gambaran yang paling sering
muncul. Pada berbagai jari kecuali jempol. Deformitas kuku lainnya
akibat kerusakan matriks kuku adalah onikodistrofi (kerusakan
lempeng kuku), crumbling nail, serta titik kemerahan pada lunula.
b. Geographic Tongue
Geographic Tongue atau benign migratory glossitis merupakan
kelainan idiopatik yang berakibat hilangnya papil filiformis lidah. Lesi
biasanya berupa bercak eritematosa berbatas tegas menyerupai peta
dan berpindah-pindah.
c. Artritis Psoriatika
Merupakan bentuk klinis psoriasis ekstrakutan yang paling sering
muncul, pada sekitar 40% pasien psoriasis. Terkait kuat dengan faktor
genetic.
4. Patofisiologi
Sel T adalah salah satu sel imun. Dalam psoriasis, sekumpulan sel
T yang teraktivasi ditemukan pada kulit psoriatik dan hampir tidak ada
pada kulit sehat. Sel T yang teraktivasi ini menyekresikan interleukin-6,
yang salah satu efeknya adalah kemampuan untuk menstimulasi
pertumbuhan sel kulit. Sel kulit normal matang dan dilepaskan dalam 28
hingga 30 hari, namun sel kulit psoriatik hanya membutuhkan 3 hingga 4
hari untuk menjadikan matang dan bergerak ke permukaan. Bukannya

terlepas, sel-sel ini menumpuk dan membentuk lesi. (Black & Hawkas,
2014)
Pathogenesis terjadinya psoriasis, diperkirakan karena:
a. Terjadi

peningkatan

turnover

epidermis

atau

kecepatan

pembentukannya dimana pada kulit normal memerlukan waktu 26-28


hari, pada psoriasis hanya 3-4 hari sehingga gambaran klinik tampak
adanya skuama dimana hiperkeratonik. Disamping itu pematangan selsel epidermis tidak sempurna
b. Adanya faktor keturunan ditandai dengan perjalanan penyakit yang
kronik dimana terdapat penyembuhan dan kekambuhan spontan serta
predileksi lesi pada tempat-tempat tertentu.
c. Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada psoriasis meliputi :
peningkatan replikasi DNA, berubahnya kadar siklik nukleotida,
kelainan prostaglandin dan prekursornya, dan berubahnya metabolism
karbohidrat.
Normalnya sel kulit akan matur pada 28-30 hari dan kemudian
terlepas dari permukaan kulit. Pada penderita psoriasis, sel kulit akan
matur dan menuju permukaan kulit pada 3-4 hari, sehingga akan menonjol
dan menimbulkan bentukan peninggian kumpulan plak berwarna
kemerahan. Warna kemerahan tersebut berasal dari peningkatan suplai
darah untuk nutrisi bagi sel kulit yang bersangkutan. Bentukan berwarna
putih seperti tetesan lilin (atau sisik putih) merupakan campuran sel kulit
yang mati. Bila dilakukan kerotan pada permukaan psoriasis, maka akan
timbul gejala koebner phenomenon. Terdapat banyak tipe dari psoriasis,
misalnya plaque, gultate, pustular, inverse, dan erythrodermic psoriasis.
Umunya psoriasis akan timbul pada kulit kepala, siku bagian luar, lutut,
maupun daerah penekanan lainnya. Tetapi psoriasis dapat pula
berkembang di daerah lain, termasuk pada kuku, telapak tangan, genitalia,
wajah, dll (Nurhaya, 2016).
Pemeriksaan histopatologi pada biopsy kulit penderita psoriasis
menunjukkan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan

pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas. Jumlah sel- sel


basal yang bermitosis jelas meningkat. Sel- sel yang membelah dengan
cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang
menebal. Proliferasi dan migrasi sel- sel epidermis

yang cepat ini

menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal


(sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel- sel
epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik
yang abnormal, terutama adenosine monofosfat (AMP) siklik dan
guanosin monofosfat (GMP) siklik. Prostaglandin dan poliamin juga
abnormal pada penyakit ini. Peranan setiap kelainan tersebut dalam
mempengaruhi pembentukan plak psoriatik belum dapat dimengerti secara
jelas. (Nurhaya, 2016)
5. Klasifikasi (Yuliastuti, 2015)
a. Psoriasis Vulgaris/Tipe Plakat Kronis/ Chronic Stationary Psoriasis
Merupakan bentuk tersering (90% pasien), dengan karakteristik klinis
plakat kemerahan, simetris, dan berskuama pada ekstensor ekstremitas
b. Psoriasis Guttata (Eruptif)
Guttata berasal dari bahasa latin Gutta yang berarti tetesan dengan
lesi berupa papul kecil (diameter 0,5-1,5 cm) di tubuh bagian atas dan
ekstremitas proksimal
c. Psoriasis Plakat Berukuran Kecil
Pada tipe ini, lesi muncul pada usia yang lebih tua, kronis, berukuran
lebih besar (1-2 cm), dengan skuama lebih banyak dan tebal. Biasanya
muncul pada lanjut usia di beberapa Negara Asia.
d. Psoriasis Inversa
Pada tipe ini muncul lipatan-lipatan kulit seperti aksila, genitokruris,
serta leher. Lesi biasanya berbentuk eritema mengkilat berbatas tegas
dengan sedikit skuama, desertai gangguan perspirasi pada area yang
terkena.
e. Psoriasis Eritrodermik
Pada tipe ini hamper mengenai seluruh tubuh, dengan sfloresensi
utama eritema. Skuama tipis, superfisial, tidak tebal, serta melekat kuat
pada permukaan kulit di bawahnya seperti psoriasis pada umumnya
dengan kulit hipohidrosis. Risiko hipotermia sangat besar karena
vasodilatasi luas pada kulit

f. Psoriasis Pustular
Tipe ini memiliki beberapa variasi secara klinis seperti psoriasis
pustular generalisata (Von Zumbuch), psoriasis pustular annular,
impetigo herpetiformis, dan psoriasis pustular lokalisata (pustulosis
palmaris et plantaris dan akrodermatitis kontinua)
g. Sebopsoriasis
Sebopsoriasis ditandai dengan adanya plak eritematosa dengan skuama
berminyak pada area kulit yang seboroik (kulit kepala, glabella, lipatan
nasolabialis, perioral, serta sternum)
h. Napkin Psoriasis
Bentuk ini biasanya muncul pada usia 3-6 bulan dia= area kulit yang
terkena popok (diaper area)
i. Psoriasis Linear
Bentuk yang jarang. Lesi kulit berupa lesi linear terutama di tungkai,
kadang muncul sesuai dermatom kulit tungkai. Kadang merupakan
bentuk dari nevus epidermal inflamatorik linear verukosa.
6. Komplikasi (Smeltzer & Bare, 2001)
a. Infeksi kulit yang parah dapat terjadi
b. Atritis deformans yang mirip dengan arthritis rematoid disebut arthritis
psoriatika,timbul pada sekitar 30-40 % pasien psoriatika bila
berat,psoriasis dapat menjadi penyakit melemahkan
c. Berdampak pada penurunan harga diri pasien yang menimbulkan stress
psikologis, ansietas, depresi, dan marah
7. Penatalaksanaan (Smeltzer & Bare, 2001)
a. Keparahan penyakit menentukan pengobatan
b. Penyakit yang ringan biasanya dapat diobati dengan emolien topikal
untuk menghaluskan plak, analog vitamin D untuk mengurangi
inflamasi, atau menghaluskan plak, analog vitamin D untuk
mengurangi inflamasi, atau retinoid topikal untuk mengelupaskan kulit
(sering kali dikombinasikan dengan steroid topikal untuk mengurangi
inflamasi). Tar adalah satu metode pengobatan efektif yang telah lama
digunakan yang diterapkan pada kulit selama beberapa minggu.
Mekanisme kerja tidak diketahui pasti.
c. Fototerapi dengan sinar UV (ultraviolet) dapat digunakan.
d. Fotokemoterapi digunakan untuk kondisi yang lebih serius. Jenis terapi
ini menggunakan obat teraktivasi cahaya, metoksalen (psoralen), yang
diberikan per oral pada pasien 1 sampai 2 jam sebelum terpajan sinar
UV. Metoksalen yang

aktif memblok sintematis, DNA dan

memperlambat replikasi dan pertukaran sel. Terapi ini diidentifikasi


dengan PUVA (Kombinasi antara psoralen (P) dan radiasi UV
gelombang panjang [UVA]). Beberapa persoalan muncul terkait
dengan efek jangka panjangnya, dan pasien dengan PUVA harus
diskrining secara reguler terhadap kanker kulit.
e. Penyakit yang sedang dan mengarah ke barat sering diobati secara
sistematis,

derngan

menggunakan

obat

kemoterapeutik

untuk

memengaruhi pertukaran sel, atau agens imunosupresif seperti


kortikosteroid untuk menekan peradangan.
f. Strategi terapi baru untuk penyakit yang sedang atau berat adalah obat
pemodulasi imun (immune modulating drugs). Obat ini bekerja dengan
menurunkan jumlah atau fungsi sel T patogenik atau dengan
menghambat efek sitokinin pro-inflamatori. Contoh obat pemodulasi
imun yang disetujui FDA untuk pengobatan psoriasis sedang atau berat
meliputi alefasep, efalizumab, etanersep, obat lain masih dalam
penelitian.
g. Penyakit yang parah perlu rawat inap dan steroid sistemik.
8. Pemeriksaan Penunjang (Smeltzer & Bare, 2001)
a. Biopsy kulit. Biopsy kulit yang bertujuan untuk mendapatkan jaringan
bagi pemeriksaan mikroskopik dilakukan lewat eksisi dengan scalpel
atau penusukan dengan alat khusus (skin punch) yang akan mengambil
sedikit bagian tengah jaringan. Biopsy dilakukan terhadap nodul kulit
yang asalnya tidak jelas untuk menyingkirkan kemungkinan malignitas
dan terhadap plak dengan bentuk serta warna yang tidak lazim, biopsi
kulit juga dilakukan untuk memastikan diagnosis yang tepat pada
pembentukan lepuh dan kelainan kulit lainnya.
b. Imunofluoresensi (IF). Untuk mengidentifikasi lokasi suatu reaksi
imun, pemeriksaan IF mengkombinasikan antigen atau antibodi
dengan zat warna fluorokrom (anti-bodi dapat dibuat berpendar dengan
mengikatnya pada zat warna). Tes IF pada kulit (direct IF test)
merupakan teknik pemeriksaan untuk mendeteksi autoantibody
terhadap bagian-bagian kulit. Indirect IF test mendeteksi antibodi yang
spesifik dalam serum pasien.
c. Pastch test. patch test, yang dilakukan untuk mengenali substansi yang
menimbulkan alergi pada pasien, meliputi aplikasi alergen

yang

dicurigai pada kulit normal dibawah plester khusus (occlusive


patches). Jika terjadi dermatitis, gejala kemerahan, tonjolan halus atau
gatal-gatal dianggap sebagai reaksi positif lemah. Blister yang halus,
papula dan gatal-gatal yang hebat menunjukkan reaksi positif sedang,
sementara blister (bullae), nyeri serta ulserasi menunjukkan reaksi
positif kuat.
Penjelasan yang diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah
penatalaksanaan patch test mencakup hal-hal berikut ini :
1) Jangan menggunakan obat jenis kortison selama 1 minggu sebelum
tanggal pelaksanaan tes.
2) Sampel masing-masing bahan tes dalam jumlah yang sedikit
dibubuhkan pada plester berbentuk cakram plester tersebut
kemudian ditempelkan pada daerah punggung bagian atas (kecuali
terdapat kontraindikasi). Jumlah sampel tes yang ditempelkan
bervariasi (20 hingga 30 buah).
3) Prosedur tes ini biasanya memerlukan waktu 30 menit
4) Pertahankan agar daerah tes (punggung) tetap kering pada saat
plester masih menempel ditempatnya. Mandi siram dan berenang
tidak diperbolehkan
5) Kembali pada tanggal yang sudah ditetapkan (2 hingga 3 hari
kemudian) untuk melepas plester dan kemudian lokasi tes diperiksa
serta di evaluasi
d. Pengerokan kulit. Sampel jaringan dikerok dari lokasi lesi jamur yang
dicurigai. Pengerokan ini dilakukan dengan mata pisau skalpel yang
sudah dibasahi dengan minyak sehingga jaringan kulit yang dikerok
melekat pada mata pisau tersebut. Bahan hasil kerokan dipindahkan
kesebuah slide kaca, ditutup dengan kaca objek dan kemudian
diperiksa dibawah mikroskop.
e. Pemeriksaan Apus tzanck. Tes ini dilakukan untuk memeriksa sel-sel
dari kulit yang mengalami pelepuhan,seperti herpes zoster, varisela,
herpes simpleks dan semua bentuk pemfigus. Sekret dari lesi yang
dicurigai dioleskan pada slide kaca, diwarnai dan diperiksa.
f. Pemeriksaan cahaya wood. Tes ini bergantung pada lampu khusus
untuk memproduksi cahaya ultraviolet gelombang-panjang (black
light) yang akan menghasilkan sinar berpendar ini terlihat paling jelas

pada kamar yang gelap dan digunakan untuk membedakan lesi


epidermis dengan lesi dermis dan lesi hipopigmentasi serta
hiperpigmentasi dengan kulit normal. Kepada pasien haru dijelaskan
bahwa cahaya tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan kulit maupun
mata.
g. Pembuatan foto klinis. Foto-foto klinis dibuat untuk memperlibatkan
sifat serta luasnya kelainan kulit, dan digunakan untuk menentukan
progresivitas atau perbaikan setelah dilakukan terapi.
B. Dermatitis

1. Definisi
Djuanda (2010) dalam Nurarif & Kusuma (2015) menjelaskan Dermatitis
adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan gejala
klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kroniks.
2. Etiologi
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan
kimia (contoh detergent, asam, basa, oli, semen) fisik (contoh : sinar,
suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen),
misalnya dermatitis atopic (Nurarif & Kusuma, 2015).
3. Manifestasi Klinis (Djuanda (2010) dalam Nurarif & Kusuma (2015)
a. Dermatitis Kontak
1) Lesi kemerahan yang muncul pada bagian kulit yang terjadi kontak
2) Untuk dermatitis kontak alergi, gejala tidak muncul selama 24-48
jam, bahkan sampai 72 jam
3) Untuk dermatitis kontak irirtan, gejala terbagi menjadi akut dan
kronis. Saat akut dapat terjadi perubahan warna kulit menjadi

kemerahan sampai terasa perih bahkan lecet. Saat kronis gejala


dimulai dengan kulit yang mongering dan sedikit meradang yang
akhirnya akan menebal.
4) Pada kasus berat dapat terjadi bula (vesikel) pada lesi kemerahan
tersebut.
5) Kulit terasa gatal bahkan terasa terbakar
6) Dermatitis kontak iritan, gatal dan rasa terbakarnya lebih terasa
dibandingkan dengan tipe alergi.
b. Dermatitis Atopik (DA)
Ada 3 fase klinis DA yaitu :
1) DA infantile (2 bulan-2 tahun)
DA yang paling sering muncul pada tahun pertama yaitu pada
bulan kedua. Lesi mula-mula tampak di daerah muka (dahi-pipi)
berupa eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi
menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas
ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai
merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas.
Sebagian besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi
berlanjut kefase anak.
2) DA anak (2-10 tahun)
Merupakan lanjutan dari DA infatil ataupu timbul sendiri (de
novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian besar fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul
likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hyperkeratosis dan mungkin
infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari 50 % permukaan tubuh
dapat mengganggu pertumbuhan.
3) DA pada remaja dan dewasa
Lokasi lesi pada remaja adalah diliipatan siku/lutut, samping leher,
dahi dan sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang
karakteristik, serig mengenai tagan dan pergelangan tangan, dapat
pula berlokasi setempat misalnya bibir (kering, pecah,, bersisik),
vulva, puting susu atau sklap. Kadang-kadang lesi meluas dan
paling parah didaerah lipatan mengalami likeinfikasi.
c. Neurodermatitis sirkumskripta
1) Kulit yang sangat gatal
2) Muncul tunggal di daerah leher, pergelangan tangan, lengan bawah,
paha atau mata kaki, kadang muncul di alat kelamin.

3) Rasa gatal erring hilang timbul. Sering timbul saat santai atau
sedang tidur, akan berkurang saat beraktivitas. Rasa gatal yang
digaruk akan menambah berat rasa gatal yang digaruk akan
menambah berat rasa gatal tersebut.
4) Terjadi perubahan warna kulit yang gatal, kulit bersisik akibat
garukan atau penggosonka dan sudah terjadi bertahun-tahun.
d. Dermatitis numularis
1) Gatal yang sangat hebat sehingg dapat mengangu
2) Lesi akut beruppa vesikel dan papulovesikel (0.3-1.0 cm)
kemudian membesar dengan cara berkonfluensi atau meluas ke
samping, membentuk lesi karakteristik seperti uang logam,
erimatosa, sedikit edematosa, dan berbatas tegas.
3) Lambat laun vesikel pecah terjadi edukasi kemudian mongering
menjadi krusta kuningan
4) Ukuran lesi bisa mencapai garis tengah 5 cm atau lebih, jumlah lesi
dapat hanya satu, dapat pula banyak dan tersebar.
5) Tempat predileksi biasanya terdapat di tungkai bawah, badan,
lengan termasuk punggung tangan.
e. Dermatitis statis
1) Bercak-bercak yang berwarna merah yang bersisik
2) Binti-bintik berwarna merah dan bersisik
3) Borok atau bisul pda kulit
4) Kulit yang tipis pada tangan dan kaki
5) Luka (lesi) kulit
6) Pembengkakan pada tungkai kaki
7) Rasa gatal pada daerah yang terkena
8) Rasa kesemutan pada daerah yang terkena.

4. Patofisiologi

5. Klasifikasi
a. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak merupakan respons reaksi hipersensitivitas


lambat tipe IV. Penyakit ini adalah kelainan inflamasi yang sering
bersifat ekzematosa yang diseabbakan oleh reaksi kulit terhadap
sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik. Ada empat betuk dasar:
alerguk, iritan, fototoksik dan fotoalergika.Hampir setiap zat dapat
menimbulkn dermatitis kontak yang paling sering ditemukan di
Amerika; penyebab dermatitis kontak lainnya adalah bahan kosmetika,
sabun, deterjen dan bahan kimia industri. Kepekaan kulit dapat
terbentuk sesudah mengalami periode kontak yang singkat atau lama,

dan gambaran klinisnya dapat timbul beberapa jam atau minggu


sesudah kulit yang peka itu terpajan.
Gejala dermatitis kontak mencakup keluhan gatal-gatal, rasa
terbakar, eritema, lesi kulit (vesikel) dan edema yang diikuti oleh
pengeluaran sekret, pembentukan krusta serta akhirnya pengeringan
dan pengelupasan kulit. Pada respon yang berat dapat terbentuk bullae
hemoragik. Reaksi yang berulang-ulang dapat disertai penebalan kulit
dan perubahan pigmentasi. Invasi sekunder oleh bakteri dapat terjadi
pada kulit yang mengalami ekskoriasi karena digosok atau digaruk.
Biasanya tidak terdapat gejala sistemik kecuali jika erupsinya tersebar
luas.
b. Dermatitis Atopik

Dermatitis Atopik merupakan hipersensitivitas segera tipe I.


Riwayat dalam keluarga lazim dijumpai. Insidensi dermatitis atopik
paling tinggi pada bayi dan anak-anak. Sebagian besar pasien
menunjukkan kenaikan jumlah eosinofil perifer dan kadar IgE serum
yang signifikan. Pruritus dan hiperiritabilitas kulit merupakan ciri khas
dermatitis atopik yang paling konsisten dan berkaitan dengan keluhan
gatal-gatal yang ditimbulkannya berhubungan dengan perubahan pada
kandungan lemak, aktivitas kelenjar sebasea serta penegeluaran
keringat. Sebagai reaksi terhadap garukan, gejala kemerahan segera
tampak pada kulit dan kemudian dalam waktu 15 hingga 30 detik akan
diikuti oleh gambaran pucat selama 3 menit. Lesi terjadi sekunder
akibat trauma garukan dan akan tampak pada tempat-temmpat dengan
peningkatan penegeluaran keringat serta hipervaskularitas. Dermatitis
atopik merupakan kelainan kronik dengan remisi dan eksaserbasi.

Terapinya harus bersifat individual menurut kebutuhan masing-masing


pasien.
Pendidikn Pasien dan Perawatan di Rumah. Pedoman terapi
mencakup pengurangan rasa gatal perbuatan menggaruk dengan cara
mengenakan bahan kain dari katun, mencuci tangan dengan sabun
deterjen yang lembut, melembabkan udara kering dalam musim dingin,
memelihara suhu dingin 20 C hingga 22,2 C , menggunakan preparat
antihistamin seperti difenhidramin atau terfenadin dan menghindari
binatang, debu, obat semprot serta parfum. Pasien didorong agar
menjaga kelembaban kulit dengan mandi tiap hari dan menggunakan
preparat pelembab topikal kulit. Preparat topikal kortikosteroid dapat
dioleskan pada kulit untuk mencegah inflamasi, dan setiap infeksi
harus diobati dengan antibiotik untuk menghilangkan staphylococcus
aureus jika diperlukan.
c. Dermatitis Medikamentosa

Dermatitis Medikamentosa, yaitu kelainan hipersensitivitas tipe


I, merupakan istilah yang digunakan untuk rua kulit karena pemakaian
internal obat-obat atau medikasi tertentu.medikasi tertentu cenderung
menimbulkan erupsi dengan tipe yang sama kendati masing-masing
orang akan memperlihatkan reaksi yang berbeda terhadap setiap
medikasi.
Pada umumnya reaksi obat timbul mendadak, memiliki warna
yang cerah, memperlihatkan karakteristik yang agak serupa, dan

menghilang dengan cepat setelah pengobatan dihentikan kecuali ruam


akibat bromida dan yodiua. Ruam dapat disertai dengan gejala sistemik
atau gejala menyeluruh. Jika ditemukan alergi akibat pengobatan,
pasien harus diingatkan bahwa mereka memiliki hipersensitivitas
terhadap obat tertentu dan dinasihati agar tidak menggunakannya
kembali.
Erupsi kulit yang berhubungan dengan terapi medikasi
menunjukkan hipersensitivitas yang lebih serius. Perawat harus
menilai kondisi pasien dan melaporkan setiap timbulnya bahaya erupsi
sehingga terapi dapat dimulai secara dini.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
1) Percobaan asetilkolin (suntikan dalam intracutan, solusio,
asetilkolin 1/5000).
2) Percobaan histamine hostat disuntikan pada lesi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein
total, albumin,globulin.
2) Urin : pemeriksaan hispatologi.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

ASKEP
KASUS
Seorang perempuan bernama Ny. Y berumur 41 tahun datang ke poliklinik
kulit dan kelamin. Klien mengeluh sudah 2 minggu ini penyakit kulitnya kambuh,
timbul bercak-bercak merah bersisik tebal diseluruh tubuh yang sangat gatal.
Keluhan dirasakan di kaki, tangan, badan, leher hingga muka. Keluhan kembali
muncul beberapa hari setelah obat habis. Gatal terutama dirasakan saat terpapar
sinar matahari. Pasien juga mengeluhkan susah tidur dan aktifitas menjadi
terganggu. Pasien pernah dirawat inap sebanyak 3 kali sejak 3 tahun lalu bila
penyakit yang diderita kambuh. Kambuh dirasakan setiap obat habis. Tidak ada
riwayat alergi dan obat-obatan pada pasien. Riwayat penyakit serupa di keluarga
tidak ada.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
: Ny. Y
b. Umur
: 41 Tahun
2. Keluhan Utama :
a. 2 minggu ini penyakit kulitnya kambuh, timbul bercak-bercak
b.
c.
d.
e.

merah bersisik tebal diseluruh tubuh yang sangat gatal.


Keluhan dirasakan di kaki, tangan, badan, leher hingga muka.
Keluhan kembali muncul beberapa hari setelah obat habis.
Gatal terutama dirasakan saat terpapar sinar matahari.
Pasien juga mengeluhkan susah tidur dan aktifitas menjadi

terganggu.
3. Riwayat penyakit terdahulu :
a. Pasien pernah dirawat inap sebanyak 3 kali sejak 3 tahun lalu bila
penyakit yang diderita kambuh.
b. Tidak ada riwayat alergi dan obat-obatan pada pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Tidak ada keluarga yang memiliki penyakut serupa
Analisis Data
DS :
a. Klien merasakan gatal di kaki,

tangan, badan, leher hingga muka.

Masalah
Gangguan rasa nyaman (gatal)

b. Klien mengatakan gatal setelah


terpapar sinar matahari.
mengeluh timbul bercak-

c. Klien

bercak

merah

bersisik

tebal

diseluruh tubuh yang sangat gatal


DS :
a. Klien

bercak

Gangguan integritas kulit


mengeluh timbul bercakmerah

bersisik

tebal

diseluruh tubuh yang sangat gatal.


DS :

Gangguan Citra Tubuh

a. Klien mengeluh timbul bercakbercak

merah

bersisik

tebal

diseluruh tubuh yang sangat gatal.


b. Keluhan dirasakan di kaki, tangan,
badan, leher hingga muka.
DS :
a. Klien mengeluh aktifitas terganggu

Resiko intoleransi aktivitas.

B. Diagnosa
Diagnose
Gangguan rasa nyaman
berhubungan dengan gejala
terkait penyakit (rasa gatal).

NOC
Ansiety
-

Mampu mengontrol kecemasan

Fear level
-

Dapat mengontrol ketakutan

NIC
Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
-

Gunakan pendekatan yang menenangkan


Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku

pasien
Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan

selama prosedur
Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
Temani pasien untuk memberikan keamanan dan

mengurangi rasa takut


Dorong keluarga untuk menemani anak
Lakukan back/neck rub
Dengarkan dengan penuh perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan

kecemasan
Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,

ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.

Sleep deprivation
-

Kualitas tidur dan istirahat yang adekuat

Comfort, readiness for enchanced


-

Status lingkungan yang nyaman


Mengontrol nyeri
Agresi pengendalian diri
Respon terhadap pengobatan
Control gejala
Status kenyamanan meningkat
Support social

Environment Management Confort Pain Management

Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Pengkajian:


(sensasi,

perubahan turgor kulit.


-

elastisitas,

temperatur,

figmentasi)
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan
pemahaman
dalam

hidrasi,

proses

perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera


-

Inspeksi luka pada setiap mengganti balutan


Kaji luka terhadap karakteristik berikut:
Lokasi, luas dan kedalaman
Adanya dan karakter eksudat, termasuk
kekentalan, warna dan bau
Ada atau tidaknya tanda-tanda infeksi luka

berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

setempat (misalnya, nyeri saat palpasi, edema,

kelembaban kulit dan perawatan alami

eksudat)

pruritus, indurasi, hangat, bau busuk, eskar dan


Penyuluhan untuk pasien/keluarga:
-

Ajarkan perawatan luka insisi pembedahan,


termasuk tanda dan gejala infeksi, cara
mempertahankan luka insisi tetap kering saat
mandi, dan mengurangi penekanan pada insisi
tersebut.

Aktivitas kolaboratif:
-

Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan


tinggi protein, mineral, kalori, dan vitamin

Konsultasikan pada dokter tentang implementasi


pemberian makanan dan nutrisi enteral atau
parenteral untuk meningkatkan potensi

penyembuhan luka
Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk
mendapatkan bantuan dalam pengkajian, penentuan
derajat luka, dan dokumentasi perawatan luka atau

kerusakan kulit
Gunakan unit TENS untuk peningkatan proses
penyembuhan luka, jika perlu

Aktivitas lain
-

Lakukan perawatan luka atau perawatan kulit


secara rutin yang dapat meliputi tindakan berikut:
Ubah dan atur posisi pasien secara sering
Pertahankan jaringan sekitar terbebas dari

Gangguan citra tubuh


berhubungan dengan biofisik
dan penyakit

Body Image:
-

drainase dan kelembapan yang berlebihan


- Lindungi pasien dan kontaminasi feses atau urine
Body Image Enhancement:

Body image positif


Mendiskripsikan secara factual perubahan fungsi

Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien

tubuh.

terhadap tubuhnya.
Monitor frekuensi mengkritik dirinya.

Self esteem
-

Mampu mengidentifikasikan kekuatan personal.


Mempertahanka interksi social.

Jelaskan tentang pengobatan. Perawatan, kemajuan

dan prognosis penyakit.


Dorong klien mengungkapkan perasannya.
Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian

alat bantu.
Fasilitas kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil.

Resiko intoleransi aktivitas.

Energy conservation
-

Energy psikomotor.
Level kelemahan
Mampu berpindah: dengan atau tanpa bantuan

alat.
Status kardiopulmonary adekuat.

Activity therapy
-

Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medic

dalam merencanakan program terapi yang tepat


Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang

mampu dilakukan
Bantu klien untuk memilih aktifitas konsisten yang

sesuai kemampuan fisik, psikologi dan social


Bantu klien untuk mengidentifikasi dan

Activity tolerance
-

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai

mendapatkan sumber yang diperlukan untuk

peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR


Self-care : ADLs
-

Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs)

secara mandiri.
Tanda-tanda vital normal.
Sirkulasi status baik.

aktifitas yang diinginkan


Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas

seperti kursi roda, krek


Bantu untuk mengidentifikasi aktifitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan waktu

Status respirasi: pertukaran gas dan ventilasi


adekuat.

luang
Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktifitas


Sediakan penguatan positif bagi yang aktif

beraktifitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri

dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual.

BAB III

Penutup
A. Kesimpulan
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kulit kronik yang umum
dijumpai, bersifat rekuren

dan melibatkan beberapa faktor. Psoriasis

ditandai dengan plak eritematosa yang berbatas tegas dengan skuama


berlapis berwarna keputihan. Penyakit ini umumnya mengenai daerah
ekstensor ekstremitas terutama siku dan lutut, kulit kepala, lumbosacral,
bokong dan genetalia. Psoriasis merupakan penyakit kulit kronis
inflamatorik dengan faktor genetic yang kuat dengan ciri gangguan
perkembangan dan diferensiasi epidermis, abnormalitas pembuluh darah,
faktor imunologis dan biokimiawi, serta fungsi neurologis. Sedangkan
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh factor eksogen dan atau factor endogen, menimbulkan
gejala klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel
skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan
menjadi kroniks.
B. Saran
Perawat yang melakukan keperawatan memperhatikan status kesehatan
pasien, dan memberikan edukasi agar proses penyembuhan klien lebih cepat.
Dan memberikan penkes kepada klien bahwa jika merasakan gatal, jangan di
garuk karena dapat mengakibatkan penyakit lebih parah.

DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawkas, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
Salemba Medika.
Kosasih, A. (2004). Dermatitis Akibat Kerja. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasrkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.
Nurhaya, D. (2016, April 11). http://www.academia. Retrieved Mei 8, 2016, from
http://www.academia.edu/11451247/ASKEP_PSORIASIS .
Perdoksi. (2009). Kategori Galeri Kesehatan : Dermatitis Kontak. Perhimpunan
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2. Jakarta: EGC.
UCSF, D. (2010, Oktober 10). http://www.dermatology.ucsf.edu. Retrieved Mei 8,
2016, from
http://www.dermatology.ucsf.edu/education_training/140.01ClinicalDerma
tology/MODULES%20UCSF/Psoriasis.pdf.
Yuliastuti, D. (2015). Psoriasis. CDK-235/ vol.42 no.12, 901-906.

Anda mungkin juga menyukai