Anda di halaman 1dari 10

GAMBARAN UPAYA ORANG TUA DALAM

MEMANDIRIKAN ANAK DENGAN RETARDASI


MENTAL RINGAN DAN SEDANG DI SLB-C
SUKAPURA
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah nursing research

YUANITA WULANSARI
220110130135

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016

1. Latar Belakang Masalah


Retardasi mental menurut American Association on Mental Retardation
(AAMR, 2002) ialah keadaan disabilitas yang ditandai dengan keterbatasan dalam
fungsi intelektual maupun perilaku adaptif yang nampak dalam keterampilan
konseptual, social dan praktis. Keadaan ini biasa terjadi sebelum usia 18 tahun
(Kusumawardhani, 2013). Menurut DSM-IV-TR (2004) membagi retardasi mental
kedalam empat tingkat gangguan intelektual, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat
berat.
Di dunia negara berkembang lebih berisiko dibandingkan dengan negara
maju. WHO memperkirakan jumlah anak dengan disabilitas di Indonesi sekitar 710% dari total jumlah anak di Indonesia. Menurut data Sussenas tahun 2003, di
Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus dan kejadian ini
terus meningkat berdasarkan hasil persentase penduduk penyandang disabilitas dari
data Sussenas tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 mengalami peningkatan dari 0,69%,
1,38%, 0,92%, dan 2,45% dari penduduk Indonesia mengalami disabilitas. Pulau
Jawa menduduki peringkat teratas dengan penduduk terbanyak dengan disabilitas dan
provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama penduduk terbanyak dengan
disabilitas sumber: sensus penduduk, 2010.diolah oleh Pusdatin.
Pembelajaran pada anak dengan retardasi mental bertujuan kepada
kemampuan life skills sehingga mereka dapat mengurus diri sendiri tanpa menjadi
beban bagi keluarga dan masyarakat, sedangkan siswa lebih banyak menghabiskan
waktu di rumah dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan disekolah. Agar
tercapainya tujuan dari pembelajaran pada anak dengan retardasi mental maka orang
tua juga harus berperan dalam upaya memandirikan anak dengan retardasi mental.
Berdasarkan penelitian Maya Ariani, Daniel Ardian Soeselo, dan Surilena

pada tahun 2014 yang berjudul karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang
tua penyandang retardasi mental ringan di sekolah luar biasa-c (slbc) harapan ibu,
menjelaskan bahwa Terdapat empat macam pola asuh orang tua, yaitu, tipe A atau
Authoritative (demokratis), tipe B atau Authoritarian (otoriter), tipe C atau
Permissive (permisif), tipe D. Dimana Orang tua dengan anak penyandang retardasi
mental ringan sebagian besar menerapkan pola asuh demokratis dan psikopatologi

3
negatif. Orang tua dengan psikopatologi negatif umumnya menerapkan pola asuh yang
diharapkan.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SLB-C Sukapura Bandung


dari 63 siswa yang bersekolah disana didapatkan hasil yang berbeda meskipun
dengan usia dan kelas yang sama. Melihat fenomena tersebut maka peneliti
bermaksud untuk meneliti gambaran upaya orang tua untuk memandirikan anak
dengan retardasi mental ringan dan sedang di SLB-C Sukapura, Kiaracondong,
Bandung.

2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan belum adanya penelitian yang
terkait dengan tema ini maka penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian
mengenai bagaimana gambaran upaya orang tua dalam memandirikan anak
dengan retardasi mental ringan dan sedang di slb-c sukapura?

3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kemarahan pada
perempuan dengan kanker ginekologi yaitu kanker serviks, kanker rahim, kanker
ovarium, kanker payudara.

4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada orang tua dengan anak retardasi mental sehingga lebih mengerti
terhadap kebutuhan anak dan dapat membantu untuk mengarahkan anak
menjadi lebih mandiri

4
4.2 Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu keperawatan yang terkait dengan ilmu keperawatan
anak khususnya tentang anak dengan retardasi mental.
4.3 Bagi pelayanan kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan pedoman
dalam upaya peningkatan kemandirian anak dengan retardasi mental,
yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti demi peningkatan pelayanan
kesehatan.
4.4 Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data awal bagi
pengembangan penelitian selanjutnya yang terkait dengan kemandirian
anak dengan retardasi mental.

5. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini diantaranya jumlah siswa yang bersekolah
di SLB-C Sukapura terlalu sedikit, selain itu ada beberapa siswa yang tidak
ditemani oleh orang tua saat bersekolah.

6. Kajian Teori
6.1 Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental menurut American Association on Mental Retardation (AAMR,
2002) ialah keadaan disabilitas yang ditandai dengan keterbatasan dalam fungsi
intelektual maupun perilaku adaptif yang nampak dalam keterampilan konseptual,
social dan praktis.
Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) atau
dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-

5
kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra, 2010).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan Retardasi mental ialah sebuah keadaan
dimana anak memiliki keterbatasan yang ditandai dengan kurangya IQ sehingga
kemampuan intelektual dan adaptif anak mengalami gangguan, keadaan ini dapat
terjadi sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak.
6.2 Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association, Washington,
1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat empat tingkat
gangguan intelektual, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat.
A. Retardasi Mental Ringan
Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok
retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk
sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia
prasekolah (0-5 tahun) dapat mengembangkan kecakapan sosial dan
komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor,
dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental,
sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat
memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam
(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai
kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun
mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama
bila mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan
yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup
sukses didalam masyarakat, baik secara berdikari atau dengan
pengawasan.
B. Retardasi Mental Sedang
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang
biasa disebut: dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat
retardasi ini memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini.
Mereka rnemperoleh manfaat dan latihan vokasional, dan dengan

6
pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat diri sendiri.
Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial
dan akupasional namun rnungkin tidak dapat rnelampaui pendidikan
akademik lebih dari tingkat dua (kelas dua SD). Mereka dapat
bepergian dilingkungan yang sudah dikenal.
C. Retardasi Mental Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok
retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu
berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar
bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang
sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang
sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan
diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak
didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan
khusus.
D. Retardasi Mental Sangat Berat
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan
kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan
diagnosis

ini

dapat

diidentifikasi

rnengakibatkan retardasi

rnentalnya.

kelainan

neurologik,

Sewaktu masa

yang

anak-anak,

menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor.


Perkembangan motorik, mengurus diri dan kemampuan komunikasi
dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa
diantaranya dapat melakukan tugas sederhana ditempat yang disupervisi
dan dilindungi.
6.3 Ciri-Ciri Perkembangan Anak dengan Retardasi Mental
Tingkat Retardasi

Usia Pra Sekolah (Masa

Usia Sekolah (Masa

Masa Dewasa (Masa

Mental

Latihan

Latihan dan

Kecukupan Sosial dan

Perkembangan)

Pendidikan)

Pekerjaan

Ringan

Dapat

mengembangkan Dapat

keterampilan social dan keterampilan

belajar Dapat

mencapai

akademik keterampilan social dan

7
komunikasi;

sampai kira-kira kelas 6 pekerjaan

keterbelakangan minimal pada umur belasan tahun untuk


dalam bidang
motorik;
dapat

sering

tidak konformitas social.

dibedakan

dari

bila

berbicara/berkomunikasi;

keterampilan sosial dan dalam

perkembanngan motorik maju melewati kelas dua dalam

dapat

mengalami

stress

nafkah,

pekerjaan

kasar

setengah

terlatih

keadaan

yang

belajar SD dalam mata pelajaran terlindungi;

memerlukan

diri sendiri; akademik; dapat belajar pengawasan

dan

diatur

dengan berpegian

pengawasan sedang.

sendiri

tempat

yang

Perkembangan

motorik Dapat

umumnya

dapat

dilatih

tidak dapat

bila

atau stress ekonomi yang


berbicara

kurang; bicara minimal; belajar


pada

di bimbingan

sudah mengalami stress sosial

dikenal.
Berat

memerlukan

yang luar biasa.


dalam Dapat mencari

dilatih

kesadaran sosial kurang; pekerjaan; sukar untuk atau

mengurus

nafkah,

social atau strees ekonomi


Dapat

dapat

cukup

bimbingan dan bantuan

lebih tua.
Dapat

cukup;

mencari

sensori- dapat dibimbing kea rah tetapi

orang normal hingga usia


Sedang

yang

ringan.
atau Dapat mencapai sebagian

berkomunikasi, dalam
dilatih

untuk kebiasaan

mengurus dirinya sendiri; dasar;

mengurus

dalam sendiri

di

diri
bawah

kesehatan pengawasan penuh; dapat


dapat

dilatih mengembangkan

keterampilan komunikasi secara sistematik dalam keterampilan menjaga diri


tidak ada / sedikit sekali.
Sangat Berat

Kemampuan

kebiasaan.

dalam lingkungan yang

yang Perkembangan

terkontrol.
motorik Perkembangan

minimal untuk berfungsi sedikit; dapat bereaksi dan


dalam bidang
motorik;
perawatan.

sensori- terhadap

terbatas.

sedikit;

latihan dapat mencapai mengurus

membutuhkan mengurus
secara

berbicara

motorik

diri

minimal

sendiri diri sendiri secara sedikit;


atau dapat mencapai mengurus
diri sendiri secara sangat
terbatas , membutuhkan
perawatan.

8
6.4 Cara Orang Tua Mendidik Anak dengan Retardasi Mental
Anak dengan retardasi mental memerlukan dukungan keluarga, terutama pola
asuh orang tua yang akan sangat memengaruhi perilaku, pembentukan kepribadian dewasa, dan harga diri (self-esteem) anak di kemudian hari. Terdapat empat
macam pola asuh orang tua, yaitu:
a. Tipe A atau Authoritative (demokratis). Pola asuh yang menganjurkan
orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan de-ngan batas dan tanggung jawab yang jelas,
sehingga dapat membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri sebagai
makhluk sosial yang dapat bekerja dan bermasyarakat dengan baik.
b. Tipe B atau Authoritarian (otoriter). Pola asuh yang mana orang tua
cenderung memberikan perintah, tidak memberi kesempatan anak untuk
bertanya, dan tidak memberi penjelasan mengenai tugas yang diberikan
kepada anak.
c. Tipe C atau Permissive (permisif). Pola asuh yang sangat longgar dan
terlalu bebas, orang tua tidak mengharuskan anaknya untuk mematuhi
aturan-aturan sosial, serta memberi kebebasan penuh kepada anak untuk
memilih kegiatan dan mengambil keputusan tanpa kontrol dari orang tua.
d. d. Tipe D, pola asuh yang tidak konsisten dan campuran. Pola asuh ini
terbagi menjadi dua, yaitu pola asuh neglectful dan indulgent. Pola asuh
neglectful, yang mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Pola asuh indulgent, yang mana orang tua sangat terlibat dalam
kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang
sangat minim. Pada tipe ini anak cenderung kurang memiliki kompetensi
sosial dan kontrol diri.

e. 7. Metode Penelitian
f. 7.1 Rancangan Penelitian
g.

Penelitian ini dirancang dengan menggunakan desain

deskriptif kuantitatif, yaitu merupakan penelitian yang menghasilkan data


deskriptif atau gambaran berupa hasil wawancara dan survey kuesioner
pada orang tua dengan anak retardasi mental ringan. Penelitian bertujuan
untuk memberikan gambaran secara objektif terhadap variabel yang diteliti
tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel serta
mempunyai nilai (Sugiyono, 2013). Penelitian ini bermaksud untuk
mengidentifikasi upaya orang tua dalam memandirikan anak dengan
retardasi mental ringan dan sedang.
h.
7.2 Lokasi Penelitian
i.

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa ( SLB) C

Sukapura, Kiara condong, Bandung.


j.
7.3 Populasi dan Sampel
k.

7.3.1 Populasi Penelitian


l.

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua

dengan anak dengan retardasi mental ringan dan sedang yang


bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) Sukapura, Kiaracondong,
Bandung yang berjumlah 63 siswa.
7.3.2 Sampel Penelitian
m.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah accidental sampling, yaitu teknik penentuan


sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang bertemu peneliti
dapat dijadikan sebagai sampel bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data. Peneliti menggunakan teknik
accidental sampling karena teknik ini dianggap paling cocok dengan

10
kondisi di lapangan. Accidental sampling dilakukan dalam rentang
waktu dua minggu dengan minimal responden sebanyak 30 responden
(Sugiyono, 2013). Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah orang tua dengan anak dengan retardasi mental ringan dan
sedang.
n.
o. 7.4 Teknik Pengumpulan Data
p.

Teknik pengumpulan data merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi atau data yang akan
menjawab pernyataan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini antara lain:
1. Peneliti menentukan responden.
2. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
3. Peneliti menjelaskan cara-cara pengisian kuesioner.
4. Peneliti meminta kesediaan pada responden untuk ikut serta dalam
penelitian ini bila responden sudah mengerti.
5. Responden menandatangani lembar persetujuan.
6. Peneliti membagikan kuesioner yang akan diisi oleh responden dan
selama pengisian kuesioner responden akan didampingi oleh peneliti
untuk memastikan responden memahami tata cara dan pengisian
kuesioner. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan kembali.
7. Setelah semua kuesioner terisi, maka peneliti melakukan pemeriksaan

ulang yang kemudaian akan dilakukan pengolahan dan analisis data.


8. Analisis Data
q.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat.


Analisis data dilakukan untuk menghitung distribusi frekuensi dari
variabel penelitian. Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data
dengan menggunakan rumus-rumus pendekatan penelitian sehingga
diperoleh kesimpulan yang disebut sebagai analisis data (Arikunto, 2006).

Anda mungkin juga menyukai