YUANITA WULANSARI
220110130135
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2016
pada tahun 2014 yang berjudul karakteristik pola asuh dan psikopatologi orang
tua penyandang retardasi mental ringan di sekolah luar biasa-c (slbc) harapan ibu,
menjelaskan bahwa Terdapat empat macam pola asuh orang tua, yaitu, tipe A atau
Authoritative (demokratis), tipe B atau Authoritarian (otoriter), tipe C atau
Permissive (permisif), tipe D. Dimana Orang tua dengan anak penyandang retardasi
mental ringan sebagian besar menerapkan pola asuh demokratis dan psikopatologi
3
negatif. Orang tua dengan psikopatologi negatif umumnya menerapkan pola asuh yang
diharapkan.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan belum adanya penelitian yang
terkait dengan tema ini maka penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian
mengenai bagaimana gambaran upaya orang tua dalam memandirikan anak
dengan retardasi mental ringan dan sedang di slb-c sukapura?
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kemarahan pada
perempuan dengan kanker ginekologi yaitu kanker serviks, kanker rahim, kanker
ovarium, kanker payudara.
4. Manfaat Penelitian
4.1 Bagi Orang Tua
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada orang tua dengan anak retardasi mental sehingga lebih mengerti
terhadap kebutuhan anak dan dapat membantu untuk mengarahkan anak
menjadi lebih mandiri
4
4.2 Bagi institusi pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu keperawatan yang terkait dengan ilmu keperawatan
anak khususnya tentang anak dengan retardasi mental.
4.3 Bagi pelayanan kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan pedoman
dalam upaya peningkatan kemandirian anak dengan retardasi mental,
yang selanjutnya dapat ditindak lanjuti demi peningkatan pelayanan
kesehatan.
4.4 Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data awal bagi
pengembangan penelitian selanjutnya yang terkait dengan kemandirian
anak dengan retardasi mental.
5. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini diantaranya jumlah siswa yang bersekolah
di SLB-C Sukapura terlalu sedikit, selain itu ada beberapa siswa yang tidak
ditemani oleh orang tua saat bersekolah.
6. Kajian Teori
6.1 Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental menurut American Association on Mental Retardation (AAMR,
2002) ialah keadaan disabilitas yang ditandai dengan keterbatasan dalam fungsi
intelektual maupun perilaku adaptif yang nampak dalam keterampilan konseptual,
social dan praktis.
Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) atau
dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-
5
kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra, 2010).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan Retardasi mental ialah sebuah keadaan
dimana anak memiliki keterbatasan yang ditandai dengan kurangya IQ sehingga
kemampuan intelektual dan adaptif anak mengalami gangguan, keadaan ini dapat
terjadi sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak.
6.2 Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association, Washington,
1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat empat tingkat
gangguan intelektual, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat.
A. Retardasi Mental Ringan
Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok
retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk
sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia
prasekolah (0-5 tahun) dapat mengembangkan kecakapan sosial dan
komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor,
dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental,
sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat
memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam
(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai
kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun
mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama
bila mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan
yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup
sukses didalam masyarakat, baik secara berdikari atau dengan
pengawasan.
B. Retardasi Mental Sedang
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang
biasa disebut: dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat
retardasi ini memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini.
Mereka rnemperoleh manfaat dan latihan vokasional, dan dengan
6
pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat diri sendiri.
Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari latihan kecakapan sosial
dan akupasional namun rnungkin tidak dapat rnelampaui pendidikan
akademik lebih dari tingkat dua (kelas dua SD). Mereka dapat
bepergian dilingkungan yang sudah dikenal.
C. Retardasi Mental Berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok
retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu
berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar
bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang
sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang
sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan
diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak
didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan
khusus.
D. Retardasi Mental Sangat Berat
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan
kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan
diagnosis
ini
dapat
diidentifikasi
rnengakibatkan retardasi
rnentalnya.
kelainan
neurologik,
Sewaktu masa
yang
anak-anak,
Mental
Latihan
Latihan dan
Perkembangan)
Pendidikan)
Pekerjaan
Ringan
Dapat
mengembangkan Dapat
belajar Dapat
mencapai
7
komunikasi;
sering
dibedakan
dari
bila
berbicara/berkomunikasi;
dapat
mengalami
stress
nafkah,
pekerjaan
kasar
setengah
terlatih
keadaan
yang
memerlukan
dan
diatur
dengan berpegian
pengawasan sedang.
sendiri
tempat
yang
Perkembangan
motorik Dapat
umumnya
dapat
dilatih
tidak dapat
bila
di bimbingan
dikenal.
Berat
memerlukan
dilatih
mengurus
nafkah,
dapat
cukup
lebih tua.
Dapat
cukup;
mencari
yang
ringan.
atau Dapat mencapai sebagian
berkomunikasi, dalam
dilatih
untuk kebiasaan
mengurus
dalam sendiri
di
diri
bawah
dilatih mengembangkan
Kemampuan
kebiasaan.
yang Perkembangan
terkontrol.
motorik Perkembangan
sensori- terhadap
terbatas.
sedikit;
membutuhkan mengurus
secara
berbicara
motorik
diri
minimal
8
6.4 Cara Orang Tua Mendidik Anak dengan Retardasi Mental
Anak dengan retardasi mental memerlukan dukungan keluarga, terutama pola
asuh orang tua yang akan sangat memengaruhi perilaku, pembentukan kepribadian dewasa, dan harga diri (self-esteem) anak di kemudian hari. Terdapat empat
macam pola asuh orang tua, yaitu:
a. Tipe A atau Authoritative (demokratis). Pola asuh yang menganjurkan
orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan de-ngan batas dan tanggung jawab yang jelas,
sehingga dapat membantu mereka untuk mengaktualisasikan diri sebagai
makhluk sosial yang dapat bekerja dan bermasyarakat dengan baik.
b. Tipe B atau Authoritarian (otoriter). Pola asuh yang mana orang tua
cenderung memberikan perintah, tidak memberi kesempatan anak untuk
bertanya, dan tidak memberi penjelasan mengenai tugas yang diberikan
kepada anak.
c. Tipe C atau Permissive (permisif). Pola asuh yang sangat longgar dan
terlalu bebas, orang tua tidak mengharuskan anaknya untuk mematuhi
aturan-aturan sosial, serta memberi kebebasan penuh kepada anak untuk
memilih kegiatan dan mengambil keputusan tanpa kontrol dari orang tua.
d. d. Tipe D, pola asuh yang tidak konsisten dan campuran. Pola asuh ini
terbagi menjadi dua, yaitu pola asuh neglectful dan indulgent. Pola asuh
neglectful, yang mana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan
anak. Pola asuh indulgent, yang mana orang tua sangat terlibat dalam
kehidupan anak, namun hanya memberikan kontrol dan tuntutan yang
sangat minim. Pada tipe ini anak cenderung kurang memiliki kompetensi
sosial dan kontrol diri.
e. 7. Metode Penelitian
f. 7.1 Rancangan Penelitian
g.
10
kondisi di lapangan. Accidental sampling dilakukan dalam rentang
waktu dua minggu dengan minimal responden sebanyak 30 responden
(Sugiyono, 2013). Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah orang tua dengan anak dengan retardasi mental ringan dan
sedang.
n.
o. 7.4 Teknik Pengumpulan Data
p.
dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi atau data yang akan
menjawab pernyataan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini antara lain:
1. Peneliti menentukan responden.
2. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.
3. Peneliti menjelaskan cara-cara pengisian kuesioner.
4. Peneliti meminta kesediaan pada responden untuk ikut serta dalam
penelitian ini bila responden sudah mengerti.
5. Responden menandatangani lembar persetujuan.
6. Peneliti membagikan kuesioner yang akan diisi oleh responden dan
selama pengisian kuesioner responden akan didampingi oleh peneliti
untuk memastikan responden memahami tata cara dan pengisian
kuesioner. Kuesioner yang telah diisi dikumpulkan kembali.
7. Setelah semua kuesioner terisi, maka peneliti melakukan pemeriksaan