Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN TEORI
A; ANATOMI FISIOLOGI ORGAN TERKAIT

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan mengurus


pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal adalah tulang dan jaringan ikat
yang menyusun kurang lebih 25 % berat badan dan otot menyusun kurang lebih 50%.
Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan
khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. (Price,2006)
a; Tulang
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang
terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan
mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%. Tulang terdiri
dari sel-sel yang berada pada bagian intra-seluler. Tulang berasal dari embryonic
hyaline cartilage yang mana melalui proses osteogenesis menjadi tulang. Proses
ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya tulang
akibat menimbunya garam kalsium. Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
-

Mendukung jaringan tubuh dan membentuk tubuh.

Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru) dan jaringan lunak.

Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan


pergerakan )

Membuat sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hema topoiesis).

Menyimpan garam-garam mineral. Misalnya kalsium, fosfor. (Gibson, 2003).

Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:


-

Tulang panjang (femur, humerus ) terdiri dari satu batang dan dua epifisis.
Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat.epifisis dibentuk oleh spongi
bone (Cacellous atau trabecular )

Tulang pendek (carpalas) bentuknya tidak teratur dan cancellous (spongy)


dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.

Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri dari dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang cancellous.

Tulang yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.


Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan
fasial,missal patella (kap lutut).

Gambar 2.1 Pembentukan Tulang

Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut


periosteum. Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan
tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang terdekat
mengandung osteoblast . Dibagian dalamnya terdapat endosteum yaitu
membran vascular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan
rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam
lacuna howship (cekungan pada permukan tulang).
Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum
(batang) tulang panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama
terletak di sternum, ilium, vetebra dan rusuk pada orang dewasa,
bertanggungjawab dalam produksi sel darah merah dan putih. Pada orang
dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. Jaringan tulang
mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang kanselus menerima asupan

darah melalui

pembuluh

metafis

dan

epifis.

Pembuluh

periosteum

mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkman. Selain itu


terdapat arteri nutrient yang menembus periosteum dan memasuki rongga
meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil). Arteri nutrient memasok
darah ke sumsum tulang, System vena ada yang keluar sendiri dan ada yang
mengikuti arteri.
b; Otot
Otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi
dan untuk menghasilkan pergerakan dari bagian tubuh atau seluruh tubuh.
Kelompok otot terdiri dari:
-

Otot rangka (otot lurik) didapatkan pada system skeletal dan berfungsi untuk
memberikan

pengontrolan

pergerakan,

mempertahankan

sikap

dan

menghasilkan panas
-

Otot Viseral (otot polos) didapatkan pada saluran pencernaan, saluran


perkemihan dan pembuluh darah. Dipengaruhi oleh sisten saraf otonom dan
kontraksinya tidak dibawah control keinginan.

Otot jantung didapatkan hanya pada jantung dan kontraksinya tidak dibawah
control keinginan.

c; Kartilago
Kartilago terdiri dari serat-serat yang dilakukan pada gelatin yang kuat.
Kartilago sangat kuat tapi fleksibel dan tidak bervascular. Nutrisi mencapai keselsel kartilago dengan proses difusi melalui gelatin dari kapiler-kapiler yang berada
di perichondrium (fibros yang menutupi kartilago) atau sejumlah serat-serat
kolagen didapatkan pada kartilago.
d; Ligament adalah sekumpulan dari jaringan fibros yang tebal dimana merupakan
ahir dari suatu otot dan dan berfungsi mengikat suatu tulang.
e; Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrous yang
membungkus setiap otot dan berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung
yang mengelilingi tendon tertentu, khususnya pada pergelangan tangan dan tumit.

Pembungkus ini dibatasi oleh membrane synofial yang memberikan lumbrikasi


untuk memudahkan pergerakan tendon.
f; Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung longgar yang
didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasia supervisial atau sebagai
pembungkus tebal, jaringan penyambung yang membungkus fibrous yang
membungkus otot, saraf dan pembuluh darah.bagian ahair diketahui sebagai fasia
dalam.
g; Bursae
Bursae adalah suatu kantong kecil dari jaringan penyambung dari suatu
tempat, dimana digunakan diatas bagian yang bergerak, misalnya terjadi pada
kulit dan tulang, antara tendon dan tulang antara otot. Bursae bertindak sebagai
penampang antara bagian yang bergerak sepaerti pada olecranon bursae, terletak
antara presesus dan kulit.
h; Persendian
Pergerakan tidak akan mungkin terjadi bila kelenturan dalam rangka
tulang tidak ada. Kelenturan dimungkinkan karena adanya persendian, tatu letah
dimana tulang berada bersama-sama. Bentuk dari persendian akan ditetapkan
berdasarkan jumlah dan tipe pergerakan yang memungkinkan dan klasifikasi
didasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan. Berdasarkan klasifikasinya
terdapat 3 kelas utama persendian Sendi synarthroses (sendi yang tidak bergerak),
Sendi amphiartroses (sendi yang sedikit pergerakannya), Sendi diarthoses (sendi
yang banyak pergerakannya). (Watson, 2002).

B; PROSES MENUA
a; Pengertian

Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang akan
terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental
psikologis dan social, neskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan anatar satu
orang dengan orang lainnya (Departemen Sosial RI, 2002).
Menurut UU 23 tahun 1992 (pasal 19) manusia lanjut usia adalah seseorang
yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial,

perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk
kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus
dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara
produktif sesuai dengan kemampuannya, sehingga dapat ikut serta berperan aktif
dalam pembangunan. Manusia usia lanjut adalah orang yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto, 2005). Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya
antara usia 65 dan 75 tahun (Potter&Perry, 2005).
b; Klasifikasi Lansia

Adapun beberapa pendapat mengenai pembagian atau batasan-batasan Lanjut Usia,


yakni:
1; Menurut WHO
Lanjut Usia meliputi:
a; Middle Age

: 45-59 tahun

b; Elderly

: 60-70 tahun

c; Old

: 75-90 tahun

d; Very Old

: Di atas 90 tahun

2; Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad


Perkembangan manusia dibagi sebagai berikut:
a; Masa Bayi

: 0-1 tahun

b; Masa Pra sekolah

: 1-6 tahun

c; Masa Sekolah

: 6-10 tahun

d; Masa Pubertas

: 10-20 tahun

e; Masa Dewasa

: 20-40 tahun

f; Masa Setengah Umur : 40-65 tahun


g; Masa Lanjut Usia

: 65 tahun ke atas

3; Menurut Dra. Ny. Josmasdani


a; Fase Inventus

: 25-40 tahun

b; Fase Verilitas

: 40-50 tahun

c; Fase Prasenium

: 55-65 tahun

d; Fase Senium

: 65 tahun ke atas

4; Menurut Prof. DR. Koesoemato Setyonegoro

a; Elderly Adulhood

: 18/20-25 tahun

b; Middle Years

: 25-60/65 tahun

c; Geriatric Age

: Di atas 65/70 tahun

d; Young Old

: 70-75 tahun

e; Old

: 75-80 tahun

f; Very Old

: Di atas 80 tahun

5; Menurut UU No. IV. Tahun 1965 Pasal 1


Menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan Lanjut Usia setelah mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
c; Teori Penuaan
1; Teori Biologis

2;

3;
4;

5;

6;

Teori biologismencoba menjelaskan penuaan yang terjadi dengan adanya


perubahan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fisik dan struktur,
pengembangan, panjang usia dan kematian (Stanley dan Beare, 2006).
Teori Genetika
Teori ini menjelaskan penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan
dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Dimana teori ini menjelaskan
bahwa proses penuaan adalah suatu proses secara tidak sadar diwariskan yang
berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan (Stanley
dan Beare, 2006).
Teori WEAR-AND-TEAR
Teori ini mengusulkan bahwa
Teori Imunitas
Teori ini menunjukkan kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan
penuaan. Ketika seseorang bertambah tua maka pertahanan mereka terhdap
organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan terhadap
penyakit (Stanley dan Beare, 2006).
Teori Neuroendokrinteori Psikologis
Penelitian terbaru menyatakan bahwa walaupun kepercayaan telah diberikan pada
jam biologis yang dapat diprediksi yang mengendalikan fertilitas, terapi terdapat
hal yang dapat dipelajari lebih jauh dari penelitian tentang sistem neuroendokrin
dalam hubungannya dengan proses penuaan sistemik yang dikendalikan oleh suatu
jam tubuh (Stanley dan Beare, 2006).
Teori Keprinadian

Teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai
peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis
(Stanley dan Beare, 2006).
7; Teori Tugas Perkembangan
Proses maturasi dalam kaitannya dengan tugas yang harus dikuasai pada berbagai
tahap sepanjang rentang kehidupan manusia (Stanley dan Beare, 2006).
8; Teori DISENGAGEMENT
Teori ini menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari eran bermasyarakt
dan tanggung jawabnya (Stanley dan Beare, 2006).
9; Teori Aktivitas
Teori ini merupakan lawan dari teori sebelumnya, dimana teori ini mengatakan
bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara beraktifitas (Stanley
dan Beare, 2006).
10; Teori Kontinuitas
Teori ini dikenal juga dengan teori perkembangan. Teori ini menakankan pada
kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk
memprediksi bagaimana seorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
akibat penuaan (Stanley dan Beare, 2006).
C; PENUAAN SISTEM TERKAIT
1; Skeletal

Penurunan progresif dalam tinggi badan adalah hal yang umum terjadi
diantara semua ras dan pada kedua jenis kelamin terutama ditunjukan pada
penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada columna spinalist. Bahu
menjadi lebih sempit dan pelvis menjadi lebih lebar, ditunjukan oleh peningkatan
diameter anteroposterior.
Ketika manusia mengalami penuaan jumlah massa otot tubuh pengalami
penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk mempertajam
konstur tubuh dan memperdalam cekukan di sekitar kelopak mata, aksila, bahu
dan tulsng rusuk. Tonnjolan tulang (vertebra, krista iliaka, tulang rusuk, skapula)
menjadi lebih menonjol.
Semua jenis tulang termasuk jenis tulang kortikal dan trabekular, dan masingmasing mempunyai suatu peran struktural yang berbeda.daerah yang memiliki
dampak besar akibat tekanan yang terjadi dari brbagai arah mengandung pola
tukang trabekular. Fungsi utama tulang kortikal adalah sebagai pelindung terhadap
beban gerakan rotasi dan lengkungan. Proses penyerapan kalsium dari tulang
untuk mempertahankan kadar kalsium darah yang stabil dan penyimpanan
kembali kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai remodeling

(pembentukan kembali). Proses ini terjadi sepanjang kehidupan manusia.


Kecepatan absorpsi tidak berubah dengan penambahan usia. Kecepatan formasi
tulang baru mengalami perlambatan seiring dengan penambahan usia, yang
menyebabkan hilangnya massa total tulang pada lansia (Stanley, 2006).
2; Muskular
Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan suatu
kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya hidup dan
penurunan penggunaan sistem neuromuskularbadalah penyebab utama kehilangan
kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena penurunan jumlah serabut otot dan
atrofi secara umum pada organ dan jaringn tubuh. Regenerasi jaringan otot
melambat dengan penambahan usia dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringa
fibrosa.
Perlambatan, pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan perpanjangan
waktu kontraksi otot, periode laten dan periode relaksasi dari unit motor dalam
jaringan otot. Sendi-sendi seperti pinggul, lutut, siku, pergelangan tangan, leher
dan vertebra menjadi sedikit fleksi pada usia lanjut disebakan oleh perubahan
dalam kolumna vertebralis, ankilosis (kekakuan) ligamen dan sendi, penyusutan
dan sklerosis tendon dan otot, dan perubahan degeneratif, sistem ekstrapiramidal
(Stanley, 2006).
3; Sendi
Secara umum, terdapat kemunduran kortilago sendi, sebagan besar terjadi
pada sendi-sendi yang menahan berat dan pembentukan tulang dipermukaan sendi.
Komponen- komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada
jaringan penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi
mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi dan
deformitas (Stanley, 2006).

D; MASALAH KESEHATAN YANG DAPAT MUNCUL AKIBAT PROSES

PENUAAN
1; Osteoporosis
1; Pengertian
Osteoporosis adalah suatu penyakit metabolik tulang yang ditandai
dengan menurunnya masa tulang dan perubahan struktur tulang dengan
akibat kecenderungan tulang untuk mengalami fraktur. Fraktur biasanya
terjadi pada tulang panggul, tulang belakang, dan pergelangan tangan.
Umumnya terjadi pada usia lanjut, terutama pada wanita pasca menopause.
Osteoporosis merupakan masalah kesehatan di masyarakat, karena
komplikasi yang ditimbulkan yaitu fraktur yang akan memberikan dampak
sosio-ekonomi, kecacatan, ketergantungan pada orang lain, penurunan
kualitas hidup dan produktivitas, serta kematian. Patogenesisnya berupa
adanya

peningkatan

penyerapan

tulang

tanpa

diikuti

dengan

pembentukkan tulang, sehingga akan mempercepat kehilangan massa


tulang.
2; Etiologinya

a; APrimer, patogenesa belum diketahui secara jelas


b; Sekunder. Hipertiroid, hipermatiroid primer, sindroma cushing,

pemakain corticosteroid jangka panjang, alkoholisme, keganasan


dengan metastase pada tulang, meiloma, DM. Kemungkinan karena
adanya bermacam-macam kalsium dalam makanan, penurunan
penyerapan kalsium di usus, definisi vitamin D, perubahan hormonal
(estrogen, PTH, calsistonin) Wanita pasca menopause. Disebabkan
karena defisiensi hormon estrogen. Estrogen merangsang aktivitas
osteoblast untuk mengatur psteoclast. Adanya defisiensi estrogen
menyebabkan aktifitas osteoclast sehingga berakibat peningkatan
penyerapan tulang. Defisiensi estrogen akan merangsang peningkatan
PTH sehingga meningkatkan penyerapan tulang.
3; Manifestasi klinis
Fraktur-fraktur primer yang paling sering ditemukan pada klien dengan
osteoporosis adalah fraktur vertebra, fraktur tulang panggul, dan fraktur
lengan bawah. Fraktur ini terjadi akibat dari stress cidera berulang-ulang
atau akibat trauma akut, yang mungkin memperberat mikro fraktur ini.

Sebagai konsenkwensinya tidak diketahui dengan pasti fraktur apa yang


memulai terjadinya fraktur panggul. Fraktur osteoporosis cenderung
berkelompok dan kejadian satu jenis fraktur pada umumny a menunjukan
bahwa seorang pasien beresiko tinggi untuk mengalami fraktur berikutnya
pada lokasi yang lain. Fraktur membatasi mobilitas dan menempatkan
pasien pada resiko tinggi untuk mengalami kemunduran status fungsional
dan perkembangan komplikasi selanjutnya akibat keterbatasan mobilitas.
4; Patofisiologi

Dalam keadaan normal, tulang dalam keadaan seimbang antara proses


pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang
dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh
osteoblas senantiasa berpasangan dengan baik. Fase yang satu akan
merangsang terjadinya fase yang lain. Dengan demikian tulang akan
beregenerasi. Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga
memiliki peranan yang penting, bahkan merupakan faktor penentu utama
untuk terjadinya osteoporosis adalah kadar kalsium yang masih terdapat
pada tulang. Seseorang memiliki densitas tulang yang tinggi (tulang yang
padat), mungkin tidak akan sampai menderita osteoporosis. Kehilangan
kalsium tidak akan mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis. Lebih
kurang 99% dari keseluruhan kalsium tubuh berada di dalam tulang dan
gigi. Apabila kadar kalsium darah turun di bawah normal, tubuh akan
mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi. Dengan bertambahnya
usia, keseimbangan sistem mulai terganggu. Tulang kehilangan kalsium
lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi kembali. Secara
umum, osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih
dominan dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang, karena pola
pembentukan dan resopsi tulang berbeda antar individu. Para ahli
memperkirakan ada banyak faktor yang berperan mempengaruhi
keseimbangan tersebut. Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang
berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang
lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan
hilangnya kalsium dari tulang.

Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang mencapai kepadatan


maksimal berjalan paling efisien sampai umur mencapai 30 tahun, dengan
bertambahnya usia, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Dengan
usia yang lanjut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian
memperlihatkan bahwa setalah mencapai usia 40 tahun, akan kehilangan
tulang sebesar 0,5% setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa
pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2
kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal menjadi sebab
mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih
besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi
penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah
satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain
itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja
hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
5; Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan untuk osteoporosis termasuk pencegahan


melalui pendidikan kesehatan dengan menekankan pada pengurangan fator
resiko, asupan kalsium dan nutrisi yang adekuat, aktifitas fisik dan terapi
sulih hormon.( Mansjoer, 2000).
2. Osteoartritis
1; Pengertian

Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan


kerusakan kartilago sendi. Osteoarthritis atau yang juga dikenal sebagai
osteoartrosis merupakan suatu gangguan sendi yang bersifat kronis, berjalan
progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai dengan deteriorasi dan abrasi
tulang rawan sendi serta pembentukan tulang baru pada sendi.
2; Etiologi

Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
a; Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
b; Jenis Kelamin. Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan
lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama
pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak
pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
c; Genetic. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal,

pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang
distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari
pada ibu dananak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
d; Suku. Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari
pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang orang Amerika
asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan
cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan
pertumbuhan.
e; Kegemukan. Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun
pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada

sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula).
3; Manifestasi klinis
Gejala osteoartritis biasanya terjadi secara perlahan-lahan dan lama-kelamaan
akan memburuk, gejala dan tanda-tandanya antara lain
1; nyeri pada engsel dan sambungan tulang selama atau sesudah digerakkan
atau setelah lama tidak bergerak/tidak aktif.
2;

Rasa

ngilu

pada

engsel

saat

mengangkat

beban

ringan

Kaku pada engsel saat bangun tidur atau setelah lama tidak bergerak
Kehilangan fleksibilitas yang membuat pasien sulit menggerakkan
engsel
3;

Pada beberapa kasus terjadi pembengkakan

4; Patofisiologi

Osteoartritis ( penyekit degeneratif sendi , hipertrofi artritis ) adlah gangguan


yang berkembang secara lambat, tidak simetris, dan non inflamasi yang terjadi
pada sensi-sendi yang dapat di gerakan khususnya padasendi-sendi yang
menahan brat tubuh. Osteoartritis ditandai oleh degenerasi kartilago sendi dan
oleh pembentukan tulang baru pada bagian pinggir sendi.perubahan
degeneratif menyebabkan kartilago yang secara normal halus, putih, tembus
cahaya menjadi buram dan kuning, dengan permukaan yang kasar dan area
malacea ( pelunakan ) ketika lapisan kartilago menjadi lebih tipis, permukaan
tulang tumbuh semakin dekat satu sama lain. Pada saat permukaan sendi
menipskan kartilago, tulang subkondriall meningkat kepadatannya dan
menjadi sklerosis.
5; Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan kronis ini dimulai dengan menemukan aktivitas


kehidupan sehari-hari yang mungkin ikut berperan terhadap tekanan pada
sendi yang sakit, memberikan alat bantu kepada klien untuk mengurangi
beban berat pada sendi yang sakit, mengajarkan klien untuk menggunakan alat
bantu ini, dan merencanakan penatalaksanaan nyeri yang sesuai. Jika

fisioterapi dan alat bantu tidak mendorong ke arah perbaikan yang berarti dan
nyeri telah melumpuhkan, operasi penggantian sendi mungkin diindikasikan.
Semua obat memiliki efek samping yang berbeda, oleh karena itu, penting
bagi pasien untuk membicarakan dengan dokter untuk mengetahui obat mana
yang paling cocok untuk di konsumsi. Berikut adalah beberapa obat
pengontrol rasa sakit untuk penderita osteoarthritis.
a; Acetaminophen, merupakan obat pertama yang di rekomendasikan karena
b;

c;
d;
e;

f;
g;

h;

relatif aman dan efektif untuk mengurangi rasa sakit.


NSAIDs (nonsteroidal anti inflammatory drugs). Dapat mengatasi rasa
sakit dan peradangan pada sendi. Mempunyai efek samping, yaitu
menyebabkan sakit perut dan gangguan fungsi ginjal.
Topical pain. Dalam bentuk cream/ spray yang bisa digunakan langsung
pada kulit yang terasa sakit.
Tramadol (Ultram). Tidak mempuyai efek samping seperti yang ada pada
NSAIDs.
Milk narcotic painkillers. Mengandung analgesic seperti codein atau
hydrocodone yang efektif mengurangi rasa sakit pada penderita
osteoarthritis.
Corticosteroids. Efektif mengurangi rasa sakit.
Hyaluronic acid. Merupakan glycosaminoglycan yang tersusun oleh
disaccharides of glucuronic acid dan N-acetygluosamine. Disebut juga
viscosupplementation. Digunakan dalam perawatan pasien osteoarthritis.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, 80% pengobatan dengan
menggunakan hyaluronic acid mempunyai efek yang lebih kecil
dibandingkan pengobatan dengan menggunakan placebo. Makin besar
molekul hyaluronic acid yang diberikan, makin besar efek positif yang di
rasakan karena hyaluronic acid efektif mengurangi rasa sakit.
Glucosamine dan chondroitin sulfate. Mengurangi pengobatan untuk
pasien osteoarthritis pada lutut. (Stanley, 2005).

3. Artritis Reumatik
a; Definisi
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini
juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006)

Rheumatoid arthritis merupakan bentuk arthritis yang serius, disebabkan oleh


peradangan kronis yang bersifat progresif, yang menyangkut persendian. Ditandai
dengan sakit dan bengkak pada sendi-sendi terutama pada jari-jari tangan,
pergelangan tangan, siku, dan lutut. Dalam keadaan yang parah dapat
menyebabkan kerapuhan tulang sehingga menyebabkan kelainan bentuk terutama
pada tangan dan jari-jari.
b; Etiologi

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi beberapa
hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a; Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC dan faktor
Rematoid
b; Gangguan Metabolisme
c; Genetik
d; Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan psikososial

c; Manifestasi Klinis

Pada lansia, AR dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok. Kelompok 1 adalah


AR klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian besar terlibat. Terdapat
faktor reumatoid, dan nodul-nodul reumatoid sering terjadi. Penyakit dalam
kelompok ini dapat mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
Kelompok

termasuk

klien

yang

memenuhi

kriteria

dari

American

Rheumatologic Association untuk AR karena mereka mempunyai radang sinovitis


yang terus-menerus dan simetris, sering melibatkan pergelanagn tangan dan sendisendi jari.
Kelompok 3, sinovitis terutama mempengaruhi bagian proksimal sendi, bahu,
panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekakuan pada pagi hari.
Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini dengan adanya bengkak,
nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrom carpal tunnel.
Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri yang dapat
dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis rendah atau agens
antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

e; Patofisiologi

Cidera mikro vascular dan jumlah sel yang membatasi dinding sinovium
merupakan lesi paling dini pada sinovisis remotoid. Sifat trauma yang
menimbulkan respon ini masih belum diketahui. Kemudian, tampak peningkatan
jumlah sel yang membatasi dinding sinovium bersama sel mononukleus
privaskular. Seiring dengan perkembangan proses sinovium edematosa dan
menonjol kedalam rongga sendi sebagai tonjolan-tonjolon vilosa. Pada penyakit
Rematoid Artritis terdapat 3 stadium yaitu :
a; Stadium Sinovisis

Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat
bergerak, bengkak dan kekakuan.
b; Stadium Destruksi

Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c; Stadium Deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
f; Penatalaksanaan
Untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan agens antiinflamasi, obat
yang dapat dipilih adalah aspirin. Terapi kortikosteroid yang diinjeksikan melalui
sendi mungkin digunakan untuk infeksi di dalam satu atau dua sendi. Injeksi secara
cepat dihubungkan dengan nekrosis dan penurunan kekuatan tulang. Biasanya,
injeksi yang diberikan kedalam sendi apapun tidak boleh diulangi lebih dari tiga
kali. Rasa nyeri dan pembengkakan umumnya hilang untuk waktu 1 sampai 6
minggu.
Penatalaksanaan keperawatan menekankan pemahaman klien tentang sifat
alami AR kronis dan kelompok serta tahap-tahap yang berbeda untuk memantau
perkembangan penyakit. Klien harus ingat bahwa walaupun pengobatan mungkin
mengurangi radang dan nyeri sendi, mereka harus pula mempertahankan kekeuatan
dan kekeuatan untuk mencegah deformitas sendi. Suatu program aktivitas dan
istirahat yang seimbang sangat penting untuk mencegah peningkatan pada sendi.
(Suddarth, 2002).

Proses Penuaan

Perubahan Komponen sendi


Pemecahan kondrosit
Kolagen
Progteogtikasi
Jaringan sub kondrial

Trauma
Intrinsik
Ekstrinsik

Perubahan metabolisme sendi

Proses penyakit degeneratif yang panjang

Pengeluaran enzim lisosom


MK:
Kerusakan Penatalaksanaan lingkungan
Kerusakan matrik kartilago
Kurang kemampuan mengingat
Kesalahan interpretasi
Penebalan tulang sendi

Perubahan fungsi sendi

E; PATHWAY
Penyempitan rongga sendi
MK: Kurang pengetahuan

Deformitas sendi

Kontraktur
Penurunan Kekuatan
nyeri

MK: Kerusakan mobilytas fsik

MK: Gangguan Citra tubuh


MK: Kurang perawatan diri

Hipertrof

Distensi Cairan

MK: Nyeri akut

F; ASUHAN KEPERAWATAN
1; Pengkajian Lansia
a; Biodata

pasien (nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status


pernikahan).
b; Biodata penanggung jawab (nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan dan hubungan dengan klien).
c; Pengkajian pola Gordon
1; Pola Persepsi kesehatan dan Pemeliharaan kesehatan
Subyektif:
a; Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini?
b; Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
c;
d;
e;
f;
g;
h;
i;

kesehatannya?
Apa yang dilakukan secara rutin?
Bagaimana cara lansia mengatasi penyakitnya?
Perihal apakah di dalam agama/kepercayaan lansia terkait dengan
pemeliharaan kesehatan?
Seberapa sering lansia berkunjung ke dokter umum, dokter gigi,
atau tenaga kesehatan yang lain?
Apakah lansia mengkonsumsi makanan-makanan yang berisiko
terhadap kesehatannya?
Apakah lansia mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara
kesehatannya?
Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk
mengambil keputusan tentang pemeliharaan kesehatan?

Obyektif:
a; Bagaimana kebersihan diri lansia (rambut, kulit, mulut dan geligi,

gigi palsu, genitalia, anus).


2; Pola Nutrisi metabolik
Subyektif:
a; Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi lansia

dalam sehari?
b; Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang
terkait dengan nutrisi?
c; Jenis makanan yang disukai?

d; Bagaimana nafsu makan lansia?


e; Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung,
f;
g;
h;
i;

sulit menelan, dan lain-lain)?


Apakah ada diet?
Bagaimana kecukupan intake/output cairan?
Apakah berat badan: normal/over/underweight?
Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat?

Obyektif:
a; Bagaimana kondisi: rambut, kulit, conjungtiva, palpebrae, sclera,

gigi geligi, rongga mulut, gusi, lidah, kelenjar getah bening, status
hidrasi?
b; Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen?
c; Kemampuan mengunyah keras?
d; Apakah menggunakan gigi palsu?
e; Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait
dengan kecukupan nutrisi lansia?
f; Berat badan, tinggi badan dan IMT?
3; Pola Eliminasi
Subyektif:
a; Bagaimana pola BAB: frekuensi, kontinen/inkotinen, konsistensi,

warna, apakah ada nyeri?


b; Apakah ada kesulitan BAB?
c; Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB
(laksantia, supositoria, dan lain-lain)?
d; Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna, oliguri,
anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri?
Obyektif:
a; Bagaimana kondisi abdomen, anus, mulut uretra, dan adanya nyeri

ginjal?
b; Apakah lansia terlihat memegang perutnya?
c; Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait dengan
eliminasi.
4; Pola Aktivitas Latihan
Subyektif:

a; Bagaimana pola aktivitas/latihan lansia: jenis aktivitas, frekuensi,

lamanya?
b; Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi?
c; Adakah keluhan ketika beraktivitas?
d; Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa apa
hambatan tersebut?
e; Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah
lansia merasa nyaman dengan alat tersebut?
f; Apakah lansia mengalami gangguan keseimbangan?
g; Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?
h; Seberapa jauh dapat melalui aktivitas?
i; Adakah keluhan nyeri dada, batuk? Bagaimana dengan produksi slym?
Obyektif:
a; Apakah lansia memerlukan bantuan orang lain atau alat bantu untuk
beraktifas?
b; Apakah lingkungan cukup aman bagi lansia untuk melakukan
aktifitas?
c; Bagaimana dengan uji kekuatan otot?
d; Adakah tanda-tanda hipotensi orthostatik?
e; Bagaimana dengan postur dan gaya jalan lansia?
f; Apakah klien mampu memenuhi kebutuhan hariannya?
g; Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?
h; Apakah lingkungan aman bagi lansia?
i; Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan
tungkai?
j; Hasil observasi: P, N, TD, JVP, kapilary refill, edema perifer.
Laboratorium, EKG, dan pemeriksaan diagnostik lainnya.

5; Pola Istirahat Tidur

Subyektif:
a; Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?
b; Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa, siang/malam?
c; Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?
d; Apakah ada laporan tentang lansia: pernapasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu
tidur?

e; Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk

menigkatkan kualitas tidurnya?


f; Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur (rasa
sakit, berisik, atau hal lain)?
g; Adakah lansia mengalami gangguan tidur?
Obyektif:
a; Apakah lansia terlihat capai/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak)?
b; Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
c; Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?
6; Pola Kognitif Perseptual
Subyektif:
a; Apakah lansia menggunakan alat bantu dengar,penglihatan?
b; Apakah ada gangguan persepsi sensori?
c; Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam
memori?
d; Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu dekat
atau yang sudah lama terjadi?
e; Apakah mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?
f; Bagaimana
kemampuan
dalam
pengambilan
keputusan
(mandiri/dibantu)?
g; Apakah ada perubahan perilaku (hiperaktif/hipoaktif)?
h; Apakah ada perubahan dalam konsentrasi?
i; Apakah gelisah, tidak kooperatif, marah, menarik diri, depresi,
halusinasi, delusi?
j; Adakah riwayat stroke/tanda-tanda infeksi?
k; Adakah ketidaknyamanan/nyeri yang dialami lansia?
Obyektif:
a; Adakah perubahan dosis/jenis obat akhir-akhir ini?
b; Hasil MMSE, pemeriksaan medik, laboratorium.
c; Apakah lansia tampak bingung dan sulit konsentrasi?
d; Bagaimana dengan fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan?
7; Pola Persepsi diri - Konsep diri
Subyektif:
a; Apakah lansia mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?
b; Apakah sumber ketakutan/kekhawatiran tersebut diketahui?
c; Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?
Kegagalan/keputusasaan?

d; Apakah dia kehilangan sesuatu yang berarti/pindah tempat/berpisah

dengan seseorang yang dicintai?


e; Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak
mata?
f; Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?
g; Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?
h; Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?
Obyektif:
a; Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut
nadi, jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?
b; Bagaimana hasil pengkajian uji saraf kranial?
8; Pola Peran Hubungan
Subyektif:
a; Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau kegiatan

sosial lainnya?
b; Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?
c; Apakah ada perubahan peran akibat proses penuaan?
Obyektif:
Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan
sekitar
9; Pola Seksual Reproduksi
a; Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas
b;
c;
d;
e;

lansia?
Kapan lansia mengalami menopause? Keluhan apa yang dirasakan
setelah mengalami menopause?
Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah akibat
menopause?
Masihkah ada minat dalam melakukan hubungan intim dengan
pasangan? Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?
Adakah keluhan dengan prostat atau hernia?

10; Pola Kooping Toleransi Stress


Subyektif:
a; Bagaimana status emosi lansia?

b; Adakah masalah/stress psikologis akhir-akhir ini seperti: depresi,

kehilangan, pasangan hidup, minder, dan lain-lain?


c; Bagaimana upaya pengelolaan stress? Apakah upaya tersebut
membantu lansia mengatasi masalahnya?
Obyektif:
Catat perilaku atau manifestasi psikologis dari mood, afek, kecemasan,
dan stress
11; Pola Nilai Kepercayaan
Subyektif:
a; Sistem nilai, tujuan dan keyakinan apa yang dimiliki lansia.
b; Apakah lansia teratur melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan

agamanya?
c; Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan?
d; Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?
e; Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan
atau koping terhadap stress?
Obyektif:
Observasi adanya alat-alat untuk ibadah.

2; Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul dan Intervensi Keperawatan


a; Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Intervensi:
-

Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa nyeri non verbal

Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan
saat klien beristirahat/tidur.

Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur atau duduk di
kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.

Pantau penggunaan bantal.

Dorong klien untuk sering mengubah posisi.

Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.

Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang sakit beberapa
kali sehari.

Pantau suhu kompres.


-

Berikan masase yang lembut.

Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya relaksasi progresif


sentuhan terapeutik bio feedback, visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis
diri dan pengendalian nafas.

Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.

Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

Bantu klien dengan terapi fisik.

Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi


-

Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol

Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam aktivitas


sesuai kemampuan.

Mengikuti program terapi.

Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam


program kontrol nyeri.

b; Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan :


-

Deformitas skeletal

Nyeri, ketidaknyamanan

Penurunan kekuatan otot

Intervensi:
-

Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi

Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan

Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus


dan tidur malam hari tidak terganggu.

Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif dan
isometric jika memungkinkan

Dorongkan untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi, berdiri,


dan berjalan.

Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset,


menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas/kursi roda penyelamat

Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi


-

Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/pembatasan


kontraktor

Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari


kompensasi bagian tubuh

Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan


aktivitas.

c; Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan:


-

Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum

Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.

Intervensi:
-

Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit,


harapan masa depan.

Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang. Memastikan


bagaimana pandangan pribadi klien dalam memfungsikan gaya hidup
sehari-hari termasuk aspek-aspek seksual

Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan

Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu


memperhatikan tubuh/perubahan.

Susun

batasan

pada

perilaku

maladaptif,

bantu

klien

untuk

mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.


-

Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.

Ikutsertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal aktivitas.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:


-

Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk


menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup dan kemungkinan
keterbatasan.

Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.

d; Kurang Perawatan Diri berhubungan dengan Kerusakan Auskuloskeletal:


Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, Depresi.
Intervensi:
-

Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi penyakit


dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.

Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.

Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi


rencana untuk memodifikasi lingkungan.

Kolaborasi untuk mencapai terapi okupasi.

Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:


-

Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten pada


kemampuan klien.

Mendemonstrasikan perubahan teknik/gaya hidup untuk memenuhi


kebutuhan perawatan diri.

Mengidentifikasikan

sumber-sumber

pribadi/komunitas

yang

dapat

memenuhi kebutuhan.
e; Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan
dengan :
-

Proses penyakit degeneratif jangka panjang.

Sistem pendukung tidak adekuat.

Intervensi:
-

Kaji tingkat fungsi fisik

Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk


diri sendiri.

Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi


individual.

Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.

Hasil yang Diharapkan/Kriteria Evaluasi :


-

Mempertahankan

keamanan

lingkungan

yang

meningkatkan

perkembangan.
-

Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.

f; Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis dan


Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan:
-

Kurangnya pemahaman/mengingat kesalahan interpretasi informasi.

Intervensi :
-

Tinjau proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan

Diskusikan kebiasaan pasien dalam melaksanakan proses sakit melalui


diet, obat-obatan dan program diet seimbang, latihan dan istirahat.

Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,


istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan
manajemen stress.

Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakologi terapi.

Identifikasi efek samping obat.

Diskusikan teknik menghemat energi.

Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat duduk, dan
palang keamanan.

Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada
saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas.

Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar


salisilat, PT.

Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.

Hasil yang diharapkan/Kriteria Evaluasi:


-

Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan.

Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya


hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.

Anda mungkin juga menyukai