Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Morfologi Tuberkulosis
Tuberkulosis

adalah

penyakit

yang

disebabkan

oleh

infeksi

Mycobacterium tuberculosis complex. Mycobacterium tuberculosis berbentuk


batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri
ini

berukuran

lebar

0,3

0,6

mm

dan

panjang

mm.

Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin
kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor,
dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat
merupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan
fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah
polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang
kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosisbersifat tahan asam, yaitu
apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebut dengan larutan asam alkohol.1,4,6
2.2. Patofisiologi Tuberkulosis
A. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana
saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional
dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :2,3,7,8

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad


integrum)

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon,

garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)


Menyebar dengan cara : 2,8,9
o Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. contohnya adalah
epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya
bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
o Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun
ke paru sebelahnya atau tertelan
o Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman.
Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier,

meningitis

tuberkulosis,

typhobacillosis

Landouzy.

Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat


tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan
terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,
tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer.
B. Tuberkulosis Postprimer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis
postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk

tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena


dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang
dini, yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut : 2,3,10

Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat


Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran
dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi
aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti

bila jaringan keju dibatukkan keluar.


Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).
Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti
awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti
sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:
o meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas
o memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti
lagi
o bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan
menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

Gambar 2. 1: Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer


dan perjalanan penyembuhannya

2.3 Klasifikasi Tuberkulosis


A. Tuberkulosis Paru1,9,10,11
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura.
1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M. tuberculosis
2. Berdasarkan tipe pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya


pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila
BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai
lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan
beberapa kemungkinan :
- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur,
keganasan dll)
- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang
berkompeten menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out : Adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal : Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum
akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik : Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2
dengan pengawasan yang baik
f. Kasus Bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)
dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak
aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif

atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat
dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif. 1,5,8,13

Gambar 2.2 : Skema klasifikasi TB

Gambar 2.3 : Skema klasifikasi TB

2.4 Diagnosis Tuberkulosis


A. Gambaran Klinik2,3,7,12,15
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
- Gejala respiratorik : batuk > 2 minggu, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada. Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
- Gejala sistemik : Demam, gejala sistemik lain adalah malaise, keringat
malam, anoreksia dan berat badan menurun.
- Gejala tuberkulosis ekstraparu : Gejala ini tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran
yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.
- Pemeriksaan Jasmani
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat
tergantung luas kelainan struktur paru.

Pada permulaan (awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan

10

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior


terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi cold abscess

Gambar
2.4 : Paru : apeks lobus superior dan apeks lobus inferior
- Pemeriksaan
Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis


mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi ( keesokan harinya )

11

- Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)


Bahan

pemeriksaan/spesimen

yang

berbentuk

cairan

dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau


lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi)
sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat
sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji
resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium..
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukan dengan cara
- Mikroskopik
- Biakan
Pemeriksaan mikroskopik:
Mikroskopik biasa

: Pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens

: Pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk

screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
-

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif


1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi


WHO).
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

12

Gambar 2.5 : Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasa

2.5 Gambaran Radiologis TB


Klasifikasi TB paru berdasarkan gambaran radiologis :
1. Tuberkulosis Primer8
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga paling
sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang anak, tetapi
bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan tubuh yang lemah. Pasien
dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal. Pada 15% kasus
tidak ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan
pada foto toraks.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih sering
terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula serta segmen anterior

13

lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberculosis primer ini adalah adalah
limfadenopati, parenchymal disease,

miliary disease, dan efusi

pleura. . Pada paru bisa dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi
yang mungkin timbul adalah Pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer
ke pleura melalui penyebaran hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis
akibat stenosis bronkus karena perforasi kelenjar ke dalarn bronkus. Baik pleuritis
maupun atelektasis pada anak-anak mungkin demikian luas sehingga sarang
primer tersembunyi dibelakangnya.

Gambar 2.6 : Tuberculosis pada


parenkim paru pada orang dewasa
( pada lobus atas dan konsolidasi
lingular )

Gambar 2.7 : Limfadenopati pada pasien


dengan tuberculosis primer. Tampak
bulging pada lobus kiri dan paratrakheal.
Gambaran limfadenopati khas pada
pediatri

14

Gambar 2.8 : Tuberculosis dengan komplek primer (hanya hilus kiri membesar).
Foto toraks PA dan lateral

Gambar 2.9 : Tuberculosis disertai komplikasi pleuritis eksudativ dan atelektasis


- Pleuritis TB

15

Gambar 2.10 : Tuberculosis


miliar : a. paru kiri terdapat
nodul difus dengan ukuran 2-3
mm yang khas pada

Gambar 2.11 : b. pada


CT Scan didapatkan
gambaran nodul yang
sama dengan distribusi
yang rata

2. Tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis reinfeksi8


Tuberkulosis yang bersifat kronis ini terjadi pada orang dewasa atau timbul
reinfeksi pada seseorang yang semasa kecilnya pernah menderita tuberculosis
primer, tetapi tidak diketahui dan menyembuh sendiri. Kavitas merupakan ciri dari
tuberculosis sekunder7

Gambar 2.12 : Tuberculosis dengan cavitas

16

Gambar 2.13 : Tuberculosis sekunder dengan


gambaran fibrosis pada kedua lobus paru

Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan
segmen apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru
yang biasanya disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis
sekunder jarang dijumpai.
Klasifikasi tuberkulosis sekunder8
Klasifikasikasi tuberkulosis sekunder menurut American Tuberculosis Association
( ATA ).
1. Tuberculosis minimal : luas sarang-sarang yang kelihatan tidak melebihi
daerah yang dibatasi oleh garis median, apeks dan iga 2 depan, sarang-sarang
soliter dapat berada dimana saja. Tidak ditemukan adanya kavitas
2. Tuberkulosis lanjut sedang ( moderately advance tuberculosis ) : Luas sarang
-sarang yang berupa bercak infiltrat tidak melebihi luas satu paru. Sedangkan
bila ada kavitas, diameternya tidak melebihi 4 cm. Kalau bayangan sarang
tersebut berupa awan - awan menjelma menjadi daerah konsolidasi yang
homogen, luasnya tidak boleh melebihi 1 lobus paru .

17

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis ) : Luas daerah yang


dihinggapi sarang-sarang lebih dari 1 paru atau bila ada lubang -lubang, maka
diameter semua lubang melebihi 4 cm.
Ada beberapa bentuk kelainan yang dapat dilihat pada foto roentgen, antara
lain :
1. Sarang eksudatif, berbentuk awan atau bercak-bercak yang batasnya tidak
tegas dengan densitas rendah.
2. Sarang produktif, berbentuk butir-butir bulat kecil yang batasnya tegas dan
densitasnya sedang.
3. Sarang induratif atau fibrotik, yaitu berbentuk garis-garis berbatas tegas,
dengan densitas tinggi.
4. Kavitas atau lubang
5. Sarang kapur ( kalsifikasi)

Gambar 2.14 : kavitas pada kedua


apex pulmo Tuberkulosi sekunder
pada CT Scan

Gambar 2.15 : Nodul sentrilobular


yang dihubungkan dengan garis opaq
sehingga disebut tree in bud
appearance yang khas pada
tuberculosis sekunder

Cara pembagian yang lazim di Amerika Serikat adalah :

18

1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak infiltrat dengan densitas rendah


hingga sedang dengan batas tidak tegas. Sarang -sarang ini biasanya
menunjukan suatu proses aktif.
2. Lubang ( kavitas ). Berarti proses aktif kecuali bila lubang sudah sangat kecil,
yang dinamakan residual cavity .
3. Sarang-sarang seperti garis ( fibrotik ) atau bintik - bintik kapur ( kalsifikasi,
yang biasanya menunjukkan proses telah tenang ( fibrocalcification)

gambar 2.16 : Tuberculosis dengan cavitas

Gambar 2.17 : Tuberculosis dengan kalsifikasi


Tuberkuloma
Kelainan ini menyerupai tumor. Bila terdapat di otak, tuberkuloma juga bersifat
suatu lesi yng menempati ruangan ( space occupying lesion / SOL ). Tuberkuloma

19

adalah suatu sarang keju (caseosa) dan biasanya menunjukkan penyakit yang tidak
begitu virulen bahkan biasanya tuberkuloma bersifat tidak aktif lebih-lebih bila
batasnya licin, tegas dan dipinggirnya ada sarang perkapuran, sesuatu yang dapat
dilihat jelas pada tomogram.
Diagnostik diferensialnya dengan suatu tumor sejati adalah bahwa didekat
tuberkuloma sering ditemukan sarang kapur.

Gambar 2.18 : Turberkuloma


Kemungkinan - kemungkinan kelanjutan suatu sarang tuberkulosis 8
Penyembuhan
1. Penyembuhan tanpa bekas
Sering terjadi pada anak-anak (tuberkulosis primer dan pada orang dewasa
apabila diberikan pengobatan yang baik.
2. Penyembuhan dengan memninggalkan cacat.
Penyembuhan ini berupa garis - garis berdensitas tinggi / fibrokalsifikasi di
kedua lapangan atas paru dapat mengakibatkan penarikan pembuluh
-pembuluh darah besar di kedua hilli ke atas. Pembuluh darah besar di hilli
terangkat ke atas, seakan-akan menyerupai kantung celana (broekzak
fenomen). Sarang-sarang kapur kecil yang mengelompok di apeks paru
dinamakan Sarang - sarang Simon ( Simon's foci).

20

Secara roentgenologis, sarang baru dapat dinilai sembuh ( proses tenang ) bila
setelah jangka waktu selama sekurang-kurangnya 3 bulan bentuknya sama.
Sifat bayangan tidak boleh berupa bercak-bercak, awan atau lubang,
melainkan garis-garis atau bintik-bintik kapur.
Dan harus didukung oleh hasil pemeriksaan klinik - laboratorium, termasuk
sputum.
Perburukan ( perluasan ) penyakit8
1. Pleuritis
Terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 1015 ml. Efusi pleura bias terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda
meniscus sign/ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus
efusi pleura sudah bias dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal.
Penebalan pleura di apikal relative biasa pada TB paru atau bekas TB paru.
Pleuritis TB bias terlokalisir dan membentuk empiema. CT Toraks berguna
dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm atau
sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru.
Pada foto toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut
(Snow storm apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal,
Tulang, Sendi, Selaput otak /meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru yang
bersangkutan sering menempati lobus kanan ( sindroma lobus medius )
4. Kavitas (lubang)
Timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering
tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin
terlihat cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan

21

fibrotik dan bersifat tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up)
dinamakan lubang sisa (residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang
sudah tenang.

Pemeriksaan laboratorium

Darah : Leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri,


jumlah limfosit masih di bawah normal, laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi. Anemia ringan, gama globulin meningkat, kadar natrium darah
menurun

Sputum : ditemukan kuman BTA , diagnosis TB sudah dapat dipastikan.

Tes Tuberkulin. Biasanya dipakai tes Mantoux. Tes tuberculin hanya


menyatakan apakah seseorang sedang atau pernah mengalami infeksi
M.tuberculosae.

Diagnosis banding TB paru secara radiologist


1. TB paru primer

Pembesaran KGB pada TB paru primer : Limfoma, sarkoidosis Pada


TB paru primer, pembesaran KGB dimulai dari hilus, baru ke
paratrakea, dan pada umumnya unilateral. Sedangkan pada limfoma
biasa dimulai dari paratrakea dan bilateral. Pada sarkoidosis
pembesaran KGB hilus bilateral,

Infiltrat unilateral lapangan bawah paru


TB anak: Pneumonia
Untuk membedakan pneumonia TB dengan pneumonia bukan karena
TB, pada pneumonia bukan TB umumnya tidak disertai pembesaran
KGB dan pada evaluasi foto cepat terjadi resolusi TB dewasa :
pneumonia

non

TB,

karsinoma

(bronchioloalveolar

sarkoidosis, non tuberculous mycobacteria (NTM)


2. TB post primer
1. NTM

cell

ca),

22

2. Silikosis
3. Respiratory bronchiolitis interstitial lung disease (RB ILD)
4. Kavitas pada usia tua, kemungkinan karena tumor paru
5. kavitas multiple bisa dijumpai juga pada wegener granulomatosis dan
jamur.
VII. Komplikasi
Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
Komplikasi lanjut; TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gaal nafas dewasa,
meningitis TB
Tuberkulosis pada tulang dan sendi
Basil tuberculosis biasanya menyangkut di spongiosa tulang. Pada tempat infeksi
timbul osteitis, kaseasi dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang kemudian
dapat mengalami kalsifikasi. Pada tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi
perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebralis.
Tuberkulosis pada tulang panjang
Lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto roentgen terlihat
sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batasbatasnya tidak tegas tetaapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi
tegas. Kadang-kadang dengan sklerosis pada tepinya. Lesi cepat menyebrangi
epifisis dan selanjutkan mengenai sendi. Proses dapat bermula pada epifisis tulang
panjang.

23

Gambar 2.19 :

Tuberkulosis pada

tulang panjang
Tuberkulosis

pada

Frekuensi

tulang belakang
tuberkulosis

tulang

tinggi

adalah

pada

tulang

belakang, biasanya di

daerah

torakal

lumbal,

daerah servikal. Lesi

yang

paling

jarang

di

dan

biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat


Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal
Ditengah korpus, disebut tipe sentral
Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengaiami destruksi di sertai
adanya kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat
tersebut timbul gibbus. Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus
vertebra dan diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka
proses selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal

Gambar 2.20 : Abses pott pada pasien dengan tuberculosis spondylosis. pada vertebrae thorax 11
terdapat pott abses.

24

Gambar 2.21 : Kalsifikasi abses dari muskulus psoas pada spondilitis tuberculosis, ginjal
terdorong oleh massa abses poas serta diikuti oleh destruksi dari vertebrae

Meningitis Tuberkulosa
Meningitis TB adalah

manifestasi

dari tuberkulosis SSP ,

diagnosis dini

sangat penting
untuk

untuk

mengurangi

hematogen.

morbiditas dan

mortalitas. Penyebarannya

Temuan radiografi yang

khas adalah

biasanya
abnormal

enchancement meningeal, biasanya paling menonjol pada sisterna basal7.

Tuberkulosis Parenkim
Lesi ini dapat soliter, beberapa, atau miliaria dan dapat dilihat di mana saja
dalam parenkim otak, meskipun paling sering terjadi di dalam lobus frontal dan
parietal7.

Gambar 2. 22 : TBC milier pada SSP

25

Tuberkulosis Abdominal
Perut adalah fokus paling sering pada penyakit tuberkulosis luar paru. CT
adalah andalan untuk

menyelidiki

TBC perut ,

namun

pengetahuan

modalitas imaging lainnya, seperti pemeriksaan barium enema, juga penting


untuk menghindari salah diagnose dalam kasus di mana TB awalnya tidak
dicurigai.7

Gambar 2.23 : Tuberculosis ileocecal, retraksi pada daerah


illeosecal diikuti dengan inkompetensi dari katup illeosecal

2.6. Pengobatan Tuberkulosis


Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama dan tambahan.10,16,19
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Obat yang dipakai:
Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah : INH, Rifampisin,
Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol

26

Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) : Kanamisin, Amikasin, Kuinolon,


Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat

Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :


o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
Kemasan :

Obat tunggal : Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH,

rifampisin, pirazinamid dan etambutol.


Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) : Kombinasi
dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet

Tabel 2.1: Jenis dan dosis OAT

Dosis yg dianjurkan

Dosis
Ob
at

(Mg/K
g
BB/Ha
ri)

Dosis (mg) / berat


badan (kg)

Harian (

DosisMa

mg/

Intermitten (mg/Kg/BB

kgBB / h

/kali)

R
H

8-12
4-6

ari)
10
5

10
10

20-30

25

35

ks (mg)

600
300

< 40

300
150
750

4060

>60

450
300
100

600
450
150

27

15-20

15-18

15

30

15

750

15

Sesu

1000

ai BB

100

150

0
100

750

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang


penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug
resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi
TB merupakan prioriti utama WHO.
International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD)
dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan
kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 2.
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.


11,16,22

Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan

kesalahan pengobatan yang tidak disengaja.


Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang

benar dan standar.


Perbaikan manajemen obat karena jenis obat lebih sedikit.
Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat
penurunan penggunaan monoterapi.
Tabel 2.2 : Jenis dan dosis OAT Kombinasi dosis tetap

BB

Harian

Fase intensif
2 bulan
Harian

3x/minggu

Fase lanjutan
4 bulan
Haria 3x/minggu

RHZE

RHZ

RHZ

n
RH

RH

150/75/400/27

150/75/40

150/150/50

150/7

150/150

30-

5
2

0
2

0
2

5
2

37

28

38-

54

5570
>71
Paduan Obat Anti Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:11,17,18,23

TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks : lesi luas

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE
/ 4R3H3
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru)
Bila ada fasiliti biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji
resistensi

TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks : lesi minimal

Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3

TB paru kasus kambu


Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase

lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi
dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.

TB Paru kasus gagal pengobatan


Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh

paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18


bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan
pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat
RHE selama 5 bulan.
- Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang
optimal

29

- Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru

TB Paru kasus putus berobat


Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali

sesuai dengan kriteria sebagai berikut :


a. Berobat > 4 bulan
1. BTA saat ini negatif : Klinis dan

radiologi tidak aktif atau ada

perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi


aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB
dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain.
Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
2. BTA saat ini positif : Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
b. Berobat < 4 bulan
1. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
2. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi
terhadap OAT.

TB Paru kasus kronik


Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,

berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi. (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan
obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan minimal 18
bulan.
- Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
- Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
- Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru

30

Pengobatan Tuberkulosis Pada Keadaan Khusus16,18,22,23


A.

TB Millier
Rawat inap
Paduan obat: 2 RHZE/ 4 RH
Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinis, radiologi

dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang.


Pemberian kortikosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan
- Tanda / gejala meningitis
- Sesak napas
- Tanda / gejala toksik
- Demam tinggi
B. Pleuritis Eksudativa TB (Efusi Pleura TB)
- Paduan obat: 2RHZE/4RH.
- Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan

pasien dan dapat diberikan kortikosteroid.


- Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan
DM.
- Evakuasi cairan dapat diulang bila diperlukan.
C. TB Paru dengan Diabetes Mellitus (DM)
- Paduan OAT pada prinsipnya sama dengan TB tanpa DM, dengan
syarat kadar gula darah terkontrol.
- Apabila kadar gula darah tidak terkontrol, maka lama pengobatan
dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.
- Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping
etambutol pada mata; sedangkan pasien DM sering mengalami
komplikasi kelainan pada mata
- Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin karena akan mengurangi
efektiviti obat oral antidiabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya
perlu ditingkatkan
- Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk
mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan
D. TB Paru Dengan HIV / AIDS
Pada daerah dengan angka prevalens HIV yang tinggi di populasi dengan
kemungkinan koinfeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV
diindikasikan untuk seluruh TB pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin.
Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV
hanya diindikasi pada pasien TB dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga
berhubungan dengan HIV dan pada pasien TB dengan riwayat

risiko tinggi

31

terpajan HIV. Jadi tidak semua pasien TB paru perlu diuji HIV. Hanya pasien TB
paru tertentu saja yang memerlukan uji HIV, misalnya:

Ada riwayat perilaku risiko tinggi tertular HIV


Hasil pengobatan OAT tidak memuaskan
MDR TB / TB kronik

Pemeriksaan minimal yang perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis TB paru


adalah pemeriksaan BTA dahak, foto toraks dan jika memungkinkan dilakukan
pemeriksaan CD4. Gambaran penderita HIV-TB dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 2.3 : Gambaran TB HIV


Infeksi dini

Infeksi lanjut

Sputum mikroskopis
TB ekstra pulmonal
Mikobakterimia
Tuberkulin
Foto toraks
Adenopati hilus/

(CD4>200/mm3)
Sering positif
Jarang
Tidak ada
Positif
Reaktivasi TB, kaviti di puncak
Tidak ada

(CD4<200/mm3)
Sering negatif
Umum/ banyak
Ada
Negatif
Tipikal primer TB milier / interstisial
Ada

mediastinum
Efusi pleura

Tidak ada

Ada

Pengobatan OAT pada TB-HIV:

Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan TB tanpa

HIV/AIDS.
Prinsip pengobatan adalah menggunakan kombinasi beberapa jenis obat

dalam jumlah cukup dan dosis serta jangka waktu yang tepa
Pemberian tiasetazon pada pasien HIV/AIDS sangat berbahaya karena

akan menyebabkan efek toksik berat pada kulit


Injeksi streptomisin hanya boleh diberikan jika tersedia alat suntik sekali
pakai yang steril.

32

Desensitisasi obat (INH, rifampisin) tidak boleh dilakukan karena

mengakibatkan toksik yang serius pada hati


Pada pasien TB dengan HIV/AIDS yang tidak memberi respons terhadap
pengobatan, selain dipikirkan terdapat resistensi terhadap obat juga harus
dipikirkan terdapatnya malabsorpsi obat. Pada pasien HIV/AIDS terdapat
korelasi antara imunosupresi yang berat dengan derajat penyerapan,
karenanya dosis standar OAT yang diterima suboptimal sehingga

konsentrasi obat rendah dalam serum


Saat pemberian obat pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah

limfosit CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada.


Mulai terapi TB dan mulai ART segera setelah terapi TB dapat ditoleransi
(antara 2 minggu hingga 2 bulan) Paduan yang mengandung EFV.
Dianjurkan ART: EFV merupakan kontra indikasi untuk ibu hamil atau
perempuan usia subur tanpa kontrasepsi efektif.
EFV dapat diganti dengan:
- SQV/RTV 400/400 mg 2 kali sehari
- SQV/ r 1600/200 4 kali sehari (dalam formula soft gel-sgc) atau
- LPV/RTV 400/400 mg 2 kali sehari

Keterangan:

Saat mengawali ART harus didasarkan atas pertimbangan klinis


sehubungan dengan adanya tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TB
ekstraparu, ART harus diberikan secepatnya setelah terapi TB dapat

ditoleransi, tanpa memandang CD4.


Sebagai alternatif untuk EFV adalah: SQV/r (400/400 mg 2 kali sehari
atau cgc 1600/200 1 kali sehari), LPV/r (400/400 mg 2 kali sehari) dan

ABC (300 mg 2 kali sehari).


NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti dengan 200 mg 2 kali sehari)
sebagai pengganti EFV bila tidak ada pilihan lain. Rejimen yang

mengandung NVP adalah 4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP.


Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV dan ZDV / 3TC /

EFV
Kecuali pada HIV stadium IV, mulai ART setelah terapi TB selesai.
Bila tidak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan
perbaikan setelah pemberian terapi TB, ART diberikan setelah terapi TB

diselesaikan.
E. TB Paru Pada Kehamilan dan Menyusui

33

Obat antituberkulosis harus tetap diberikan kecuali streptomisin, karena

efek samping streptomisin pada gangguan pendengaran janin


Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI tetap dapat diberikan,
walaupun beberapa OAT dapat masuk ke dalam ASI, akan tetetapi

konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi.


Pada perempuan usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan
rifampisin, dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal,
karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat

kontrasepsi hormonal berkurang.


Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB dengan kehamilan
F. TB Paru pada Gagal Ginjal
Jangan menggunakan streptomisin, kanamisin dan kapreomisin
Sebaiknya hindari penggunaan etambutol, karena waktu paruhnya
memanjang dan terjadi akumulasi etambutol.

Dalam keadaan sangat

diperlukan, etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin


Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, ureum,

kreatinin)
Rujuk ke ahli Paru
G. TB Paru dengan Kelainan Hati
Bila ada kecurigaan penyakit hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati

sebelum pengobatan.
Pada kelainan hati, pirazinamid tidak boleh diberikan.
Paduan obat yang dianjurkan (rekomendasi WHO) ialah 2 SHRE/6 RH

atau 2 SHE/10 HE.


Pada pasien hepatitis akut dan atau klinis ikterik , sebaiknya OAT ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat
diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal 3 bulan sampai hepatitis

menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH.


Sebaiknya rujuk ke dokter spesialis paru
H. Hepatitis Imbas Obat
Adalah kelainan fungsi hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik

(drug induced hepatitis).


Penatalaksanaan :
- Bila klinis (+) (Ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) OAT Stop
- Bila gejala (+) dan SGOT, SGPT > 3 kali,: OAT stop

34

- Bila gejal klinis (-), Laboratorium terdapat kelainan: Bilirubin > 2


OAT Stop, SGOT, SGPT > 5 kali : OAT stop, SGOT, SGPT > 3
kali teruskan pengobatan, dengan pengawasan
Paduan OAT yang dianjurkan :
- Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
- Setelah itu, monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan laboratorium
kembali normal (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH)
desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan
klinis dan periksa laboratorium saat INH dosis penuh , bila klinis dan
laboratorium kembali normal, tambahkan rifampisin, desensitisasi sampai
dengan dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga paduan obat menjadi
RHES
- Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi
I. Tuberkulosis pada Organ Lain
Paduan OAT untuk pengobatan tuberkulosis di berbagai organ tubuh sama
dengan TB paru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi
dan TB kelenjar lama pengobatan OAT dapat diberikan 9 12 bulan. Paduan OAT
yang diberikan adalah : 2RHZE / 7-10 RH. Pemberian kortikosteroid pada
perikarditis TB untuk menurunkan kebutuhan intervensi operasi dan menurunkan
kematian, pada meningitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologis. Dosis
yang dianjurkan ialah 0,5 mg/kgBB/ hari selama 3-6 minggu.
2.6 Komplikasi Tuberkulosis
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum
pengobatan atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan.
Beberapa komplikasi yang mungikin timbul adalah :
-

Batuk darah
Pneumotoraks
Luluh paru
Gagal napas
Gagal jantung
Efusi pleura

2.7 Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)


Organisasi

Kesehatan

Dunia

(WHO)

menyatakan

bahwa

kunci

keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan

35

strategi DOTS, yang juga telah dianut oleh negara kita. Oleh karena itu
pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang sangat penting agar TB dapat
ditanggulangi dengan baik.
DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
o Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
o Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
o Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal
dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
o Pengadaan OAT secara berkesinambungan
o Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku /standar
Saat ini terdapat 6 elemen kunci dalam strategi stop TB yang direkomendasi oleh
WHO:
1. Peningkatan dan ekspansi DOTS yang bermutu, meningkatkan penemuan
kasus dan penyembuhan melalui pendekatan yang efektif terhadap seluruh
pasien terutama pasien tidak mampu
2. Memberikan perhatian pada kasus TB-HIV, MDR-TB, dengan aktiviti
gabungan TB-HIV, DOTS-PLUS dan pendekatan-pendekatan lain yang
relevan
3. Kontribusi pada sistem kesehatan, dengan kolaborasi bersama program
kesehatan yang lain dan pelayanan umum
4. Melibatkan seluruh praktisi kesehatan,

masyarakat,

swasta

nonpemerintah dengan pendekatan berdasarkan Public-Private

dan
Mix

(PPM) untuk mematuhi International Standards of TB Care


5. Mengikutsertakan pasien dan masyarakat yang berpengaruh untuk
berkontribusi pada pemeliharaan kesehatan yang efektif
6. Memungkinkan dan meningkatkan penelitian untuk pengembangan obat
baru, alat diagnostik dan vaksin. Penelitian juga dibutuhkan untuk
meningkatkan keberhasilan program
A. Tujuan :
o Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
o Mencegah putus berobat
o Mengatasi efek samping obat jika timbul
o Mencegah resistensi
B. Pengawasan
Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh :
o Pasien berobat jalan

36

Bila pasien mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau
petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan
tidak mampu datang secara teratur, sebaiknya dilakukan koordinasi dengan
puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat dengan rumah pasien TB
untuk pelaksanaan DOT ini Beberapa kemungkinan yang dapat menjadi
PMO.
I.
Petugas kesehatan
II.
Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
III.
Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
o Pasien dirawat :
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas rumah sakit, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya
sesuai dengan berobat jalan.
C. Langkah Pelaksanaan DOT
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,
pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut
harus ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
D. Persyaratan PMO
o PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh
selama pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita
HIV/AIDS.
o PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan,
kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
pasien
E. Tugas PMO
o Tersedia mendapat penjelasan di poliklinik
o Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
o Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai
jadwal yang telah ditentukan
o Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga selesai
o Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar
tetap mau menelan obat
o Merujuk pasien bila efek samping semakin berat
o Melakukan kunjungan rumah

37

o Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila


ditemui gejala TB
F. Penyuluhan
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan
dapat dilakukan secara :
o Peroranga/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat
dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll
o Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien,
kelompok keluarga pasien, masyarakat pengunjung rumah sakit dll
Cara memberikan penyuluhan : Sesuaikan dengan program kesehatan yang
sudah ada, materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat
penerimaannya

sebagai

bahan

untuk

penatalaksanaan

selanjutnya,

beri

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas,


gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu
dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang sangat
penting dalam sistem informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana
pengobatan TB harus melaksanakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang
baku. Untuk itu pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita
serta menggunakan formulir yang sudah baku pula. Pencatatan yang dilaksanakan
di unit pelayanan kesehatan meliputi beberapa item/formulir yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Kartu pengobatan TB (01)


Kartu identiti penderita TB (TB02)
Register laboratorium TB (TB04)
Formulir pindah penderita TB (TB09)
Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan
(TB10)

Cara pengisisan formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan


TB Nasional (P2TB) Jika memungkinkan data yang ada dari formulir TB01
dimasukkan ke dalam formulir Register TB (TB03).
Catatan :

38

o Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB di luar paru, maka untuk
kepentingan pencatatan pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB
paru.
o Bila seorang pasien ekstraparu pada beberapa organ, maka dicatat sebagai
ekstraparu pada organ yang penyakitnya paling berat
o Contoh formulir terlampir

Anda mungkin juga menyukai