Anda di halaman 1dari 9

Reaktivasi Virus Setelah Infeksi Primer

Maria Alberta
102012438/A2
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11470
Maria.alberta@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada
keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Fungsi utama kulit
adalah proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi),
pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.
Namun, sayangnya, kulit manusia tidak bebas hama/steril. Hampir semua bakteri atau virus
dapat menimbulkan penyakit/lesi pada kulit, baik secara langsung maupun dari dalam
(penyebaran sistemik).
Anamnesis
Seperti yang kita ketahui bahwa ananmnesis mempunyai peranan yang cukup besar dalam
menetapkan diagnosis. Anamnesa merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan
pasien / keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan
memperhatikan petunjuk- petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien
meliputi :
- Identitas pasien : Nama,tempat tanggal lahir, usia (neonatus,balita,sekolah), jenis
kelamin,nama orangtua,alamat.dan sebagainya
- Riwayat penyakit sekarang : penyakit yang sedang dialami oleh pasien
- Riwayat penyakit dahulu : Kronologi penyakit, ada tidaknya riwayat sakit dahulu
yang pernah di derita. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami gangguan kulit,
ruam dan lain-lain?
- Riwayat kesehatan : Berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat
pertumbuhan ( berat badan tinggi badan), riwayat perkembangan( kemampuan
pada bidang social personal,motor halus,motor kasar dan bahasa), riwayat
makanan dan imunisasi.
- Riwayat pengobatan. pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis
pengobatan, baik obat resep maupun alternatif, yang dimakan atau topikal.

Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit? Pernahkan/apakah


pasien menggunakan immunosupresan?
Alergi . Apakah pasien memiliki alergi obat (jika ya, seperti apa reaksi yang
timbul)? Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain?
Riwayat keluarga, sosial-ekonomi-budaya1.

Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada
kondisi-kondisi yang mengenai kulit.
o Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam?
o Di mana letaknya, apakah terasa gatal? Apakah berdarah? Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah?
o Adakah pemicu (misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergen
potensial)?
o Adakah benjolan di tempat lain?
o Bagaimana perubahan warna yang terjadi (misalnya pigmen meningkat, ikterus,
pucat)? Sudah berapa lama?
o Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik (misalnya
penurunan berat badan, artralgia, dll)?2
Pemeriksaan Fisik
o Inspeksi : Pemeriksaan dengan cara melihat secara keseluruhan
tubuh pasien,bagaimana kelainan yang terdapat pada kulitnya,bagaimana bentuknya dan
penyebaranya dan keadaan umum lainnya.3 Perhatikan kelainan kulit yang ditemukan
(ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dsb). Apakah ada memar/ptekie? Periksa kuku,
kulit, dan rambut seteliti mungkin, selain itu periksa rongga mulut dan mata. Lalu cek
apakah ada perubahan kulit sekunder yang memperberat atau merupakan akibat dari
proses primer (misalnya skuama, krusta, erosi, likenifikasi, ekskoriasi, fisura, dll).
Perhatikan bagaimana warna dan bentuk lesi (bulat, lonjong, poligonal, anular,
bertangkai, dll).2
o Palpasi: Dilakukan pada lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas, nyeri tekan, dan
kedalaman. Periksa adanya pembesaran kelenjar getah bening yang merupakan
drainase. Lakukan pemeriksaan fisik lengkap untuk menganamnesis adanaya penyakit
sistemik.2
Pada herpes zoster dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan:
Erupsi kulit yang hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang
dipersarafi oleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi diseluruh bagian tubuh, namun
yang tersering di daerah ganglion torakalis.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium berguna jika hasil

pemeriksaan fisik meragukan. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk herpes
zoster antara lain:
o Tzanck test
Tzanck tes dapat dilakukan dengan cara membuat sediaaan hapus yang
diwarnai dengan Giemsa.Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati
sel datia berinti banyak.Untuk hasil terbaik lesi harus berumur 1-3 hari. Dapat
digunakan untuk membedakan VZV dengan herpes simplek virus.
o Reaksi rantai polimerase(PCR)
Pemeriksaan PCR sangat cepat dan sensitif. Pemeriksaan ini dapat
menggunakan berbagai jenis preparat seperti kerokan dasar vesikel ataupun krusta
yang sudah terbentuk. Sensitifitasannya sekitar 97%-100%. Tes ini dapat menemukan
nucleid acid dari VZV.
o Biopsi Kulit
Hasil pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan vesikel intraepidermal
dengan degenerasi sel epidermal dan acantholisis. Pada dermis bagian atas terlihat
limfotik infiltrat.4
Deferential Diagnosis
o Herpes Simpleks
Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di
atas dasar kulit yang erimatous. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa
gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit.
Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe HSV-1 dan HSV-2. Lesi yang disebabkan
herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan,
dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2
umumnya adalah di bawah pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.
o Varisela
Cacar Air (Varisela, Chickenpox) adalah suatu infeksi virus menular yang
menyebabkan ruam kulit berupa sekumpulan vesikel yang datar maupun menonjol,
pustul serta krusta, yang menimbulkan rasa gatal. Gejala klinis berupa papul
eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.Bentuk vesikel
ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan
kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan
ekstremitas5

Gambar 1. Lesi herpes zoster5


Working Diagnosis
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang
menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer yaitu varisala taua cacar air.5

Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus
berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae.
Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat
hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta, dan gamma. VVZ dalam
subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa
biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada
saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa
mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan
virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.4
Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim
dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan
wanita, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Herpes zoster terjadi pada
orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari
varisela,virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif
kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari
10% usia di bawah 20 tahun dapat menderita herpes zoster.6
Patifisiologi
Virus ini berdiam diganglion posterior susunan saraf terpi dan ganglion kranialis.
Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan persarafan ganglion
tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis
sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.5 Varicella Zoster Virus dapat

menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini akan
menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan
bila penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan
kembali maka yang akan muncul adalah Herpes Zoster, Virus varisela memiliki masa tunas 721 hari dan bersifat menular selama periode prodormal yang singkat sampai semua lesi
menjadi krusta. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari
virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun
dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.7
Gejala klinis
Daerah yang paling sering terkena adalah daerah torakal walaupun daerah-daerah lain
tidak jarang, frekuensi penyakit ini antara pria dan wanita sama ,sedangkan pada umur lebh
sering mengenai orang dewasa.
Sebelum timbul gejala kulit terdapat gejala prodromal baik sitemik (demam, malaise dan
pusing) maupun gejala prodromal lokel ( nyeri otot-tulang , pegal dan sebagainya. Setelah itu
muncul eritema dalam waktu yang singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yagn jernih, kemudian menbjadi keruh
(berwarna abu-abu) dspst menjadi pustule dan krusta. Kadang-kadang vedikel mengandung
darah yang disebut sebagai herpes zoster hamoragik. Dapat pula timbul infeksi sekunder
serhingga menimbuklna ulkus dan dengan penyembuhan menimbulkan sikatriks.

Gambar 1. Herpes zoster torakalis5


Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap
timbul yang berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa-masa resolusi berlangsung
kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai bembesaran kelenjar getah
bening regional. Penyebaran penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai
dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi
pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena mengalami gejala yang
khas. Kelainan pada muka sering disebabkan karena gangguan pada nervus trigeminus

(dengan ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).
Herpes zoster oftalmikus; merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai
bagian ganglion yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V),
ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi
kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1-4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak keluar air mata,
kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. Selain itu, ada juga yang disebut sebagai herpes
zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan
kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada herpes zoster generalisata,
kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara
generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada
orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, nyeri ini dapat berlangung
selama beberapa bulan dan bahkan bertahun tahun dengan gradiasi nyeri byang bervariasi. 5
Komplikasi
-

Neuralgia pasca herpetik; merupakan rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan. Bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri
yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada
orang yang mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.
Infeksi sekunder; tidak terjadi pada penderita tanpa defisiensi imunitas.
Sebaliknya, pada penderita yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi
ulkus dengan jaringan nekrotik.
Kelainan lanjutan; pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai
komplikasi, di antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis,
dan neuritis optik.
Sindrom Ramsay Hunt; terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
Paralisis motorik; terdapat pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus
secara per kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.
Penyebaran virus sistemik; yaitu infeksi yang menjalar ke alat dalam, misal
paru, hepar, otak

Penatalaksanaan
Medikamentosa

o Pengobatan topikal; bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel


diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka, sementara bila terjadi
ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
o Pengobatan sistemik; umumnya bersifat simtompatik. Untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotik. Indikasi obat antiviral
ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas. Obat yang biasa
digunakan yakni asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Asiklovir
diberikan 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, sedangkan valasiklovir
cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru
masih tetap timbul, obat-obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah
2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
Obat yang lebih baru adalah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paru
eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3 x 250 mg sehari. Obat-obat terssebut
diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi baru tidak timbul lagi. Indikasi pemberian
kortikosteroid adalah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-diniya untuk mencegah
paralisis. Yang biasa diberikan adalah prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah
seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis setinggi itu, imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan antiviral, untuk mencegah fibrosis ganglion.
Menurut FDA, pilihan obat pertama yang dapat digunakan untuk nyeri neuropatik
pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia pasca herpetik ialah pregabalin. Obat tersebut
lebih baik daripada gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih poten (2-4 kali),
kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebioh sederhana. Dosis awalnya ialah 2 x 75
mg sehari, setelah 3-7 hari bila responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg
sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari. Efek sampingnya ringan berupa dizziness dan
somnolen yang akan menghilang sendiri. Obat lain yang dapat diberikan adalah antidepresi
trisiklik (misalnya notriptilin dan amitriptilin) yang akan menghilangkan nyeri pada 44-67%
kasus dengan efek samping gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitriptilin
ialah 75 mg sehari kemudian ditinggikan sampai efek teurapetiknya timbul, biasanya antara
150-300 mg perhari. Dosis nortriptilin ialah 50-150 mg sehari.8
Non-Medikamentosa
-

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan
kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan
defisiensi imun.

Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang
longgar.

Mandi seperti biasa, karena bakteri di kulit dapat menginfeksi kulit yang sedang
terkena cacar air sehingga dapat menimbulkan infeksi sekunder.

Konsumsi buah- buahan yang mengandung vitamin C seperti jambu biji, sirsak,
pepaya dan tomat merah meningkatkan kekebalan tubuh dan kelembaban kulit
yang mempercepat penyembuhan

Preventif
Untuk mencegah herpes zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian
vaksinasi. Vaksin berfungsi untuk meningkatkan respon spesifik limfosit terhadap virus
tersebut pada pasien seropositif usia lanjut. Vaksin ini berupa virus herpes zoster yang telah
dilemahkan atau komponen virus tersebut yang berperan sebagai antigen. Penggunaan vaksin
tersebut telah terbukti dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena penyakit tersebut pada
pasien yang rentan. Yang terutama adalah menjaga dan merawat kesehatan tubuh individual
serta bergaya hidup sehat, karena selalu mencegah lebih baik daripada mengobati.8

Prognosis
Penyakit herpes zoster ini bila tindakan perawatan dilakukan secara dini umumnya
baik. Pada usia lanjut risiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan dapat menimbulkan
makula hiperpigmentasi atau sikatrik.5
Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster
(VZV) yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer yaitu varisala taua cacar air. Terdapat gejala prodormal sistemik
maupun local dan bersifat unilateral. Pengobatannya dapat diberikan secara topikal, sistemik,
dan didukung dengan nonmedikamentosa. Selain itu dapat juga dilakukan pencegahan
melalui vaksinasi, maupun menjaga kesehatan.
Daftar pustaka
1

Gleade J. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik.Jakarta: Penerbit


Erlangga;2007

Daili SF, Makes WIB. Penataklasanaan kelompok penyakit herpes di Indonesia.


Jakarta: Kelompok Studi Herpes Indonesia; 2000.h.32-5.

Kee JL; editor bahasa Indonesia: Ramona P. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan
diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2007

Handoko RP. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed. 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2005.h.110-210.

Djuanda A. Hamzah M. Aisah S. Ilmu Penyakit Kuliut dan Kelamin. Ed. 6. Jakarta: :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2010.

Editor. Herpes zoster: penyakit kelanjutan cacar air. Edisi 11 September 2010.
Diunduh dari: www.majalakesehatan.com, 17 April 2014.

Daili SF, Makes WIB. Penataklasanaan kelompok penyakit herpes di Indonesia.


Jakarta: Kelompok Studi Herpes Indonesia; 2000.h.32-5.

Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran: penyakit virus. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapicus FKUI; 2000

Anda mungkin juga menyukai