Anda di halaman 1dari 27

REFLEKSI KASUS

Seorang Anak dengan Dengue Haemorrhagic Fever Grade II


dan Infeksi Saluran Kemih dan Status Gizi Baik

Disusun oleh :
Hani Nukivera/012116404
Pembimbing:
dr. Slamet Widi S., Sp.A
dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A
dr. Lilia Dewiyanti, Sp. A
dr. Neni Sumarni, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
2016

I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. F

II.

Umur

: 2 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Muktiharjo Kidul RT/RW 01/01 Pedurungan

Bangsal

: Nakula

Masuk RS

: 20 Januari 2016

Nama Ayah

: Tn. K

Umur

: 26 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Nama Ibu

: Ny. I

Umur

: 23 Tahun

Pekerjaan

: Swasta

DATA DASAR
Anamnesis ( Alloanamnesis )
Alloanamnesis dengan ibu penderita dilakukan pada tanggal 21 Januari 2016
pukul 8.00 WIB di Ruang Nakula Kamar 4.5 dan didukung dengan catatan medis.
a. Keluhan utama
: Panas
b. Keluhan Tambahan
: Sering Buang Air Kecil
c. Riwayat Penyakit Sekarang
4 hari sebelum masuk Rumah Sakit panas tinggi mendadak terus menerus,
panas sudah diobati kemudian sempat turun dan panas tinggi lagi, ibu pasien
mengatakan anaknya tidak batuk pilek, gusi tidak berdarah, tidak sesak nafas, tidak
ada bintik-bintik merah di kulit, makan dan minum kurang dari biasanya, badan
tidak menggigil, tidak ada kejang, tidak ada nyeri sendi. Selain itu ibu pasien
mengatakan pasien sempat mual dan muntah 2 kali, muntah seperti yang dimakan
dan minum, sering buang air kecil, BAK sehari lebih dari 10 kali, dengan jumlah
sedikit, warna urin kuning jernih, badan tampak lemas, dan anak rewel.
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit badan semakin lemas, tidak mau makan
dan minum, demam tinggi, anak rewel, anak sempat mimisan ketika bangun tidur
selama kurang dari 1 menit, banyaknya darah sekitar 1 lembar tissue, mual muntah
1 kali seperti apa yang dimakan dan minum. BAK masih sering dengan jumlah

sedikit, BAB normal seperti biasa. Kemudian dibawa orang tuanya ke IGD RSUD
Kota Semarang. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya belum disunat.
1 hari setelah dirawat di rumah sakit panas mulai turun, tetapi anak masih
lemas dan rewel, mual muntah berkurang, BAK masih sering dengan jumlah
sedikit, BAB tidak ada keluhan, mau makan dan minum sedikit-sedikit.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah sakit panas seperti ini sebelumnya

Pasien sering menggunakan pampers setiap malam dan jarang diganti. Ibu
pasien mengatakan pemakaian pampers sejak mulai usia 19 bulan.

Ibu pasien mengatakan setelah BAB dan BAK selalu melakukan cara cebok
dengan benar.

Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan :


Dikeluarga pasien tidak ada yang sakit serupa seperti pasien
Tetangga sekitar ada yang sakit demam berdarah
f. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya. Ayah dan ibu pasien bekerja
sebagai karyawan. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.
Kesan : Sosial ekonomi cukup
g. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien
merupakan anak laki-laki yang lahir dari ibu G2P1A0, hamil 38 minggu, lahir
spontan di bidan, langsung menangis, berat badan lahir 3200 gram, panjang badan,
lingkar kepala dan lingkar dada saat lahir ibu tidak ingat, tidak ada kelainan
bawaan.
Kesan : neonatus aterm, lahir spontan per vaginam, vigorous baby
h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Mulai
saat mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 bulan pemeriksaan dilakukan
1x/bulan. Saat usia kehamilan memasuki usia kandungan ke-8 bulan, pemeriksaan
rutin dilakukan 2x/bulan hingga lahir. Selama hamil ibu telah mendapat suntikan
TT 2x, Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat
3

perdarahan dan trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep
dokter ataupun minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal baik
i. Riwayat Pemeliharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal dilakukan di bidan dan anak dalam keadaan sehat.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal baik
j. Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia 1,5 tahun. Setelah usia 6 bulan, selain
ASI anak juga mendapat diberikan makanan pendamping ASI berupa pisang yang
dilumat halus, bubur susu, nasi tim, dan buah. Mulai usia 1,5 tahun sampai
sekarang, anak diberikan makanan padat seperti anggota keluarga yang lain.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan baik
k. Riwayat Imunisasi :
BCG
: 1x (1 bulan ), scar (+) di lengan kanan atas
DPT
: 3x (2, 4, 6 bulan)
Polio
: 4x (0, 2, 4, 6 bulan)
Hepatitis B
: 3x (0, 1, 6 bulan)
Campak
: 1x (9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar sesuai dengan umur dan tepat waktu
l. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :
Pertumbuhan :
Pasien sering dibawa kontrol ke puskesmas untuk mengisi KMS dan selalu di
garis hijau.
Perkembangan :

Senyum
: 2 bulan
Miring : 3 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Berjalan
: 12 bulan
Berbicara 1 kata : 12 bulan
Menyusun kalimat : 2 tahun
Saat ini anak berusia 2 tahun, berbicara lancar, interaksi dengan keluarga baik,

tidak ada gangguan emosional.


4

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur


m. Pemeriksaan Status Gizi
Data Antropometri :
Umur 2 tahun
Berat badan 11 kg
Panjang Badan 90 cm
Pemeriksaan status gizi ( Z score ) :
WAZ = BB - Median =

11 13,1 = - 1,61 (normal)

SD

1,3

HAZ = TB - Median = 90 92,1 = - 0,60 (normal)


SD

3,5

WHZ = BB - Median = 11 12,9 = - 1,72 (normal)


SD

1,1

Kesan : status gizi baik dengan perawakan normal


III.

Pemeriksaan Fisik
Tanggal 21 Januari 2016 pukul 8.00 WIB
Anak laki-laki usia 2 tahun, berat badan 11 kg, tinggi badan 90 cm.
Keadaan Umum

: compos mentis, tampak sakit sedang, status gizi baik, tidak


terdapat tanda perdarahan spontan.

Tanda-tanda Vital :
-

Tekanan Darah

: 100/70 mm Hg

Nadi

: 104 x/ menit

Laju nafas

: 23x/ menit

Suhu

: 38,3 C

Status Internus
a.

Kepala

: Normocephale, ubun-ubun besar tidak menonjol, kulit kepala tidak

kelainan, rambut hitam dan distribusi merata, tidak ada kaku

ada
kuduk.

b.

Kulit

: Tidak sianosis, turgor kembali cepat <2 detik, petechie (-)

c.

Mata

: Pupil bulat, isokor, 4mm/ 4mm, refleks cahaya (+/+) normal,


konjungtiva anemis (-/-)

d.

Hidung

: bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-), epistaksis (+)
5

e.

Telinga

: bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)

f.

Mulut

: bibir kering (+), sianosis (-), pendarahan gusi (-)

g.

Tenggorok : tonsil ukuran T1-T1, permukaan rata, kripte tonsil tidak melebar,
tidak hiperemis, faring hiperemis (-)

h.

Leher

: simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe


i. Thorax

Paru
- Inspeksi

: Hemithoraks dextra et sinistra simetris

dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal,


intercostal dan epigastrial (-).
Palpasi

: stem fremitus dextra et sinistra simetris

Perkusi

: sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi

: suara dasar : vesikuler


suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: pulsasi Ictus cordis tidak tampak


-

Palpasi
mid clavicula

: Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea


sinistra, tidak melebar, tidak kuat angkat

Perkusi batas jantung :


atas

: ICS III linea parasternalis sinistra

pinggang : ICS III linea parasternalis sinistra


kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah
-

: ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra

Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising (-)

j. Abdomen :
-

Inspeksi

: datar

Auskultasi

: BU (+) normal

Perkusi

: timpani (+)
- Palpasi

: supel, lemas, nyeri tekan (+) epigastrium,

turgor baik, massa (-), Hepar = tidak teraba (dalam batas


normal), Lien = tidak teraba (dalam batas normal)
k. Genitalia

: laki-laki, OUE hiperemis, fimosis (-), parafimosis (-)

l. Ekstremitas
6

IV.

Superior

Inferior

Akral Dingin

-/-

-/-

Akral Sianosis

-/-

-/-

Petechie

-/-

-/-

Capillary Refill Time

<2"

<2"

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tes rumple leed : (+)


Pemeriksaan Darah
Pemeriksaa 20/01

22/01

23/01

Normal

n
Hb
Ht
Leukosit

j.08.54
11,5
33,70
16,6

j.08.22
11,1
32,70
8,5

11-15 g/dL
40-52%
3,8-

98

10,6/mm3
150-400ml

Trombosit

j.20.00
13,0
34,50
17,6
68

59

Pemeriksaan Urin

Makroskopis

Warna

Kekeru

kuning
jernih

han

PH
Jamur
Protein
Reduks

i
Mikroskopis
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Kristal
Amorf
Bakteri
Trikomonas

7,0
negatif
negatif
negatif

4-5
0-1
negatif
1-3
negatif
(+)
(+) 3
negatif

4,8-7,8
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif

Pemeriksaan X Foto Thorax AP/Lateral


Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithorax kanan, PEI = 21,73
7

Kesan

V.

: Efusi pleura kanan, dengan PEI = 21,73

RESUME
a. Keluhan utama
: Panas
b. Keluhan Tambahan
: Sering Buang Air Kecil
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Telah diperiksa seorang anak laki-laki usia 2 tahun, BB 11 kg, TB 90 cm
dengan keluhan 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit panas tinggi mendadak terus
menerus, panas sudah diobati kemudian sempat turun dan panas tinggi lagi, ibu
pasien mengatakan anaknya tidak batuk pilek, gusi tidak berdarah, tidak sesak
nafas, tidak ada bintik-bintik merah di kulit, makan dan minum kurang dari
biasanya, badan tidak menggigil, tidak ada kejang, tidak ada nyeri sendi. Selain itu
ibu pasien mengatakan pasien sempat mual dan muntah 2 kali, muntah seperti yang
dimakan dan minum, sering buang air kecil, BAK sehari lebih dari 10 kali, dengan
jumlah sedikit, warna urin kuning jernih, badan tampak lemas, dan anak rewel.
1 hari sebelum masuk Rumah Sakit badan semakin lemas, tidak mau makan
dan minum, demam tinggi, anak rewel, anak sempat mimisan ketika bangun tidur
selama kurang dari 1 menit, banyaknya darah sekitar 1 lembar tissue, mual muntah
1 kali seperti apa yang dimakan dan minum. BAK masih sering dengan jumlah

sedikit, BAB normal seperti biasa. Kemudian dibawa orang tuanya ke IGD RSUD
Kota Semarang. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya belum disunat.
1 hari setelah dirawat di rumah sakit panas mulai turun, tetapi anak masih
lemas dan rewel, mual muntah berkurang, BAK masih sering dengan jumlah
sedikit, BAB tidak ada keluhan, mau makan dan minum sedikit-sedikit.
d. Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan:

Dikeluarga pasien tidak ada yang sakit serupa seperti pasien

Tetangga sekitar ada yang sakit demam berdarah

PEMERIKSAAN FISIK

Epistaksis (+)

Nyeri tekan epigastrium (+)

OUE hiperemis

Test RL (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaa 20/01

22/01

23/01

Normal

n
Hb
Ht
Leukosit

j.08.54
11,5
33,70
16,6

j.08.22
11,1
32,70
8,5

11-15 g/dL
40-52%
3,8-

98

10,6/mm3
150-400ml

Trombosit

j.20.00
13,0
34,50
17,6
68

59

Pemeriksaan Urin

Makroskopis

Warna

Kekeru

kuning
jernih

han

PH
Jamur
Protein
Reduks

7,0
negatif
negatif
negatif

4,8-7,8
negatif
negatif
negatif

i
Mikroskopis
9

Leukosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Kristal
Amorf
Bakteri
Trikomonas

4-5
0-1
negatif
1-3
negatif
(+)
(+) 3
negatif

negatif

Pemeriksaan X Foto Thorax AP/Lateral


Tampak perselubungan homogen pada laterobasal hemithorax kanan, PEI = 21,73
Kesan

VI.

: Efusi pleura kanan, dengan PEI = 21,73

DIAGNOSIS BANDING
Observasi febris (<7 hari):
1.
2.
3.
4.

DD
DHF
Chikungunya
ISPA

Observasi febris (>7 hari):


1. Demam typhoid
2. ISK
3. Leptospirosis
4. Malaria
VII.

DIAGNOSIS SEMENTARA

1. DHF Grade II
2. ISK
VIII. TERAPI
Infus:
-

RL 77 cc/kgBB/jam

Injeksi:
10

Inj Cefotaxim 3x300 mg

PCT syr 3x1 cth

Oral:

IX.

EDUKASI

Melakukan:

Menguras penampungan air

Menutup tempat penampungan air

Mengubur barang barang bekas

Proteksi diri dan keluarga dari gigitan nyamuk (tidak menggantung pakaian
sembarangan, menggunakan kelambu saat tidur, serta menggunakan lotion anti
nyamuk)

Abatasi: pada bak atau tempat penampungan air yang sulit dikuras, dapat ditaburkan
bubuk abate yang dapat membunuh jentik

Istirahat cukup dan banyak minum

Mengganti popok/pampers minimal 6x sehari

Jaga kebersihan terutama dalam membersihkan genital anak setelah BAK maupun
BAB.

X.

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam

: ad bonam

Quo ad sanationam

: ad bonam

11

DENGUE HAEMORRAGIC FEVER (DHF)


DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopeniadan diathesis hemoragik.
ETIOLOGI
Virus Dengue
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus.
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain. Viremia
berakhir 4-5 hari setelah timbulnya panas.
Vektor DBD
Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes sebagai vektor utama dengue yaitu :
1. Aedes aegypti

Paling sering ditemukan

12

Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak
di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat
penampungan air disekitar rumah.

Nyamuk bewarna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya


terutama pada kakinya.

Biasanya nyamuk dewasa betina menisap darah pada pagi hari (8.00 10.00) dan
sore hari (15.00-17.00).

Jarak terbang 100 meter

2. Aedes albopictus

Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau pohonpohon, dimana tertampung air hujan yang besih yaitu pohon pisang, pandan,
kaleng bekas, dll.

Menggigit pada waktu siang hari

Jarak terbang 50 meter

EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya
dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya
kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Demikian
juga wilayah yang terjangkit bertambah luas.
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan jumlah
penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun,
pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan usia dewasa muda
meningkat. Di Indonesia penderita DBD terbanyak anak berumur 5-11 tahun. Proporsi
penderita yang berumur lebih dari 15 tahun sejak tahun 1984 meningkat. Secara
keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita DBD tetapi penyebab
kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/
kematian oleh suatu penyakit menular tertentu yang bermakna secara epidemiologis, pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Khusus pada DBD, kriteria KLB-DBD bila
terjadi peningkatan dua kali atau lebih jumlah kasus DBD dalam suatu wilayah, dalam
kurun waktu 1 minggu/1 bulan yang sama pada tahun yang lalu.

13

PATOGENESIS
Virus dengue ditransmisi melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty atau Aedes
Albopictus. Vektor tersebut tersebar meluas di daerah tropis dan subtropis di berbagai belahan
dunia. Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui gigitan nyamuk. Virus akan
berada di dalam darah sejak fase akut/fase demam hingga klinis demam menghilang.
Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi menjadi tiga, yaitu fase demam
(febrile), fase kritis, dan fase penyembuhan. Fase demam berlangsung pada demam hari ke-1
hingga 3, fase kritis terjadi pada demam hari ke 3 hingga 7, dan fase penyembuhan terjadi
setelah demam hari ke 6 7. Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika perubahan
tanda dan gejala klinis pada pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD).
Demam merupakan tanda utama infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi, selama 2-7
hari. Demam juga disertai gejala konstitusional lainnya seperti lesu, tidak mau makan, dan
muntah. Selain itu, pada anak lebih sering terjadi gejala facial rush, radang faring,serta pilek.
Pada DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan kebocoran
plasma ke jaringan, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi hal ini. Kondisi tersebut
dapat mengkibatkan syok hipovolemia. Peningkatan permeabilitas vaskular akan terjadi pada
fase kritis dan berlangsung maksimal 48 jam. Hal tersebut menjadi alasan mengapa cairan
diberikan maksimal 48 jam.
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari sistem
imun: monosit dan sel T, sistem komplement serta produksi mediator inflamasi dan sitokin
lainnya. Trombositopenia pun terjadi akibat beberapa mekanisme yang kompleks, seperti
gangguan megakariositopoesis (akibat infeksi sel hematopoietik) serta peningkatan destruksi
dan konsumsi trombosit.
Pada kasus DBD, tanda hepatomegali dan kelainan fungsi hati leih sering ditemukan,
manifestasi perdarahan kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda perdarahan lainnya
yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis, dan hematuria. Pada kasus tanpa
perdarahan spontan maka dapat dilakukan uji tourniket. Kebocoran plasma secara masif akan
menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemik. Kondisi ini disebut Sindrom Syok
Dengue (SSD).
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan Guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. Dalam panduan tersebut WHO membagi hari-hari sakit demam dengue menjadi
3 fase : 1. Fase Demam, 2.Fase Kritis, 3.Fase Recovery.
1.Fase Demam

14

Penderita mengalami demam akut 2-7 hari disertai muka wajah memerah, kulit
memerah, nyeri seluruh badan, mialgia, atralgia dan sakit kepala. Ada juga gejala nyeri
tenggorokan, faring hiperemis, konjunctiva hiperemis. Anorexia, nausea dan muntah muntah
umum terjadi. Sulit untuk membedakan dengue dengan non dengue pada fase demam, uji
torniquet positip mempertinggi kemungkinan penderita mengalami infeksi virus dengue.
Diperlukan monitor untuk menilai timbulnya tanda bahaya (warning sign) yang akan
membuat pasien masuk ke fase ke 2 fase kritis. Manifestasi perdarahan ringan seperti
petechiae dan perdarahan membran mukosa (seperti perdarahan hidung dan gusi) dapat
terjadi. Perdarahan pervaginam yang masif dapat terjadi pada wanita usia muda dan
perdarahan saluran cerna dapat terjadi pada fase ini tetapi jarang. Hati dapat membesar dan
tegang/nyeri setelah demam beberapa hari. Tanda paling awal dari pemeriksaan darah rutin
adalah menurunnya total leukosit (leukopenia) yang dapat menjadi dasar klinisi untuk menilai
pasien sudah terjangkit virus dengue.
2.Fase Kritis
Selama fase rawatan, pada saat temperatur tubuh turun menjadi 37,5-38oC dan
bertahan pada suhu tersebut, terjadi pada hari ke 3-7, meningkatnya permeabilitas kapiler
bersamaan dengan meningkatnya kadar hematokrit dapat terjadi. Ini merupakan tanda awal
fase kritis. Leukopenia yang progresif diikuti dengan menurunnya jumlah trombosit
mengiindikasikan kebocoran plasma. Efusi pleura dan ascites dapat terdeteksi tergantung dari
derajat kebocoran plasma dan volume dari terapi cairan. Foto thorax dan ultrasonografi
abdomen dapat digunakan untuk mendiagnosa efusi pleura dan ascites. Shok dapat terjadi
didahului oleh timbulnya tanda bahaya (warning sign). Temperatur tubuh dapat subnormal
saat shok terjadi. Shok yang memanjang, terjadi hipoperfusi organ yang dapat mengakibatkan
kegagalan organ, metabolik asidosis dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
Hepatitis akut yang berat, encephalitis, mmiokarditis dan atau terjadi perdarahan yang masif
dapat terjadi
3.Fase Recovery
Bila pasien telah melewati 24-48 jam fase kritis, reabsorpsi cairan dari kompartemen
extravascular terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum membaik, kembalinya nafsu makan,
berkurangnya gejala gastrointestinal, hemodinamik stabil dan cukup diuresis. Bradikardia dan
perubahan EKG dapat terjadi pada fase ini. Hematokrit kembali normal atau lebih rendah
karena efek dilusi cairan yang diberikan. Leukosit kembali meningkat disusul dengan
meningkatnya trombosit. (WHO, 2009)

15

Infeksi Virus Dengue

Tombositopeni
Demam
Anoreksia
Muntah

Hepatomegali
Manifestasi
Perdarahan

Dehidrasi

komplek AgAb
komplemen

permeabilitas
vaskular naik

kebocoran plasma :
Hemokonsentrasi
Hipoproteinemia
Efusi plura
Asites
Demam dengue

II

Derajat
Hipovolemia

DIC
Perdarahan saluran
cerna

syok
Anoksia

III
asidosis

IV

meninggal

16

Demam Berdarah Dengue derajat I-II-III-IV


Gambar 2.1.Patofisiologi infeksi dengue

GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus dengue memperlihatkan gambaran klinis yang bervariasi, dari derajat
ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat tidak menimbulkan gejala
(silent dengue infection), atau demam tanpa penyebab yang jelas (undifferentiated febrile
illness), diikuti oleh demam dengue (DD), dan demam berdarah dengue (DBD).
Manifestasi klinis DBD dapat berupa demam akut, perdarahan, serta kecenderungan
terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal. Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, ratarata 5-8 hari.
Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5 berupa
petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya
membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Pada
pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab dan dingin, sianosis
perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai
penurunan tekanan darah. Renjatan biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam
turun antara hari ke 3 dan hari ke 7 penyakit.

17

Infeksi virus dengue

Asimtomatik

Simtomatik

Demam yang tak


jelas penyebabnya
(sindrom virus)

Demam dengue

Tanpa
perdarahan

Demam berdarah
dengue
(kebocoran plasma)

Dengan
perdarahan
DBD tanpa
Syok

Demam dengue

DBD dengan
syok(DSS)

Demam berdarah dengue

Gambar 2.2. Manifestasi infeksi virus dengue


PEMERIKSAAN LABORATORIUM
18

1. Darah
Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan dalam
batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada analisa kuantitatif
ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX dan X. Pada pemeriksaan kimia darah
tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia, SGOT/SGPT, ureum dan
pH darah mungkin meningkat reserve alkali merendah.
2. Air seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada hari ke-5
dengan gangguan maturasi sedangkan hari ke-10 biasanya sudah kembali normal
untuk semua sistem.
4. Serologi
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan atau lebih).
Ada 6 pemeriksaan serologi yang dianggap sebagai dasar yaitu :

Uji HI ( hemagglutination Inhibition Test = HI test)


Uji ini merupakan uji yang paling sering dipakai secara rutin dan dipakai sebagai
baku emas pada pemeriksaan serologis. Antibodi HI akan lama berada di dalam
darah (>48 tahun), maka uji ini dipergunakan pada studi epidemiologi.
Antibodi HI biasanya akan timbul pada kadar yang dapat terdeteksi yaitu titer
10 pada hari ke 5/6 dari perjalanan penyakit, sedang antibodi konvalesen biasanya
akan mencapai titer 640 atau dibawahnya pada infeksi primer. Pada infeksi
sekunder atau tertier akan terjadi reaksi anamnestik yang cepat dan titer antibodi
konvalesen akan naik tinggi pada hari pertama dari jalannya penyakit mencapai
5210 sampai 10240 atau bahkan lebih. Adanya titer yang tinggi, 1280 atau lebih
pada spesimen akut, menunjukkan adanya dugaan infeksi baru (recent infection)
dan dianggap sebagai diduga keras infeksi dengue baru. Titer HI yang tinggi
biasanya berlangsung selama 2-3 bulan pada beberapa pasien, tetapi secara umum
titer HI akan mulai menurun pada hari ke 30-40.

Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test = CF test)


Uji ini jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin.. Antibodi Pengikat
Komplemen (CF antibodi) biasanya timbul setelah antibodi HI timbul dan sifatnya
19

lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat menghilang dari darah (2-3
tahun).
Keuntungan : lebih spesifik dan dapat memastikan infeksi dengue pada
pasien dengan spesimen yang diambil pada akhir infeksi.
Kerugian

: paling kurang sensitif, cara pemeriksaan agak rumit


prosedurnya dan memerlukan tenaga pemeriksa yang
berpengalaman.

Uji Neutralisasi (Neutralization test = NT)


Uji ini memakai cara yang disebut plaque reduction neutralization test (PRNT)
yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Umumnya antibodi
netralisasi timbul bersamaan atau sedikit lebih lambat dari antibodi HI tetapi lebih
cepat dari timbulnya antibodi pengikatan komplemen. Antibodi netralisasi juga
akan bertahan lama di dalam darah (>48 tahun).
Keuntungan : uji paling sensitif dan spesifik dibanding uji serologi lain.
Kerugian

: mahal, cara pemeriksaan rumit dan memerlukan waktu yang


lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

Uji IgG Elisa


Uji ini sebanding dengan uji HI namun sedikit lebih sensitif.
Keuntungan : sederhana, mudah dilakukan dan sangat mudah untuk
memeriksa sampel dalam jumlah banyak
Kerugian

: sangat tidak spesifik, banyak reaksi silang dengan flavivirus


yang lain, tidak dapat menentukan serotipe.

Uji ELISA (IgM captured ELISA = Mac.ELISA)


Uji berdasarkan atas adanya antibodi IgM pada serum penderita yang ditangkap
oleh goat anti human IgM pada suatu permukaan kasar. Antibodi anti-dengue
IgM akan timbul lebih dulu daripada antibodi anti-dengue IgG, dan biasanya
sudah terdeteksi pada hari ke 5. Pada infeksi primer, titer IgM dapat juga lebih
tinggi dibandingkan pada infeksi sekunder. Pada beberapa infeksi primer IgM
dapat bertahan didalam darah sampai 90 hari setelah infeksi, tetapi biasanya IgM
sudah menurun dan hilang pada hari ke 60.
Keuntungan : sederhana, tidak memerlukan alat canggih, kurang sensitif
dibanding HI tetapi hanya menggunakan spesimen akut saja.
Kerugian

: waktu pengambilan spesimen harus tepat, tidak selalu dapat


20

menentukan secara pasti adanya infeksi baru.

Uji cepat dalam bentuk kit


Saat ini beredar uji cepat dalam bentuk kit untuk mendeteksi antibodi IgM/IgG.
Contoh : Dengue rapid dari Panbio, Australia.
Keuntungan : sangat sederhana, tidak membutuhkan peralatan dan
keahlian, serta dapat dibaca dalam beberapa menit.
Kerugian

: ketelitian uji ini masih belum banyak diketahui dan perlu


standarisasi.

Tabel Imunokromatografi cepat/panBio


IgM

IgG

Interprestasi

Infeksi primer

Infeksi sekunder

Kemungkinan DBD atau infeksi


sekunder

5. Isolasi virus
Bahan pemeriksaan adalah spesimen darah/serum, plasma atau cairan buffy coat, dari
fase akut jaringan-jaringan baik dari pasien hidup (melalui biopsi), maupun fase akut
jaringan autopsi dari kasus yang meninggal terutama dari hati, limpa, timus, dan
nyamuk yang dikumpulkan di alam.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.
DIAGNOSIS
Gejala dini infeksi dengue :

Demam

Sakit kepala
21

Nyeri otot

Nyeri sendi

Nafsu makan menurun

Mual

Muntah
Indikator fase syok :

Hari sakit ke 4-5

Suhu turun

Nadi cepat tanpa demam

Takanan nadi turun/hipotensi

Leukopenia < 5.000/mm

Kriteria klinis DBD menurut WHO (1997) :

1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :

uji torniquet positif

petekie, ekimosis, atau purpura

perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain

hematemesis atau melena

3. Trombositopenia ( 100.000/mm)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage oleh karena peningkatan
permeabilitas kapiler berikut :

Hematokrit meningkat 20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis


kelamin, dan populasi yang sama

Hematokrit turun hingga 20% dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan

Terdapat efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia

Derajat DBD (WHO 1997) :


Berdasarkan beratnya penyakit, DBD dibagi menjadi 4 derajat :

Derajat I (Ringan)
22

Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas: manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif

Derajat II (sedang)
Derajat I diseratai perdarahan spontan, dapat berupa perdarahan bawah kulit atau
jenis perdarahan lainnya.

Derajat III (berat)


Terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Derajat IV
Renjatan yang ditandai dengan tekanan darah tidak terukur dan nadi yang tidak dapat
diraba.
DBD derajat III dan IV digolongkan dalam Dengue Shock Syndrom (DSS)

DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.

DHF grade II
Demam Dengue
DSS
Chikungunya

KOMPLIKASI

Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
karena perdarahan, tetapi dapat pula terjadi pada DBD tanpa

disertai syok.

Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat


menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat
sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apati dan somnolen,
dapat disertai atau tanpa kejang. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan
peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan APTT memanjang, kadar
gula darah turun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila mungkin
periksa amoniak darah)

Kelainan ginjal
23

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Pada keadaan syok berat
sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi perembesan
cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan

perdarahan.

Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah :


A. Nonfarmakologis
1. Tirah baring
2. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter/24 jam
(susu, air dengan gula, sirop) atau air tawar ditambah garam.
B. Farmakologis
1. Medikamantosa yang bersifat simtomatis
Obat antipiretik atau kompres di kepala, ketiak, dan inguinal dapat diberikan
bila diperlukan. Untuk menurunkan suhu < 39C, dianjurkan pemberian
antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron. Asetosal/salisilat tidak
dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan
atau asidosis.
2. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder
3.

Cairan intravena (rekomendasi WHO) :


a. Kristaloid
Kristaloid diberikan 500 cc (1 kolf) tiap 4-6 jam. Jenis kristaloid :

Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Larutan ringer asetat ( RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Larutan NaCl 0,9 % (Garam Faali= GF) atau dekstrosa 5 % dalam larutan Faali
(D5/GF)
b. Koloid
Koloid diberikan pada DBD derajat III dan IV bila diperlukan. Dosis
10-20ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Jenis
koloid :
24

Dekstran 40

Plasma
Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :

Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)

Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb


dan Ht

Indikasi transfusi trombosit :

Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.

Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.

Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan jika


jumlah trombosit 10.000 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit atau 0,4u/m2).

Indikasi rawat pasien DBD :

Adanya tanda-tanda syok

Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

Perdarahan

Hitung trombosit dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%

Perburukan ketika penurunan suhu

Nyeri abdominal akut hebat

Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung 24-48
jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya
fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau muntah

Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan :

Keadaan umum memburuk

Hati makin membesar

Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Pada pasien dengan renjatan dilakukan :


25

1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi.
2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam,
serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur,
seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan
teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander
atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan dipertahankan
selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan
penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi darah. Terapi oksigen 2 liter per menit
harus selalu diberikan pada semua pasien syok.
Kriteria untuk memulangkan pasien :

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)

Jumlah trombosit 50.000/mm

PROGNOSIS
Mortalitas pada penyakit DBD cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan
penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA
Sukri NC, Laras K, Wandra T, Didi S. (2003). Transmission of epidemic dengue
hemorrhagic fever in eastern most Indonesia. Am J Trop Med Hyg ; 68: 529 535.
WHO. (1997). Dengue haemorrhagic fever : Diagnosis, treatment, prevention and
control, 2nd edition. 12-47. Geneva

26

Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit-World Health Organization. 2008.


Demam-Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Departemen Keshatan RI.
Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua-Ikatan Dokter Anak Indonesia.
2010. Infeksi Virus Dengue. Jakarta. Badan penerbit IDAI.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi Ketiga-RSUD
Soetomo. 2008. Infeksi Virus Dengue. Surabaya. Fakultas Kedokteran Airlangga.
WHO. 2006. Management of Dengue Epidemic-Medical and Laboratory Services and
Standard Case Managemnt of it during Epidemics.

27

Anda mungkin juga menyukai