Kedokteran Jiwa
Kedokteran Jiwa
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Skizofrenia
7
Universitas Sumatera Utara
lingkungan. Jadi menurut Bleuler, manifestasi paling jelas dan mencolok pada
skizofrenia hanya gejala tambahan (Taminga, 2009).
2.1.2 Epidemiologi
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa skizofrenia
mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%) yaitu
sekitar 7 dari 1000 orang di dunia menderita skizofrenia, saat ini jumlah penderita
skizofrenia mencapai 24.000.000 orang di seluruh dunia. Hasil Riskesdas (2007)
prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6%. Departemen
Kesehatan (2007) menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa berat sebesar 2,3
juta jiwa, yang diambil dari data RSJ se-Indonesia. Di Sumatera Utara sendiri
terdapat 3 per 1000 penduduk yang mengalami gangguan jiwa.
2.1.3 Etiologi
a.
Faktor genetik
Terdapat kontribusi genetik bagi sebagian atau mungkin semua orang pada
skizofrenia dan proporsi yang tinggi dari varians cenderung untuk menjadi
skizofrenia karena adanya pengaruh genetik tambahan. Misalnya, skizofrenia dan
gangguan skizofrenia terkait (seperti: skizotipal, skizoid, dan gangguan
kepribadian paranoid) terjadi pada laju yang meningkat di antara kerabat biologis,
pasien dengan skizofrenia. Kecenderungan orang yang mengalami skizofrenia
berkaitan dengan eratnya hubungan terhadap keluarga yang terkena misalnya:
keluarga tingkat pertama atau kedua yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Sadock
and Sadock, 2007).
8
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi (%)
1
8
12
12
40
47
Faktor Biologik
Faktor biologis akan terkait dengan adanya neuropatologi dan ketidak
Hipotesis Dopamin
Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia
dihasilkan dari terlalu banyaknya aktifitas dopaminergik. Teori ini berasal dari
dua pengamatan. Pertama efikasi dan potensi dari kebanyakkan obat antipsikotik
berhubungan dengan kemampuan bertindak sebagai antagonis reseptor dopamin
D2. Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktifitas dopaminergik seperti
ampetamin yang merupakan suatu psikotomimetik. Teori dasar tidak memperinci
apakah hiperaktif dopaminergik adalah karena terlalu banyaknya pelepasan
dopamin, terlalu banyaknya reseptor dopamin, atau kombinasi mekanisme
tersebut (Sadock and Sadock, 2007).
2)
Hipotesis Norepineprin
Meningkatnya level norepinefrin pada penderita skizofrenia menunjukkan
9
Universitas Sumatera Utara
3)
Hipotesis Serotonin
Hipotesis ini menyatakan serotonin yang berlebihan sebagai penyebab
gejala positif dan negatif pada skizofrenia (Sadock dan Sadock, 2007).
5)
Hipotesis Glutamat
Glutamat dianggap terlibat karena penggunaan fensiklidin, suatu antagonis
Teori Neurodevelopmental
Dibuktikan dengan adanya migrasi neunoral yang abnormal pada trimester
kedua pada masa perkembangan janin. Hal ini mungkin mengarah ke simtomsimtom skizofrenia yang akan muncul pada masa remaja (Sadock and Sadock,
2001).
c.
Neuropatologi
Pada akhir abad ke 20, para peneliti telah membuat kemajuan yang
10
Universitas Sumatera Utara
Faktor Psikososial
Menurut Sadock dan Sadock (2007), faktor psikososial meliputi teori
Teori psikoanalitik
Sigmund freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh fiksasi
Teori belajar
Pada teori ini, skizofrenia berkembang oleh karena hubungan interpersonal
yang buruk karena mengikuti contoh atau model yang buruk selama masa kanakkanak (Sadock and Sadock, 2007).
3)
Dinamika keluarga
Penelitian di Inggris pada anak berusia 4 tahun yang memiliki hubungan
yang buruk dengan ibunya, ternyata berpeluang 6 kali lipat berkembang menjadi
skizofrenia. Akan tetapi tidak ada bukti yang kuat bahwa pola dalam keluarga
berperan penting sebagai penyebab terjadinya skizofrenia (Sadock and Sadock,
2007).
11
Universitas Sumatera Utara
Gejala positif
Delusi/ waham (keyakinan yang dipegang kuat seseorang namun tidak
berdasarkan realitas), halusinasi (khayalan/ persepsi terhadap suatu
peristiwa atau objek yang sebenarnya tidak ada), penyimpangan dan
pernyataan yang berlebih-lebihan dalam berbahasa dan berkomunikasi,
pembicaraan/ perilaku yang tidak beraturan, perilaku katatonik dan agitasi
(gelisah yang berlebih).
b)
Gejala negatif
Afek tumpul (tidak ada ekspresi), penarikan emosi, rapport yang buruk,
ketidakpedulian, menarik diri dari kehidupan sosial, gangguan berfikir
abstrak, alogia (tidak mau bicara), avolisi (tidak punya motivasi), anhedonia
(tidak ada kemauan untuk melakukan sesuatu), gangguan pemusatan
perhatian.
c)
Gejala kognitif
Gangguan berpikir, inkoherensia, asosiasi yang longgar, neologisme (istilah
baru yang sengaja dibuat), gangguan pengolahan informasi.
d)
12
Universitas Sumatera Utara
e)
2.1.5 Diagnosa
Berdasarkan pedoman diagnostik menurut Pedoman Penggolongan dan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III), persyaratan yang normal
untuk skizofrenia harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang
jelas) :
a.
Thought echo, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun
isinya sama namun kualitasnya berbeda. Thought insertion or withdrawl,
yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion)
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya. Thought
broadcasting, yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.
b.
13
Universitas Sumatera Utara
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.
c.
d.
e.
Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas ataupun disertai oleh ide yang berlebihan
(over-value ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f.
g.
h.
Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
14
Universitas Sumatera Utara
Pedoman diagnostik:
Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia harus ada sedikitnya satu simtom
tersebut di atas yang amat jelas (dan biasanya dua simtom atau lebih, apabila
simtom tersebut kurang tajam atau kurang jelas) dari simtom yang termasuk salah
satu dari kelompok (a) sampai dengan (d) tersebut di atas, atau paling sedikit dua
simtom dari kelompok (e) sampai dengan (h) yang harus selalu ada secara jelas
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (Depkes, 1993).
2.1.6
Perjalanan Skizofrenia
Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang
melalui fase-fase:
1.
Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normatif.
2. Fase prodromal
Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat
muncul simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam
beberapa minggu atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata
15
Universitas Sumatera Utara
Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang
kacau. Simtom negatif sering menjadi lebih parah dan individu biasanya
tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.
b.
c.
Pada fase stabil terlihat simtom negatif dan residual dari simtom positif.
Di mana simtom positif bisa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah
dibandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai
asimtomatis, sedangkan individu lain mengalami simtom nonpsikotik
misalnya, merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia
(Lehman dan Lieberman , 2004).
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.7
Subtipe skizofrenia
Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders Fourth Edition
2.
Tipe disorganized, adanya kekacauan dalam bicara dan perilaku, dan afek
yang tidak sesuai atau datar.
3.
4.
paranoid.
Atau
semua
kriteria
untuk
skizofrenia
katatonik,
17
Universitas Sumatera Utara
a)
b)
c)
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lainlain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Gangguan pikiran mungkin jelas dalam keadaan yang akut, tetapi sekalipun
18
Universitas Sumatera Utara
2.2
Pengobatan
2.2.1 Antipsikotik
Farmakoterapi
dengan
antipsikotik
merupakan
dasar
pengobatan
serotonin-dopamin)/SGA.
Pemilihan
antipsikotik
umumnya
Ekuivalen
Chlorpromazin
(mg/hari)
Dosis
Maksimum
(mg/hari)
100 - 800
2 - 20
10 - 64
100 - 800
5 - 40
2 - 20
10 - 80
10 - 100
4 40
100
2
10
100
5
2
10
10
4
2000
40
64
800
80
100
250
225
60
15 - 30
50 - 500
10 - 20
3 -9
250 - 500
2-8
40 160
30
900
20
12
800
16
200
19
Universitas Sumatera Utara
b.
c.
Tidak Patuh
Jika pasien kurang
patuh dalam tahap
apapun, disediakan
antipsikotik long-acting,
seperti risperidon
microspheres,
haloperidol dekanoat, or
fluphenazin dekanoat.
Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 2
Gunakan salah satu SGA or
FGA (yang tidak digunakan pada
tahap 1)
Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 3
Klozapin
Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 4
Klozapin
+
(FGA, SGA, or ECT)
Sebagian atau
Tidak respon
Tahap 5
Gunakan salah satu SGA or
FGA (yang tidak digunakan pada
tahap 1 dan 2)
Clozapin
disarankan untuk
pasien dengan
riwayat bunuh diri
(Level A), kekerasan
(Level B), or
penyalahgunaan obat
(Level B/C). Pasien
yang berada dalam
fase stabil, aktif
mengkonsumsi obat
secara tekun, akan
menghilangkan
gejala lebih dari 2
tahun setelah
digunakan clozapin.
Tahap 46
berdasarkan
pendapat para ahli
dan laporan kasus,
tidak berdasarkan
fakta dari penelitian
Tahap 6
Terapi kombinasi, misalnya: SGA + FGA, kombinasikan
dengan SGA, (FGA/ SGA) + ECT, (FGA/ SGA) + other agen
lain (misalnya: obat stabilizier mood)
20
Universitas Sumatera Utara
menggunakan
FGA,
memerlukan
pemantauan
efek
samping
21
Universitas Sumatera Utara
Sedasi
EPS
Aripiprazol
Klorpromazin
Klozapin
Fluphenazin
Haloperidol
Olanzapin
Perphenazin
Quetiapin
Risperidon
Thioridazin
Thiothixen
Ziprasidon
+
++++
++++
+
+
++
++
++
+
++++
+
++
+
+++
+
++++
++++
++
++++
+
++
+++
++++
++
Anti
Kolinergik
+
+++
++++
+
+
++
++
+
+
++++
+
+
Ortostasis
+
++++
++++
+
+
++
+
++
++
++++
+
+
Penambahan
Berat Badan
+
++
++++
+
+
++++
+
++
++
+
+
+
Prolaktin
+
+++
+
++++
++++
+
++++
+
++++
+++
++++
+
Keterangan:
EPS: Extrapyramidal side effects
Resiko: rendah (+), sedang (++), sedang tinggi (+++), tinggi (++++)
Sumber: Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach(Dipiro, dkk., 2008).
Antipsikotik umumnya memiliki mekanisme kerja masing-masing dalam
pengobatan skizofrenia akut. Pemilihan obat antipsikotik harus sesuai dengan
gejala respon dan efek samping yang dialami pasien, rute pemberian, preferensi
pasien untuk obat tertentu, adanya kondisi medis penyerta, dan potensi interaksi
dengan obat lain yang diresepkan. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan dosis
terapi target sambil memantau efek samping dan status klinis pasien. Pengobatan
dengan memberikan pasien dosis tinggi di atas kisaran dosis lazim terbukti tidak
lebih baik daripada memberikan dukungan kepada pasien, ini justru dapat
meningkatkan efek samping obat (Hasan, dkk., 2012).
22
Universitas Sumatera Utara
Fase akut
Tujuan pengobatan selama fase akut adalah untuk mengontrol perilaku
Fase stabilisasi
Tujuan pengobatan fase ini adalah pengurangan gejala yang ada di fase akut
Fase pemeliharaan
Dalam fase pemeliharaan, terapi obat untuk mencegah kekambuhan,
23
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kepatuhan
Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan bagaimana pasien mengikuti
24
Universitas Sumatera Utara
orangtua,
kemungkinan
memiliki
defisit
memori
sehingga dapat
25
Universitas Sumatera Utara
khawatir akan diracuni, akan merasa enggan untuk menerima pengobatan (Tattan
dan Creed, 2001).
c.
landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Dokter yang memiliki
perhatian kepada pasien, mau meluangkan waktu untuk mendengar keluhankeluhan pasien, serta memberikan informasi adalah penting agar terciptanya suatu
hubungan yang baik. Informasi dapat diberikan pada pasien ataupun keluarga baik
dalam jadwal konsultasi ataupun dalam kelompok psikoedukasi. Pasien dan
keluarga diberi informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang akan
dilakukan. Psikoedukasi telah menunjukkan dalam meningkatkan kepatuhan dan
secara signifikan mengurangi angka relaps. Melengkapi informasi juga termasuk
mendiskusikan perencaan pengobatan baik kepada pasien atau keluarga dimana
pasien dan keluarga dilibatkan dalam proses perencanaan pengobatan penyakitnya
(Fleischhacker, dkk., 2007).
Dokter juga dapat melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan
pasien baik dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga dapat
tercipta hubungan terapi yang baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan
(Sadock dan Sadock, 2007).
d.
26
Universitas Sumatera Utara
dan penting adalah efek pada ekstrapiramidal, gangguan seksual, dan penambahan
berat badan. Penderita skizofrenia yang menggunakan antipsikotik atipikal lebih
mau meneruskan pengobatan dibandingkan penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional (Lauriello, dkk., 2005).
Sebagian besar obat antipsikotik memiliki masa pencapaian efek terapi yang
lebih lama, sehingga pasien tidak segera merasakan efek positif dari obat.
Sebaliknya pasien terkadang justru merasakan efek samping terlebih dahulu
dibanding efek terapi. Pasien skizofrenia juga tidak segera merasakan
kekambuhan setelah putus obat cukup lama. Kekambuhan dapat terjadi
berminggu-minggu, bahkan sampai berbulan-bulan sejak pasien putus dari obat.
Ini
menyebabkan
kebanyakkan
pasien
biasanya
tidak
menghubungkan
kekambuhan dengan putus obat. Sehingga putus obat harus selalu ditekankan pada
pasien (Fleischhacker, dkk., 2007). Namun pasien dengan pengalaman yang tidak
nyaman di masa lalu dapat mengembangkan sikap yang lebih positif terhadap
antipsikotik jika saat ini pengobatannya tanpa efek samping (Hasan, dkk., 2012).
e.
27
Universitas Sumatera Utara
Pada pasien rawat jalan atau rawat inap dalam 72 jam menunjukkan dua
episode dari:
1) Menolak obat yang diresepkan baik secara aktif atau pasif.
2) Adanya bukti atau kecurigaan menyimpan atau meludahkan obat yang
diberikan.
3) Menunjukkan keragu-raguan terhadap obat yang diberikan.
e.
Pasien rawat inap dengan riwayat tidak patuh pada pengobatan sewaktu
rawat jalan minimal tidak patuh selama 7 hari dalam sebulan.
f.
Pasien rawat jalan dengan riwayat ketidakpatuhan yang sangat jelas seperti
sudah pernah dilakukan keputusan untuk mengawasi dengan ketat oleh
orang lain dalam waktu sebulan.
g.
Pasien rawat inap yang mengatakan dirinya tidak dapat menelan obat-obatan
walaupun tidak ditemukan kondisi medis yang dapat mengakibatkan hal
tersebut.
28
Universitas Sumatera Utara