Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA


DENGAN TINGKAT KECEMASAN DALAM MENGHADAPI
ANGGOTA KELUARGA YANG MENGALAMI
GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA
PROPINSI SUMATERA UTARA, MEDAN
Ida Tiur Marisi Simanjuntak*, Wardiyah Daulay**

ABSTRAK
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perlu mempunyai pengetahuan tentang
gangguan jiwa. Oleh karena keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan menggunakan desain deskriptif
korelasional. Instrumen dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 2 bagian yaitu
kuesioner untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan kuesioner untuk
mengukur tingkat kecemasan keluarga. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32 keluarga
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis statistik korelasi
Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi ()= - 0.460 dan nilai signifikan (p) = 0.008 untuk
hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 karena terletak di bawah dari 0.01.
Dapat disimpulkan bahwa perlu adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan
dalam pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan jiwa dan keperawatan
komunitas.
Kata kunci: pengetahuan, tingkat kecemasan, keluarga, gangguan jiwa
Penulis adalah
* Mahasiswa Program S-1 Keperawatan PSIK FK USU
** Dosen Keperawatan Jiwa PSIK FK USU

18

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006


Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu
penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah
laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit
gangguan jiwa berasal dari apa yang
diyakini sebagai faktor penyebabnya yang
berhubungan dengan biopsikososial (Stuart
& Sundeen, 1998).
Menurut hasil Studi Bank Dunia
WHO menunjukkan bahwa beban yang
ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, di
mana terjadi global burden of disease akibat
masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%.
Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%),
kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%),
dan malaria (2,6%) (Siswono, 2001).
Dengan melihat kondisi masalah
kesehatan jiwa lebih besar angkanya
dibandingkan dengan masalah kesehatan
lainnya, maka dalam laporan Kesehatan
mental: pemahaman baru, harapan baru
oleh Brundtland (2001) melaporkan bahwa
pendekatan kesehatan masyarakat terutama
keluarga dalam penanganan kesehatan
mental memiliki peranan yang penting,
pemahaman keluarga menjadi hal utama
dalam mendukung kesembuhan penderita
gangguan jiwa (Walujani, 2001).
Menurut
Yip
(2005)
dalam
penelitian yang dilakukannya di Cina
terhadap keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa,
diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarga
dalam pengobatan psikiatris dan rehabilitasi
klien mampu mengembalikan kondisi klien
ke keadaan normal (Yip, K.S, 2005).
Berdasarkan survei pada beberapa
orang dengan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa diperoleh bahwa
ada beberapa hal yang menyebabkan
keluarga tidak aktif dalam memberikan
perhatian dan pengobatan pada penderita

gangguan jiwa (Biegel et al., 1995 dikutip


dari Stuart & Laraia, 2001). Ada beberapa
masalah yang teridentifikasi yang dialami
oleh keluarga yaitu meningkatnya stres dan
kecemasan keluarga, sesama keluarga
saling menyalahkan, kesulitan pemahaman
(kurangnya pengetahuan keluarga) dalam
menerima sakit yang diderita oleh anggota
keluarganya yang mengalami gangguan jiwa
dan pengaturan sejumlah waktu dan energi
keluarga dalam menjaga serta merawat
penderita gangguan jiwa dan keuangan
yang akan dihabiskan pada penderita
gangguan jiwa.
Pengetahuan keluarga mengenai
kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif
bagi anggota keluarganya. Keluarga selain
dapat meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan mental anggota keluarganya, juga
dapat menjadi sumber problem bagi anggota
keluarga yang mengalami ketidakstabilan
mental sebagai akibat minimnya pengetahuan
mengenai persoalan kejiwaan keluarganya
(Notosoedirdjo & Latipun, 2005).
Dengan melihat kondisi ini peneliti
ingin melakukan pengkajian yang lebih
lanjut tentang seberapa dalam pengetahuan
keluarga berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi
klien gangguan jiwa. Peneliti sebelumnya
telah melakukan survei awal ke RS Jiwa
Propsu Medan dan di sana peneliti
mendapatkan informasi bahwa belum ada
peneliti lain yang meneliti tentang
penelitian ini sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas
maka peneliti ingin mengetahui bagaimana
hubungan pengetahuan keluarga terhadap
tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa di RS Jiwa Propsu Medan.
Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana
pengetahuan
mengenai gangguan jiwa?

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

keluarga

19

Universitas Sumatera Utara

2. Bagaimana tingkat kecemasan keluarga


dalam menghadapi anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa?
3. Bagaimana hubungan pengetahuan
keluarga terhadap tingkat kecemasan
dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa?
Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga
mengenai gangguan jiwa.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3. Mengidentifikasi hubungan pengetahuan
keluarga klien gangguan jiwa terhadap
tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa.
Manfaat Penelitian
1. Praktik keperawatan
Hasil penelitian yang diperoleh
diharapkan dapat dijadikan sebagai
data dasar dalam melakukan intervensi
pada keluarga klien gangguan jiwa yang
berkaitan dengan peningkatan kesembuhan
klien dan sebagai peningkatan motivasi
terhadap perawat untuk melakukan
kunjungan rumah.
2. Penelitian keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang berharga
bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan
pengalaman ilmiah yang diperoleh
untuk penelitian yang akan datang
mengenai program perawatan klien
gangguan jiwa beserta keluarganya.
3. Pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi informasi yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di
bagian
keperawatan
jiwa
dan
keperawatan komunitas dalam hal
pemberian asuhan keperawatan pada
klien dan keluarga gangguan jiwa.

20

METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif korelasional
yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan
dan tingkat kecemasan keluarga tentang
gangguan jiwa serta mengidentifikasi
hubungan pengetahuan keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah
keluarga inti yang salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa dan
rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Propsu Medan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan
derajat ketepatan () yang besarnya 0.05
dan analisis kekuatan sebesar 80% serta
effect size sebesar 50%, sehingga didapatkan
sampel sebanyak 32 orang (Polit &
Hungler, 1995).
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan cara purposive sampling. Teknik
penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah peneliti),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang ada (Nursalam,
2003). Kriteria yang ditentukan untuk subyek
penelitian adalah keluarga inti yang salah
satu anggota keluarga mengalami gangguan
jiwa dan bersedia menjadi responden.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu
Medan. Alasan peneliti memilih Rumah
Sakit Jiwa Propsu Medan sebagai tempat
penelitian karena merupakan rumah sakit
jiwa pusat di Medan dan memiliki jumlah
penderita gangguan jiwa dengan anggota
keluarganya relatif banyak sehingga dapat
memenuhi kriteria sampel yang diinginkan.

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006


Universitas Sumatera Utara

Pertimbangan Etik Penelitian


Peneliti terlebih dahulu memberikan
penjelasan kepada calon responden penelitian
tentang tujuan penelitian dan prosedur
pelaksanaan penelitian. Kemudian peneliti
menyerahkan langsung lembar persetujuan
penelitian kepada responden. Jika responden
bersedia diteliti maka terlebih dahulu harus
menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati haknya. Peneliti menjelaskan
cara pengisian kuesioner kepada responden
agar responden mengerti untuk mengisinya.
Untuk menjaga kerahasian responden,
peneliti tidak akan mencantumkan nama
responden pada lembar pengumpulan data
(kuesioner) yang diisi oleh responden.
Lembar tersebut hanya diberi nomor kode
tertentu. Kerahasian informasi yang
diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti (Brink & Wood, 1994).
Instrumen Penelitian
Kuesioner penelitian
Bagian instrumen pertama berisi
pernyataan
untuk
mengidentifikasi
pengetahuan keluarga tentang gangguan
jiwa dimodifikasi berdasarkan tinjauan
pustaka mengenai gangguan jiwa. Pengetahuan
yang peneliti ukur hanya sampai tingkat
pengetahuan yang paling rendah yaitu
tahap tahu (know). Bagian ini terdiri dari
20 pernyataan dengan jawaban ya/tidak,
terbagi atas 10 pernyataan favourable
(positif) pada pernyataan No. 1, 2, 4, 6, 7, 8,
10, 15, 18, dan No. 20 dengan jawaban ya
diberi skor 1 dan jawaban tidak diberi
skor
0,
kemudian
10
pernyataan
unfavourable (negatif) pada pernyataan No.
3, 5, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, dan No. 19
dengan jawaban ya diberi skor 0 jawaban
tidak diberi skor 1.
Bagian instrumen kedua berisi
pernyataan untuk mengidentifikasi tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota
keluarga
yang
mengalami

gangguan jiwa. Bagian ini terdiri dari 12


pernyataan yang dimodifikasi dari model
instrumen Spielberger et al. (1970) State
Trait Anxiety Inventory (STAI) dengan
pilihan jawaban tidak pernah, kadangkadang, sering, dan selalu/terusmenerus. Skor tertinggi pada skala ini
adalah 4 dan skor terendah adalah 1. Skor
pada skala ini adalah terus-menerus
(TM) diberi skor 4, sering (S) diberi skor
3, kadang-kadang (KK) diberi skor 2, dan
tidak pernah (TP) diberi skor 1.
Reliabilitas dan validitas instrumen
Untuk mengetahui kepercayaan
(reliabilitas) instrumen dilakukan uji
reliabilitas instrumen. Uji reliabilitas ini
dilakukan sebelum pengumpulan data
kepada 10 orang responden yang memenuhi
kriteria sampel kemudian peneliti menilai
responsnya. Dari hasil uji Cronbach Alpha
pada akhir penelitian diperoleh untuk
instrumen pengetahuan dan tingkat
kecemasan didapatkan untuk instumen
pengetahuan nilai = 0,719 dan untuk
instrumen tingkat kecemasan nilai =
0,881, ini menunjukkan bahwa kedua
instrumen reliabel.
Uji validitas instrumen dilakukan
oleh ahli dalam Keperawatan Jiwa dari
departemen Ilmu Keperawatan Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Teknik Pengumpulan Data
Pada tahap awal peneliti mengajukan
permohonan izin pelaksanaan penelitian
pada institusi pendidikan (Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara), kemudian
permohonan izin yang telah diperoleh
dikirimkan ke tempat penelitian (Rumah
Sakit Jiwa Propsu Medan). Setelah
mendapat izin, peneliti melaksanakan
pengumpulan data penelitian. Peneliti
menentukan responden sesuai dengan
kriteria yang telah dibuat sebelumnya.
Apabila
peneliti
menemukan
calon

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

21

Universitas Sumatera Utara

responden yang memenuhi kriteria cukup


banyak maka calon responden tersebut
dipilih sesuai dengan keinginan peneliti.
Selanjutnya peneliti menjelaskan pada
calon responden tersebut tentang tujuan,
manfaat dan proses pengisian kuesioner,
kemudian calon responden yang bersedia
diminta untuk menandatangani surat
persetujuan. Kemudian responden diminta
untuk mengisi kuesioner yang diberikan
oleh peneliti.
Analisis Data
Pengetahuan keluarga gangguan
jiwa dibagi dalam 3 kategori, yaitu baik =
14-20, sedang = 7-13, dan buruk = 0-6.
Tingkat kecemasan keluarga gangguan jiwa
dibagi dalam 4 kategori, yaitu cemas ringan
= 1-12, cemas sedang = 13-25, cemas
berat = 26 - 38, dan panik = 39-48.
Data demografi disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi dan
presentase serta data usia dan penghasilan
dalam bentuk mean. Hasil analisis data
disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi untuk melihat gambaran pengetahuan
dan tingkat kecemasan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Hubungan pengetahuan
keluarga dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
akan dianalisis secara statistik dengan
menggunakan formula korelasi Spearman.
Nilai menginterpretasikan kekuatan
hubungan. Jika nilai berada pada level
0.701.00 (baik plus ataupun minus)
menunjukkan adanya derajat hubungan
yang kuat, level 0.40-<0.70 (baik plus
ataupun minus) menunjukkan adanya
derajat hubungan yang sedang atau
substansial, level 0.20-<0.40 menunjukkan
adanya derajat hubungan yang lemah dan
level<0.20
berarti
dapat
diabaikan.
Sedangkan untk menginterpretasikan nilai
signifikan (p) untuk uji 1 arah, jika nilai p
kurang dari atau sama dengan nilai (0.05)

22

berarti terdapat hubungan yang signifikan


dan bila nilai p lebih dari nilai (0.05)
berarti terdapat hubungan yang tidak
signifikan (Devore, 1986; Sulaiman, 2003).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Karakteristik responden
Tabel 1 menunjukkan rata-rata usia
responden adalah 38 tahun. Mayoritas
responden adalah laki-laki (53,1%),
menikah (68,7%), beragama Islam (53,1%),
suku Jawa (53,1%), dengan latar belakang
pendidikan SMU (34,4%). Responden yang
bekerja paling banyak sebagai wiraswasta
sebanyak 18 orang (56,3%), tingkat
penghasilan < Rp 774.000 (43,7%) dan
responden umumnya memiliki hubungan
sebagai anak sebanyak 12 orang (37.5%).
Tabel 1. Gambaran data demografi keluarga
No

Data Demografi

Usia
25 35 tahun
36 46 tahun
47 56 tahun
Mean : 38.25
SD
: 9.45

2.

5.

Persentase

13
12
7

40,6 %
37,5 %
21,9 %

17
15

53,1%
46,9%

3
22
3
4

9,4%
68,7%
9,4%
12,5%

Agama
Islam
Protestan

17
15

53,1%
46,9%

Suku bangsa
Jawa
Batak

17
15

53,1%
46,9%

Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan

3. Status perkawinan
Belum menikah
Sudah menikah
Janda
Duda
4.

Jumlah

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006


Universitas Sumatera Utara

6. Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMU
Sarjana

2
5
14
11

7. Pekerjaan
PNS
Pegawai swasta
Wiraswasta
Lain-lain (privat)
8. Penghasilan
< Rp. 774.000

Rp.774.000Rp.1.548.000

Mean : 1.56
SD
: 1.50
9.

Ikatan hubungan
Anak
Orangtua
Saudara
Suami / isteri

6,2%
15,6%
43,8%
34,4%

8
5
18
1

5,0%
15,6%
56,3%
3,1%

14
18

43,7%
56,3%

12
6
8
6

37,6 %
18,7 %
25,0 %
18,7 %

Pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa


Dari 32 keluarga inti yang menjadi
responden, 19 orang responden (59,4%)
memiliki pengetahuan yang baik mengenai
gangguan jiwa dan 13 orang responden
(40,6%) yang memiliki pengetahuan sedang
mengenai gangguan jiwa.
Tabel 2. Gambaran pengetahuan keluarga
tentang gangguan jiwa di Rumah
Sakit Jiwa Propinsi Sumatera
Utara, Medan
Pengetahuan

Baik
19
(59,4%)

Sedang
13
(40,6%)

Buruk
0
(0%)

Tingkat kecemasan keluarga dalam


menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Dari 32 keluarga inti yang menjadi
responden, 15 responden (46.9%) yang
mengalami tingkat kecemasan ringan dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa, 15 responden (46,9%)
mengalami tingkat kecemasan sedang dan 2
responden (6,2%) mengalami tingkat
kecemasan berat.

Tabel 3. Gambaran
keluarga

tingkat

kecemasan

Ringan Sedang
Berat
Tingkat
Kecemasan 15
15
2
(46,9%) (46,9%) (6,2%)

Panik
0
(0%)

Analisis hubungan pengetahuan keluarga


dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa
Analisis statistik didapatkan nilai
korelasi Spearman () sebesar -0.460. Ini
berarti bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tidak searah antara pengetahuan
keluarga dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga yang
menghadapi gangguan jiwa. Dalam arti
semakin tinggi pengetahuan keluarga
tentang gangguan jiwa maka semakin
ringan tingkat kecemasan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Dari analisis statistik juga
diperoleh nilai signifikan (p) 0.008. Nilai ini
lebih kecil dari level of significance ()
sebesar 0.01 dengan uji 2 tailed, ini berarti
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan keluarga dengan tingkat
kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Tabel 4. Hasil analisis korelasi pengetahuan
dengan tingkat kecemasan dalam
menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa di
Rumah Sakit Jiwa Propinsi
Sumatera Utara, Medan
Variabel 1
Pengetahuan
Keluarga
tentang
gangguan
jiwa

Variabel 2

Tingkat kecemasan -0.460 0.008


dalam
menghadapi anggota
keluarga
yang mengalami
gangguan jiwa

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

23

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Pengetahuan keluarga mengenai gangguan
jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga
inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 19 responden (59,4%) memiliki
pengetahuan yang baik dan 13 responden
(40,16%) memiliki pengetahuan sedang
mengenai gangguan jiwa ini menunjukkan
bahwa seluruh keluarga yang anggota
keluarganya rawat jalan di Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara
Medan sudah memiliki pengetahuan yang
hampir baik dan tidak ada yang memiliki
pengetahuan buruk mengenai gangguan
jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan maupun diperoleh dari
media informasi lainnya telah cukup efektif.
Pengetahuan keluarga mengenai
kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif
bagi anggota keluarganya. Keluarga selain
dapat meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan mental anggota keluarganya,
juga dapat menjadi sumber masalah bagi
anggota
keluarga
yang
mengalami
ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan
kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo &
Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Pearson
(1993) di Cina, didapatkan hasil bahwa dari
150 koresponden anggota keluarga yang
salah satu anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, keluarga yang
memiliki pengetahuan yang baik sebanyak
78.3% dan selebihnya 21.7% koresponden
tidak peduli akan kondisi keluarganya yang
mengalami
gangguan
jiwa.
Setelah
dibandingkan antara kondisi anggota
keluarga yang berpengetahuan baik dan
yang tidak memiliki pengetahuan baik/tidak
peduli diketahui bagaimana perawatan
terhadap anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, di mana kondisi
keluarga yang berpengetahuan baik lebih

24

terjaga dibandingkan pada keluarga yang


tidak memiliki pengetahuan yang baik.
Sehingga sangat diperlukan bagi keluarga
untuk memiliki pengetahuan yang baik
dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa
Tingkat kecemasan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga
inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 15 responden (46,9%) memiliki
tingkat kecemasan yang ringan dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, kemudian 15
responden (46,9%) memiliki tingkat
kecemasan sedang dan 2 responden (6,2%)
memiliki tingkat kecemasan yang berat.
Kecemasan dapat dirasakan oleh
individu ataupun sekelompok orang
termasuk keluarga, kecemasan meliputi
keluarga dan mereka sangat terbebani
dengan kondisi penderita. Bahkan tidak
sedikit keluarga yang sama sekali tidak
mengetahui rencana apa yang harus mereka
lakukan untuk menghadapi masalah gangguan
jiwa salah satu anggota keluarganya.
Kecemasan akan semakin meningkat tanpa
pemahaman yang jernih mengenai masalah
besar yang dihadapi keluarga. Terkadang
masalah ini tidak dapat dihadapi dan
semakin membuat konflik di dalam
keluarga sehingga sering terjadi penolakan
terhadap penderita gangguan jiwa (Brown
& Bradley, 2002).
Dalam jurnal National Institue of
Mental Health, Samuel Keith (1970)
mengadakan
penelitian
mengenai
pengalaman yang dirasakan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Keluarga lebih
banyak merasakan kecemasan (58.6%)
dibandingkan keadaan keluarga yang
marah (12.7%) bahkan ada yang menolak
(28.7%) keadaan anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa. Kecemasan dan

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006


Universitas Sumatera Utara

berbagai
pengalaman
lainnya
yang
dirasakan oleh keluarga merupakan hal
yang wajar dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Hubungan pengetahuan dengan tingkat
kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan analisis diperoleh nilai
koefisien korelasi () = - 0.460 dan nilai
signifikan p = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, 0.460
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sedang dan tanda negatif menunjukkan
ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin
tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan
semakin ringan. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan
tingkat
kecemasan
keluarga
dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008
di bawah dari 0.01 (Devore, 1986).
Berdasarkan penelitian dari badan
National Mental Health Association/
NMHA (2001), diperoleh bahwa banyak
ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman
keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga
menganggap bahwa seseorang yang
mengalami gangguan jiwa tidak akan
pernah sembuh kembali. Namun faktanya,
NMHA mengemukakan bahwa orang yang
mengalami gangguan jiwa dapat sembuh
dan dapat mulai kembali melakukan
aktivitasnya (Foster, 2001). Tanpa adanya
pemahaman yang jernih mengenai masalah
gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan
dapat menimbulkan kecemasan dan hal ini
didukung oleh adanya penelitian yang
dilakukan oleh Brown & Bradley (2002)
pada keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
dan didapatkan bahwa kecemasan keluarga
akan semakin meningkat tanpa pengetahuan
yang baik mengenai masalah gangguan jiwa
yang dihadapi keluarga.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap
32 keluarga inti yang menjadi responden,
yang salah satu anggota keluarganya
berobat jalan di Poliklinik Rumah Sakit
Jiwa Propinsi Sumatera Utara Medan
menggambarkan bahwa 59.4% responden
memiliki pengetahuan yang baik mengenai
gangguan jiwa, 40.6% responden memiliki
pengetahuan yang sedang mengenai
gangguan jiwa, 46.9% responden yang
memiliki tingkat kecemasan ringan, 46.9%
responden memiliki tingkat kecemasan
yang sedang. Sementara itu 46,2%
responden memiliki tingkat kecemasan
yang berat dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan analisis statistik dengan
menggunakan formula korelasi Spearman
diperoleh koefisien korelasi () = - 0.460
dan nilai signifikan p = 0.008 untuk
hubungan pengetahuan dengan tingkat
kecemasan keluarga dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sedang dan tanda negatif
menunjukkan ketidaksearahan, dalam arti
bahwa semakin tinggi pengetahuan maka
tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan tingkat kecemasan keluarga dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan p =
0.008. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hubungan pengetahuan keluarga
dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa memiliki hubungan yang sedang dan
signifikan.
Saran
1. Praktik keperawatan
Dalam
melaksanakan
asuhan
keperawatan kepada anggota keluarga yang
salah satu anggota keluarganya mengalami
gangguan
jiwa,
hendaknya
perawat

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006

25

Universitas Sumatera Utara

memperhatikan masalah pengetahuan


keluarga dalam merawat anggota keluarganya
yang mengalami gangguan jiwa dengan
memberikan pendidikan kesehatan yang
dapat dimengerti oleh keluarga, Perawat
juga diharapkan perlu mengkaji secara
komprehensif faktorfaktor dominan yang
mendukung timbulnya kecemasan keluarga
dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
2. Pendidikan keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data
bahwa adanya hubungan antara pengetahuan
dan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota
keluarga
yang
mengalami
gangguan jiwa, sehingga perlu diharapkan
adanya peningkatan dan pengembangan
asuhan keperawatan dalam pemberian
pendidikan kesehatan khususnya dalam
Keperawatan Jiwa dan Keperawatan
Komunitas.
3. Penelitian keperawatan
Pada penelitian ini didapatkan data
adanya hubungan yang sedang antara
pengetahuan dengan tingkat kecemasan
dalam menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, dan diperoleh
nilai reliabilitas untuk instrumen pengetahuan
masih rendah sehingga diharapkan untuk
penelitian selanjutnya diperoleh nilai
reliabilitas instrumen yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Brink & Wood. (1994). Langkah Dasar dan
Perencanaan Riset Keperawatan: dari
Pertanyaan
Sampai
Proposal.
Jakarta: EGC.
Effendy. (1998). Dasar-Dasar Keperawatan
Kesehatan Masyarakat. (edisi 2).
Jakarta: EGC.

26

Friedman. (1998). Keperawatan Keluarga,


Teori dan Praktek Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Frisch & Frisch. (2002). Psychiatric Mental
Health Nursing. (2nd ed). New York:
Thomson Learning, Inc.
Kartono. (1997). Patologi sosial 3, GangguanGangguan Kejiwaan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Keable. (1997). The Management of Anxiety,
a Guide for Therapist. New York:
Pearson Professional Limited.
Khairuddin. (1997). Sosiologi Keluarga.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Molloy. (1996) Anxiety and related
disorders. In Fortinash, et al.
Psychiatric Mental Health Nursing. St
Louis: Mosby.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Notosoedirdjo & Latipun. (2005). Kesehatan
Mental, Konsep dan Penerapan.
Malang: UMM Press.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan
Metodologi
Ilmu
Keperawatan:
Pedoman
Skripsi,
Tesis
dan
Instrumen Penelitian Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Stuart & Laraia. (2001). Principles and
Practice of Psychiatric Nursing. USA:
Mosby.
Stuart & Sundeen. (1998). Buku Saku
Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta:
EGC.
Sulaiman, W. (2003). Statistik Non-Parametrik:
Contoh Kasus dan Pemecahannya
Dengan SPSS. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Sumartono. (1999). Metodologi Penelitian
Kesehatan; Penuntun Latihan Metode
Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia
Printing Group.
Wiramihardja. (2004). Pengantar Psikologis
Klinis.
Bandung:
PT
Refika
Aditama.

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 2 Nomor 1, Mei 2006


Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai