Ruf Mei2006 2
Ruf Mei2006 2
ABSTRAK
Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan
diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan. Keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa perlu mempunyai pengetahuan tentang
gangguan jiwa. Oleh karena keluarga sering merasakan kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarganya yang menderita gangguan jiwa. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan menggunakan desain deskriptif
korelasional. Instrumen dibuat dalam bentuk kuesioner dan dibagi dalam 2 bagian yaitu
kuesioner untuk mengukur pengetahuan keluarga tentang gangguan jiwa dan kuesioner untuk
mengukur tingkat kecemasan keluarga. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 32 keluarga
dengan menggunakan teknik purposive sampling. Berdasarkan analisis statistik korelasi
Spearman diperoleh nilai koefisien korelasi ()= - 0.460 dan nilai signifikan (p) = 0.008 untuk
hubungan pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, 0.460 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
sedang dan tanda negatif menunjukkan ketidaksearahan, ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan semakin ringan. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008 karena terletak di bawah dari 0.01.
Dapat disimpulkan bahwa perlu adanya peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan
dalam pemberian pendidikan kesehatan khususnya dalam keperawatan jiwa dan keperawatan
komunitas.
Kata kunci: pengetahuan, tingkat kecemasan, keluarga, gangguan jiwa
Penulis adalah
* Mahasiswa Program S-1 Keperawatan PSIK FK USU
** Dosen Keperawatan Jiwa PSIK FK USU
18
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan suatu
penyakit yang disebabkan karena adanya
kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah
laku di mana individu tidak mampu
menyesuaikan diri dengan diri sendiri,
orang lain, masyarakat, dan lingkungan.
Pengertian seseorang tentang penyakit
gangguan jiwa berasal dari apa yang
diyakini sebagai faktor penyebabnya yang
berhubungan dengan biopsikososial (Stuart
& Sundeen, 1998).
Menurut hasil Studi Bank Dunia
WHO menunjukkan bahwa beban yang
ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, di
mana terjadi global burden of disease akibat
masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%.
Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%),
kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%),
dan malaria (2,6%) (Siswono, 2001).
Dengan melihat kondisi masalah
kesehatan jiwa lebih besar angkanya
dibandingkan dengan masalah kesehatan
lainnya, maka dalam laporan Kesehatan
mental: pemahaman baru, harapan baru
oleh Brundtland (2001) melaporkan bahwa
pendekatan kesehatan masyarakat terutama
keluarga dalam penanganan kesehatan
mental memiliki peranan yang penting,
pemahaman keluarga menjadi hal utama
dalam mendukung kesembuhan penderita
gangguan jiwa (Walujani, 2001).
Menurut
Yip
(2005)
dalam
penelitian yang dilakukannya di Cina
terhadap keluarga yang salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa,
diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarga
dalam pengobatan psikiatris dan rehabilitasi
klien mampu mengembalikan kondisi klien
ke keadaan normal (Yip, K.S, 2005).
Berdasarkan survei pada beberapa
orang dengan anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa diperoleh bahwa
ada beberapa hal yang menyebabkan
keluarga tidak aktif dalam memberikan
perhatian dan pengobatan pada penderita
keluarga
19
20
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif korelasional
yaitu untuk mengidentifikasi pengetahuan
dan tingkat kecemasan keluarga tentang
gangguan jiwa serta mengidentifikasi
hubungan pengetahuan keluarga dengan
tingkat kecemasan dalam menghadapi
anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa di Rumah Sakit Jiwa Propsu Medan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah
keluarga inti yang salah satu anggota
keluarganya mengalami gangguan jiwa dan
rawat jalan di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa
Propsu Medan.
Penentuan jumlah sampel menggunakan
derajat ketepatan () yang besarnya 0.05
dan analisis kekuatan sebesar 80% serta
effect size sebesar 50%, sehingga didapatkan
sampel sebanyak 32 orang (Polit &
Hungler, 1995).
Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan cara purposive sampling. Teknik
penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah peneliti),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili
karakteristik populasi yang ada (Nursalam,
2003). Kriteria yang ditentukan untuk subyek
penelitian adalah keluarga inti yang salah
satu anggota keluarga mengalami gangguan
jiwa dan bersedia menjadi responden.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Propsu
Medan. Alasan peneliti memilih Rumah
Sakit Jiwa Propsu Medan sebagai tempat
penelitian karena merupakan rumah sakit
jiwa pusat di Medan dan memiliki jumlah
penderita gangguan jiwa dengan anggota
keluarganya relatif banyak sehingga dapat
memenuhi kriteria sampel yang diinginkan.
21
22
Data Demografi
Usia
25 35 tahun
36 46 tahun
47 56 tahun
Mean : 38.25
SD
: 9.45
2.
5.
Persentase
13
12
7
40,6 %
37,5 %
21,9 %
17
15
53,1%
46,9%
3
22
3
4
9,4%
68,7%
9,4%
12,5%
Agama
Islam
Protestan
17
15
53,1%
46,9%
Suku bangsa
Jawa
Batak
17
15
53,1%
46,9%
Jenis Kelamin
Laki laki
Perempuan
3. Status perkawinan
Belum menikah
Sudah menikah
Janda
Duda
4.
Jumlah
6. Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMU
Sarjana
2
5
14
11
7. Pekerjaan
PNS
Pegawai swasta
Wiraswasta
Lain-lain (privat)
8. Penghasilan
< Rp. 774.000
Rp.774.000Rp.1.548.000
Mean : 1.56
SD
: 1.50
9.
Ikatan hubungan
Anak
Orangtua
Saudara
Suami / isteri
6,2%
15,6%
43,8%
34,4%
8
5
18
1
5,0%
15,6%
56,3%
3,1%
14
18
43,7%
56,3%
12
6
8
6
37,6 %
18,7 %
25,0 %
18,7 %
Baik
19
(59,4%)
Sedang
13
(40,6%)
Buruk
0
(0%)
Tabel 3. Gambaran
keluarga
tingkat
kecemasan
Ringan Sedang
Berat
Tingkat
Kecemasan 15
15
2
(46,9%) (46,9%) (6,2%)
Panik
0
(0%)
Variabel 2
23
Pembahasan
Pengetahuan keluarga mengenai gangguan
jiwa
Berdasarkan jawaban 32 keluarga
inti yang menjadi responden didapatkan
bahwa 19 responden (59,4%) memiliki
pengetahuan yang baik dan 13 responden
(40,16%) memiliki pengetahuan sedang
mengenai gangguan jiwa ini menunjukkan
bahwa seluruh keluarga yang anggota
keluarganya rawat jalan di Poliklinik
Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara
Medan sudah memiliki pengetahuan yang
hampir baik dan tidak ada yang memiliki
pengetahuan buruk mengenai gangguan
jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh
petugas kesehatan maupun diperoleh dari
media informasi lainnya telah cukup efektif.
Pengetahuan keluarga mengenai
kesehatan mental merupakan awal usaha
dalam memberikan iklim yang kondusif
bagi anggota keluarganya. Keluarga selain
dapat meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan mental anggota keluarganya,
juga dapat menjadi sumber masalah bagi
anggota
keluarga
yang
mengalami
ketidakstabilan mental sebagai akibat
minimnya pengetahuan mengenai persoalan
kejiwaan keluarganya (Notosoedirdjo &
Latipun, 2005).
Berdasarkan penelitian Pearson
(1993) di Cina, didapatkan hasil bahwa dari
150 koresponden anggota keluarga yang
salah satu anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, keluarga yang
memiliki pengetahuan yang baik sebanyak
78.3% dan selebihnya 21.7% koresponden
tidak peduli akan kondisi keluarganya yang
mengalami
gangguan
jiwa.
Setelah
dibandingkan antara kondisi anggota
keluarga yang berpengetahuan baik dan
yang tidak memiliki pengetahuan baik/tidak
peduli diketahui bagaimana perawatan
terhadap anggota keluarganya yang
mengalami gangguan jiwa, di mana kondisi
keluarga yang berpengetahuan baik lebih
24
berbagai
pengalaman
lainnya
yang
dirasakan oleh keluarga merupakan hal
yang wajar dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
Hubungan pengetahuan dengan tingkat
kecemasan dalam menghadapi anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Berdasarkan analisis diperoleh nilai
koefisien korelasi () = - 0.460 dan nilai
signifikan p = 0.008 untuk hubungan
pengetahuan dengan tingkat kecemasan
keluarga dalam menghadapi anggota keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, 0.460
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang sedang dan tanda negatif menunjukkan
ketidaksearahan, dalam arti bahwa semakin
tinggi pengetahuan maka tingkat kecemasan
semakin ringan. Terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan
tingkat
kecemasan
keluarga
dalam
menghadapi anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa dengan p = 0.008
di bawah dari 0.01 (Devore, 1986).
Berdasarkan penelitian dari badan
National Mental Health Association/
NMHA (2001), diperoleh bahwa banyak
ketidakmengertian ataupun kesalahpahaman
keluarga mengenai gangguan jiwa, keluarga
menganggap bahwa seseorang yang
mengalami gangguan jiwa tidak akan
pernah sembuh kembali. Namun faktanya,
NMHA mengemukakan bahwa orang yang
mengalami gangguan jiwa dapat sembuh
dan dapat mulai kembali melakukan
aktivitasnya (Foster, 2001). Tanpa adanya
pemahaman yang jernih mengenai masalah
gangguan jiwa yang dihadapi keluarga akan
dapat menimbulkan kecemasan dan hal ini
didukung oleh adanya penelitian yang
dilakukan oleh Brown & Bradley (2002)
pada keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa
dan didapatkan bahwa kecemasan keluarga
akan semakin meningkat tanpa pengetahuan
yang baik mengenai masalah gangguan jiwa
yang dihadapi keluarga.
25
26