Anda di halaman 1dari 33

ABSTRAK

Miras, identik dengan tindakan kriminalitas oleh karena itu perlu adanya
peraturan yang mengatur tentang penggunaan dan peredaran miras tersebut.
Tindakan kriminal atau Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sangat
kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Peraturan
Presiden Nomor 74 Tahun 2013 merupakan peraturan yang dikeluarkan sebagai
respons terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 42/P/HUM/2012 tanggal 18
Juni 2013 mengenai uji materiil terhadap Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Peraturan
mengenai pelegalan miras adalah sebuah fenomena hukum. Peraturan yang dibuat
tentunya akan memiliki berbagai macam dampak dan sosiologi hukum adalah
ilmu yang mempelajari fenomena hukum yang bertujuan untuk memberikan
penjelasan terhadap praktik-praktik hukum. Globalisasi salah satu pemicu muncul
degradasi moral, etika dan pemikiran para pemimpin negeri ini. Peristiwa
mengorbankan rakyat demi kepentingan sekelompok masyarakat terjadi terus
menerus, ironisnya peristiwa ini terjadi secara terstruktur.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tinjauan
sosiologis mengenai pelegalan minuman keras (miras) dalam Peraturan Presiden
Nomor 74 Tahun 2013 (analisis dari aspek keadilan, kepastian, dan kemanfaatan
hukum) ? . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu proses berfikir yang dimulai dari data yang
dikumpulkan kemudian berorientasi dengan logika induktif. Tujuan memakai
penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsepkonsep yang dipakai supaya dapat membantu pemahaman lebih mendalam atas
fenomena sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Presiden yang berisikan
pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol atau miras adalah salah satu
bukti nyata bahwa konsep negara hukum di Indonesia mulai bergeser dari tujuan
sebenarnya. Pelegalan peredaran miras yang ada sekarang semoga
akan mampu meningkatkan pendapatan/perekonomian di
Indonesia (Das Sein ). Pengawasan yang baik dan keikutsertaan
masyarakat untuk mengawasi peredaran miras sangat diperlukan
saat ini untuk menekan dampak negatif miras. Kritik dan saran
yang membangun akan melahirkan sebuah peraturan baru yang
dapat mencegah dampak buruk dari pelegalan miras seperti
pembentukan pengawas peredaran miras yang memiliki
integritas dan tanggung jawab (das Sollen).

Prakata
Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr, Wb.


Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
yang berjudul Tinjauan Sosiologis mengenai Pelegalan Minuman Keras (Miras)
dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 (Analisis dari Aspek Keadilan,
Kepastian, dan Kemanfaatan Hukum). Tugas Akhir ini disusun sebagai
persyaratan kelulusan pada mata kuliah Teori Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada.
Makalah ini ditulis berdasarkan pemenuhan tugas dan ketertarikan penulis
membahas mengenai fenomena hukum yang terjadi dengan adanya peraturan
yang mengatur pelegalan minuman keras (miras) yang secara nyata berdampak
buruk bukan bagi individu tetapi suatu bangsa. Pembahasan fenomena hukum
penulis meninjaunya dari ilmu sosiologi hukum, yaitu ilmu yang mengatur
mengenai perilaku masyarakat akibat fenomena hukum atau gejala sosial yang
terus mengalami perubahan.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapat saran, dorongan,
bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan
pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat membukakan
mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan pengetahuan tersebut adalah
guru yang terbaik bagi penulis, dengan segala hormat dan kerendahan hati
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata
kuliah Teori Hukum, Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan
doanya dan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu
yang telah terlibat banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis
miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak
menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat
kontruktif bagi diri penulis.
Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan dan
masyarakat luas. Aamiin.
Wassalamu alaikum Wr, Wb.
Yogyakarta, 8 Juni 2016
Penulis
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 3
C. Metode Peneltian .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Keadilan.................................................................................................. 4
1. Substansi........................................................................................... 4
2. Struktur.............................................................................................. 7
3. Budaya Hukum.................................................................................. 8
B. Kepastian Hukum.................................................................................... 10
1. Substansi........................................................................................... 10
2. Struktur.............................................................................................. 12
3. Budaya Hukum................................................................................. 14
C. Kemanfaat .............................................................................................. 15
1. Substansi........................................................................................... 15
2. Struktur.............................................................................................. 19
3. Budaya Hukum................................................................................. 20
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................. 25
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minuman keras atau yang lebih dikenal dengan sebutan miras adalah
sejenis minuman yang telah ada sejak lama. Keberadaan miras pada zaman
penjajahan tidak memiliki dampak buruk yang besar bagi masyarakat Indonesia,
mengapa? karena miras tidak diproduksi di sembarang tempat, harganya yang
mahal, pengkonsumsi dan penjualnya pun berada di pengawasan yang ketat serta
tidak muncul dipermukaan publik.
Masa kini miras telah menjamur di semua tempat bahkan di usia anakanak dapat dengan mudah membelinya dengan harga murah karena masyarakat
kita kini mampu membuat miras-mirasan atau miras oplosan yang terbuat dari
bahan-bahan berbahaya. Meski telah mematikan banyak orang miras oplosan
tidak ditakuti untuk dikonsumsi bahkan cenderung diburu oleh masyarakat demi
memenuhi kesenangan yang semu, padahal

meskipun jumlahnya sedikit,

konsumsi alkohol bisa menimbulkan dampak yang besar, terutama terhadap fungsi
jaringan kista, yaitu dengan menurunnya ketajaman indra persepsi, rusaknya akal
sehat dan pertimbangan, menumpulkan emosi-emosi yang baik, serta terhambat
dan terganggunya koordinasi gerak.
Miras banyak sekali membawa dampak buruk jika dilihat dari segi sosial,
kebiasaan minum minuman keras akan banyak menimbulkan masalah, seperti
munculnya perkelahian, ketidaknyamanan orang yang tinggal di sekitarnya,
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas dan banyak muncul preman di
beberapa daerah akibat kecanduan alkohol.2 Selain itu minuman keras juga
biasanya menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Keberadaan miras sangat meresahkan masyarakat karena dampak buruk
akibat miras tidak hanya dirasa oleh orang yang meminum miras tetapi, orang lain
yang berada disekitar peminum miras. Miras, identik dengan tindakan kriminalitas
1 M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol :cara Islam mengatasi, mencegah dan melawan,
edisi 1, (Bandung: Nuansa, 2004), hlm 109.

2 Hartati Nurwijaya dan Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah
Kecanduannya, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 177.

oleh karena itu perlu adanya peraturan yang mengatur tentang penggunaan dan
peredaran miras tersebut. Tindakan kriminal atau Kejahatan merupakan suatu
fenomena yang sangat kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang
berbeda. Kehidupan sehari-hari terdengar berbagai komentar suatu peristiwa
kejahatan yang berbeda dengan yang lainnya, selanjutnya yang dibahas yaitu
reaksi terhadap pelanggaran hukum antara lain teori-teori penghukuman dan
upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan
preventif, represif, dan rehabilitatif.
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 merupakan peraturan yang
dikeluarkan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
42/P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 mengenai uji materiil terhadap Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol (Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997) terhadap Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan.3 Tujuan adanya peraturan ini salah satunya adalah karena
pemerintah mengharapkan miras dapat menjadi salah satu sumber penghasilan
yang besar, sekalipun dalam hal peredaran atau penjualan atau pemakaiannya
diawasi dan dibatasi.4 Peraturan mengenai pelegalan miras adalah sebuah
fenomena hukum. Peraturan yang dibuat tentunya akan memiliki berbagai macam
dampak dan sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomena hukum
yang bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktik-praktik hukum.
Sosiologi hukum menjelaskan mengapa dan bagaimana praktik-praktik hukum itu
terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor yang berpengaruh, latar belakang dan
sebagainya.5
3http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt542833226d316/legalitas-penjualan
minuman-keras-lewat-internet diakses pada tanggal 2 Juni 2016
4 Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung:
Mandar Maju, 2003), hlm. 105
5 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 310-311

Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri yang


merupakan ilmu sosial atau ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan
bersama manusia dengan sesamanya. Menurut Achmad Ali6 bahwa sosiologi
hukum menekankan kajian pada law in action, hukum dalam kenyataannya,
hukum sebagai tingkah laku manusia, yang berarti berada di dunia sein. Sosiologi
hukum menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif.
Putusan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 adalah salah satu fenomena
hukum yang terjadi saat ini. Globalisasi salah satu pemicu muncul degradasi
moral, etika dan pemikiran para pemimpin negeri ini. Peristiwa mengorbankan
rakyat demi kepentingan sekelompok masyarakat terjadi terus menerus, ironisnya
peristiwa ini terjadi secara terstruktur. Berdasarkan uraian di atas dalam makalah
ini penulis akan membahas mengenai tinjauan sosiologi mengenai pelegalan miras
dalam peraturan presiden tersebut.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini yaitu, bagaimanakah tinjauan
sosiologis mengenai pelegalan minuman keras (miras) dalam Peraturan Presiden
Nomor 74 Tahun 2013 (analisis dari aspek keadilan, kepastian, dan kemanfaatan
hukum) ?
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan
kualitatif yaitu proses berfikir yang dimulai dari data yang dikumpulkan kemudian
berorientasi dengan logika induktif. Tujuan memakai penelitian kualitatif dalam
penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsep-konsep yang dipakai supaya
dapat membantu pemahaman lebih mendalam atas fenomena sosial dan perilaku
dengan tatanan alamiah dalam arti penelitian melainkan melakukan studi terhadap
suatu fenomena tersebut.

6 Ahmad Ali, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum,(Jakarta:Yasrif, 1998), hlm.


11

BAB II
PEMBAHASAN

A. KEADILAN
1. Substansi
Soetandyo Wignjosoebroto menyatakan bahwa keadilan adalah jantungnya
hukum.7 Gerechtigkeit ist das principium regnorum, artinya keadilan sebagai nilai
tertinggi, fundamental atau absolut dalam hukum.8 Menurut Plato, keadilan adalah
emansipasi dan partisipasi warga polis dalam gagasan tentang kebaikan dalam
negara dan itu merupakan suatu pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang,
demikian pula gagasan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari gagasan tentang
keadilan.9
Harapan yang diarahkan masyarakat pada penegakan hukum adalah
muncul suatu keadilan, penindakan dan penuntutan terhadap mereka yang
bersalah atau melanggar hukum, pentaatan hukum. Dasar harapan tersebut maka
role-expectation

terhadap

penegakan

hukum

yaitu

memberikan

dan

menegakkan keadilan, menindak dan memutus siapa yang bersalah, memberikan


suatu kebenaran, agar masyarakat paham hukum dan mentaatinya, memberikan
teladan untuk mematuhi hukum.10

7Winarno Yudho, Sosok Guru dan Ilmuwan yang Kritis dan Konsisten, Kumpulan
Tulisan Peringatan 70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis
Masyarakat dan Ekologi (HUMA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI),
Jakarta, hlm. 100
8 Baumann, Jurgen, Einfuhrun In die Rechtswissenschaft, (Rechtssystem und
Rechtstechnik), (Munchen: Verlag C.H. Beck, 1989), hlm. 3
9 Friedrich, C.J. Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa dan Nusamedia,
2004), hlm. 18-19
10 Soerjono Soekanto. Beberapa Aspek Sosio yuridis Masyarakat,(Bandung: Alumni, 1983), hlm.
139

Tugas hukum untuk memberikan keadilan dianggap selesai dengan


membuat peraturan yang tidak diskriminatif. Soal apakah hukum yang seperti itu
benar-benar memberikan keadilan kepada masyarakat, dianggap sudah bukan
weweang hukum lagi. Secara sosiologis ditunjukkan bahwa keadilan liberal yang
non-diskriminatif itu dijalankan dalam masyarakat yang sarat dengan keadaan
yang tidak merata, baik secara sosial, ekonomi, politik dan lain-lain.11
Pelegalan miras adalah sebuah kesalahan, karena miras akan membawa
masalah sebab miras adalah suatu hal yang negatif yang seharusnya tidak
diperlukan

adanya

pelegalan

untuk

minuman

tersebut.

Mereka

yang

mengkonsumsi minuman keras akan mengalami gangguan mental organik yang


mengganggu fungsi berfikir, merasakan dan berperilaku. Mereka biasanya akan
mengalami perubahan perilaku seperti ingin berkelahi atau melakukan tindakan
kekerasan lainnya, tidak mampu menilai realitas dan fungsi sosialnya terganggu.
Orang yang sudah ketagihan biasanya mengalami suatu gejala yang disebut
sindrom putus alkohol, yaitu rasa takut jika berhenti mengkonsumsi minuman
keras.12
Masalah minuman keras dan pemabuk pada kebanyakan masyarakat pada
umumnya tidak berkisar pada apakah minuman keras boleh atau dilarang
dipergunakan. Persoalan pokoknya adalah siapa yang boleh menggunakannya, di
mana, bilamana, dan dalam kondisi yang bagaimana, akibatnya orang awam
berpendapat bahwa minuman keras merupakan suatu stimulan. Sedangkan
stimulan itu sendiri adalah meningkatkan keaktifan susunan syaraf pusat sehingga
merangsang

dan

meningkatkan

kemampuan

fisik

seseorang,

padahal

sesungguhnya minuman keras merupakan racun protoplasmik yang mempunyai


efek depresan pada sistem saraf. Akibatnya, seorang pemabuk semakin kurang
kemampuannya untuk mengendalikan diri, baik secara fisik, psikologis maupun

11 Alan M.Dershowitz, Reasonable Doubts, The O.J. Simpson Case and The Criminal
Justice System (New York: Simon & Schuster, 1999), Hlm. 37
12 Efek Mengkonsumsi Minum minuman Keras from:http://id.wikipedia.org/wiki
/Minuman_beralkohol.

sosial namun perlu di catat bahwa ketergantungan pada minuman keras


merupakan suatu proses tersendiri, yang memakai waktu.13
Banyak kecurangan yang mulai dilakukan masyarakat dalam berjualan
mulai dari menjual minuman keras secara illegal, menjual miras secara di oplos,
bahkan menjual belikan miras secara bebas tanpa menghiraukan batasan umur
pembeli.
Penulis berpendapat bahwa sesungguhnya peraturan pelegalan peredaran
miras adalah salah satu unsur yang membawa kita pada istilah ketidakadilan yang
sering mengacu pada pelanggaran hak, walaupun pengertiannya sering terasa
samar. Fokus pertama adanya peraturan pelegalan peredaran miras adalah untuk
meningkatkan pendapatan negara atau mewujudkan kepentingan sekelompok
masyarakat pemegang modal tertinggi dalam ekonomi bukan untuk kesejahteraan
warga negara seperti yang telah dijamin dalam konstitusi kita. Menurut HLA Hart,
keadilan hanya merupakan suatu segmen dari moral yaitu segmen moral yang
banyak bincang bukan terhadap sikap tindak individual, melainkan berbincang
terhadap sikap tindak individual dalam kelas/kelompok masyarakat.14
Hubungan antara hukum dan moral ibarat dua sisi mata uang, dimana yang
satu dapat menjustifikasi yang lain. Moral dapat menjadi basis bagi hukum untuk
menetapkan dan menjalankan kaidah-kaidahnya, meskipun terdapat juga di sana
sini kaidah-kaidah hukum yang tidak berkaitan atau kaitannya sangat kecil dengan
sektor moral.15 Konteks hubungan antara sektor hukum dengan sektor moral
setidak-tidaknya ada empat persoalan besar yang harus dijelaskan oleh ilmu
hukum, yaitu sebagai berikut:16
13 Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grasindo Persada,
1990), hlm. 418.
14 HLA. Hart, The Concept of Law, (Oxford: Clarendon Press, 1981), hlm. 163
15 Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013), hlm. 69
16 HLA, Hart, Law, Liberty dan Morality, (California, USA: Stanford University Press,
1962), hlm. 1

1. Pertanyaan dari segi historikal: apakah ketika hukum dibuat, faktor moral
ikut mempengaruhinya?
2. Pertanyaan dari segi analitikal: apakah unsur moralitas ikut campur dalam
menentukan terhadap layak tidaknya suatu sebuah sistem?
3. Pertanyaan dari segi kritik: apakah hukum terbuka terhadap kritikankritikan yang bersifat moral?
4. Pertanyan dari segi ketegakan hukum: apakah sanksi moral dapat diproses
secara hukum dan diberikan sanksi hukum.

2. Struktur
Para ahli hukum dan para mahasiswa hukum menjumpai pluralisme
normatif setiap hari dalam kehidupan mereka, dalam konteks hukum dan nonhukum, sungguhpun begitu pluralisme hukum secara umum terpinggirkan dan
dipandang dengan skeptisme dalam wacana hukum. Barangkali sebab dari
fenomena ini adalah bahwa selama lebih dari 200 tahun teori hukum barat telah
didominasi oleh konsepsi-konsepsi hukum yang cenderung bersifat monist (satu
sistem hukum yang secara internal koheren), statist (negara memonopoli hukum
dalam kawasannya), dan positivist (apa yang tidak diciptakan atau diakui sebagai
hukum oleh negara berarti bukan hukum).17
Negara dan kekuasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
karena negara dan kekuasaan sangat erat kaitannya, sebab negara adalah suatu
tempat yang identik dengan kekuasaan dimana negara tanpa kekuasaan tidaklah
akan berjalan negara tersebut dengan sebagaimana mestinya. Jenis-jenis
kekuasaan yang kita pahami pada umumnya sekiranya dapat dibagi beberapa jenis
kekuasaan sebagai berikut;
a. kekuasaan eksekutif, yaitu dikenal dengan kekuasaan pemerintah dimana
b.

secara teknis mereka menjalankan roda pemerintahan.


kekuasaan legislatif, yaitu suatu kekuasaan yang berwenang membuat dan
mengesahkan peraturan perundang-undangan serta mengawasi roda
pemerintahan.

17 William Twining, Globalisastion dan Legal Theory, (London: Butterworths, 2000),


hlm. 232

c. kekuasaan yudikatif, yaitu suatu kekuasaan penyelesaian hukum yang


didukung oleh kekuasaan kepolisian demi menjamin law enforcement.18
Kekuasaan yang dijalankan dan diputuskan oleh penguasa negara
(pemerintah) dapat diartikan sebagai tindakan negara.19 Peraturan yang
melegalkan miras adalah suatu bentuk tindakan negara yang hanya diputuskan
sepihak yaitu diputuskan oleh penguasa negara (pemerintah tertentu). Peredaran
dan pelegalan miras di Indonesia merupakan satu masalah serius karna dapat
menghambat pembangunan sumber daya manusia yang kemudian akan
mempengaruhi setiap sisi kehidupan yang lain. Kejahatan yang terjadi tidak
dengan begitu saja semua terjadi karena menurut ilmu kriminologi pemicu
terjadinya kejahatan ialah interaksi sosial yang terjadi setiap hari dalam
masyarakat.
Menurut Topo Santoso20 mengemukakan bahwa: Kriminoligi mempelajari
kejahatan sebagai fenomenasosial sehingga sebagai pelaku kejahatan tidak
terlepas dari interaksi sosial, artinya kejahatan menarik perhatian karena pengaruh
perbuatan tersebut yang dirasakan dalam hubungan antar manusia. Kriminologi
merupakan kumpulan ilmu pengetahuan dan pengertian gejala kejahatan dengan
jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan,
keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan
dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.
3. Budaya Hukum
Hukum itu harus dilaksanakan dan ditegakkan, dalam menegakkan hukum
ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu; kepastian hukum
18 Halili Toha, Hubungan Majikan dan Buruh, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm.
29
19 Rieke Diah Pitaloka, Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat, (Yogyakarta:
Galang Press, 2004), hlm. 14
20 Topo Santoso, dan E. A Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), hlm. 23

10

(rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtigkeit).21


Pemakaian istilah hukum/keadilan dan moral dalam praktik sering overlapping.
Banyak pelanggaran hukum juga merupakan pelanggaran moral atau sebaliknya,
akan tetapi tidak selamanya demikian karena sebenarnya ada banyak perbedaan
antara keadilan/hukum dan moral.
Perbincangan hukum dewasa ini globalisasi tampaknya berarti dominasi
politik ekonomi dan politik dari proses pembangunan berfokus Barat yang
eurosentris dan bergaya linear, bergerak secara niscaya menuju keseragaman
global. Doshi22 berpendapat menurutnya Negara-negara berkembang di Asia dan
Afrika banyak mengkhawatirkan ekspansi globalisasi. Mereka memandangnya
sebagai imperialisme jenis baru, yang menjalankan hegemoninya di bidang
ekonomi dan kultur. USA menjadi terkemukanya yang menundukkan kultur-kultur
bangsa. Negara bangsa dan kultur akar rumput selalu mencemaskan kepunahan
dirinya. Sisi lain dari ide demikian adalah bahwa persebaran globalisasidalam
jangka pajang akan membentuk sebuah tertib sosial yang seragam. Akhir dari
proses ini adalah homogenisasi.
Berbagai faktor sosial dan tekanan psikologis mayarakat dalam
perkembangan perekonomian bagi orang yang tidak mampu menjalaninya,
masalah ekonomi atau kemiskinan menjadi alasan utama kenapa terjadinya
peningkatan kejahatan (peredaran miras illegal) karena kesejahteraan yang belum
tercapai, dimana kejahatan dilakukan untuk bisa bertahan hidup menjalani
kehidupan. Kejahatan dalam setiap saat bisa meningkat, jika dibiarkan akan
terjadi kericuhan, kerusakan permanen dalam masyarakat maupun menimbulkan
korban jiwa.
Terbentuk peraturan pelegalan miras adalah salah satu wujud nyata peran
politik hukum yang menjerumuskan karena tujuan adanya pearturan tersebut
21 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
1991, hlm 134
22 Doshi, S.L. Modernity, Postmodernity dan Neo-Sosiological Theories, (New Delhi:
Rawat, 2003), hlm. 367-368

11

hanya membawa sedikit manfaat dan banyak membawa mudharat, menurut


pandangan Moh. Mahfud, implementasi politik hukum dapat berupa23:pembuatan
hukum dan pembaruan terhadap bahan-bahan hukum yang dianggap asing atau
tidak sesuai dengan kebutuhan dengan penciptaan hukum yang diperlukan; dan
pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga
dan pembinaan para anggota penegak hukum.
Pelegalan miras adalah sebuah masalah yang terkait dengan legalitas
dengan konsep terbuka dalam hukum, seperti kepentingan umum, kebaikan
bersama, dan lain-lain yang dimuati oleh pemerintah sesuai keinginan dan
pilihannya sendiri. Legalitas juga digerogoti oleh negara melalui pembentukan
berbagai peraturan perundang-undangan yang menyediakan landasan hukum
untuk tindakan tertentu.
Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013
tentang Pengendalian Dan Pengawasan Minuman Beralkohol menjelaskan bahwa
minuman beralkohol ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud meliputi pengawasan terhadap pengadaan
minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor serta
peredaran dan penjualannya.

Penjelasan pasal tersebut bermaksudkan bahwa

hukum sebagai yang bersifat umum disisihkan untuk memberi jalan bagi
keputusan dan kepentingan individual yaitu kelompok pengusaha miras.
Menurut Melssaris, studi hukum harus diarahkan untuk menemukan
persepsi-persepsi alternatif di dunia dan keadilan dan beragam praktik dalam
pemecahan persoalan prkatis dengan menampung kepentingan-kepentingan yang
berlawanan disamping memenuhi prasyarat keadilan substantif. Persoalan hukum
dan keadilan menjadi persoalan yang berkenaan dengan segenap cara hidup kita,
bagaimana kita memandang dan menempatkan diri di lingkungan.24
23 Nurhadiantomo, Konflik-Konflik Sosial Pri dan Non Pri dan Hukum Keadilan Sosial,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), hlm. 53-54.

24 Emmanuel Melissaris, The more Marrier? A New Take on Legal Pluralism, Vol.13
Nomor 1. social dan legal studies, hlm. 76

12

B. KEPASTIAN HUKUM
1. Substansi
Indonesia adalah Negara Hukum yang Demokratis, menganut kedaulatan
rakyat sekaligus kedaulatan hukum.25 Dari sisi pemahaman kedaulatan rakyat,
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat itu dibatasi oleh kesepakatan yang mereka tentukan
sendiri secara bersama-sama yang dituangkan dalam aturan hukum yang
berpuncak pada rumusan konstitusi sebagai produk kesepakatan tertinggi dari
seluruh rakyat.26
Sebelum menerbitkan peraturan perundang-undangan atau dalam hal ini
pengendalian peredaran miras, apakah pemerintah telah benar-benar melakukan
survei persetujuan masyarakat Indonesia. Penulis berpendapat tidak mungkin
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam menyepakati adanya
peraturan mengenai perizinan atau pelegalan miras. Bukan karena agama islam
tetapi kita semua mengetahui bahwa miras akan berdampak negatif.
Saat ini masyarakat berada dalam kehidupan modern dan industri yang
bercorak sekuler, terdapat ketidakpastian fundamental dibidang nilai, moral dan
etika kehidupan, oleh karena itu maka satu-satunya kepastian dewasa ini dan
terlebih lagi untuk masa datang adalah kehidupan individu. Tetapi persoalanpersoalan tersebut dengan ketidakpastian, tidak semua orang mampu untuk
menyesuaikan diri (adaptasi) yang pada gilirannya remaja akan merugikan diri
sendiri dan juga merugikan orang lain dan salah satunya adalah penyalahgunaan
minuman keras.27

25 Republik Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945


Perubahan Ketiga pada 10 November 2001.
26Martha Pigome, Implementasi Prinsip Demokrasi Dan Nomokrasi Dalam Struktur
Ketatanegaraan RI Pasca Amandemen UUD 1945. Artikel dimuat dalam Jurnal Dinamika Hukum
Volume 11 Nomor 2, Mei 2011.Semarang : FH Universitas Jenderal Sudirman, 2011, hlm. 336.

27 Djajoesman Noegroho. Mari Bersatu Memberantas Bahaya Penyalahgunaan


Alkohol, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 45

13

Apapun yang dilakukan dalam hukum, tak boleh sekali-kali mengabaikan


aspek manusia sebagai bagian yang sentral dari hukum itu,karena hukum dibuat
untuk manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, dalam setiap proses hukum
dalam suatu Negara berdasarkan hukum, aspek manusia harus menempati posisi
sentral, termasuk memungkinkan manusiauntuk ikut dalam proses yang
menentukan nasibnya itu. Hanya dengandemikianlah, cita-cita untuk menjadikan
Negara berdasarkan hukum sebagairumah rakyat Indonesia yang tertib dan
nyaman menjadi kenyataan.28 Ketentuan hukum yang mengatur tentang penjualan
minuman keras Minuman Beralkohol dapat dikemukakan sebagai berikut :
1) Keputusan Presiden RI No. 3 Tahun 1997 Tanggal 31 Januari
1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian MInuman
Beralkohol.
2) Peraturan Menteri

Perdagangan

RI

Nomor

15/M-

DAG/PER/3/2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian


Impor, Pengedaran dan Penjualan, dan Perizinan Minuman
Beralkohol.
3) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 86/Menkes/Per/IV/77
tentang Minuman Keras. Peraturan ini khusus mengatur tentang
izin minuman keras.
4) Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 13/M-DAG/PER/3/
2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin
Usaha Penjualan Langsung.
Suatu negara yang berdasarkan atas hukum harus menjamin persamaan
(equality) setiap individu, termasuk kemerdekaan individu untuk menggunakan
hak asasinya. Negara hukum lahir sebagai hasil perjuangan individu untuk
melepaskan dirinya dari keterikatan serta tindakan sewenangwenang penguasa,
maka tindakan penguasa terhadap individu dan kekuasaannya harus dibatasi oleh
hukum.
Baik negara maupun individu adalah subjek hukum yang memiliki hak dan
kewajiban. Oleh karena itu, dalam negara hukum kedudukan dan hubungan
28 Satjipto Rahardjo, Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2003), hlm. 6

14

individu dengan negara harus seimbang, kedua-duanya memiliki hak dan


kewajiban yang dilindungi hukum. Sudargo Gautama mengatakan, bahwa untuk
mewujudkan cita-cita negara hukum, adalah syarat yang mutlak bahwa rakyat
juga sadar akan hak-haknya dan siap sedia untuk berdiri tegak membela hakhaknya tersebut.29
2. Struktur
Tidak sedikit dari mahasiswa hukum yang heran dan masygul ketika
melihat bahwa hukum tidak seperti yang dipahami dan dibayangkan ketika di
bangku kuliah. Mereka ketika melihat bahwa hukum tidak selalu dapat dilihat
sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat atau penjamin
keadilan. Banyak peraturan hukum yang tumpul tidak mampu memotong
kesewenang-wenangan, tidak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat
menampilkan dirinya sebagai pedoman yang harus diikuti dalam menyelesaikan
berbagai kasus yang seharusnya bisa dijawab oleh hukum. Bahkan banyak produk
hukum yang lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan politik
pemegang kekuasaan dominan.30
Pemberian izin peredaran minuman keras/minuman beralkohol adalah
kewenangan Departemen Kesehatan. Sedangkan izin usaha penjualan minuman
keras serta pengawasan dan pengendaliannya di lapangan adalah kewenangan
Pemerintah Daerah. Lalu apakah dalam menjalankan jual beli atau peredaran
miras di Indonesia selalu sesuai prosedur atau ketentuan yang ditetapkan oleh
pemerintah, jawabannya tentu kita semua mengetahui bahwa tidak mungkin
pemerintah mampu mengawasi seluruh mekanisme peredaran miras sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan yang dibentuk.
Berdasarkan teori hukum proses berjalannya penegakan hukum sebagai
fungsi dalam masyarakat dibedakan menjadi tiga macam hal berlakunya hukum
29Sudargo Gautama. Pengertian tentang Negara Hukum. (Bandung : Alumni, 1983),
hlm.16
30 Moh. Mahfud, Politik Hukum di Indonesia, (Jakarta: Rajawli Pers, 2011), hlm. 9

15

sebagai kaidah. Tentang hal berlakunya kaidah hukum ada anggapan sebagai
berikut:31
1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, hukum didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi (Hans Kelsen), atau bila terbentuk menurut cara yang
telah ditetapkan (W. Zevenbergen) apabila menunjukkan hubungan
keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya (J.H.A Logemann).
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah ini akan efektif
jika kaidah tersebut dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah tadi
berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).
3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita-cita
hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Proses perundang-undangan meliputi berbagai tingkatan penyelesaian
seperti tingkatan persiapan, penetapan, pelaksanaan, penilaian dan pemaduan
kembali produk yang sudah jadi. Namun dari berbagai tingkatan proses
perundang-undangan yang perlu dihayati dengan baik oleh seorang ahli perancang
perundang-undangan ialah tingkat persiapan dan tingkat penetapannya.32
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut
perintah undang-undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun
tidak tegas diperintahkan pembentukannya.33
Menurut Jimly Asshiddiqie perlu ada pembatasan terhadap peraturan
presiden agar tidak menyelahi kekuasaan yaitu;34

31 Soerjono Soekanto. Penegakan Hukum, (Bandung: Binacipta,1993), hlm. 29


32 A. Hamid S. Attamimi dalam Nimatul Huda dan R. Nazriyah, Teori dan Pengujian
Peraturan Perundang-undangan, (Bandung: Nusa Media, 2011), hlm. 5
33 I Gede Panjaitan A. dan Suprin Naa, Dinamika Hukum dan Ilmu PerundangUndangan, (Bandung: Almuni, 2008), hlm.103
34 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm.
222

16

1) adanya perintah oleh peraturan yang lebh tinggi harus


terpenuhi.
2) perintah dimaksud tidak harus bersifat tegas dalam arti
langsung menyebutkan bentuk hukum penuangan norma
hukum yang perlu diatur, asalkan perintah pengaturan itu tetap
ada.
3) bermaksud untuk mengatur hal-hal yang benar-benar bersifat
teknis administrasi pemerintah dan semata-mata dimaksudnkan
untuk tujuan internal penyelenggaraan ketentuan UndangUndang dan Peraturan Pemerintah.
3. Budaya Hukum
Musni Umar (2015), mengatakan terdapat sejumlah alasan pengguna miras
cenderung meningkat yakni, pertama, alasan bersifat sepele untuk menghangatkan
badan. Kedua, pelarian dari masalah yang dihadapi. Ketiga, terpengaruh dari
lingkungan pergaulan. Keempat, menyontoh orang lain. Kelima, menjaga relasi
atau pergaulan dengan teman atau lingkungan. "Faktor-faktor tersebut
menyebabkan miras terus bertambah yang meminumnya (Metrotvnews.com).
Pada saat sekarang banyak remaja yang mengatakan bahwa dengan minum
minuman keras kepercayaan diri mereka bertambah dari yang pemalu menjadi
pemberani, mereka beranggapan bahwa semua masalah dapat teratasi dengan
minum-minuman keras, minuman keras dapat memperbanyak teman.
Mengkonsumsi minuman keras adalah salah satu bentuk perilaku yang
dianggap menyimpangan. Perilaku menyimpang yang terjadi di kalangan remaja
tidak akan begitu saja muncul apabila tidak ada faktor penarik atau faktor
pendorong. Faktor penarik berada di luar diri seseorang, sedangkan faktor
pendorong berasal dari dalam diri ataau keluarga yang memungkinkan seseorang
untuk melakukan penyimpangan tersebut.35
C. KEMANFAATAN
Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa masyarakat mengharapkan
manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum itu untuk manusia,
maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat atau
35 Bagja, Waluya. Menyelami Fenomena Sosial Di Masyarakat Untuk kels X Sekolah Menengah
Atas, 2007. (http://hmibecak.wordpress.com/2007/05/29/minuman -keras-remaja ) diakses
pada tanggal 3 Juni 2016.

17

kegunaan bagi masyarakat.Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan


atau ditegakkan malah akan timbul keresahan di dalam masyarakat itu
sendiri.36Paling

tidak

ada

lima

jenis

perlindungan

sosial

yang

lazimnyadiselenggarakan dalam suatu negara, yaitu: (1) kebijakan pasar kerja


(labour market policies); (2) bantuan sosial
sosial (social insurance); 4) jaring

(social assistence); (3) asuransi

pengaman

sosial

berbasis

masyarakat

(cummnity-based social safety nets); dan (5) perlindungan anak.37


1. Substansi
Hukum tidak boleh dibuat untuk kepentingan kelompok tertentu atau
kepentingan penguasa yang akan melahirkan negara hukum yang totaliter. Hukum
tertinggi di sebuah negara adalah produk hukum yang paling mencerminkan
kesepakatan dari seluruh rakyat, yaitu konstitusi. Konstitusi dalam arti materiil,
terdiri dari beberapa aturan yang mengatur untuk menciptakan norma hukum
umum dalam penciptaan undang-undang tertentu.38
Penyalahgunaan

minuman

beralkohol

telah

menjadi masalah pada

hampir setiap Negara di seluruh dunia. Tingkat konsumsi alkohol setiap Negara
berbera-beda tergantung pada kondisi sosio cultural, kekuatan ekonomi, pola
religious, serta bentuk kebijakan dan regulasi alkohol di setiap Negara. Melihat
dari segi hukum, kita akan menemukan dua tipe hukum, yang pertama adalah
hukum adat dan yang kedua adalah hukum pidana.
Jika kita lihat dari hukum adat yang berlaku di Indonesia, sebagian besar
daerah memiliki kecenderungan yang sama yaitu menganggap orang yang mabuk
karena mengkonsumsi minuman keras merupakan penyimpangan. Hal ini
dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
36 Sudikno Mertokusumo, Tentang Kemanfaatan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1991),
hlm 161
37 A. Muchaddam Fahham, Perlindungan Sosial dalam Info Singkat Kesejahteraan SosialVol
I, Maret 2009, Sekjen DPR RI, hlm. 2.

38Satya Arinanto, Politik Hukum 2, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum


Universitas Indonesia, 2001), hlm. 16

18

beragama islam dan dalam islam sangat dilarang mengkonsumsi segala hal yang
dapat memabukkan. Biasanya masyarakat sekitar menggunjingnya atau bahkan
mengusirnya dari kampung tersebut jika sudah melampaui batas, dalam hal ini
yang turun tangan adalah petinggi kampung (RT, kyai) yang akan melakukan
pendekatan berupa nasehat-nasehat. Jika tetap saja dilakukan, maka warga akan
ikut turun tangan.39
Pemerintah sebaiknya melihat dari sisi lain bahwa bukan hanya akan
membuka lapangan kerja baru atau mendingkatkan pendapatan negara melalui
peredaran miras tetapi, pemerintah harus membuka mata bahwa saat ini pelaku
kejahatan sebagian besar terjadi karena adanya pengaruh miras. Negara harus
hadir untuk memberikan perlindungan dan ketentraman dalam menjalani
kehidupan. Konsep negara hukum indonesia diwujudkan dalam

bentuk

perlindungan terhadap warga negara dalam UUD Negara Republik Indonesia.


Negara hukum merupakan usaha pembatasan absolutisme negara (raja) 40 melalui
seperangkat aturan dalam konstitusi (konstitusionalisme).41
Jika kita lihat dari hukum pidana, kita akan menelisik pada Kitab UndangUndang Hukum Pidana menyatakan bahwa tindak pidana minuman keras diatur
dalam Pasal 300 dan Pasal 536 antara lain bahwa :42

Pasal 300 KUHP:


1. Dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500 di hukum :
39 Soedjono Dirdjosisworo, Alkoholisme Paparan Hukum dan Kriminologi, (Bandung:
CV. Remadja Karya, 1984), hlm. 15
40 A. Mukhtie Fajar, Tipe Negara Hukum, (Malang:Bayumedia Publishing, 2001), hlm.
19.
41 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,Op.Cit, hlm. 1.
42 Moeljatno, Kitab undang-undang hukum pidana, (Jakarta: bumi aksara, 2007), hlm. 109, 180,
195

19

a. Barang siapa dengan sengaja menjual atau menyuruh


minum minuman yang memabukkan kepada seseorang
yang telah kelihatan nyata mabuk.
b. Barang siapa dengan sengaja membuat mabuk seseorang
anak yang umurnya dibawah 16 tahun.
c. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
dengan sengaja memaksa orang akan minum minuman
yang memabukkan.
2. Kalau perbuatan itu menyebabkan luka berat pada tubuh, sitersalah
3.

di hukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.


Kalau sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya ia
dapat dipecat dari pekerjaannya itu.

Pasal 536 KUHP:


1. Barang siapa yang nyata mabuk ada dijalan umum dihukum denda
sebanyak-banyaknya Rp. 225.
2. Jika pada waktu melakukan pelanggaran itu belum lalu satu tahun, sejak
ketetapan hukuman yang dahulu bagi sitersalah lantaran pelanggaran
berupa itu juga atau pelanggaran yang diterangkan dalam Pasal 492, maka
hukuman denda itu dapat diganti dengan hukuman kurungan selamalamanya tiga hari.
3. Kalau pelanggaran itu diulang untuk kedua kalinya dalam 1 tahun sesudah
ketetapan putusan hukuman yang pertama karena ulangan pelanggaran itu
maka, dijatuhkan hukuman kurungan selama-lamanya dua minggu.
Kalau pelanggaran itu diulang untuk ketiga kalinya atau selanjutnya
didalam 1 tahun sesudah ketetapan putusan hukuman yang kemudian sekali
lantara ulangan pelanggaran untuk kedua kalinya atau selanjutnya, maka
dijatuhkan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan. Menurut Soedjono
Dirdjosisworo43 bahwa faktor apa yang menyebabkan timbulnya alkoholisme,
yaitu :
1) Sebab dalam diri individu.

43 Soedjono Dirdjosisworo, Alkoholisme Paparan Hukum dan Kriminologi, (Bandung:


CV. Remadja Karya, 1984), hlm. 138-13

20

Seorang individu yang minum minuman keras yang mengandung


alkohol, terdorong oleh berbagai motivasi. Motivasi tersebut
adalah:
a. Peminum yang terbiasa untuk kesegaran dan kesenangan
yang peminumannya semakin kerap atau sering, yang
makin lama meningkat volumenya sehingga pada saatnya
menjadi alkoholis.
b. Peminum yang didorong oleh rasa sakitnya, tindakannya ini
adalah untuk meringankan penderitaannya. Ketidaksadaran
diri adalah tujuan ia minum alkohol.
c. Peminum yang didorong oleh perasaan kecewa, tekanan
batin,

kecemasan,

dan

ketegangan,

yang

berusaha

melupakan kesemuanya itu dengan mabuk-mabukan.


d. Peminum yang frustasi dan secara sadar ingin menunjukkan
sikap protes kepada masyarakat. Ia protes terhadap norma
yang sudah mapan, terhadap generasi sebelumnya,
2) Sebab dari masyarakat yang mensuplai.
Seperti telah dikemukakan di dalam masyarakat yang menyadari
akan adanya permintaan alkohol timbul beberapa kelompok orang
yang melakukan pengadaan alkohol untuk tujuan tertentu.
a. Untuk kepentingan dagang atau ekonomi, atau untuk
mengeruk banyak uang.
b. Untuk tujuan politik, yaitu memperlemah individu dalam
masyarakat.

2. Struktur
Ada tiga titik temu antara politik dan hukum di dalam kehidupan
masyarakat yaitu pertama pada waktu penentuan pejabat hukum, walaupun tidak
semua penentuan pejabat hukum melibatkan politi. Kedua, proses pembuatan
hukum itu sendiri, setiap proses pembuatan kebijaksanaan formal yang hasilnya
tertuang dalam hukum pada dasarnya adalah produk dari hasil politik. Ketiga,
proses pelaksanaan hukum, dimana pihak-pihak yang berkepntingan berusaha

21

mempengaruhi pelaksanaan kebijakansanaan yang sudah berbentuk hukum,


sejalan dengan kepentingan dan kekuatannya.44
Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan kebijaksanaan nasional yang tidak
terlepas dari hubungan antara politik dan hukum. Hubungan antara politik dan
hukum berjalan dalam dua arah, sehingga kedua aspek hukum dari kehidupan
sebagai indikator pertumbuhan kesejahteraan masyarakat maka dalam rangka
menelusuri kata yang memungkinkan tumbuhnya kekuatan hukum politik dilihat
sebagai variabel yang berpengaruh pada hukum positif.
Pada dasarnya kekuasaan politik adalah kemampuan individu atau
berkelompok untuk memanfaatkan sumber-sumber kekuatan yang bisa menunjang
sektor kekuasaanya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sumber-sumber
tersebut dapat berupa media massa, media umum, mahasiswa, elite politik, tokoh
masyarakat

maupun

militer.

Sumber

penunjang

untuk

memperoleh,

mempertahankan dan menjatuhkan kekuasaan yang perlu diperhitungkan adalah


media massa.
Sebuah undang-undang yang mendapatkan eksistensinya dari suatu
keputusan parlemen, jelas mulai ada untuk pertama kali pada saat keputusan
tersebut dibuat dan ketika dengan anggapan bahwa keputusan itu sebagai
pernyataan dari suatu kehendak tidak lagi mengkehendaki sisi dari peraturan
hukum setelah mengesahkan undang-undang para anggota parlemen beralih
kepada persoalan-persoalan lain dan tidak lagi menghendaki sisi dari peraturan
hukum dalam undang-undang tersebut, jika mereka pernah mempunyai suatu
kehendak demikian, karena undang-undang itu pertama kali ada atas penyelesaian
prosedur legislatif, maka keberadaannya tidak terletak pada kehendak nyata dari
para individu yang termasuk anggota badan legislatif.45
Ada yang berpendapat bahwa valid tidaknya suatu aturan hukum diukur dari
terpenuhi tidaknya elemen-elemen sebagai berikut;
44 Abdul Manan, Politik Hukum, (Jakarta: Kencana, Cetakan ke-4, 2013), hlm. 177
45 Hans Kelsen, Ibid, hlm. 44

22

1. apakah aturan tersebut bersesuaian dengan aturan yang lebih tinggi atau
tidak di luar jalur (ultra vires).
2. apakah aturan tersebut merupakan suatu bagian yang konsisten (subsistem)
dengan peraturan yang sudah ada.
3. apakah aturan tersebut bersesuaian dengan kenyataan sosial dalam
masyarakat (aspek sosiologis) sehingga berlaku efektif dalam masyarakat.
4. apakah dalam aturan tersebut terdapat kecenderungan internal untuk
dihormati (atas dasar moral dan politik).46
Kaum positivisme hukum seperti Hans Kelsen atau John Austin berpandangan
bahwa hukum hanya ada dalam undang-undang, sehingga hakikat hukum
sebenarnya hanyalah sebagai suatu perintah dari penguasa saja.
3. Budaya Hukum
Bagi masyarakat awam yang tidak pernah belajar hukum, pengertian
hukum yang sederhana dan klasik menurut O. Notohamidjojo dapat dipakai juga.
hukum menurutnya adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis
yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakukan manusia dalam masyarakat
negara serta antarnegara yang berorientasi pada (sekurang-kurangnya) dua asas,
yaitu keadilan dan daya guna, demi tata dan damai dalam masyarakat.47
Hukum bisa juga dilihat sebagai sistem peraturan-peraturan yang abstrak
(normatif) dan juga dapat dilihat sebagai alat untuk mengukur masyarakat
(sosiologis). Satjipto Rahardjo mengatakan tentang hukum sebagai teks dan
perilaku bahwa hukum adalah skema sebagaimana dijumpai dalam teks atau
undang-undang atau hukum yang dirumuskan dengan sengaja secara rasional
dimana hukum mengalami pergeseran bentuk, dari hukum yang muncul serta
merta (interactional law) menjadi hukum yang dibuat dan diundangkan
(legislated law).48

46 J.W. Harris, Law and Legal Science, ( Oxford: Clarendon Press, 1979), hlm. 107
47 Notohamidjojo, O. Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1975), hlm. 21

23

Sekarang cara berhukum

telah memasuki dimensi baru yaitu berhukum

dengan atau melalui skema. Panggung hukum telah bergeser dari dunia nyata ke
dunia maya yang terdiri dari kalimat dan kata-kata, yang nyata adalah peristiwaperistiwa, hubungan-hubungan antara siapapun dan apapun, manusia, lembagalembaga, keluarga, masyarakat dan negara serta segala gerak gerik manusia dan
benda-benda yang tidak beraturan (ataukah itu harus diartikan sebagai
keteraturan?). Salah satu hal kecil dalam hubungan itu adalah kepentingankepentingan.
Peraturan pelegalan miras merupakan salah satu bukti paham liberal telah
memasuki Indonesia. Pendukung utama ajaran liberal adalah Adam Smith seorang
ahli ekonomi Inggris bahwa paham liberal menunjang perekonomian kapitalis di
Inggris dan pada prinsipnya menghendaki adanya kebebasan dalam segala hal.
Ekonomi kapitalis sangat berlawanan dengan konsep nagar aIndonesia yang
berdasarkan atas ekonomi kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Moh. Hatta mensyaratkan akan
kepentingan bersama masyarakat yang adil dan sejahtera. Ekonomi Kapitalis pada
prinsipnya hanya mengutamakan suatu kelompok yang memiliki kekuatan saja.
Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa ketika kepentingan-kepentingan manusia
terancam atau terganggu, maka diperlukan suatu perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan itu, yang kemudian dikenal dengan nama hukum.
kepentingan itu terutama adalah kepentingan manusia.49
Prinsip hukum yang harus diberlakukan secara kaku adalah dua macam bukti
yang tidak dapat diterima dalam pertimbangan pengadilan Inggris terkait dengan
interpertasi undang-undang, yakni;50

48 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010),


hlm. 7-8
49 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta: Universitas Atmajaya
Yogyakarta, 2010), hlm. 121
50 Peter de Cruz, Ibid. hlm. 387-388

24

a. sejarah legislatifnya yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan


perdebatan parlementer atau versi pendahuluan sebelumnya dari sebuah
provisi undang-undang pada tahap komite yang mendahului lahirnya
sebuah undang-undang.
b. studi-studi sosiologis dan ekonomi mengenai dampak dari undang-undang
tersebut yaitu bukti yang dihasilkan dari studi-studi sosiologis dan
ekonomi yang meramalkan tentang dampak yang mungkin terjadi atas
suatu interpretasi undang-undang.
Hukum yang hidup itu merupakan tolok ukur untuk menilai hukum positif
(peraturan perundang-undangan) jadi jika norma/keputusan atau peraturan
perundang-undangan itu tidak sesuai dan bertentangan dengan hukum yang hidup
maka norma tersebut bukanlah norma yang baik. Hukum positif Indonesia adalah
hukum yang baik karena segala norma yang berlaku atau diputuskan akan dirujuk
apakah sesuai dengan pancasila. Hakikat hukum adalah kenyataan sosial berupa
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat jadi hakikatnya tidka terletak pada
hukum positif atau keputusan-keputusan, melainkan pada hukum yang hidup
sebagai kenyataan sosial.51
Kuasa diartikan sebagai kemampuan atau kesanggupan untuk melakukan
sesuatu atau diartikan juga sebagai kekuatan dan wewenang untuk melakukan,
memerintah, mengatur dan mengurus apapun, sementara kekuasaan diartikan
sebagai kuasa untuk mengurus atau memerintah atau diartikan sebagai
kemampuan dan kesanggupan.52
Fungsi setiap tatanan sosial dari setiap masyarakat karena masyarakat
tidak lain adalah tatanan sosial yaitu untuk menghasilkan sesuatu perilaku timbalbalik

tertentu diantara warganya: untuk menjadikan mereka menghindari

tindakan-tindakan tertentu yang karena beberapa alasan, dianggap mengganggu


atau membahayakan masyarakat dan untuk menjadikan mereka melakukan
51 Hyronimus Rhiti, Filsafat Hukum Edisi Lengkap dari Klasik ke Postmodernisme,
(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2011), hlm. 160
52 Peter Salin & Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
Englisch Press, 1991), hlm. 782-783

25

tindakan-tindakan lain yang karena beberapa alasan dipandang bermanfaat bagi


masyarakat.53
Jika kita menyebut undang-undang yang ditetapkan oleh parlemen dalam
bentuk yang ditentukan oleh konstitusi, sebagai suatu bentuk perintah atau dalam
bentuk yang sama, kehendak dari pembuat undang-undang, maka suatu
perintah dalam pengertian ini hampir tidak memiliki kesamaan dengan perintah
dalam pengertian yang sesungguhya.
Notonagoro menjelaskan yang dimaksud dengan tertib hukum adalah
keseluruhan dari pada peraturan-peraturan hukum yang memenuhi empat syarat:
ada kesatuan subjek yang mengadakan peraturan-peraturan hukum, ada kesatuan
asas kerohanian yang meliputi keseluruhan peraturan-peraturan itu, ada kesatuan
waktu dalam mana peraturan-peraturan itu berlaku, dan kesatuan daerah dimana
peraturan-peraturan hukum itu berlaku.54
Peraturan pelegalan peredaran miras merupakan hukum yang ditetapkan
undang-undang yang dibuat dalam prosedur formal dan diundangkan pada waktu
tertentu oleh yang berwenang (pemerintah). Perubahan sosial akan terjadi akibat
fenomena hukum dalam peraturan tersebut, yang ditimbulkan oleh proses
pembangunan nasional yang dijalankan pemerintah yang merupakan perubahan
terencana yaitu dengan motif ekonomi. Perlu diketahui bahwa pembangunan
ekonomi suatu negara melibatkan pengaruh dan hubungan timbal balik dengan
faktor lainnya, seperti; sosial-politik, hukum, lingkungan peranan wanita dan
sebagainya.
Politik hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan
hukum yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah;
mencakup juga tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara
melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan
53 Hans Kelsen, Teori Hukum tentang Hukum dan Negara, (Jakarta: Nusamedia, 2004),
hlm. 18
54 Notonagoro, Pancasila Dasar Falsafah Negara, (Jakarta: CV. Pantjuran Tudjuh,
Cetakan ke-4, 1974), hlm. 44

26

hukum itu, di sini hukum tidak dapat hanya sebagai pasal-pasal yang bersifat
imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus
dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan das sein.55

BAB III
55 Mahfud, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Press, 2010), hlm. 9

27

Kesimpulan

Peraturan Presiden yang berisikan pengendalian dan pengawasan


minuman beralkohol atau miras adalah salah satu bukti nyata bahwa konsep
negara hukum di Indonesia mulai bergeser dari tujuan sebenarnya. Globalisasi
yang memaksa masuk dan mempengaruhi faham, kebudayaan, politik, ekonomi
dan hukum di Indonesia mengakibatkan para pemimpin atau pemerintah negeri ini
mengalami kebutaan dan ketulian dalam membuat produk hukum dan rakyat-lah
yang kembali harus menanggung dampaknya.
Kini nilai-nilai yang telah menjadi tradisi diragukan efektivitasnya padahal
kita semua mengetahui bahwa miras identik dengan perilaku menyimpang,
kejahatan dan kriminal. Namun demi kepentingan materi, jati diri negeri ini pun
tergadaikan padahal andai saja para pemimpin/pemerintah tahu pelegalan miras
ini akan membawa masalah besar dalam pembangunan sumber daya manusia.
Pelegalan peredaran miras yang ada sekarang semoga akan
mampu meningkatkan pendapatan/perekonomian di Indonesia (Das
Sein ). Pengawasan yang baik dan keikutsertaan

masyarakat untuk

mengawasi peredaran miras sangat diperlukan saat ini untuk menekan


dampak negatif miras. Kritik dan saran yang membangun akan
melahirkan sebuah peraturan baru yang dapat mencegah dampak
buruk dari pelegalan miras seperti pembentukan pengawas peredaran
miras yang memiliki integritas dan tanggung jawab (das Sollen). Hanya
bangsa yang berhasil meramu kebudayaan secara kreatif yang berhasil
membangun harkat dan martabatnya sebagai bangsa yang terhormat
dan hal ini tidak terlepas dari peran-peran individu khususnya
akademisi sebagai agen social control demi kesejahteraan dan keadilan
di negeri ini.

28

Daftar Pustaka
Alan M.Dershowitz, 1999. Reasonable Doubts, The O.J. Simpson Case
and The Criminal Justice System New York: Simon & Schuster.
Ali Ahmad,
Hukum,Jakarta:Yasrif.

1998.

Menjelajahi

Kajian

Empiris

Terhadap

Arief M. Hakim, 2004. Bahaya Narkoba-Alkohol :cara Islam mengatasi,


mencegah dan melawan, edisi 1, Bandung: Nuansa.
Arinanto, Satya, 2001. Politik Hukum 2, Jakarta: Program Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Asshiddiqie, Jimly, 2005. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
Jakarta: Konstitusi Press.
----------, 2006. Perihal Undang-Undang, Jakarta: Konstitusi Press.
C.J Friedrich,. 2004. Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung:
Nuansa dan Nusamedia.
Diah, Rieke Pitaloka, 2004. Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat,
Yogyakarta: Galang Press.
Dirdjosisworo, Soedjono, 1984. Alkoholisme Paparan Hukum dan
Kriminologi, (Bandung: CV. Remadja Karya, 1984
Doshi, S.L. Modernity, Postmodernity dan Neo-Sosiological Theories,
New Delhi: Rawat.
Emmanuel Melissaris, The more Marrier? A New Take on Legal
Pluralism, Vol.13 Nomor 1. social dan legal studies
Fuady, Munir. 2013. Teori-Teori Besar (Grand Theory) dalam Hukum,
Jakarta: Prenadamedia Group.
Gautama, Sudargo, 1983. Pengertian tentang Negara Hukum. Bandung:
Alumni.
Hamid A. S. 2011. Attamimi dalam Nimatul Huda dan R. Nazriyah, Teori
dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Bandung: Nusa Media.

29

Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana,


Bandung: Mandar Maju.
Harris, J.W. 1979. Law and Legal Science, Oxford: Clarendon Press.
Hart HLA, , 1962. Law, Liberty dan Morality, California, USA: Stanford
University Press.
----------, 1981. The Concept of Law, Oxford: Clarendon Press.
Jurgen, Baumann, 1989. Einfuhrun In die Rechtswissenschaft,
(Rechtssystem und Rechtstechnik), Munchen: Verlag C.H. Beck.
Kelsen, Hans, 2004. Teori Hukum tentang Hukum dan Negara, Jakarta:
Nusamedia.
Manan, Abdul, 2013. Politik Hukum, (Jakarta: Kencana, Cetakan ke-4.
Martha Pigome, 2011. Implementasi Prinsip Demokrasi Dan Nomokrasi
Dalam Struktur Ketatanegaraan RI Pasca Amandemen UUD 1945. Artikel dimuat
dalam Jurnal Dinamika Hukum Volume 11 Nomor 2, Mei 2011.Semarang : FH
Universitas Jenderal Sudirman.
MD, Mahfud, 2010 Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Press.
----------, 2011. Politik Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajawli Pers.
Mertokusumo, Sudikno, 1991. Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Liberty, Yogyakarta.
----------, 1991, Tentang Kemanfaatan Hukum, Yogyakarta: Liberty.
Muchaddam A. Fahham, 2009. Perlindungan Sosial dalam Info Singkat
Kesejahteraan SosialVol I, Sekjen DPR RI.
Moeljatno, 2007. Kitab undang-undang hukum pidana, Jakarta: bumi
aksara.
Mukhtie A. Fajar, 2001. Tipe Negara Hukum,(Malang:Bayumedia
Publishing.
Nurhadiantomo, 2004. Konflik-Konflik Sosial Pri dan Non Pri dan Hukum
Keadilan Sosial, Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Nurwijaya, Hartati dan Zullies Ikawati, 2009. Bahaya Alkohol dan Cara
Mencegah Kecanduannya, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

30

Noegroho, Djajoesman, 1999. Mari Bersatu Memberantas Bahaya


Penyalahgunaan Alkohol, Jakarta: Rineka Cipta, 1999.
Notonagoro, 1974. Pancasila Dasar Falsafah Negara, Jakarta: CV.
Pantjuran Tudjuh, Cetakan ke-4
O. Notohamidjojo, 1975. Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Panjaitan, I Gede A. dan Suprin Naa, 2008. Dinamika Hukum dan Ilmu
Perundang-Undangan, Bandung: Almuni.
Rahardjo, Satjipto, 1986. Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa.
----------, 2003. Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Jakarta: Buku
Kompas.
----------, 2010. Penegakan Hukum Progresif, Jakarta: Penerbit Kompas.
Rhiti Hyronimus, 2011., Filsafat Hukum Edisi Lengkap dari Klasik ke
Postmodernisme, Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Salin Peter & Yenny Salim, 1991. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
Jakarta: Modern Englisch Press.
Santoso, Topo, 2003. dan E. A Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Soekanto Soerjono, 1983.
Masyarakat,Bandung: Alumni.

Beberapa

Aspek

Sosio

yuridis

----------,1990. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grasindo Persada.


----------, 1993. Penegakan Hukum, Bandung: Binacipta.
Toha, Halili, 1991. Hubungan Majikan dan Buruh, Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Twining, William, 2000. Globalisastion dan Legal Theory, London:
Butterworths.
Yudho Winarno, Sosok Guru dan Ilmuwan yang Kritis dan Konsisten,
Kumpulan Tulisan Peringatan 70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto,
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan untuk
Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologi (HUMA) dan Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jakarta.
Website

31

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt542833226d316/legalitas-penjualan
minuman-keras-lewat-internet
http://hmibecak.wordpress.com/2007/05/29/minuman -keras-remaja
from:http://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_beralkohol

Anda mungkin juga menyukai