Tinjauan Sosiologis Mengenai Pelegalan Minuman Keras (Miras) Dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013
Tinjauan Sosiologis Mengenai Pelegalan Minuman Keras (Miras) Dalam Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013
Miras, identik dengan tindakan kriminalitas oleh karena itu perlu adanya
peraturan yang mengatur tentang penggunaan dan peredaran miras tersebut.
Tindakan kriminal atau Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sangat
kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Peraturan
Presiden Nomor 74 Tahun 2013 merupakan peraturan yang dikeluarkan sebagai
respons terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 42/P/HUM/2012 tanggal 18
Juni 2013 mengenai uji materiil terhadap Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Peraturan
mengenai pelegalan miras adalah sebuah fenomena hukum. Peraturan yang dibuat
tentunya akan memiliki berbagai macam dampak dan sosiologi hukum adalah
ilmu yang mempelajari fenomena hukum yang bertujuan untuk memberikan
penjelasan terhadap praktik-praktik hukum. Globalisasi salah satu pemicu muncul
degradasi moral, etika dan pemikiran para pemimpin negeri ini. Peristiwa
mengorbankan rakyat demi kepentingan sekelompok masyarakat terjadi terus
menerus, ironisnya peristiwa ini terjadi secara terstruktur.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tinjauan
sosiologis mengenai pelegalan minuman keras (miras) dalam Peraturan Presiden
Nomor 74 Tahun 2013 (analisis dari aspek keadilan, kepastian, dan kemanfaatan
hukum) ? . Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yaitu proses berfikir yang dimulai dari data yang
dikumpulkan kemudian berorientasi dengan logika induktif. Tujuan memakai
penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan konsepkonsep yang dipakai supaya dapat membantu pemahaman lebih mendalam atas
fenomena sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan Presiden yang berisikan
pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol atau miras adalah salah satu
bukti nyata bahwa konsep negara hukum di Indonesia mulai bergeser dari tujuan
sebenarnya. Pelegalan peredaran miras yang ada sekarang semoga
akan mampu meningkatkan pendapatan/perekonomian di
Indonesia (Das Sein ). Pengawasan yang baik dan keikutsertaan
masyarakat untuk mengawasi peredaran miras sangat diperlukan
saat ini untuk menekan dampak negatif miras. Kritik dan saran
yang membangun akan melahirkan sebuah peraturan baru yang
dapat mencegah dampak buruk dari pelegalan miras seperti
pembentukan pengawas peredaran miras yang memiliki
integritas dan tanggung jawab (das Sollen).
Prakata
Bismillahirrahmanirrahim
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 3
C. Metode Peneltian .................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Keadilan.................................................................................................. 4
1. Substansi........................................................................................... 4
2. Struktur.............................................................................................. 7
3. Budaya Hukum.................................................................................. 8
B. Kepastian Hukum.................................................................................... 10
1. Substansi........................................................................................... 10
2. Struktur.............................................................................................. 12
3. Budaya Hukum................................................................................. 14
C. Kemanfaat .............................................................................................. 15
1. Substansi........................................................................................... 15
2. Struktur.............................................................................................. 19
3. Budaya Hukum................................................................................. 20
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................. 25
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minuman keras atau yang lebih dikenal dengan sebutan miras adalah
sejenis minuman yang telah ada sejak lama. Keberadaan miras pada zaman
penjajahan tidak memiliki dampak buruk yang besar bagi masyarakat Indonesia,
mengapa? karena miras tidak diproduksi di sembarang tempat, harganya yang
mahal, pengkonsumsi dan penjualnya pun berada di pengawasan yang ketat serta
tidak muncul dipermukaan publik.
Masa kini miras telah menjamur di semua tempat bahkan di usia anakanak dapat dengan mudah membelinya dengan harga murah karena masyarakat
kita kini mampu membuat miras-mirasan atau miras oplosan yang terbuat dari
bahan-bahan berbahaya. Meski telah mematikan banyak orang miras oplosan
tidak ditakuti untuk dikonsumsi bahkan cenderung diburu oleh masyarakat demi
memenuhi kesenangan yang semu, padahal
konsumsi alkohol bisa menimbulkan dampak yang besar, terutama terhadap fungsi
jaringan kista, yaitu dengan menurunnya ketajaman indra persepsi, rusaknya akal
sehat dan pertimbangan, menumpulkan emosi-emosi yang baik, serta terhambat
dan terganggunya koordinasi gerak.
Miras banyak sekali membawa dampak buruk jika dilihat dari segi sosial,
kebiasaan minum minuman keras akan banyak menimbulkan masalah, seperti
munculnya perkelahian, ketidaknyamanan orang yang tinggal di sekitarnya,
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas dan banyak muncul preman di
beberapa daerah akibat kecanduan alkohol.2 Selain itu minuman keras juga
biasanya menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Keberadaan miras sangat meresahkan masyarakat karena dampak buruk
akibat miras tidak hanya dirasa oleh orang yang meminum miras tetapi, orang lain
yang berada disekitar peminum miras. Miras, identik dengan tindakan kriminalitas
1 M. Arief Hakim, Bahaya Narkoba-Alkohol :cara Islam mengatasi, mencegah dan melawan,
edisi 1, (Bandung: Nuansa, 2004), hlm 109.
2 Hartati Nurwijaya dan Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol dan Cara Mencegah
Kecanduannya, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 177.
oleh karena itu perlu adanya peraturan yang mengatur tentang penggunaan dan
peredaran miras tersebut. Tindakan kriminal atau Kejahatan merupakan suatu
fenomena yang sangat kompleks yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang
berbeda. Kehidupan sehari-hari terdengar berbagai komentar suatu peristiwa
kejahatan yang berbeda dengan yang lainnya, selanjutnya yang dibahas yaitu
reaksi terhadap pelanggaran hukum antara lain teori-teori penghukuman dan
upaya-upaya penanggulangan/pencegahan kejahatan, baik berupa tindakan
preventif, represif, dan rehabilitatif.
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 merupakan peraturan yang
dikeluarkan sebagai respons terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
42/P/HUM/2012 tanggal 18 Juni 2013 mengenai uji materiil terhadap Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol (Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997) terhadap Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan.3 Tujuan adanya peraturan ini salah satunya adalah karena
pemerintah mengharapkan miras dapat menjadi salah satu sumber penghasilan
yang besar, sekalipun dalam hal peredaran atau penjualan atau pemakaiannya
diawasi dan dibatasi.4 Peraturan mengenai pelegalan miras adalah sebuah
fenomena hukum. Peraturan yang dibuat tentunya akan memiliki berbagai macam
dampak dan sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari fenomena hukum
yang bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktik-praktik hukum.
Sosiologi hukum menjelaskan mengapa dan bagaimana praktik-praktik hukum itu
terjadi, sebab-sebabnya, faktor-faktor yang berpengaruh, latar belakang dan
sebagainya.5
3http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt542833226d316/legalitas-penjualan
minuman-keras-lewat-internet diakses pada tanggal 2 Juni 2016
4 Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, (Bandung:
Mandar Maju, 2003), hlm. 105
5 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, (Bandung: Angkasa, 1986), hlm. 310-311
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEADILAN
1. Substansi
Soetandyo Wignjosoebroto menyatakan bahwa keadilan adalah jantungnya
hukum.7 Gerechtigkeit ist das principium regnorum, artinya keadilan sebagai nilai
tertinggi, fundamental atau absolut dalam hukum.8 Menurut Plato, keadilan adalah
emansipasi dan partisipasi warga polis dalam gagasan tentang kebaikan dalam
negara dan itu merupakan suatu pertimbangan filsafat bagi suatu undang-undang,
demikian pula gagasan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari gagasan tentang
keadilan.9
Harapan yang diarahkan masyarakat pada penegakan hukum adalah
muncul suatu keadilan, penindakan dan penuntutan terhadap mereka yang
bersalah atau melanggar hukum, pentaatan hukum. Dasar harapan tersebut maka
role-expectation
terhadap
penegakan
hukum
yaitu
memberikan
dan
7Winarno Yudho, Sosok Guru dan Ilmuwan yang Kritis dan Konsisten, Kumpulan
Tulisan Peringatan 70 Tahun Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis
Masyarakat dan Ekologi (HUMA) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI),
Jakarta, hlm. 100
8 Baumann, Jurgen, Einfuhrun In die Rechtswissenschaft, (Rechtssystem und
Rechtstechnik), (Munchen: Verlag C.H. Beck, 1989), hlm. 3
9 Friedrich, C.J. Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa dan Nusamedia,
2004), hlm. 18-19
10 Soerjono Soekanto. Beberapa Aspek Sosio yuridis Masyarakat,(Bandung: Alumni, 1983), hlm.
139
adanya
pelegalan
untuk
minuman
tersebut.
Mereka
yang
dan
meningkatkan
kemampuan
fisik
seseorang,
padahal
11 Alan M.Dershowitz, Reasonable Doubts, The O.J. Simpson Case and The Criminal
Justice System (New York: Simon & Schuster, 1999), Hlm. 37
12 Efek Mengkonsumsi Minum minuman Keras from:http://id.wikipedia.org/wiki
/Minuman_beralkohol.
1. Pertanyaan dari segi historikal: apakah ketika hukum dibuat, faktor moral
ikut mempengaruhinya?
2. Pertanyaan dari segi analitikal: apakah unsur moralitas ikut campur dalam
menentukan terhadap layak tidaknya suatu sebuah sistem?
3. Pertanyaan dari segi kritik: apakah hukum terbuka terhadap kritikankritikan yang bersifat moral?
4. Pertanyan dari segi ketegakan hukum: apakah sanksi moral dapat diproses
secara hukum dan diberikan sanksi hukum.
2. Struktur
Para ahli hukum dan para mahasiswa hukum menjumpai pluralisme
normatif setiap hari dalam kehidupan mereka, dalam konteks hukum dan nonhukum, sungguhpun begitu pluralisme hukum secara umum terpinggirkan dan
dipandang dengan skeptisme dalam wacana hukum. Barangkali sebab dari
fenomena ini adalah bahwa selama lebih dari 200 tahun teori hukum barat telah
didominasi oleh konsepsi-konsepsi hukum yang cenderung bersifat monist (satu
sistem hukum yang secara internal koheren), statist (negara memonopoli hukum
dalam kawasannya), dan positivist (apa yang tidak diciptakan atau diakui sebagai
hukum oleh negara berarti bukan hukum).17
Negara dan kekuasaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan,
karena negara dan kekuasaan sangat erat kaitannya, sebab negara adalah suatu
tempat yang identik dengan kekuasaan dimana negara tanpa kekuasaan tidaklah
akan berjalan negara tersebut dengan sebagaimana mestinya. Jenis-jenis
kekuasaan yang kita pahami pada umumnya sekiranya dapat dibagi beberapa jenis
kekuasaan sebagai berikut;
a. kekuasaan eksekutif, yaitu dikenal dengan kekuasaan pemerintah dimana
b.
10
11
hukum sebagai yang bersifat umum disisihkan untuk memberi jalan bagi
keputusan dan kepentingan individual yaitu kelompok pengusaha miras.
Menurut Melssaris, studi hukum harus diarahkan untuk menemukan
persepsi-persepsi alternatif di dunia dan keadilan dan beragam praktik dalam
pemecahan persoalan prkatis dengan menampung kepentingan-kepentingan yang
berlawanan disamping memenuhi prasyarat keadilan substantif. Persoalan hukum
dan keadilan menjadi persoalan yang berkenaan dengan segenap cara hidup kita,
bagaimana kita memandang dan menempatkan diri di lingkungan.24
23 Nurhadiantomo, Konflik-Konflik Sosial Pri dan Non Pri dan Hukum Keadilan Sosial,
(Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), hlm. 53-54.
24 Emmanuel Melissaris, The more Marrier? A New Take on Legal Pluralism, Vol.13
Nomor 1. social dan legal studies, hlm. 76
12
B. KEPASTIAN HUKUM
1. Substansi
Indonesia adalah Negara Hukum yang Demokratis, menganut kedaulatan
rakyat sekaligus kedaulatan hukum.25 Dari sisi pemahaman kedaulatan rakyat,
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara berada di tangan rakyat. Kekuasaan
tertinggi di tangan rakyat itu dibatasi oleh kesepakatan yang mereka tentukan
sendiri secara bersama-sama yang dituangkan dalam aturan hukum yang
berpuncak pada rumusan konstitusi sebagai produk kesepakatan tertinggi dari
seluruh rakyat.26
Sebelum menerbitkan peraturan perundang-undangan atau dalam hal ini
pengendalian peredaran miras, apakah pemerintah telah benar-benar melakukan
survei persetujuan masyarakat Indonesia. Penulis berpendapat tidak mungkin
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama islam menyepakati adanya
peraturan mengenai perizinan atau pelegalan miras. Bukan karena agama islam
tetapi kita semua mengetahui bahwa miras akan berdampak negatif.
Saat ini masyarakat berada dalam kehidupan modern dan industri yang
bercorak sekuler, terdapat ketidakpastian fundamental dibidang nilai, moral dan
etika kehidupan, oleh karena itu maka satu-satunya kepastian dewasa ini dan
terlebih lagi untuk masa datang adalah kehidupan individu. Tetapi persoalanpersoalan tersebut dengan ketidakpastian, tidak semua orang mampu untuk
menyesuaikan diri (adaptasi) yang pada gilirannya remaja akan merugikan diri
sendiri dan juga merugikan orang lain dan salah satunya adalah penyalahgunaan
minuman keras.27
13
Perdagangan
RI
Nomor
15/M-
14
15
sebagai kaidah. Tentang hal berlakunya kaidah hukum ada anggapan sebagai
berikut:31
1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, hukum didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi (Hans Kelsen), atau bila terbentuk menurut cara yang
telah ditetapkan (W. Zevenbergen) apabila menunjukkan hubungan
keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya (J.H.A Logemann).
2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah ini akan efektif
jika kaidah tersebut dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah tadi
berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat (teori pengakuan).
3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita-cita
hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.
Proses perundang-undangan meliputi berbagai tingkatan penyelesaian
seperti tingkatan persiapan, penetapan, pelaksanaan, penilaian dan pemaduan
kembali produk yang sudah jadi. Namun dari berbagai tingkatan proses
perundang-undangan yang perlu dihayati dengan baik oleh seorang ahli perancang
perundang-undangan ialah tingkat persiapan dan tingkat penetapannya.32
Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut
perintah undang-undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun
tidak tegas diperintahkan pembentukannya.33
Menurut Jimly Asshiddiqie perlu ada pembatasan terhadap peraturan
presiden agar tidak menyelahi kekuasaan yaitu;34
16
17
tidak
ada
lima
jenis
perlindungan
sosial
yang
pengaman
sosial
berbasis
masyarakat
minuman
beralkohol
telah
hampir setiap Negara di seluruh dunia. Tingkat konsumsi alkohol setiap Negara
berbera-beda tergantung pada kondisi sosio cultural, kekuatan ekonomi, pola
religious, serta bentuk kebijakan dan regulasi alkohol di setiap Negara. Melihat
dari segi hukum, kita akan menemukan dua tipe hukum, yang pertama adalah
hukum adat dan yang kedua adalah hukum pidana.
Jika kita lihat dari hukum adat yang berlaku di Indonesia, sebagian besar
daerah memiliki kecenderungan yang sama yaitu menganggap orang yang mabuk
karena mengkonsumsi minuman keras merupakan penyimpangan. Hal ini
dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
36 Sudikno Mertokusumo, Tentang Kemanfaatan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1991),
hlm 161
37 A. Muchaddam Fahham, Perlindungan Sosial dalam Info Singkat Kesejahteraan SosialVol
I, Maret 2009, Sekjen DPR RI, hlm. 2.
18
beragama islam dan dalam islam sangat dilarang mengkonsumsi segala hal yang
dapat memabukkan. Biasanya masyarakat sekitar menggunjingnya atau bahkan
mengusirnya dari kampung tersebut jika sudah melampaui batas, dalam hal ini
yang turun tangan adalah petinggi kampung (RT, kyai) yang akan melakukan
pendekatan berupa nasehat-nasehat. Jika tetap saja dilakukan, maka warga akan
ikut turun tangan.39
Pemerintah sebaiknya melihat dari sisi lain bahwa bukan hanya akan
membuka lapangan kerja baru atau mendingkatkan pendapatan negara melalui
peredaran miras tetapi, pemerintah harus membuka mata bahwa saat ini pelaku
kejahatan sebagian besar terjadi karena adanya pengaruh miras. Negara harus
hadir untuk memberikan perlindungan dan ketentraman dalam menjalani
kehidupan. Konsep negara hukum indonesia diwujudkan dalam
bentuk
19
20
kecemasan,
dan
ketegangan,
yang
berusaha
2. Struktur
Ada tiga titik temu antara politik dan hukum di dalam kehidupan
masyarakat yaitu pertama pada waktu penentuan pejabat hukum, walaupun tidak
semua penentuan pejabat hukum melibatkan politi. Kedua, proses pembuatan
hukum itu sendiri, setiap proses pembuatan kebijaksanaan formal yang hasilnya
tertuang dalam hukum pada dasarnya adalah produk dari hasil politik. Ketiga,
proses pelaksanaan hukum, dimana pihak-pihak yang berkepntingan berusaha
21
maupun
militer.
Sumber
penunjang
untuk
memperoleh,
22
1. apakah aturan tersebut bersesuaian dengan aturan yang lebih tinggi atau
tidak di luar jalur (ultra vires).
2. apakah aturan tersebut merupakan suatu bagian yang konsisten (subsistem)
dengan peraturan yang sudah ada.
3. apakah aturan tersebut bersesuaian dengan kenyataan sosial dalam
masyarakat (aspek sosiologis) sehingga berlaku efektif dalam masyarakat.
4. apakah dalam aturan tersebut terdapat kecenderungan internal untuk
dihormati (atas dasar moral dan politik).46
Kaum positivisme hukum seperti Hans Kelsen atau John Austin berpandangan
bahwa hukum hanya ada dalam undang-undang, sehingga hakikat hukum
sebenarnya hanyalah sebagai suatu perintah dari penguasa saja.
3. Budaya Hukum
Bagi masyarakat awam yang tidak pernah belajar hukum, pengertian
hukum yang sederhana dan klasik menurut O. Notohamidjojo dapat dipakai juga.
hukum menurutnya adalah keseluruhan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis
yang biasanya bersifat memaksa untuk kelakukan manusia dalam masyarakat
negara serta antarnegara yang berorientasi pada (sekurang-kurangnya) dua asas,
yaitu keadilan dan daya guna, demi tata dan damai dalam masyarakat.47
Hukum bisa juga dilihat sebagai sistem peraturan-peraturan yang abstrak
(normatif) dan juga dapat dilihat sebagai alat untuk mengukur masyarakat
(sosiologis). Satjipto Rahardjo mengatakan tentang hukum sebagai teks dan
perilaku bahwa hukum adalah skema sebagaimana dijumpai dalam teks atau
undang-undang atau hukum yang dirumuskan dengan sengaja secara rasional
dimana hukum mengalami pergeseran bentuk, dari hukum yang muncul serta
merta (interactional law) menjadi hukum yang dibuat dan diundangkan
(legislated law).48
46 J.W. Harris, Law and Legal Science, ( Oxford: Clarendon Press, 1979), hlm. 107
47 Notohamidjojo, O. Soal-soal Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1975), hlm. 21
23
dengan atau melalui skema. Panggung hukum telah bergeser dari dunia nyata ke
dunia maya yang terdiri dari kalimat dan kata-kata, yang nyata adalah peristiwaperistiwa, hubungan-hubungan antara siapapun dan apapun, manusia, lembagalembaga, keluarga, masyarakat dan negara serta segala gerak gerik manusia dan
benda-benda yang tidak beraturan (ataukah itu harus diartikan sebagai
keteraturan?). Salah satu hal kecil dalam hubungan itu adalah kepentingankepentingan.
Peraturan pelegalan miras merupakan salah satu bukti paham liberal telah
memasuki Indonesia. Pendukung utama ajaran liberal adalah Adam Smith seorang
ahli ekonomi Inggris bahwa paham liberal menunjang perekonomian kapitalis di
Inggris dan pada prinsipnya menghendaki adanya kebebasan dalam segala hal.
Ekonomi kapitalis sangat berlawanan dengan konsep nagar aIndonesia yang
berdasarkan atas ekonomi kerakyatan.
Ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Moh. Hatta mensyaratkan akan
kepentingan bersama masyarakat yang adil dan sejahtera. Ekonomi Kapitalis pada
prinsipnya hanya mengutamakan suatu kelompok yang memiliki kekuatan saja.
Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa ketika kepentingan-kepentingan manusia
terancam atau terganggu, maka diperlukan suatu perlindungan terhadap
kepentingan-kepentingan itu, yang kemudian dikenal dengan nama hukum.
kepentingan itu terutama adalah kepentingan manusia.49
Prinsip hukum yang harus diberlakukan secara kaku adalah dua macam bukti
yang tidak dapat diterima dalam pertimbangan pengadilan Inggris terkait dengan
interpertasi undang-undang, yakni;50
24
25
26
hukum itu, di sini hukum tidak dapat hanya sebagai pasal-pasal yang bersifat
imperatif atau keharusan-keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus
dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan das sein.55
BAB III
55 Mahfud, Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Press, 2010), hlm. 9
27
Kesimpulan
masyarakat untuk
28
Daftar Pustaka
Alan M.Dershowitz, 1999. Reasonable Doubts, The O.J. Simpson Case
and The Criminal Justice System New York: Simon & Schuster.
Ali Ahmad,
Hukum,Jakarta:Yasrif.
1998.
Menjelajahi
Kajian
Empiris
Terhadap
29
30
Beberapa
Aspek
Sosio
yuridis
31
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt542833226d316/legalitas-penjualan
minuman-keras-lewat-internet
http://hmibecak.wordpress.com/2007/05/29/minuman -keras-remaja
from:http://id.wikipedia.org/wiki/Minuman_beralkohol