Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM TPPA

PENGUJIAN CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) METODE REFLUKS


TERBUKA

I. Tujuan Percobaan
Menguji nilai Chemical Oxygen Demand (COD) dengan metode refluks
terbuka menggunakan oksidator kalium dikromat (K2Cr2O7).

II. Landasan Teori


Untuk menyatakan kualitas air dibutuhkan beberapa parameter yang terkait.
Salah satu diantaranya adalah Chemical Oxygen Demand (COD). Chemical
Oxygen Demand (COD) didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi material organik yang terlarut dalam air. Sebagai oksidator
digunakan bahan kimia.
Oksidator kimia yang kuat seperti kalium permanganat (KMn0 4 ) atau
kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) dalam kondisi yang sangat asam dapat mengoksidasi
material organik (baik yang mudah teroksidasi maupun yang tidak) menjadi karbon
dioksida (CO 2 ) dan air (H 2 0), Seperti yang tertulis dalam persamaan berikut :
CnHaOb + c Cr2072- + 8c H+

n CO2 + [( a + 8c)/2 ] H20 + 2c Cr3+

Dengan c =2/3n + a/6 - b/3.


Selama proses berlangsung, beberapa garam anorganik seperti nitrit,
sulfit dan fern juga ikut teroksidasi. Kondisi oksidasi yang tepat selama
pengukuran COD memungkinkan hasil yang dicapai mendekati 95 hingga
100 % kebutuhan oksigen teoritis.
Ada hubungan antara nilai BOD dan COD dari suatu sampel. Jika
dibandingkan dengan BOD, nilai COD selalu lebih tinggi karena hampir seluruh
material organik dapat teroksidasi oleh

oksidator

kimia

yang

kuat.

Sedangkan pada proses pengukuran BOD, tidak semua material dapat dioksidasi
secara biokimia. Umumnya, senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak dapat
dioksidasi dengan mudah.

Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur COD, yaitu :
a) Metode Refluks Terbuka
b) Metode Titrimetri
c) Metode Kolorimetri
Metode refluks terbuka cocok untuk kebanyakan limbah dimana ukuran
sampel yang banyak lebih disukai. Metode refluks tertutup (titrimetri dan
kolorimetri) lebih ekonomis dalam penggunaan reagen gara m loga m, tetapi
membutuhkan homogenisasi dari sampel yang berisi padatan tersuspensi untuk
mendapatkan hasil yang reprodusibel. Selain itu dibutuhkan ampul dan tube
tertentu yang terukur volumenya yang tersedia di pasaran.
Kebanyakan jenis bahan organik dapat teroksidasi oleh campuran asam
sulfat dan kromat yang mendidih. Sampel direfluks dalam larutan asam kuat
dengan kalium dikromat berlebihan yang telah diketahui konsentrasinya. Setelah
refluks, K2Cr2O7 yang tidak tereduksi dititrasi dengan Ferous Ammonium S u l f a t
( FAS ) u n t u k m e n e n t u k a n j u ml a h K 2 C r 2 O 7 ya n g terkonsumsi. Jumlah
bahan organik yang dapat teroksidasi dihitung dalam hubungan keseteraan
dengan oksigen. Jaga rasio dari berat reagen, volume, dan konstanta kekuatan ketika
menggunakan volume sampel lebih besar dari 50 mL. Standar 2 jam waktu refluks
dapat dikurangi jika pada waktu yang lebih pendek memberikan hasil yang sama.

III. Pelaksanaan Percobaan


III.1. Alat
Dalam percobaan ini, digunakan alat-alat sebagai berikut:

Kondensor refluks dan perlengkapannya (selang, cooler, corong pisah,


pemanas, statif, corong, erlenmeyer)

Batu didih

Buret 50 ml

Pipet volume 5 mL, 10 mL, 25 mL

Pipet ukur 5 mL, 25 mL

Gelas arloji
2

Gelas ukur 50 mL, 100 ml

Spatula

Pro pipet

Pipet tetes

Beker glass 100 mL, 1000 mL

Neraca analitis

Magnetik stirrer

Botol semprot.

III.2. Bahan
Bahan-bahan yang dipergunakan, yaitu:

Larutan standar kalium dikromat (K 2 C r 2 O 7 ) 0 , 2 5 N


Reagen asam sulfat
Indikator feroin ( Fenantrolin Ferro Sulfat)
Larutan standar Ferro Amonium Sulfat (FAS) 0,25 N
Merkuri Sulfat (HgSO4)
Sampel air
Akuades.

III.3. Cara kerja


Langkah-langkah percobaan yang telah dilakukan, meliputi:

Mengambil secara teliti menggunakan pipet volume sebanyak 25 ml sampel dan


memasukkannya ke dalam erlenmeyer 250 mL.

Membuat blanko dengan cara yang sama menggunakan 25 mL aquades.

Menambahkan 0,5 g HgSO4 dan 3-5 pecahan gelas sebagai batu didih.

Menghomogenkan pelan-pelan.

Menambahkan 2,5 mL reagen asam sulfat menggunakan pipet ukur secara


pelan-pelan, menghomogenkan perlahan.

Menambahkan 15 ml, larutan K2Cr2O7 0,25 N menggunakan pipet volume dan


menghomogenkan dengan hati-hati.

Memasang erlenmeyer pada kondensor refluks dan mengalirkan air pendingin.


Lalu menghidupkan kompor pemanas.

Mengambil reagen asam sulfat yang tersisa sebanyak 35 mL menggunakan


gelas ukur dan memasukkan ke dalam corong pisah. Kemudian
menambahkan reagen asam sulfat dalam corong pisah tersebut melalui
bagian atas kondensor secara tetes demi tetes.

Menutup bagian atas kondensor dengan corong untuk mencegah material luar
masuk dalam campuran refluks dan merefluksnya selama 2 jam.

Mendinginkan dan mencuci bagian dalam kondensor dengan air suling


25 ml menggunakan gelas ukur (menampung air suling pencuci dalam
erlenmeyer).

Melepaskan kondensor refluks setelah dingin dan mengencerkan campuran


dengan menambahkan air suling 50 mL.

Menambahkan 2-3 tetes indikator feroin dan menitrasi kelebihan K2Cr2O7


dengan FAS 0,25 N.

M enghentikan titras i ketika larutan memperlihatkan perubahan


warna dari hijau kebiruan menjadi coklat kemerahan untuk pertama kali.

Mencatat volume titran FAS 0,25 N kemudian menghitung nilai COD.


Melakukan standarisasi secara duplo (dua kali) larutan standar FAS yang
digunakan sebagai titran.

III.4. Diagram alir


Diagram alir percobaan ditunjukkan sebagai berikut:

Pembuatan larutan sampel dan larutan blangko


Memasukkan 25 ml sampel air dalam erlenmeyer 250 ml

Menambahkan 0,5 gram HgSO4 dan batu didih

Menambahkan 2,5 ml reagen asam sulfat secara perlahan

Menambahkan 15 ml K2Cr2O7 0,25 N

Mengulangi langkah di atas untuk pembuatan

larutan blangko dengan 25 ml aqua

Metode refluks terbuka

Meletakkan 2 buah erlenmeyer 250 ml yang berisi larutan blangko dan larutan sampel di atas pem

Memasang kondesor dan air pendingin, lalu menjalankan pemanas

Memasukkan 35 ml reagen asam sulfat ke dalam corong pisah di atas kondensor dan diteteskan pela

Menutup bagian atas kondensor dengan corong gelas dan merefluks selama 2 jam

Mendinginkan dan mencuci kondensor dengan

akuades sebanyak 25 ml

Analisa Larutan Sampel dan Larutan Blangko


Melepas kondensor setelah dingin

Mengencerkan larutan sampel dan larutan blangko dengan menambahkan akuades sebanyak 50 mL

Menambahkan indikator feroin 2 3 tetes

nitrasi kedua larutan tersebut dengan FAS hingga terjadi perubahan warna dari hijau kebiruan hingga coklat

Mencatat volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk titrasi

Standarisasi larutan FAS


Mengambil 10 ml K2Cr2O7 dengan pipet volume

Menambahkan 50 mL akades

Menambahkan 15 ml H2SO4 pekat dan mendinginkannya

Menambahkan 2 3 tetes indicator feroin

utan tersebut dengan FAS hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi hijau kebiruan hingga coklat

Mencatat volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk titrasi

IV. Hasil Percobaan dan Pembahasan


IV.1. Hasil percobaan
Dari percobaan yang telah dilaksanakan, diperoleh data seperti berikut ini:
1. Standarisasi larutan FAS
a. Volume FAS rata-rata

10,15 mL

2. Titrasi sampel dan blanko


a. Volume FAS untuk blanko 14,2 mL
b. Volume FAS untuk sampel 8,0 mL
3. Catatan Pengamatan
o Waktu pemanasan refluks = 2 jam

Perhitungan

mL K 2 Cr 2 O 7 x 0,25 N
mL FAS yang digunakan
Normalitas FAS

=
10 mL x 0,25 N
10,15 mL

=
= 0,2463 N
Nilai COD dalam sampel dapat dihitung dari :
(A B) x N x 8000
mL sampel
COD, mg/L

Dengan :
A = mL FAS pada blanko = 14,2 mL
B = mL FAS pada sampel = 8,0 mL
N = normalitas FAS

= 0,2463 N

( 14,2 8 ) mL x 0,2463 N x 8000


25 mL

COD, mg/L

=
= 488,6592 mg/L.

IV.2. Pembahasan
Dari hasil percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, diperoleh nilai
COD dalam sampel air sebesar 488,6592 mg/L. Berdasarkan baku mutu air kelas 1
yang mempersyaratkan nilai COD untuk air baku air minum adalah < 10 mg/L,
maka air tersebut telah tercemar dan tidak layak untuk diminum. Untuk kategori
air limbah, kadar COD pada sampel tersebut juga belum memenuhi standar
baku mutu limbah yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup, dimana
kadar maksimal COD dalam air limbah industri kelapa sawit sebesar 350 mg/L,
industri karet sebesar 300 mg/L, limbah domestik sebesar 300 mg/L. Sampel
tersebut belum layak untuk di buang ke badan air dan masih dibutuhkan
pengolahan lebih lanjut.

V. Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan,


yaitu:
1. sampel air memiliki nilai COD sebesar 488,6592 mg/L
2. normalitas larutan FAS sebesar 0,2463 N yang diperoleh dari hasil standarisasi
3. volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk menitrasi larutan blanko agar
berubah warna dari hijau kebiruan menjadi merah kecoklatan sebanyak 14,2
mL, sedangkan pada larutan sampel membutuhkan 8,0 mL.

VI. Daftar Pustaka


Alaerts, G., dan Santika, S.S., 1987, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional,
Surabaya
American Public Health Association, American Water Work Association and Water
Pollution Control Federation, Standar Methods For The Examination Of
Water And Waste Water, p.p. 533-538, American Public Healt Association,
Washington
Wardhana, W. A., 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Edisi III, Andi,
Yogyakarta
Laboratorium Analisis Instrumental (ANINS), Modul Praktikum MTPPL, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai